• Tidak ada hasil yang ditemukan

RANGKUMAN RENCANA KERJA

1. Mediasi konflik DKN

a) DKN pernah bekerjasama dengan Epistema dan Huma mengembangkan alat untuk mendokumentasikan kasus-kasus yang masuk ke DKN. Sepanjang tahun 2013 sistem tidak berjalan dengan baik. Database dan dokumentasi kasus sangat penting untuk mengukur kinerja divisi mediasi konflik. Harapannya, alat yang dikembangkan bisa dimaksimalkan. Sepanjang Januari sampai Juli 2013 Komisi Mediasi Konflik belum mendapatkan laporan dari sekretariat mengenai pengaduan-pengaduan yang masuk ke DKN. Kasus terakhir yang masuk ke DKN adalah peristiwa di Pasaman, akan tetapi komisi mediasi konflik tidak mendapatkan informasi kasus tersebut. (Jomi Suhendri) b) Mempertimbangkan masuknya usulan adanya desk terpadu penyelesaian konflik

kehutanan.

c) Bahasanya masih bahasa rekomendasi. Perlu merubah bahasanya menjadi bahasa kegiatan. (Agus)

d) Poin 1 dan 2 menjamin kelanjutan desk.

e) Di KPK ada pengembangan pengaduan dan penyelesaiannya. Mekanisme penyelesaian 1 pintu bisa dibicarakan lebih luas. Pengaduan dibuka dan bagaimana koordinasinya dengan kementerian kehutanan. (Hariadi)

Kelemahan Komisi Mediasi Konflik terletak di database. Kasus-kasus yang masuk ke DKN tidak terdokumentasi dengan baik.

Pada bulan ke-9 dan bulan ke-12 poin tentang mekanisme penyelesaian 1 pintu bisa dibicarakan dengan Kemenhut berdasarkan NKB karena ada mekanisme evaluasi 3 bulanan.

f) Jika ini disepakati, divisi mediasi konflik akan mendiskusikannya kembali, mendetilkannya ke dalam kegiatan-kegiatan, termasuk mencari support dari media strategis.

g) Pak leo mengusulkan untuk mengacu ke GBHK DKN dalam perumusan tindak lanjut. Di dalam GBHK sudah ada program-program kongkrit yang dilakukan tiap komisi. Ratih mengatakan bahwa pernah ada renstra sebagai turunan GBHK yang menghasilkan kompilasi Program Kerja DKN 2011-2016 yang di dalamnya terdapat usulan aktivitas dan rekomendasi komisi yang menjalankan, usulan output, dan alokasi waktu

pelaksanaan. Ratih mengusulkan untuk mengoverlaykan rekomendasi kegiatan kali ini dengan GBHK dan kompilasi program kerja DKN 2011-2016. Mita mengusulkan rencana dari workshop ini mendetilkan ke dalam kegiatan dan harus mengacu kepada dokumen GBHK dan turunanya.

2. Mengawal Implementasi NKB 12 K/L

Berkaitan dengan Poin 5, Marthen mengatakan masukan boleh apa saja tapi fungsinya bisa beda. Perlu ada pertimbangan informasi seperti apa yang harus diberikan. Informasi seperti apa yang harus diberikan oleh DKN harus diberikan batasan yang jelas. Mita mengusulkan untuk menunda pembahasan poin 5 dan akan dilihat apakah poin 5 ini sudah masuk ke poin-poin yang lain atau tidak.

Bagi Kamar LSM, komunikasi reguler ini dipakai untuk mereview NKB-nya dan mekanisme penyelesaian hambatan-hambatan yang ada. Sedangkan bagi kamar bisnis, memastikan implementasi dan hambatan-hambatan. Perlu mempelajari NKB yang lebih dalam hingga ke target bulanan sehingga DKN bisa menentukan informasi apa yang akan disebar. Poin 5 bisa masuk ke poin 6. Perlu ditentukan penanggungjawab dari pertemuan koordinasi DKN-KPK. (Hariadi)

Dalam konteks informasi, Pilin mengusulkan judul programnya disederhakan menjadi penguatan sistem IMH yang di dalamnya akan bicara soal prosedur, sumber informasi, kriteria serta bagaimana informasi diterima, didistribusian dan diproduksikan. Mita menegaskan bahwa hal itu dilakukan dengan pertemuan rutin dsb.

