• Tidak ada hasil yang ditemukan

SESAJI YANG TERDAPAT DALAM TRADISI RASULAN

3.1 Pengantar

Sesaji‘sajen’yaitu sajian yang berupa makanan, bunga dan sebagainya yang disajikan untuk mahkluk halus (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1997: 929; Poerwadarminto, 1939: 537).

Dalam masyarakat tradisional, praktik-praktik ritual atau kultis dilaksanakan dengan pemberian persembahan atau sesajian, mulai dari bentuk-bentuk sederhana seperti persembahan buah-buahan pertama yang diletakkan di hutan atau di ladang, sampai kepada bentuk persembahan yang lebih kompleks di tempat-tempat suci atau umum (Dhavamony, 1995: 168).

Sesaji memegang peranan penting dalam setiap upacara maupun ritual adat yang ada di Gunungkidul, begitu juga dengan Tradisi Rasulan. Sesaji dianggap penting karena masyarakat meyakini adanya kehidupan lain selain kehidupan makhluk kasat mata yang dianggap berjasa dalam kehidupan masyarakat khususnya dalam bidang pertanian. “Menurut kepercayaan rakyat Gunungkidul, perayaan Rasulan juga dimaksudkan untuk memohon kepada Tuhan agar mereka selalu memperoleh perlindunganNya dan dihindarkan dari bencana. Dan sejalan dengan ini, agar keamanan tidak terganggu. Mereka menyebut-nyebut tentang

yang mbaureksa desa yang menurut kepercayaan mereka adalah makhluk tertentu yang dianggap sebuah roh pelindung desa,” (Pemberton,2003:329).

Sesaji merupakan bagian penting dalam setiap upacara adat pada masyarakat Jawa, khususnya masyarakat Trowono A. Dalam setiap upacara atau ritual adat, keberadaan sesaji tidak boleh luput dari perhatian penyelenggara atau pemangku adat. Hal tersebut disebabkan oleh adanya kepercayaan masyarakat terhadap roh- roh yang berada di sekitar manusia yang konon (dapat mengganggu berjalannya suatu ritual atau upacara, bahkan dipercaya dapat mengganggu kesuburan) ikut terlibat dalam kehidupan manusia jika keberadaannya diabaikan. Sesaji yang terdapat dalam rangkaian acara pada saat Rasulan antara lain sesaji bale, sesaji guangan, dan sesaji dalang.

Bab ini akan menguraikan tentang berbagai macam sesaji dan unsure-unsur sesaji yang terdapat saat Tradisi Rasulan dilaksanakan. Sesaji-sesaji tersebut antara lain, sesaji bale, sesaji guangan, dan sesaji dalang. Setelah berbagai macam sesaji dan unsur-unsurnya diuraikan, bab ini akan diakhiri dengan rangkuman.

3.2 Sesaji Guangan

Sesaji guangan merupakan sesaji yang berupa nasi uduk, nasi putih, sega golong, dan lauk pauk. Sesaji tersebut diberi nama Sesaji Guangan karena sesaji tersebut peletakkannya disebar di beberapa tempat. Sesaji tersebut sama persis dengan makanan yang dibagi-bagikan kembali kepada masyarakat dusun tetapi dalam porsi yang lebih kecil. Sesaji guangan disajikan kepada makhluk halus

yang dipercaya mendiami tempat-tempat tertentu yang dianggap penting atau keramat. Tempat keramat yang selalu diberi sesaji oleh warga antara lain pohon epek yang berada di Pasar Trowono, pace, bulu, ngunut, Telaga Jambe Anom. Dengan demikian, masyarakat berharap makhluk penghuni dusun tidak mengganggu jalannya rangkaian acara Rasulan juga kehidupan masyarakat.

Sesaji Guangan

3.3 Sesaji Bale

Sesaji bale merupakan sesaji Rasulan yang diletakkan di balai dusun. Serupa dengan sesaji guangan, sesaji bale juga berupa nasi uduk, nasi putih, sego golong, dan lauk pauk ditambah dengan gantal kembang. Tujuan diadakannya sesaji bale ini sama dengan sesaji guangan hanya saja sesaji bale khusus diletakkan di balai, tepatnya di pojok sebuah ruangan. Sesaji diletakkan di pojok ruangan karena masyarakat menganggap bahwa makhluk halus biasanya tinggal di pojok ruangan.

Sesaji Bale

3.4 Sesaji Dalang

Sesaji atau sajen dalang merupakan sesaji yang dibuat atau dipersiapkan untuk pagelaran wayang. Sajen dalang terdiri dari dua sesaji. Sesaji yang pertama yaitu sesaji yang diletakkan dibawah geber yang disebut dengan gantal komplit sedangkan sesaji yang kedua adalah sesaji yang diletakkan di pojok atas kanan dan kiri geber yang disebut sajen hasil tani. Sesaji yang pertama atau gantal komplit terdiri dari kemenyan, enjet, gambir, tembakau, beras, telur, daun sirih, kembang kanthil, melati, dan menur. Benda-benda tersebut diwadahkan dalam satu piring dan diletakkan dibawah geber, dekat dengan dalang saat memainkan wayang. Sementara sajen hasil tani berupa padi dan degan atau kelapa muda yang diletakkan pada wadah yang terbuat dari janur yaitu daun kelapa yang masih muda yang disebut panjang ilang.

