• Tidak ada hasil yang ditemukan

Rasio Likuiditas a. Current Ratio (CR)

DAFTAR LAMPIRAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Gambaran Umum Perusahaan 1 Gambaran Umum BEI

4.2.2 Rasio Likuiditas a. Current Ratio (CR)

Rasio Lancar ini didapat dengan cara membagi aktiva lancar dengan hutang lancar. Apabila indikator CR semakin rendah, maka semakin buruk tingkat likuiditas perusahaan, semakin tinggi CR berarti menunjukkan kemampuan perusahaan untuk membayar hutangnya baik.

Berdasarkan hasil perhitungan di bawah dapat dilihat bahwa tingkat likuiditas perusahaan yang terbaik terjadi pada triwulan I tahun 2008 sebesar 2 yang berarti setiap Rp 1 hutang lancar dijamin oleh Rp 2 (dalam jutaan rupiah) aktiva lancar.

Tabel 8. Hasil Perhitungan Current Ratio PT AALI Tbk 2006-2009* 2006 2007 2008 2009* TW I 1,92 1,20 2,00 1,71 TW II 0,99 1,02 1,53 1,6 TW III 0,9 1,13 1,18 1,86 TW IV 0,87 1,60 1,94 - Rata-rata 1,17 1,23 1,66 1,72 Ket: * sampai bulan September 2009

Namun bagi perusahaan yang sedang tumbuh memerlukan rasio yang tinggi sebagai pembiayaan hutangnya. Rasio perusahaan yang normal berkisar antara 1,5 sampai dengan 2. Semakin tinggi CR tidak otomatis menandakan perusahan berkinerja semakin baik, akan tetapi bila terlalu tinggi, misal CR sama dengan 4, maka artinya perusahaan akan terlalu banyak menjaminkan aset lancarnya untuk pembiayaan hutangya. Keadaan demikian tidak terlalu baik bagi perusahaan.

Namun bila dilihat dari rasio rata-rata industri sejenis, likuditas perusahaan masih rendah. Rasio rata-rata industri sejenis pada tahun 2006 sebesar 1,6, pada tahun 2007 sebesar 1,92 dan tahun 2008 sebesar 1,71. Sebaiknya perusahaan meningkatkan kemampuan likuiditasnya.

b. Quick Ratio (QR)

Rasio cepat ini hampir sama dengan rasio lancar, namun rasio cepat ini mengeluarkan unsur persediaan, yang merupakan aktiva lancar yang paling tidak likuid dalam pembilang. Rasio ini membagi aktiva lancar dikurangi persediaan dengan hutang lancar.

Tabel 9. Hasil Perhitungan Quick Ratio PT AALI Tbk 2006-2009*

2006 2007 2008 2009* TW I 1,41 0,71 1,56 1,13 TW II 0,78 0,70 1,17 1,05 TW III 0,61 0,93 0,90 1,14 TW IV 0,53 1,20 1,17 - Rata-rata 0,83 0,88 1,20 0,83 Ket: * sampai bulan September 2009

Jika dilihat dari hasil perhitungan maka perusahaan memiliki rasio cepat yang baik pada tahun 2006 dengan rata-rata 0,83, dimana rasio lancar pada tahun 2006 memiliki rata-rata 1,17. Hal ini menunjukkan bahwa rasio lancar lebih likuid dibandingkan rasio cepat. Hal ini dikarenakan pada rasio cepat, persediaan yang dimiliki perusahaan lebih sedikit dari kewajibannya, sehingga meskipun persediaan sudah dikurangi dari aktiva lancar tetap namun tidak berdampak besar terhadap nilai rasio.

4.2.3 Rasio Solvabilitas

a. Total Debt to Total Asset Ratio

Rasio ini disebut juga Debt Ratio yang mengukur seberapa besar perusahaan memakai hutang untuk kegiatan pendanaan perusahaan atau kegiatan operasional perusahaan.