Usulan kegiatan Penguatan sistem IMH berada di bawah Komisi

Pemerintahan/Komisi I yang diketuai oleh pak Zulfikar. Pak Zulfikar masih belum jelas tentang apa itu IMH. Kalau konsep IMH sudah clear, baru DKN bisa menentukan bentuk dukungannya dan dari sisi mana akan mendukung. Karena situasinya seperti itu, dan itu akan

Hingga poin 10 Rekomendasi Kegiatan, usulan konkritnya adalah adanya komunikasi reguler antara DKN dan KPK.

mengatakan bahwa di pertemuan dua hari ini DKN sepakat untuk melakukan koordinasi dengan KPK berkaitan dengan pelaksanaan NKB. Respon ini harus resmi. Di pertemuan pertama, DKN sudah bisa menentukan informasi apa yang harus diberikan di pertemuan selanjutnya. Oleh karena itu bentuk informasi seperti apa yang akan disampaikan tidak perlu didefinisikasi dari sekarang.

Pak Marthen menegaskan bahwa bentuk informasi yang diberikan kepada KPK harus substantif, sesuai dengan kapasitas dan fungsi lembaga DKN. Jangan sampai DKN

memberikan masukan teknis yang merupakan tugas Kemenhut. Pertemuan rutin DKN dan KPK dilakukan setiap 3 bulan, mengikuti jadwal F8K.

Pertemuan DKN dengan World Bank tanggal 17 Juli 2013, Werner dan Mubariq meminta DKN mengajukan sebuah rencana kerja dalam jangka waktu satu tahun. Mita mengusulkan DKN mengajukan rencana kerja berkaitan dengan mendukung KPK.

3. Keputusan MK No. 35 Mengenai Hutan Adat

a) Poin 13 inti dari Kamar Akademisi adalah menyatakan bahwa hutan adat tetap hutan dan itu masuk ke dalam implementasi keputusan MK. (Hariadi)

b) Inventarisasi, adat dsb di dalam NKB dinyatakan sudah akan dikerjakan oleh Kemenhut, BIG, BPN dan Kemendagri.

Hasil identifikasinya bisa dikaitkan dengan kamar masyarakat. Ketika hasil identifikasi sudah ada, Kamar Masyarakat perlu mengecek dll. Jangan sampai DKN berperan seperti K/L juga. (Hariadi)

c) Sekedar pertemuan tidak akan efektif.

Policy paper itu sebagai bahan pertemuan. (Agus Justianto)

d) Usulan mengenai policy paper diperuntukkan untuk semua pertemuan.

Bentuk kegiatannya adalah DKN mendampingi proses itu melalui koordinasi periodik. Di internal DKN, kegiatan ini ditangani oleh komisi 1.

KPK sudah menyatakan akan mengajak kerjasama dengan DKN untuk melakukan ToT kepada CSO untuk beberapa wilayah sehingga bisa

melakukan sosialisasi NKB ke jaringan-jaringan DKN. Forum sepakat dengan usulan ini.

Oleh karena itu Poin 14 harus ditambahkan dengan mendorong percepatan proses identifikasi dst.

DKN dalam konteks isu tersebut membuat semacam policy paper yang bisa disampaikan melalui pertemuan atau melalui surat.

e) inti dari poin 9 usulan kegiatan adalah kalau hutan adat baik maka hutan negara baik via versa.

f) Penanggungjawab: komisi pemerintah khususnya yang mengerjakan kamar masyarakat. g) DKN juga harus memperhatikan RUU Pengakuan Perlidungan Masyarakat Adat. Selama ini

pembicaraan RUU Masyarakat Adat berjalan sendiri.

h) Pak Zulfikar menawarkan diri untuk mengkoordinasikan poin-poin usulan yang akan disampaikan ke DPR. Mita menambahkan dengan RUU Desa.

4. Terkait Kebijakan

Poin 19 Rekomendasi Kegiatan

a) GBHK nasional yang dimaksud oleh Kamar Bisnis adalah GBHK untuk kehutanan bukan GBHK untuk DKN. Kehutanan hanya memiliki RPJM 5 tahun. Lima tahun dianggap terlalu singkat. Zulfikar dan Agus dari Kamar Pemerintah menginformasikan bahwa Kemenhut memiliki RKTN untuk tingkat nasional dan RKTD di tingkat propinsi yang jangka waktunya 25 tahun. RKTN masih baru dan sudah ada PP sistem perencanan kehutanan untuk penyusunan RKTN dan RKTD dan sudah ada mekanisme

penyambungan dengan perencanaan di Bappenas.

