Menuruti keinginan orang tua
Saat orang tua mengatakan tidak pada hubungan si anak dengan pasangannya,
biasanya hal ini dijadikan tanda bagi si anak bahwa hubungan ini bukan hubungan yang dikehendaki Tuhan. Selain itu, anak juga ingin menuruti firman Tuhan untuk selalu menghormati ayah dan ibunya. Memutuskan hubungan dengan pasangan dan menuruti kehendak orang tua merupakan salah satu bentuk pengorbanan anak. Si anak ingin menunjukkan baktinya kepada orang tua meskipun harus mengorbankan
kebahagiaannya. Bisa pula ketika anak melakukan ini karena alasan yang dipakai orang tua untuk tidak merestui mereka adalah alasan yang masuk akal dan bisa diterima dengan lapang dada oleh anak. Misalnya, calon menantunya ini tidak memiliki pekerjaan yang jelas atau bukan orang yang seiman.
Trauma untuk berhubungan kembali
Saat anak memilih menuruti kehendak orang tua untuk memutuskan hubungan dengan pasangannya, bukan tidak mungkin timbul trauma dari diri anak sebagai salah satu bentuk kekecewaannya yang terpendam. Anak menjadi trauma untuk berhubungan kembali dengan lawan jenis dan memutuskan untuk tidak menikah (melajang) seumur hidupnya.
Nekad melanjutkan hubungan meskipun tidak direstui
Banyak pasangan yang tetap bertahan dan memperjuangkan hubungan mereka walaupun orang tua tidak merestuinya. Mereka masih berharap orang tua dapat memberi restu di kemudian hari, meskipun akan banyak halangan dan pengorbanan untuk itu. Biasanya jika tetap tidak mendapatkan restu, mereka memutuskan untuk tetap menikah (kawin lari). yang lebih membahayakan lagi jika mereka tetap melanjutkan hubungan dengan hidup bersama layaknya suami isteri tanpa ikatan pernikahan yang sah (kumpul kebo).
49 Bunuh diri
Reaksi ini adalah reaksi yang bisa jadi paling tidak diinginkan orang tua. Tetapi bukan tidak mungkin hal ini menjadi keputusan anak. Saat merasa tidak mendapat restu dari orang tua dan segala perjuangannya untuk mempertahankan hubungan sudah gagal, si anak akan menunjukkan pemberontakannya dengan mengakhiri hidup. Kemungkinan ini bisa semakin terbuka lebar apabila dalam menyatakan penolakan orang tua hanya terus menerus menyalahkan anak, tidak mau mendengar pendapat anak, bertindak kasar, dan gelap mata terhadap anaknya.
Reaksi yang diberikan anak memang bisa berbeda-beda dan kadang di luar dugaan orang tua. Sebenarnya, jika ketidaksetujuan bisa disampaikan dengan baik disertai alasan yang sungguh masuk akal dan menyentuh hati si anak, reaksi yang ditimbulkan
mungkin bukan reaksi yang merugikan (Kolose 3:21). Sebaliknya, orang tua pun harus
bijak dengan mendengarkan terlebih dahulu alasan anak mengenai pasangannya tersebut, mencernanya, lalu menjelaskan alasan ketidaksetujuannya. Duduk bersama untuk tukar pikiran sebagai sesama orang dewasa tentu akan lebih membantu untuk mencari jalan keluar bersama. Berdoalah bersama-sama agar masing-masing pihak
mengetahui kehendak Tuhan dalam hidup si anak (Efesus 5:17).
Untuk anak, jika berbagai macam usaha untuk berkompromi dengan orang tua menemui jalan buntu, itu bukan alasan untuk mengambil jalan lain dengan cara memberikan reaksi negatif. Jika pasangan kita tidak seiman, alasan orang tua untuk tidak merestui hubungan kita sebenarnya merupakan alasan yang baik. Firman Allah pun telah memberikan rambu-rambu ini pada kita (2 Korintus 6:14-16). di sisi lain, walaupun kita sudah seiman jangan pula menutup telinga terhadap ketidaksetujuan orang tua kita. Kita juga perlu mendengarkan pendapat mereka sebagai salah satu pertimbangan bagi kita dalam mencari kehendak Tuhan.
Selain merugikan diri sendiri, reaksi-reaksi negatif yang ditunjukkan dengan tidak menjaga kekudusan, selain merugikan diri sendiri juga membawa kita jauh dari
hubungan yang harmonis dengan Tuhan. Harapan agar dengan memperoleh kehamilan orang tua akan merestui hubungan merupakan hal yang tidak benar. Memang pada beberapa kasus, orang tua dengan terpaksa mengizinkan pernikahan anaknya daripada menanggung malu. Tapi itu bukan restu melainkan keterpaksaan. Namun, tidak jarang pula orang tua justru meminta anak untuk pergi jauh-jauh dari mereka dan hal itu dapat membawa masalah yang lebih kompleks lagi.
Kawin lari terkadang juga menjadi pilihan sebagai reaksi negatif anak terhadap ketidaksetujuan orang tua terhadap hubungan yang dijalinnya dengan pasangan. Dengan kawin lari (perkawinan yang sah walaupun tanpa restu orang tua) anak dan pasangannya berharap bisa mendapat restu dari orang tua ketika suatu saat mereka
50
kembali pada orang tua. Pada beberapa kasus memang ada orang tua yang akhirnya merestui pernikahan anaknya karena ternyata menantunya memiliki sifat yang baik. Apalagi ketika pihak orang tua melihat rumah tangga anaknya yang bahagia. Meskipun restu orang tua dan kebahagiaan rumah tangga bisa saja terjadi setelah kawin lari, bukan berarti hal sebaliknya tidak jarang terjadi. Segala perbedaan di antara keduanya, yang mungkin menjadi alasan orang tua untuk tidak merestui, bisa menjadi bumerang dalam rumah tangga. Malahan, tak jarang yang akhirnya bercerai.
Apa pun alasan orang tua untuk tidak merestui hubungan sepasang kekasih, jangan
dijadikan sebagai alasan untuk tidak lagi menghormati orang tuanya (Efesus 6:1-3).
Baik Anda maupun pasangan Anda, tetaplah menunjukkan rasa hormat dan sikap positif kepada mereka. Selain itu, tetaplah menjaga jalinan hubungan dan komunikasi yang baik dengan orang tua. Hal ini penting karena perbedaan pandangan yang ada mudah sekali menjadi konflik yang berkepanjangan.
Tetaplah bertekun dalam doa; satu hal yang tidak boleh kita tinggalkan di saat-saat membingungkan ini. Jika kita yakin hubungan ini benar dan dia memang pasangan hidup yang Tuhan sediakan bagi kita, bawalah permasalahan ini ke dalam tangan Tuhan. Doakan orang tua kita yang belum bisa memberikan restu, minta Tuhan supaya memberi pencerahan kepada mereka. Selain itu, dukungan doa dari saudara-saudara
seiman juga akan menolong kita dalam menghadapi masalah ini (Matius 21:22; Roma
51