Tabel 10. Perhitungan Debt Ratio PT AALI Tbk 2006-2009* 2006 2007 2008 2009* TW I 17,29% 19,69% 24,01% 23,65% TW II 27,62% 24,71% 28,08% 24,52% TW III 29,23% 30,98% 39,57% 21,43% TW IV 21,40% 24,14% 20,91% - Rata-rata 23,88% 24,88% 28,14% 23,2% Ket: * sampai bulan September 2009

Perusahaan paling sedikit menggunakan hutang untuk mendanai aktivanya terjadi pada triwulan I tahun 2006 yang hanya sebesar 17,29%, sedangkan rata-rata rasio hutang perusahaan tahun 2006-2008 adalah sebesar 22% atau 0,22 yang berarti setiap Rp 0,22 (dalam jutaan rupiah) hutang dijamin oleh Rp 1 aset.

Dibandingkan dengan rasio rata-rata industri, perusahaan termasuk yang tidak terlalu banyak menggunakan hutangnya untuk mendanai aktivanya. Rasio rata-rata industri pada tahun 2006 sebesar 47 persen, pada tahun 2007 sebesar 41 persen dan tahun 2008 sebesar 38 persen.

b. Time Interest Earned Ratio (TIE)

Rasio ini diperoleh dengan melihat dari laporan laba rugi perusahaan. Karena saat kita meminjam uang, ada persyaratan minimum mengenai beban bunga yang harus dibayar perusahaan. Hal tersebut akan memberikan informasi yang akan dipakai untuk membandingkan jumlah laba operasi yang tersedia untuk menutupi beban bunga yang harus dibayar.

Makin besar rasio TIE, maka makin bagus kinerja perusahaan. Karena semaikin besar angka rasio ini, perusahaan tidak akan kesulitan dalam menutupi bunga yang harus dibayar. Berdasarkan perhitungan di bawah dapat dilihat bahwa perusahaan tidak akan menemui kesulitan dalam menutupi bunga yang harus dibayar perusahaan.

Tabel 11. Perhitungan Times Interest Earned Ratio PT AALI Tbk 2006-2009* 2006 2007 2008 2009* TW I 157,34 86,62 9701,19 278.724 TW II 902,77 168,83 12505,06 5747 TW III 53,55 265,09 17366,11 79,84 TW IV 47,86 390,91 18867,84 - Rata-rata 290,38 227,86 14.610,05 94.850,28 Ket: * sampai bulan September 2009

Karena bunga yang harus dibayarkan perusahaan sangat kecil jika dibandingkan laba sebelum pajak dan beban perusahaan. Seperti pada tahun 2008 beban bunga perusahaan hanya sekitar Rp 180 (dalam jutaan),

dibandingkan dengan laba sebelum pajak dan beban yang dimiliki perusahaan yang berkisar antara Rp 1,5 juta (dalam jutaan) sampai Rp 3 juta (dalam jutaan). Pada triwulan I tahun 2009 perusahaan tidak mempunyai beban bunga, sehingga perusahaan tidak perlu menyisihkan labanya. Namun ini hanya merupakan ukuran kasar mengenai kapasitas perusahaan dalam memenuhi kewajibannya, karena bunga tidak dibayar dengan laba namun dengan kas perusahaan.

4.2.4 Rasio Aktivitas

Definisi rasio aktivitas adalah rasio yang membandingkan antara penjualan dengan berbagai aktiva pendukung untuk penjualan.

a. Inventory Turnover

Inventory turnover adalah rasio yang membagi antara penjualan (harga pokok penjualan/HPP) dengan persediaan.

