• Tidak ada hasil yang ditemukan

TELAGA: Relasi yang Tidak Direstui

Dalam dokumen publikasi e-konsel (Halaman 51-54)

Pdt. Paul Gunadi Ph.D. dalam ringkasan tanya jawab berikut ini mengungkapkan perlunya kebijakan dari anak untuk bisa mengurai mengapa orang tua tidak menyetujui hubungan anaknya. Berikut ringkasan tanya jawab tersebut, selamat menyimak. T : Apabila orang tua tidak merestui pernikahan anaknya, apakah hal ini berarti secara

otomatis Tuhan juga tidak merestui?

J : Tidak, sebab orang tua bukanlah Tuhan. Orang tua adalah manusia yang

kadangkala bisa dipengaruhi oleh hal-hal yang sangat subjektif dari dirinya yang akhirnya menelurkan sikap membenci calon menantunya. Jadi, restu orang tua tidak sama dengan restu Tuhan. yang kita utamakan adalah restu Tuhan, namun kita juga mesti terbuka mendengarkan masukan orang tua sebab mereka dapat melihat sesuatu dengan jelas hal-hal yang mungkin kita luput melihatnya.

T : Bagaimana kalau orang tua itu sulit untuk disadarkan bahwa sebenarnya dia salah? J : Sering kali ini menjadi perangkap. Sekali berkata "tidak", orang tua akan kesukaran

menarik kata-kata itu karena ini menyangkut harga diri. Rasanya mereka harus merendahkan diri kalau mereka harus mengaku keliru. Ada juga orang tua yang dengan berani mengakui kekeliruannya. Namun, sering kali kita dipengaruhi oleh unsur budaya "yang muda harus mengalah". Prinsip ini tidak alkitabiah sebab prinsip Alkitab tidak mengatakan yang muda harus mengalah meskipun yang tua itu salah. Siapa yang berada di pihak yang salah dialah yang mengalah dan mengakui

kesalahannya, siapa berada di pihak yang benar, dialah yang benar. Jadi dalam hal ini, orang tua juga mesti belajar objektif dan melihat dengan lebih terbuka, mau menanyakan pendapat orang. Kadang-kadang memang ada orang tua yang tidak mau menanyakan pendapat orang lain, malah mencoba memengaruhi orang untuk mendukung dia dan melawan menantu.

T : Bagaimana dengan anggapan bahwa dengan kawin lari nanti suatu saat orang tuanya pasti akan luruh dan menerima?

J : Sudah tentu kita mesti melihat alasan mengapa orang tua kita tidak menyetujui dan apakah orang tua kita berada di pihak yang benar. Kalau nasihat-nasihat anak Tuhan yang telah kita dengar mengatakan kita ada di sisi yang benar, silakan melangsungkan pernikahan. Bagaimana kalau orang tua marah, tidak mau datang dan sebagainya? Kita terpaksa menerimanya, mungkin minta perwakilan dari orang lain yang bisa mendukung kita. Sudah tentu ini akan menyakiti hati orang tua dan tindakan ini dinilai kurang ajar, tidak hormat, tidak menghargai orang tua, dan tidak berterima kasih. Tindakan ini biasanya menimbulkan rasa sakit hati yang dalam, orang tua merasa dibuang, dianggap tidak bernilai karena anak lebih mementingkan pasangan. Jadi setelah pernikahan, penting bagi anak untuk tetap menunjukkan hormat dan kasih kepada orang tua, kendati orang tua berusaha menolak. Lihatlah

52

penolakan ini sebagai upaya orang tua untuk menyembuhkan lukanya dan sekaligus "memukul balas" anak karena mereka merasa dilukai dan mereka memang ingin mengganjar si anak dengan penolakan itu. Jadi, biarkan saja. Hanya saja, orang tua perlu melihat sikap anak yang tetap memelihara hubungan, tetap menegur,

menyapanya, menanyakan kondisinya, dan sebagainya. Orang tua membutuhkan waktu untuk sembuh dan "membalas". Selang beberapa waktu setelah kemarahan reda dan mereka sudah cukup puas dengan pembalasan itu, biasanya mereka akan menerima anaknya kembali kalau memang pada akhirnya mereka melihat bahwa anaknya menikah dengan orang yang tepat.