Poin 19 rekomendasi kegiatan tetap ada tapi tidak dalam rangka membuat sesuatu yang baru

b) Pak Hariadi menyebutkan komitmen lisan dari Bappenas, yaitu RPJM 2015-2019 dan Renstra 2015-2019 yang berkaitan dengan kehutanan akan dikonsultasikan dengan DKN. c) Kaitannya dengan proses konsultasi publik yang dilakukan, pak Leo menegaskan bahwa

proses persiapan pra konsultasi publik perlu mendapatkan perhatian dari DKN.

Pengalaman tahun lalu dokumen diberikan pada saat DKN diundang sehingga masukan DKN tidak signifikan. Mita menjelaskan bahwa aturan DKN berkaitan dengan konsultasi publik diatur di dalam Protokol Konsultasi Publik, yaitu dua minggu sebelum

pelaksanaan konsultasi publik, sudah harus ada bahan yang masuk ke pihak DKN.

Poin 17 Rekomendasi Kegiatan

a) Dari 93 Renaksi NKB sama sekali tidak menyentuh spesifikasi otsus. Kelemahannya Pak Zulfikar mengusulkan adanya agenda tersendiri yang membahas RUU Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Adat.

Leo mengusulkan untuk mengawal mekanisme yang sudah dikerjakan oleh pemerintah.

Pak Marthen mengingatkan bahwa dirinya sudah memberikan catatan tambahan redaksi di Naskah Kebijakan DKN, yaitu bahwa khusus untuk daerah yang mendapatkan Otonomi Khusus, segala seusatunya harus mengacu pada UU Otsus. Dalam PP 38 tentang pembagian kewenangan juga dinyatakan bahwa untuk Papua dan Aceh penjabaran lebih lanjutnya harus mengacu pada UU Otsus.

b) Pak Leo berharap kehadiran pak Hariadi di rapat-rapat KPK atas nama presidium, sementara SK mengenai NKB memposisikan pak Hariadi sebagai pakar. Pak Hariadi mengatakan prosesnya cukup informal saja, yang penting informasi bisa mengalir. Zulfikar mengingatkan bahwa DKN memiliki protokol ketika presidium menyampaikan sesuatu. Jangan sampai menjadi beban berat bagi pak Hariadi yang posisinya sebagai pakar dan harus mengajukan sesuatu sebagai presidium yang belum menjadi komitmen bersama.

c) Posisi DKN terhadap UUP3H.

Ada informasi bahwa sebagian konstituen dari kamar LSM akan mempersoalkan UUP3H ke MK. Pandangan mengenai UUP3H juga sudah dikeluarkan oleh kamar masyarakat dan kamar LSM. Pak Hariadi ikut merumuskan UUP3H bersama ICW dan Komnas HAM. Pak Hariadi belum memposisikan UUP3H dalam konteks DKN dan menyerahkan kepada presidium apakah akan menentukan posisi terhadap UUP3H atau tidak. Zulfikar mengusulkan agar usul JR oleh kamar masyarakat dan kamar LSM harus hati-hati. Tidak ada hubungan antara posisi DKN dengan pandangan kedua kamar tersebut. Mita menjelaskan bahwa di DKN dimungkinan tiap kamar menyatakan sikapnya ke publik atas nama Kamar. Seperti yang diinisiasi oleh kamar LSM terkait dengan HTI dengan mengeluarkan naskah atas nama Kamar LSM DKN. Zulfikar menyanggah dengan menyatakan bahwa sesuai Protokol DKN tidak bisa seperti itu.

Zulfikar menginginkan adanya ketegasan apakah sikap kamar ada di dalam mekanisme internal DKN atau untuk keluar. Seingat Zulfikar, kesepakatan di Bandung menyatakan bahwa sikap kamar untuk keluar tidak diperbolehkan. Yang boleh keluar hanya sikap DKN. Menurut Mita diskusi Bandung memperbolehkan sikap kamar. Bung Yanes menguatkan bahwa kamar boleh membawa sikapnya, internal maupun eksternal, tapi tidak atas nama DKN. Pak Edy menyatakan bahwa kamar boleh menyatakan sikapnya di internal maupun eksternal, tidak ada batasan. Kamar-kamar di dalam DKN boleh berbeda pendapat. Sikap DKN yang keluar harus menyertakan catatan sikap tiap kamar. Zulfikar mengatakan bahwa poin ini dibahas ketika ada pembicaraan tentang mekanisme untuk pengambilan keputusan yang ada komposisi.