Tabel 12. Perhitungan Inventory Turnover PT AALI Tbk 2006-2009* 2006 2007 2008 2009* TW I 2,44 2,12 1,77 1,36 TW II 6,34 5,01 3,72 2,65 TW III 6,58 8,00 4,24 3,45 TW IV 11,87 6,70 5,57 - Rata-rata 6,81 5,45 3,82 2,5 Ket: * sampai bulan Desember 2009

Persediaan akan berubah menjadi penjualan 11,87 kali dalam setahun di tahun 2006. Dimana rata-rata persediaan akan menjadi penjualan rata-rata dalam 32 hari (360/11.87) di tahun 2006. Perusahaan mampu memutar persediaan yang dimilikinya dengan cepat, sehingga tidak menumpuk. Namun pada akhir tahun 2007 dan 2008 inventory turnover perusahaan agak rendah dibanding 2006, sehingga pada tahun 2007 dan 2008 umur persediaan akan lebih panjang, dan hal ini akan membuat persediaan menumpuk. Semakin besar perputaran persediaan menandakan perusahaan mampu dengan cepat merubah persediaan menjadi penjualan. Pada triwulan 4 tahun 2006 persediaan sebesar 191.861 juta rupiah, sedangkan di tahun 2007 sebesar 413.813 juta rupiah, dan 781.363 juta rupiah di 42

tahun 2009. Untuk mencari umur persediaan yaitu dengan membagi hari dalam suatu periode dengan Inventory Turnover yang ada.

b. Fixed Asset Turnover

Fixed Asset Turnover adalah rasio yang membandingkan antara penjualan dengan aktiva tetap, dengan tujuan untuk mengukur efektifitas pemakaian aktiva tetap. Indikatornya: semakin tinggi rasio perputaran aktiva tetap, semakin efektif manajemen perusahaan dalam pemakaian aktiva tetap, rasio rendah membuat manajemen harus mengevaluasi strategi.

Pada akhir tahun 2008 fixed asset turnover bernilai 4,07 yang berarti dalam setahun aktiva tetap menghasilkan penjualan sebanyak 4,07 kali, atau rata-rata dalam 88 hari tiap 1 tahun mampu menghasilkan penjualan dari aktiva tetap. Hal ini berarti lebih baik dari tahun 2006, 2007 dan 2009 dilihat dari kuartalan maupun tahunan.

Tabel 13. Perhitungan Fixed Asset Turnover PT AALI Tbk Tahun 2006-2009* 2006 2007 2008 2009* TW I 0,65 0,64 1,24 0,66 TW II 1,33 1,47 3,72 2,65 TW III 1,87 2,47 3,34 2,35 TW IV 2,43 3,39 4,07 - Rata-rata 1,57 2,00 3,1 1,88

Ket: * sampai bulan september 2009

Berdasarkan keadaan triwulan 4 tiap tahunnya, keadaan perusahan masih lebih baik dari rata-rata industri sejenis. Pada tahun 2006 rata-rata industri sejenis sebesar 2,01, pada tahun 2007 sebesar 2,76 dan tahun 2008 sebesar 3,71. Keadaan ini menujukkan PT AALI Tbk masih lebih cepat dalam menghasilkan penjualan dari aktiva tetapnya dibandingkan rata-rata industri sejenisnya.

c. Total Asset Turnover

Berdasarkan tabel di bawah dapat dilihat pada tahun 2008 perusahaan mampu menghasilkan Rp 1,25 (dalam jutaan rupiah) dalam satu rupiah penjualan dari total aset. Jika dibandingkan dari periode sebelumnya, maka pada tahun 2008 kinerja perusahaan baik.

