• Tidak ada hasil yang ditemukan

Rasul Gede merupakan tradisi pertanian yang dilakukan setelah para petani memanen hasil tanamannya. Masyarakat Trowono A khususnya para petani mengucap atau mengungkapkan rasa syukur kepada Tuhan untuk hasil panen yang diperoleh melalui tradisi Rasul Gede ini. Rasul Gede biasanya dilakukan antara bulan September-Oktober pada Jumat Legi.

Rasul labuh dan Rasul Gede merupakan tradisi pertanian yang dilakukan sekali dalam setahun. Kedua tradisi tersebut sama-sama tradisi bersih desa atau dusun tetapi keduanya berbeda dalam hal tujuan dan rangkaian acara atau kegiatan. Jika rasul labuh merupakan ritual meminta, rasul gede merupakan ritual mengucap syukur. Dalam pelaksanaan tradisi ini, ada beberapa hal atau tahapan yang dilakukan oleh masyarakat Gunungkidul, khususnya dusun Trowono A. Beberapa hal tersebut antara lain:

2.3.1 Kenduri

Tahap pertama yang dilakukan dalam acara Rasulan adalah kenduri atau selamatan. Kenduri merupakan wujud kebersamaan masyarakat dalam menghadapi segala peristiwa yang terjadi baik itu berupa peristiwa bahagia ataupun duka cita. Sedangkan menurut KBBI, kenduri merupakan perjamuan makan untuk memperingati peristiwa, minta berkat.2Kenduri dilaksanakan di balai dusun. Kenduri atau yang biasa disebutkendurenmerupakan sebuah ritual yang biasanya dilakukan dalam setiap upacara pada masyarakat suku Jawa, khususnya masyarakat Gunungkidul.

Kenduri selalu dilaksanakan pada Jumat Legi oleh masyarakat Trowono A. Jumat Legi dianggap sebagai hari besar atau hari baik bagi masyarakat Jawa begitupun oleh masyarakat Trowono A. Jumat sebagai hari besar umat muslim sedangkanlegiatau manis berkaitan dengan segala sesuatu yang baik.

2 kbbi

Saat kenduri dilaksanakan, masyarakat Dusun Trowono A berkumpul di balai dusun dengan membawa nasi beserta lauk pauk. Biasanya warga dusun datang ke balai dusun dengan membawa tenggok atau bakul yang berisi nasi putih beserta lauk pauk seperti tahu, tempe, telur, sambal goreng, bakmi goreng dan sebagainya. Nasi dan lauk pauk tersebut merupakan simbol dari keberhasilan panen. Meskipun demikian, banyak sedikitnya makanan yang dikumpulkan tidak berbanding lurus juga tidak berbanding terbalik dengan banyak sedikitnya panen yang dihasilkan oleh warga.

Adapun dalam hal ini prosesi kenduri terbagi menjadi empat bagian pokok antara lain pengumpulan makanan berdasarkan jenisnya, penyiapan sesaji, pembacaan doa, dan pembagian makanan.

2.3.1.1 Pengumpulan Makanan Berdasarkan Jenisnya

Pengumpulan makanan dilakukan sebagai wujud ungkapan kebersamaan warga dusun. Dari yang awalnya terpisah, setelah dikumpulkan akan berubah menjadi satu. “Ini hajatnya orang banyak sehingga maknanya itu dari berbagai unsur, baik itu dari segi ucapan syukur dan jadi alat pemersatu. Jadi, dari orang kaya, orang miskin, semua menyatu”, kata Widodo/50.

Tenggok beserta makanan yang dibawa masing-masing kepala keluarga dikumpulkan menjadi satu. Setelah makanan tersebut dikumpulkan, kemudian dipisah-pisahkan sesuai jenisnya. Seluruh nasi ditempatkan di meja besar di balai, lauk pauk ditempatkan menjadi satu

sesuai jenisnya di tempat yang telah disediakan warga. Setelah semua makanan dikumpulkan dan dipisahkan sesuai jenisnya, makanan tersebut kemudian dibagi-bagikan kembali secara merata dengan sarangan sebagai tempatnya.