Jika sepakat untuk mengajukan masalah otsus, pak Hariadi mengajukan diri untuk membicarakannya di rapat KPK, dan sekalian bisa menjadi agenda NKB.

Agar tidak larut dengan pembicaraan mengenai sikap kamar dan sikap DKN, pak Leo mengusulkan untuk kembali melihat beberapa protokol DKN. Menurut pak Leo,

pernyataan pak Zulfikar sangat penting untuk diperhatikan karena berkaitan dengan posisi anggota presidium, posisi presidium, dan posisi kamar. Mita mengingatkan tentang protokol komunikasi DKN yang sudah didesain tapi belum ditetapkan.

Menurut Zulfikar belum ada pembicaraan secara khusus mengenai UUP3H baik di dalam kamar maupun antar amar. Sikap DKN terhadap UUP3H adalah menyesalkan kenapa tidak dibicarakan dengan DKN.

Zulfikar dan Agus Justianto mengusulkan keluarannya merupakan masukan untuk PP turunan dalam bentuk policy paper.

No. 19 Rekomendasi Kegiatan

Yanes mengingatkan agar DKN tetap harus mempertimbangkan dengan usulan kamar masyarakat terkait dengan putusan MK 35. Jangan sampai proses pengukuhan ini akan menyebabkan konflik.

5. Lain-lain

Poin 21 Rekomendasi Kegiatan

Menurut Mita, poin ini sudah masuk ke rencana turunan GBHK yang dirumuskan di Bandung. Pak Hariadi mengusulkan untuk menentukan DKD yang potensial untuk didorong.

DKD Sumatera Utara dibentuk berdasarkan SK Gubernur. Penanggungjawabnya adalah sekretariat atau lintas Komisi.

Poin 22 Rekomendasi Kegiatan

Poin ini bertujuan untuk menyamakan kapasitas mengingat kapasitas akademisi sangat beragam. Bentuknya bisa ToT.

Poin 24 Rekomendasi Kegiatan

a) Poin ini adalah masukan dari pak Noer Fauzy. DKN diasumsikan sangat kaya oleh orang- Rencana kedepan DKN adalah mendiskusikan UUP3H di dalam presidium agar bisa dilanjutkan dengan perdebatan di dalam kamar mengenai kekuatan dan kelemahan UU tersebut.

Presidium sepakat menentukan DKD Papua yang didorong pembentukannya dan bekerjasama dengan DKD Sumatera Utara, Maluku dan Kalimantan Timur.

sehingga diusulkan adanya pendidikan kehutanan kontemporer. Bentuknya bisa diskusi atau kursus dan diisi oleh berbagai narasumber. Inti dari pendidikan ini adalah berbagi

pengetahuan yang ada di dalam presidium DKN ke khalayak yang lebih luas.

b) Pak Zulfikar mengusulkan DKN tidak perlu menyelenggarakan, tapi memberikan ke diklat- diklat yang dilakukan pihak yang lain yang relevan dengan DKN, misalnya Lemhanas yang juga punya kajian strategi nasional tentang kehutanan. Pak Agus Justianto mengusulkan untuk bekerjasama dengan Pusdiklat kemenhut sehingga DKN tidak hanya menjadi narasumber tapi juga berkontribusi pada perumusan kurikulum. Pak Marthen mengusulkan peserta pendidikan adalah kepala-kepala dinas kehutanan di daerah.

Perbedaan pandangan soal “kebangkitan kehutanan”

Tema workshop kali ini adalah penataan hutan bagi kebangkitan hutan nasional. Kalau penataan hutan saja tidak begitu signifikan untuk kebangkitan hutan nasional. Kamar bisnis mengusulkan untuk ada pembicaraan mengenai revitalisasi sektor kehutanan mulai dari HPH, industri primer, industri sekunder. Ada kebijakan yang dalam jangka pendek harus segera direvisi. Untuk jangka menengah kamar bisnis juga mengusulkan adanya upaya mendorong percepatan permen mengenai HHBK maupun agro forestry. Untuk jangka panjang usulannya adalah untuk mengimplementasikan workplan tanah garapan. Apakah isu ini perlu kita sampaikan ke dalam NKB 12/KL, agar mereka tahu bahwa dengan adanya rencana-rencana ini kebangkitan kehutanan bisa tercapai.