Tabel 14. Perhitungan Total Asset Turnover PT AALI Tbk 2006-2009* 2006 2007 2008 2009* TW I 0,25 0,27 0,35 0,2 TW II 0,53 0,58 0,71 0,46 TW III 0,76 0,84 0,86 0,69 TW IV 1,07 1,11 1,25 - Rata-rata 0,65 0,7 0,79 0,45

Ket: * sampai bulan September 2009

Berdasarkan keadaan triwulan 4 tiap tahunnya, keadaan perusahaan masih lebih baik dibandingkan dengan rata-rata industri sejenis. Pada tahun 2006 rata-rata industri sebesar 0,83, pada tahun 2007 sebesar 0,82 dan tahun 2008 sebesar 1,06. Keadaan ini menunjukkan PT AALI Tbk masih lebih baik dalam menghasilkan keuntungan dari setiap penjualan yang dilakukan dibandingkan dengan rata-rata industri sejenis.

d. Average Collection Period

Rasio ini bertujuan mengukur seberapa efektif perusahaan dalam menagih piutang dan menjadi kas dalam suatu periode tertentu. Berdasarkan perhitungan di bawah dapat dilihat bahwa perusahaan PT AALI Tbk dapat menagih piutangnya dalam waktu yang cukup cepat. Dari perhitungan yang dilakukan tiap triwulan, maka dapat dilihat perusahaan mampu dengan cepat untuk menagih piutang. Semakin cepat piutang berhasil ditagih, maka akan semakin besar kas perusahaan untuk digunakan dalam kegiatan selanjutnya.

Tabel 15. Perhitungan Average CollectionPeriod PT AALI Tbk Tahun 2006-2009* 2006 2007 2008 2009* TW I 5,17 2,42 5,23 1,46 TW II 6,77 1,87 3,68 4,80 TW III 6,18 4,36 4,20 4,60 TW IV 2,25 6,95 1,08 - Rata-rata 5,09 3,9 3,54 3,62

Ket: * sampai bulan September 2009

Pada tahun 2006, perusahaan mampu menagih piutang rata-rata 5,1 hari dalam tiap 3 bulan. Pada tahun 2007 rata-rata perusahaan menagih piutang 44

dalam waktu 4 hari tiap 3 bulan. Pada tahun 2008 perusahaan mampu menagih piutang dalam waktu 3,5 hari.

4.3. Analisis Economic Value Added

EVA merupakan suatu sistem keuangan untuk mengukur laba ekonomi dalam suatu perusahaan. Dengan mengetahui EVA perusahaan, maka dapat diketahui peningkatan nilai ekonomi perusahaan pada periode tertentu dari kinerjanya, sehingga dapat diketahui posisi perusahaan menurut sudut pandang investor, apakah perusahaan telah menjadi wealth creator atau wealth destroyer.

Nilai EVA pada PT AALI Tbk periode 2006-2008 selalu mengalami peningkatan baik periode triwulanan maupun tahunan. Hal ini menandakan bahwa perusahaan pada periode tiga tahun tersebut selalu berhasil menciptakan nilai tambah kekayaan atas modal yang diinvestasikan oleh investor.

Tabel 16. Nilai Economic Value Added (EVA) PT AALI Tbk 2006-2009* Triwulan EVA (dalam jutaan rupiah)

2006 2007 2008 2009*

I 105.052,75 266.148,86 999.291,06 78.984 II 341.148,56 680.643,34 1.770.490,41 622.922 III 557.054,59 1.283.622,28 2.332.033,11 1.118.987 IV 729.647,74 1.970.202,39 2.808.264,63 - Sumber : Laporan Keuangan dan Data Saham PT AALI Tbk dan IHSG Ket: * sampai bulan September 2009

Pada triwulan I tahun 2006 nilai EVA perusahaan berada pada nilai Rp 105.052,75 (dalam jutaan), sedangkan di triwulan II tahun 2006 meningkat 224 persen dibanding triwulan I tahun 2006. Hal ini dipengaruhi oleh kenaikan NOPAT di triwulan II tahun 2006 sebesar 129 persen dibanding triwulan I tahun 2006, yang peningkatannya lebih besar daripada peningkatan biaya modalnya (COC) yang hanya sebesar 1,8 persen. NOPAT meningkat karena laba bersih perusahaan juga meningkat. Demikian juga di triwulan berikutnya di tahun 2006 yang selalu meningkat nilai EVA perusahaan. Hal yang sama terjadi pula di tahun 2007 dan 2008 dimana nilai EVA perusahaan selalu meningkat nilainya. Kenaikan nilai EVA pada periode triwulan I, II, III dan IV tahun 2007 meningkat sebesar 153 persen, 99,5 persen, 130,43 persen dan 170 persen dari

periode yang sama tahun 2006. Pada tahun 2009 triwulan I nilai EVA kecil karena nilai NOPAT perusahaan juga sangat kecil.