Sajen Dalang (gantal komplit) Sajen Dalang (hasil tani)

Adapun Unsur-Unsur yang Terdapat dalam Sesaji secara keseluruhan, (sejaji bale, sesaji guangan dan sesaji dalang) antara lain:

1. Ingkung

Ingkung merupakan ayam kampung yang dimasak secara utuh tanpa dipotong-potong. Dalam Tradisi Rasulan, ingkung mempunyai makna “inggala njungkung” artinya segeralah bersujud kepada Tuhan, sebagai ciri khas orang yang mengikuti nabi atau rasul (Widodo/50/tokoh masyarakat). 2. Tumpeng

Tumpeng merupakan nasi gurih yang berwarna putih/ kuning yang berbentuk kerucut. Tumpeng diletakkan di tengah-tengah tambir (wadah yang terbuat dari anyaman bambu, biasa digunakan masyarakat Jawa untuk membersihkan beras atau napeni ). Sementara di pinggir tumpeng diberi berbagai macam sayuran dan lauk pauk. Tumpeng berarti metu dalan sing lempeng (lewat jalan yang lurus). Jika dikaitkan dengan konteks rasulan

maka tumpeng berarti, jika sebagai petani kita bekerja melalui jalan yang lurus atau benar, niscaya panen yang diperoleh akan melimpah seperti yang ditunjukkan dalam nasi tumpeng.

Dalam nasi tumpeng juga terdapat kedelai hitam yang menyimbolkan dosa atau noda yang harus segera dihilangkan. Selain kedelai hitam juga terdapat kerupuk putih yang melambangkan kesucian karena ketika dosa telah diampuni, maka segalanya menjadi ringan dan mudah terutama dalam bidang pertanian.

3. Sega liwet

Sega liwet yaitu beras yang ditanak sampai benar-benar matang, menggambarkan tahapan manusia menginjak usia lanjut. Dalam usia lanjut, pada umumnya mereka sudah melalui berbagai rintangan dalam hidup. Apabila mereka sudah lulus dari rintangan tersebut, maka digambarkan dengan sajen nasi putih, yang berarti jiwanya sudah bersih kembali. Keinginan mereka sudah lebih terbatas dan tidak menginginkan yang macam-macam, yang digambarkan dengan lauk srundeng, lauk yang sangat sederhana dalam menu makanan. Biasanya mereka sudah tidak mencari gelimangan harta benda di dunia, tetapi sudah ingin lebih mengabdikan dan berserah diri kepada Tuhan.

4. Sega golong

Sega golong adalah nasi putih yang dibulat-bulatkan, kira-kira sekepalan tangan. Sega golong ini menunjukkan kebulatan tekad dari masyarakat Trowono A dalam meminta kepada Tuhan dan mengucap syukur atas semua hasil panen yang diterima para petani. Melalui kebulatan tekad yang disimbolkan dengan sega golong tersebut para petani khususnya dan seluruh warga dusun pada umumnya berharap kepada Tuhan agar ucapan syukurnya diterima.

5. Jenang-jenangan

Jenang-jenangan yang dipakai antara lain jenang abang, jenang putih, dan jenang baro-baro. Berbagai macam jenang ini biasa disebut dengan jenang sengkala yang berarti tolak balak. Jenang-jenangan ini dijadikan bahan mong untuk seluruh warga masyarakat, maka makna dari jenang sengkala ini adalah untuk menghindarkan masyarakat dari marabahaya. 6. Gantal kembang

Gantal kembang berupa bunga kanthil yang dibungkus dengan daun sirih dan dililit dengan benang. Sesaji ini bermakna agar masyarakat selalu bersatu padu dalam bermasyarakat guna menjadikan suasana kehidupan di dusun Trowono A menjadi aman, tentram dan damai.

Semua sesaji yang terdapat dalam Tradisi Rasulan ini bertujuan agar masyarakat dapat hidup berdampingan dengan makhluk ciptaan Tuhan yang lain secara harmonis.

3.5 Rangkuman

Sesaji memegang peranan penting bagi masyarakat Towono A khususnya saat pelaksanaan Rasulan. Sesaji bale, sesaji guangan, dan sesaji dalang tidak pernah sekalipun ditiadakan oleh masyarakat. Hal tersebut didasari oleh adanya keyakinan bahwa ada makhluk halus yang hidup berdampingan dengan manusia sehingga tidak baik jika tidak ada harmonisasi di antara keduanya. Selain itu, sesaji juga merupakan bentuk rasa syukur masyarakat terhadap Sang Pemberi Kehidupan dan terhadap bumi yang telah memberikan kesuburannya sehingga masyarakat dapat memetik hasil bumi melalui panen. Oleh sebab itulah masyarakat melakukan sesaji yang berupa macam-macam hasil bumi sebagai bentuk sedekah bumi atau ucapan syukur kepada alam.

Dokumen terkait