Menurut Rafles kamar bisnis mengusulkan hal tersebut karena melihat kebangkitan kehutanan dari sisi ekonomi. Berbeda dengan kamar LSM yang melihat kebangkitan kehutanan dari sisi lingkungan yaitu jumlah perlindungan ekologinya.

Pak Hariadi berusaha mengakomodir perbedaan pandangan mengenai Kebangkitan Kehutanan. Di dalam NKB ada Kementerian Keuangan. Walaupun belum tahu persis dari Kementerian Kehutanan yang terkait dengan ekonomi. Jika dilihat dari perspektif ekonomi berpendapat bahwa lingkungan dan sosial tidak akan bisa dipikirkan jika usahanya bangkrut. Upaya-upaya ekonomi harus komprehensif dengan yang lainnya. Sangat penting di dalam naskah posisi DKN, posisi ekonomi diletakkan sebagai salah satu unsur penting di dalam renaksi NKB.

Tambahan Input

Menurut pak Hariadi, DKN selama ini didominasi oleh komisi mediasi dan lingkungan. Ini menyebabkan proporsi aktivitas presidum menjadi tidak seimbang. Setelah NKB ini komisi Pemerintah diharapkan mendapatkan porsi yang cukup, tapi justru ekonomi tidak. Salah satu opsi yang bisa dilakukan agar bisa menyeimbangkan aktivitas presidium pak

Hariadi mengusulkan peleburan komisi. Misalnya anggota komisi ekonomi didistribusikan ke komisi yang lain. Wacana peleburan ini perlu dipikirkan.

Pak Zulfikar mengusulkan adanya revitalisasi organisasi DKN. Selama ini yang revitalisasi dilakukan di tingkatan supporting, administrasi dsb. Khususnya untuk ABK, pak Zulfikar meminta ada keberanian untuk mengambil langkah agar tidak menjadi beban. Berkaitan dengan komisi, pak Zulfikar menjelaskan bahwa ketidakseimbangan juga terjadi di dalam komisi itu sendiri. Ketidakseimbangan aktivitas di dalam komisi DKN akan berakibat kontraproduktif terhadap DKN sendiri.

Kaitannya dengan usul pak Zulfikar, pak Hariadi mengingatkan hasil Rapim I yang menyepakati adanya pertemuan periodik sekretariat yang dihadiri oleh ketua presidium, wakil ketua presidium, ketua harian dan wakil, serta sekretariat. Lalu itu ditingkatkan menjadi ketua presidium, wakil ketua presidium dan ketua-ketua kamar. Rapim I memutuskan dua hal; pertama, bahwa kalau ada komisi yang sedang bekerja lalu anggota komisi tertentu tidak hadir, itu bisa menunjukkan orang lain meskipun bukan anggota komisi itu. Yang penting representasi kamar selalu terpenuhi. Sebaliknya, keanggotaan komisi sebenarnya fleksibel di tiap kamar. Kedua, khusus untuk mediasi konflik yang ke lapangan tidak harus presidium yang turun langsung. Bisa menunjuk mediator sebagai wakil dari presidium. Jadi, setiap kamar mendefinisikan sendiri berdasarkan kamarnya. Rapim I berusaha mengambil terobosan-terobosan.

Pak Marthen mengusulkan pembicaraan lebih lanjut di DKN untuk menganalisis tentang export logs. Pak Marthen mengusulkan fokusnya tidak harus logs tapi kayu gergajian dengan memperjuangkan luas penampangnya. Asal jangan dalam bentuk square logs. Itu bisa masuk ke dalam agenda revitalisasi ekonomi kehutanan. Pak Hariadi mengusulkan hal ini menjadi agenda kamar bisnis untuk melakukan pertemuan yang pertama dengan mengundang anggota presidium yang lain, terutama Papua.

Pak Leo membacakan protokol Konsultasi Publik DKN, pasal 6 dan 7. Pasal (6) Komunikasi antar pemangku kepentingan atau kamar DKN disampaikan secara terbuka tetapi santun sesuai dengan protokol sikap sebagaimana disebutkan pada bagian 3. Pasal (7) komunikasi hasil konsultasi kesepahaman persetujuan sikap, posisi, perbedaan pandang, rekomendasi dan langkah tindak lanjut disampaikan kepada peserta konsultasi tatap muka dan menjadi informasi publik. Pada bab II menjelaskan tentang proses dimana bisa dilakukan atas penunjukkan atau rekomendasi ketua presidium.