Kenaikan nilai EVA ini dipengaruhi oleh kenaikan Net Operating After Tax (NOPAT) di setiap triwulan yang lebih tinggi dari biaya modal sehingga selalu menghasilkan EVA yang positif. Biaya modal yang tinggi terjadi di tahun 2006 dikarenakan tingginya nilai biaya atas modal saham biasa (Ke) yang mencapai 11,536 persen. Nilai β bernilai kecil yang mendekati nol yakni sebesar

0,036 yang meski return perusahaan bergerak lebih lambat dari pergerakan return pasar, namun masih kurang responsive, sehingga menyebabkan Weighted Average Cost of Capital (WACC) ikut meningkat hingga mencapai 9,568 persen. Dengan WACC yang tinggi, maka nilai biaya modal (Cost of Capital/COC) pun ikut meningkat. Namun ini tidak mempengaruhi nilai EVA yang tetap positif, karena NOPAT yang dihasilkan masih lebih besar daripada COC (Lampiran 12).

Nilai β yang dihasilkan di tahun 2006 yakni sebesar 0,036 menandakan

bahwa di tahun tersebut PT AALI Tbk memiliki resiko yang lebih kecil daripada

resiko pasar karena β kurang dari 1. Sedangkan di tahun 2007 dan 2008

β perusahaan lebih besar daripada 1 yang menandakan bahwa perusahaan

memiliki resiko yang lebih besar daripada resiko pasar (Lampiran 10). Keadaan ini memiliki arti bahwa tingkat pengembalian yang diharapkan investor pun tinggi, karena menanamkan modalnya di perusahaan yang pada tahun 2007 dan 2008 memiliki resiko yang lebih tinggi dari pasar pada umumnya.

Biaya hutang (Kd*) perusahaan mengalami penurunan dari tahun ke tahun. Pada tahun 2006 sebesar 2,342 persen, sedangkan di tahun 2007 sebesar 0,403 persen, yang lalu turun lagi menjadi 0,009 persen di tahun 2008. Hal ini disebabkan oleh turunnya biaya bunga pada tahun 2007 dan 2008 yang cukup besar dibandingkan tahun 2006, sedangkan hutang perusahaan naik pada periode 2006-2008 (Lampiran 11).

Nilai Invested Capital (IC) perusahaan mengalami kenaikan di hampir tiap triwulan. Di beberapa triwulan seperti di triwulan IV tahun 2006 IC mengalami penurunan yang disebabkan oleh turunnya hutang perusahaan lebih besar daripada kenaikan ekuitas perusahaan.

Nilai EVA pada tiap triwulan tahun 2006-2009 selalu menghasilkan angka yang positif (EVA > 0) karena NOPAT lebih besar daripada biaya modal perusahaan (COC). Ini menunjukkan bahwa perusahaan sudah dapat menambahkan nilai ekonomis ke dalam perusahaan. Nilai EVA pun selalu meningkat dari tahun ke tahun, hal ini karena NOPAT perusahaan sudah melebihi biaya modal yang dikeluarkan perusahaan untuk menghasilkan laba.