Pembagian makanan dilakukan oleh bapak-bapak yang mengikuti kenduri kecuali tamu undangan. Pembagian makanan hanya dilakukan oleh bapak-bapak. Hal tersebut bukan berarti membeda-bedakan antara bpak- bapak dan ibu-ibu tetapi hanya merupakan pembagian tugas. Bapak-bapak mengumpulkan dan membagi-bagikan makanan sementara ibu-ibu warga dusun menyiapkan makanan ringan ataupacitanuntuk kenduren dan sajen.

Selain makanan yang dibawa oleh setiap keluarga, adapula berbagai makanan berupa nasi uduk, ingkung, tumpeng, sega liwet, jenang abang, jenang putih, jenang baro-baro, dan sega golong yang telah dipersiapkan oleh ibu-ibu warga masyarakat Trowono A. Makanan tersebut dimasak di balai dusun atau di rumah salah satu warga, sesuai kesepakatan. Berbagai makanan tersebut dibuat untuk bahan sesaji danmong.

2.3.1.2 Mendoakan Makanan

Menurut KBBI doa adalah permohonan (harapan, permintaan, pujian) kepada Tuhan. Doa merupakan unsur penting dalam pelaksanaan kenduri. Sebagai masyarakat beragama, doa tidak pernah ditinggalkan oleh warga dusun pada setiap rangkaian acara. Masyarakat meyakini dan mempercayai kekuatan ilahi sehingga semua aktifitas di dalam kehidupan dipusatkan

kepada Sang Pencipta alam semesta demikian halnya dengan Rasulan. Seluruh rangkaian kegiatan dilaksanakan lepas dari doa terlebih lagi dalam ritual kenduri.

Berbagai makanan yang telah dikumpulkan termasuk bahan untuk mong atau bancakan dan juga sesaji didoakan oleh pemimpin adat atau lebih dikenal sebagai kaum oleh masyarakat. Doa dilaksanakan secara Islam karena sebagian besar masyarakat Trowono A beragama Islam. Inti dari doa kenduri Rasul Gede ini adalah mengucap syukur atas berkah yang telah dilimpahkan oleh Tuhan Yang Maha Esa berupa hasil pertanian yang telah dipanen oleh masyarakat dusun Trowono A.

2.3.1.3 Membagi-bagikan Makanan

Setelah berbagai makanan didoakan, makanan tersebut kecuali nasi tumpeng, sega liwet, jenang-jenangan, dan sega golong, dibagi-bagikan kepada seluruh warga masyarakat yang mengikuti kenduri, termasuk tamu undangan secara merata. Hanya saja jika masyrakat Trowono A mendapat makanan dengan wadah berupa tenggok atau wadah lain sesuai yang dibawa dari rumah, tamu undangan mendapat makanan dengan wadah berupa sarangan. Sarangan merupakan sebuah wadah yang terbuat dari daun kelapa yang dianyam sehingga dapat menampung makanan yang hendak dibagikan kepada tamu undangan. Perbedaan wadah berkat antara warga setempat dengan tamu undangan tidak berarti membeda-bedakan. Hal tersebut hanyalah masalah teknis karena jika warga setempat datang ke

balai dusun dengan membawa nasi dan lauk pauk menggunakan tenggok, tamu undangan datang ke balai dusun tanpa membawa nasi dan lauk pauk. Oleh sebab itu sarangan menjadi alternatif, selain bahan pembuat sarangan yang mudah diperoleh, juga hemat biaya karena dapat dibuat sendiri oleh warga dusun.