Dari protokol tersebut, pak Leo berpandangan bahwa kamar mempunyai kewenangan untuk melakukan pernyataan sikap sesuai sikap kamar, sesuai dengan konsensus yang dilakukan oleh kamar, baik dalam pertemuan presidium maupun oleh pertemuan kamar. Karena kita juga sepakat bahwa hasil dari pertemuan presidium bisa merupakan satu

Terkait dengan anggota DKN di daerah, perlu ada keleluasaan penyampaian sikap bagi mereka. Yang penting pernyataan sikap tersebut bukan pernyataan pribadi atau merupakan klarifikasi terhadap konsensus yang dibuat oleh DKN. Atau konsensus yang dibuat oleh kamar DKN. Dalam hal-hal tertentu itu perlu rekomendasi atau penunjukkan dari ketua presidium DKN.

Penutupan

Oleh: Hariadi Kartodihardjo (Ketua Presidium DKN)

Pertama, terkait dengan sikap kamar. Hal itu penting untuk dilihat lagi karena merupakan aktivitas sehari-hari DKN. Ketua presidium bukan menteri yang memberikan arahan kepada anak buahnya melainkan mensarikan dari bawah. Pihak-pihak lain harus tahu mengenai hal itu. termasuk juga bagaimana sikap kamar dst. Kita bisa menyampaikan sesuatu ke menteri dengan perbedaan pendapat antar kamar. Tidak harus selalu bulat. Menteri yang akan menilai. Oleh karena itu tidak selalu harus dipaksakan mekanisme voting. Tetapi instrumen voting suatu saat bisa dipakai. Intinya ini menjadi penegasan penting yang akan kita lihat bersama untuk memastikan itu.

Kedua, saya memandang kegiatan dua hari ini sangat baik. Kebetulan yang hadir banyak. Yang penting sebetulnya, seperti juga harapan banyak orang, termasuk juga middle class kehutanan, berikutnya tidak harus selalu populis. Sementara persoalan tenurial selalu ditinggal dari waktu ke waktu. Kita punya kesempatan yang baik untuk kerjasama dengan KPK karena formulasi dan pikiran awalnya juga dari kita sendiri, untuk memastikan ini sampai pada tahun 2015. Mudah-mudahan kita juga punya energi cukup besar untuk

mengantarkan ini dan saya kira tadi malam dengan World Bank dst, termasuk juga sekretariat, siap mendorong ini semua.

Ketiga, terkait dengan pengantar FGD 19 Juli 2013, posisi DKN jangan dibuat sulit. DKN terhadap FIP sebenarnya tidak dalam posisi setuju atau menolak. FIP bisa berjalan sebagaimana program pemerintah yang lain, dengan atau tanpa DKN. Saat ini DKN ditunjuk sebagai anggota SC FIP. Oleh karena itu, yang penting adalah memastikan bagaimana FIP mempunyai kelemahan dan kekuatan dan input DKN terhadap FIP. Tentunya sangat baik kalau pandangan dan input berasal dari semua kamar, yang kemudian menjadi mandat ketua presidium dan mbak Mita sebagai anggota untuk membawa input tiap kamar ke dalam pertemuan SC.

Hingga saat ini SC belum mengadakan pertemuan maka DKN akan melayangkan surat ke ketua SC untuk segera melakukan pertemuan dan dalam pertemuan

Ketua presidium akan melaporkan kepada seluruh anggota seberapa jauh butir-butir itu diterima. Kemudian DKN memutuskan. Jika sebagian besar tidak diterima, saya

mengusulkan DKN mengundurkan diri dari SCFIP, tapi itu tergantung presidium, karena saya yakin yang diusulkan tiap kamar adalah hal-hal yang prinsip. Hasil SC pertama akan

diputuskan bersama untuk memastikan apakah DKN masih di dalam SCFIP atau tidak. Sedangkan DGM, itu adalah prakarsa hubungan kamar masyarakat dengan AMAN. Itu bisa kita lanjutkan sampai dengan terbentuknya SC dst, itupun sangat tergantung dengan komunikasi antara kamar masyarakat dan AMAN. Jadi DKN adalah channel saja.

Dokumen terkait