Secara umum pada tahun 2008 nilai EVA PT AALI Tbk mengalami peningkatan, hal ini dikarenakan nilai laba bersih mengalami peningkatan meski biaya bunga turun dari periode sebelumnya, tetapi tidak diikuti oleh WACC sebagai komponen biaya modal yang mengalami penurunan dari tahun sebelumnya dan mengakibatkan penurunan COC yang pada akhirnya menghasilkan nilai EVA yang positif dan lebih besar dari tahun sebelumnya. Biaya modal (COC) ini rendah karena nilai struktur modal rata-rata (WACC) yang rendah. Nilai biaya modal atas saham biasa (Ke) pada tahun 2008 mencapai angka negatif yaitu -13,94 persen, hal ini dipengaruhi oleh tingkat sensitivitas return saham perusahaan yang bergerak lebih tinggi terhadap

pergerakan return pasar dengan β = 1,622 dan tingkat market risk premium yang

mencapai angka negatif tertinggi pada periode penelitian ini yakni sebesar -0,1422 atau -14,22 persen. Hal ini juga dikarenakan pada pertengahan tahun 2008 terjadi penurunan harga saham PT AALI Tbk. yang cukup tajam, bahkan di bulan Oktober 2008 penurunan mencapai 50% dibanding bulan September 2008. Demikian pula dengan IHSG yang pada triwulan III tahun 2008 menurun yang mengindikasikan perekonomian negara yang juga turun (Lampiran 8).

Biaya modal sebagai komponen pengurang EVA, yang terbesar terjadi pada periode tahun 2006, dengan rata-rata sebesar Rp 81.346,34 (dalam jutaan), dengan rata-rata sebesar itu dan nilai NOPAT yang tidak terlalu besar, maka nilai EVA yang terbentuk pun tidak terlalu besar. Sementara itu di tahun 2007 dan 2008 meski memiliki rata biaya modal yang lebih kecil daripada rata-rata biaya modal tahun 2006 namun memiliki EVA yang lebih besar dikarenakan di tahun 2007 dan 2008 memiliki NOPAT yang lebih besar. Hal ini menandakan perusahaan sudah mampu melakukan efisiensi usaha. Komponen yang mempengaruhi COC adalah WACC dan IC. Invested Capital (IC) yang dimiliki

perusahaan setiap periodenya cenderung mengalami kenaikan, hal ini seiring dengan perkembangan kinerja PT AALI Tbk dalam rangka pembiayaan kegiatan operasionalnya yang semakin meluas guna mencapai tujuannya. Dalam WACC, selain faktor ekuitas, melibatkan pula struktur hutang, biaya hutang terbesar terdapat pada tahun 2006, jadi hal ini memang membuktikan bahwa COC terbesar terjadi pada tahun tersebut dengan komposisi Ke dan Kd terbesar pada periode penelitian, sehingga WACC yang terbentuk pun meningkat yang mengakibatkan peningkatan biaya modal perusahaan.

Peningkatan nilai EVA ini antara lain disebabkan oleh: 1. Penjualan

Penjualan perusahaan dapat dilihat dari jumlah penjualan bersih perusahaan yang selalu meningkat dari tahun ke tahun. Hal ini akan berdampak kepada peningkatan laba bersih perusahaan yang merupakan unsur dari NOPAT. Di tahun 2008 terdapat keuntungan juga dari pelepasan aset perusahaan yang akan meningkatkan pendapatan perusahaan.

2. Biaya Bunga

Biaya bunga merupakan faktor yang berpengaruh pada NOPAT karena NOPAT diperoleh dari penjumlahan laba bersih perusahaan ditambah biaya bunga. Nilai biaya bunga rata-rata pada tahun 2006 sebesar Rp 12.762 juta, pada tahun 2007 rata-rata sebesar Rp 6.276 juta atau turun dibanding tahun 2006. Sedangkan pada tahun 2008 rata-rata biaya bunga sebesar Rp 167 juta yang menurun signifikan dibanding tahun sebelumnya. Namun, penurunan ini tidak berdampak pada penurunan NOPAT karena laba bersih perusahaan juga meningkat.

4.4. Analisis Deret Berkala dan Peramalan

Dokumen terkait