• Tidak ada hasil yang ditemukan

DAFTAR LAMPIRAN

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.4. Rasio Keuangan

Menurut Munawir (1995), rasio keuangan menggambarkan mathematical relationship (hubungan atau perimbangan) antara jumlah tertentu dengan jumlah lainnya pada laporan keuangan. Penggunaan rasio keuangan akan menjelaskan dan memberikan gambaran tentang baik buruknya keadaan serta posisi keuangan perusahaan, terutama bila angka rasio tersebut dibandingkan dengan angka pembanding yang digunakan sebagai standar industri.

Menurut Keown, et al. (2001), rasio keuangan membantu kita mengidentifikasi beberapa kekuatan dan kelemahan keuangan perusahaan. Analisis rasio dapat diklasifikasikan ke dalam empat kelompok yaitu: (1) rasio likuditas, (2) rasio solvabilitas, (3) rasio aktivitas dan (4) rasio rentabilitas (profitabilitas).

Rasio keuangan memiliki beberapa keterbatasan, antara lain:

1. Perhitungan analisis rasio didasarkan atas catatan akuntansi dan laporan akuntansi, sehingga apabila dibandingkan rasio satu perusahaan dengan perusahaan yang lain dapat mengakibatkan interpretasi yang berbeda. 2. Seorang analis tidak bisa menyatakan bahwa rasio suatu perusahaan lebih

bagus dibanding yang lain tanpa analisis yang mendalam. Sebagai contoh, perputaran persediaan yang tinggi tidak selalu berarti efektifitas perusahaan baik. Rasio perputaran persediaan dengan membandingkan antara penjualan dan persediaan akhir memiliki kelemahan karena ada kemungkinan perusahaan kekurangan persediaan pada akhir tahun yang mengakibatkan gangguan produktifitas tahun yang sesudahnya. Tetapi ini menunjukkan perputaran persediaan tampak tinggi sebab persediaan akhir rendah.

3. Manajemen dalam menyajikan rasio, karena rasio adalah analisis jangka pendek, bisa memanipulasi dengan sah, yaitu dengan menggeser angka-angka yang secara akuntansi diperkenankan. Misalnya, melalui perkiraan penghapusan dan penyusutan cadangan.

Sementara dari sisi ROE sebagai salah satu pengukur kinerja yang paling banyak digunakan oleh para manajer dan investor ternyata mengandung beberapa distorsi, yaitu:

1. Distorsi finansial, karena ROE akan bereaksi terhadap setiap perubahan kombinasi antara kewajiban dan ekuitas yang digunakan perusahaan. Bila peningkatan ROE ditetapkan sebagai sasaran perusahaan maka manajer cenderung untuk menggunakan hutang untuk membiayai aktifitas perusahaan daripada dengan ekuitas.

2. Distorsi akuntansi, karena ROE dihitung dengan membagi Net Icome

dengan ekuitas, dimana income tersebut mengandung distorsi akibat standar akuntansi seperti alternatif pemilihan pencatatan akuisisi dengan purchase method atau pooling method.

3. Salah satu distorsi lainnya adalah diperbolehkannya perusahaan untuk menggunakan teknik LIFO ketika harga naik atau FIFO sebagai alternatif pencatatan persediaan. Dengan demikian besarnya laba akuntansi perusahaan tersebut dapat direkayasa sedemikian rupa tergantung dari kepentingan perusahaan sendiri.

Dalam menganalisis setiap rasio-rasio, angka yang diperoleh dari perhitungan tersebut tidak dapat berdiri sendiri. Rasio-rasio tersebut dapat berarti jika:

1. Terdapat perbandingan dengan perusahaan sejenis yang mempunyai tingkat resiko yang hampir sama

2. Terdapat analisis kecenderungan (trend) dari setiap rasio-rasio pada tahun sebelumnya.

2.4.1 Rasio Likuiditas

Rasio likuiditas adalah rasio yang digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan membayar kewajiban jangka pendek. Masalah likuiditas timbul apabila suatu perusahaan melakukan transaksi secara besar-besaran, di luar kemampuan yang dimiliki atau overtrading, sehingga perusahaan tidak dapat

melakukan kewajiban jangka pendeknya meskipun mempunyai prospek yang menjanjikan. Tingkat likuiditas dapat dilihat pada rasio-rasio dibawah:

1. Current Ratio (CR)

Current Ratio didapat dengan cara membagi aktiva lancar dengan hutang lancar. Nilai CR rendah akan berdampak pada resiko piutang dan persediaan. Indikator CR adalah semakin rendah CR, maka semakin buruk tingkat likuiditas sebuah perusahaan, semakin tinggi CR berarti menunjukkan kemampuan perusahaan dalam membayar hutangnya baik. 2. Acid Test (quick) Ratio

Quick Ratio adalah rasio yang membagi aktiva lancar dikurangi persediaan dengan hutang lancar.

2.4.2 Rasio Solvabilitas

Rasio Solvabilitas adalah rasio untuk mengukur kemampuan perusahaan memenuhi kewajiban-kewajiban jangka panjangnya.