2.3.1.4 Menyiapkan Sesaji

Masyarakat Dusun Trowono A mengenal dua macam sesaji dalam pelaksanaan kenduri. Sesaji tersebut adalah sesaji guangan dan sesaji bale. Sesaji guangan dan sesaji bale terdiri dari makanan yang sama dengan makanan yang dibagikan kepada warga tetapi dalam porsi yang lebih kecil dan ditambah dengan gantal kembang (bunga kanthil beserta tembakau, dan gambir yang digulung menggunakan daun sirih). Wadah atau tempat sesaji terbuat dari bambu yang disebut ancak.

Sesaji guangan yaitu sesaji yang akan diletakkan di pohon-pohon besar, telaga, dan tempat-tempat yang dianggap keramat dengan tujuan agar tercipta hubungan yang harmonis antara warga dengan makhluk halus penghuni tempat-tempat yang dikeramatkan tanpa bermaksud meduakan Tuhan. Tempat keramat yang diberi sesaji oleh warga antara lain pohon Epek yang terletak di Pasar Trowono, Pace, Bulu, Ngunut, Telaga, Jambe anom.

Seperti sesaji guangan, sesaji bale terdiri dari berbagai makanan yang dibagikan kepada warga yang mengikuti kenduri ditambah dengan gantal

kembang. Namun sesaji bale hanya diletakkan di balai dusun. Sesaji ini ditujukan kepada makhluk halus penunggu Balai Dusun Trowono A. Selain untuk makhluk halus, sesaji tersebut juga ditujukan untuk ngemong-mongi

seluruh warga masyarakat agar terhindar dari segala peristiwa buruk dan tidak mengganggu jalannya acara.

2.3.2 Jamuan Makan

Rasulan tidak hanya budaya bersih desa pada umumnya. Yang menarik dari tradisi ini salah satunya adalah jamuan makan di setiap rumah sebagai sarana silaturahim atau bertemunya sanak saudara, kerabat, bahkan orang asing pun akan diterima atau disambut dengan baik apabila bersedia berkunjung.

Setiap warga dusun membuat hidangan untuk dihidangkan kepada para tamu yang berkunjung ketika Rasulan. Hidangan tidak harus mewah tetapi disesuaikan dengan kemampuan masing-masing warga sebagai tuan rumah. Hidangan yang dipersiapkan merupakan simbol dari rasa syukur atas hasil panen yang diperoleh para petani. Meskipun demikian, warga yang tidak berprofesi sebagai petani juga melakukan hal yang sama sebagai wujud kebersamaan dan solidaritas, juga upaya melestarikan tradisi dan memperluas pemaknaan.

Jamuan makan sebagai sarana silaturahim ini juga merupakan rangkaian acara Rasulan, hanya saja sifatnya lebih tidak terikat dalam rangkaian upacara formal seperti kenduri. Tamu yang akan berkunjung boleh datang setiap saat

begitu juga sebaliknya, tuan rumah boleh menjamu tamu setiap saat. Meskipun demikian, para tamu biasanya berkunjung setelah acara kenduri selesai dilaksanakan.

2.3.3 Olahraga

Menurut KBBI, olah·ra·ga n gerak badan untuk menguatkan dan menyehatkan tubuh. Kegiatan olahraga sering kali dilakukan sebagai salah satu penyemarak Rasulan, terutama Rasul Gede. Berbagai pertandingan olahraga antar RT (Rukun Tetangga) diadakan, seperti pertandingan bola voli, sepakbola, bola kasti dan lain-lain. Kegiatan olahraga ini biasanya dilakukan pada sore hari bisa setelah kenduri atau sebelum dan sesudah hari Jumat Legi,

tergantung kesepakatan warga.

Selain sebagai penyemarak, diadakannya kegiatan olahraga juga bertujuan untuk lebih mengakrabkan antar anggota masyarakat Dusun Trowono A. Meskipun bersifat pertandingan, tetapi warga masyarakat tidak menganggap hal tersebut sebagai persaingan. Filosofi yang dapat dipetik dari kegiatan olahraga ini adalah melatih sportifitas, berusaha tanpa kenal lelah, melatih bekerjasama.