T : Dalam banyak hal, sering kali yang disalahkan orang tua itu malah menantunya bukan anaknya. Itu bagaimana?

J : Ini reaksi alamiah, kita mengerti orang tua itu, bagaimana pun mereka cenderung membela anaknya, jadi akhirnya menimpakan semua kesalahan kepada menantu. Kebencian orang tua yang sebetulnya tertuju kepada anak sekarang dikonversi semua, diubah menjadi kemarahan terhadap menantu. Kita dapat menyimpulkan, biasanya kemarahan dan penolakan orang tua terhadap menantu jauh lebih lama ketimbang terhadap anak sendiri. Mungkin dalam beberapa lama orang tua bisa kembali baik dengan anak, tapi terhadap menantu tidak. Apa yang harus dilakukan? Sebaiknya, menantu jangan agresif menjahit kembali relasi yang telah robek ini. Sikap yang agresif akan membuat orang tua menjauh dan menimbulkan rasa tidak suka. Mereka akan menuduh tindakan menantu itu sebagai tindakan mencari muka belaka. Jadi, meskipun si menantu baik hati, mau merendahkan diri, jangan

bertindak berlebihan, tapi seperlunya saja. Sebab mudah sekali nanti dilabelkan mau mencari muka dan orang tuanya makin benci bukannya makin menerima si menantu. T : Sering kali pada awalnya orang tua merestui hubungan mereka bahkan sampai ke

pernikahan. yang menyulitkan, seiring berjalannya waktu orang tua menyadari bahwa menantunya ini tidak cocok untuk anaknya. Mereka pun tidak lagi merestui hubungan ini dan menjelek-jelekkan menantu di hadapan anaknya maupun di hadapan orang lain. Bagaimana jika ini terjadi?

J : Ini juga sering terjadi. Orang tua sebaiknya jangan terlalu aktif dan agresif

mencampuri urusan anaknya. Kalau si anak yang datang meminta masukan, berilah masukan, tapi kalau tidak jangan terlalu agresif menyerang si menantu. Lebih baik orang tua bersikap pasif terhadap hal-hal seperti ini. Kalau tidak, (tindakan yang terlalu agresif) ini sering kali memperluas masalah.

T : Kalau seandainya orang tua sudah mengakui bahwa dia salah dan mau menerima kembali atau merestui hubungan anak dan menantunya itu, bagaimana seharusnya sikap anak dan menantu terhadap orang tua mereka?

J : Harus memaafkan. Kadang-kadang hal ini menjadi masalah sebab si anak merasa sakit hatinya sudah terbalas, tapi tidak bisa memaafkan. Berdoalah kepada Tuhan,

53

meminta Tuhan memberikan pengampunan. Biarkan Tuhan mengisi hatinya dengan pengampunan sehingga dia bisa mengampuni mertuanya yang telah melukai hatinya itu.

T : Apa yang firman Tuhan katakan untuk memperbaiki hubungan seperti ini?

J : Matius 5:44 dan 45, "Tetapi Aku berkata kepadamu: Kasihilah musuhmu dan

berdoalah bagi mereka yang menganiaya kamu. Karena dengan demikianlah kamu menjadi anak-anak Bapamu yang di sorga ...." Kita tidak punya musuh kalau kita mendoakannya. Begitu kita mulai mendoakan musuh kita, orang itu berhenti menjadi musuh kita karena kita tidak bisa menggabungkan keduanya. Siapa pun yang

merasa dilukai, datanglah kepada Tuhan, berdoalah bagi orang yang telah melukai itu, begitu kita mendoakan dia luluhlah kemarahan-kemarahan dan dendam kita. Sajian di atas, kami ambil/edit dari isi kaset TELAGA No. #189B yang telah

diringkas/disajikan dalam bentuk tulisan. -- Jika Anda ingin mendapatkan transkrip lengkap kaset ini lewat e-mail, silakan kirim surat ke: <

54

Tips: Untuk Pasangan yang Tidak Mendapatkan Restu

Dalam dokumen publikasi e-konsel (Halaman 51-54)