1. Total Debt to Total Asset Ratio (TDTA)

Definisi total debt to total asset ratio atau yang disebut juga rasio hutang adalah rasio yang membandingkan antara total hutang dengan total aktiva. Tujuan rasio ini adalah untuk mengukur seberapa besar perusahaan memakai hutang untuk kegiatan operasional.

2. Time Interest Earned Ratio (TIE)

Rasio hutang ini membagi laba sebelum hutang dan pajak (EBIT) dengan beban bunga, yakni laba operasi dibagi dengan beban bunga. Rasio ini bertujuan mengetahui seberapa jauh laba mengalami penurunan, tanpa mengganggu kewajiban perusahaan terhadap kreditur. Semakin tinggi TIE, semakin sehat kondisi perusahaan.

2.4.3 Rasio Aktivitas

Rasio aktivitas dipakai untuk mengukur aktivitas suatu perusahaan dalam mengelola sumber dana yang dimilikinya. Definisi rasio aktivitas adalah rasio yang membandingkan antara penjualan dengan berbagai aktiva pendukung untuk penjualan. Data yang dipakai berasal dari data laporan laba/rugi. Kondisi perusahaan dikatakan sehat apabila angka yang dihasilkan dari berbagai perhitungan semakin besar. Artinya, perusahaan dapat menciptakan volume

bisnis yang besar (efektif) walaupun persediaan aktiva tetap atau total aktiva dalam jumlah yang sama.

1. Inventory Turnover (Perputaran Persediaan)

Inventory turnover adalah rasio yang membagi antara penjualan dengan persediaan. Persediaan dapat ditentukan secara rata-rata.

2. Average Collection Period

Tujuannya untuk mengukur seberapa efektif perusahaan dalam menagih piutang. Menurut teori keuangan, semakin tinggi rata-rata pengembalian piutang berarti semakin tinggi pula dana yang diserap oleh piutang. Artinya, rata-rata pengembalian berbanding lurus dengan sumber daya yang diserap oleh piutang. Dalam mencari rata-rata pengembalian piutang, diperlukan 2 langkah. Pertama, mencari rata-rata penjualan/hari. Langkah ini untuk membandingkan antara penjualan selama kuartal/setahun dengan jumlah hari dalam setahun/kuartal. Kedua, menghitung rata-rata pengumpulan piutang. Rasio yang membandingkan antara piutang dengan langkah pertama (perhitungan rata-rata penjualan harian).

3. Fixed Asset Turnover

Perputaran aktiva tetap adalah resiko yang membandingkan antara penjualan dan aktiva tetap, dengan tujuan untuk mengukur efektifitas pemakaian aktiva tetap. Indikatornya: semakin tinggi rasio perputaran aktiva tetap, semakin efektif manajemen perusahaan dalam pemakaian aktiva tetap, rasio rendah membuat manajemen bekerja keras memutar otak untuk mengevaluasi strategi, pemasaran pengeluaran modal pada perusahaan.

4. Total Asset Turnover

Rasio ini digunakan untuk mengukur efektifitas penggunaan total aktiva.

Total asset turnover adalah perbandingan penjualan dengan total aktiva. 2.4.4 Rasio Profitabilitas

Menurut Brigham dan Houston (2001), rasio rentabilitas atau sering juga disebut rasio profitabilitas adalah hasil bersih dari serangkaian kebijakan dan keputusan. Dapat juga dikatakan bahwa rasio rentabilitas merupakan kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba selama periode tertentu. Rasio rentabilitas perusahaan diukur dari kemampuannya dalam menggunakan aktiva secara produktif. Dengan demikian, rentabilitas perusahaan dapat diketahui 10

dengan membandingkan laba yang diperoleh dalam suatu periode dengan jumlah aktiva atau modal yang dimiliki perusahaan dalam periode yang sama. Bentuk rasio profitabilitas adalah:

1. Net Profit Margin

Net Profit Margin (NPM) merupakan rasio untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam menghasilkan net income (laba bersih) dari kegiatan operasi pokoknya, atau disebut juga tingkat kemampulabaan suatu perusahaan.

2. Return on Asset

Return on Asset (ROA) merupakan rasio yang mengukur kemampuan perusahaan dalam memperoleh laba bersih atas total aset yang dimiliki perusahaan dan mengindikasikan perusahaan menggunakan seluruh aset yang tersedia dengan baik. ROA digunakan untuk mengevaluasi aktivitas keseluruhan perusahaan.

3. Return on Equity

Return on Equity (ROE) mengukur kemampuan manajemen dalam mengelola ekuitas yang ada untuk mendapatkan laba bersih. ROE menunjukkan efektivitas dan efisiensi pemakaian modal untuk menghasilkan laba. ROE berhubungan langsung dengan kekayaan pemegang saham. Semakin tinggi ROE suatu perusahaan, maka semakin baik perusahaan dalam mengelola manajemennya (Keown et al., 2001).

Dokumen terkait