2.3.4 Pentas Seni

Gelar seni budaya biasanya dilaksanakan pada tahap akhir pelaksanaan Rasul Gede. Kesenian yang biasa digelar antara lain jathilan, wayang kulit, campur sari, gejog lesung, dan lain-lain disesuaikan dengan ketersediaan dana.

Dari berbagai jenis kesenian tersebut yang paling sering digelar adalah wayang kulit.

Wayang kulit merupakan sebuah kesenian yang sudah mendarah daging dalam masyarakat khususnya masyarakat Jawa. Pada acara Rasulan, pagelaran wayang kulit sudah biasa diadakan sejak jaman leluhur. Alur ceritanya yang luwes menjadi salah satu alasan pagelaran wayang tetap diadakan, selain sebagai upaya masyarakat Trowono A untuk melestarikan kesenian wayang. melalui wayang, masyarakat dapat mengetahui dan memaknai cerita yang dimainkan oleh dalang sebagai tuntunan hidup. Lakon yang dimainkan oleh dalang dalam acara Rasulan pakemnya antara lain, Prabu Watu Gunung, Mikukuhan, dan Sri Mulih. Meskipun demikian, tidak menutup kemungkinan dipentaskan lakon yang lain jika masyarakat menginginkan lakon yang lain. Sesaji Raja Soya merupakan salah satu lakon yang pernah dipentaskan di Trowono A saat Rasulan. Ketiga lakon tersebut pada intinya adalah mengisahkan tentang tradisi pertanian.

Wayang kulit dipentaskan pada malam hari. Sebelum dalang naik pentas, pemangku adat biasanya meletakkan sesaji di sebelah kanan dan kiri atas geber. Peletakan sesaji tersebut bertujuan agar tidak terjadi peristiwa buruk selama pertunjukan wayang berlangsung. Sesaji tersebut berupa gula jawa setangkep, pisang raja satu lirang, kelapa satu buah, dan gantal kembang. Sesaji tersebut dikemas dalam wadah yang terbuat dari janur kuning bernama panjang ilang. Di sebelah panjang ilang diletakkan satu ikat padi.

Tujuan dilaksanakannya gelar seni budaya ini selain untuk melestarikan budaya yang perlahan mulai asing di telinga masyarakat terutama anak muda, juga untuk menarik wisatawan.

2.3.5 Kirab Budaya

Menurut KBBI, kirab merupakan perjalanan bersama-sama atau beriring- iring secara teratur dan berurutan dari muka ke belakang dulu suatu rangkaian upacara (adat, keagamaan, dsb); pawai.

Kirab di Dusun Trowono A termasuk dalam rangkaian kegiatan Rasulan. Kirab budaya dilakukan sebagai penutup rangkaian kegiatan Rasulan atau dapat disebut sebagai puncak acara. Selayaknya puncak acara, kirab menjadi kegiatan yang paling meriah diantara kegiatan rasulan yang lain. Oleh sebab itu, kirab budaya menjadi pusat perhatian masyarakat, tidak hanya masyarakat Trowono tetapi juga masyarakat dari luar Trowono.

Berbagai macam simbol atau lambang yang mewakili tradisi, kebiasaan, dan adat dihadirkan dalam kirab budaya. Ada kelompok masyarakat yang menampilkan jathilan, gunungan, tarian, gejog lesung, pakaian adat, kereta tradisional, patung yang terbuat dari kertas yang melambangkan yang baik dan yang jahat dan lain-lain.

Seluruh masyarakat antusias dalam mengikuti kirab. Hal ini terlihat dari banyaknya warga yang mengikuti bahkan bersedia menampilkan berbagai macam kesenian. Mulai dari persiapan sampai berakhirnya acara, masyarakat

tetap terlihat kompak. Kirab dilaksanakan oleh hampir seluruh masyarakat Trowono A mulai dari RT 1 sampai RT 6.

Dokumen terkait