SUMBER CAHAYA
B. MATAHARI SEBAGAI SUMBER CAHAYA
1. Reaksi Termonuklir
Matahari adalah bintang di pusat tata surya. Bentuknya nyaris bulat dan terdiri atas plasma panas bercampur medan magnet. Diameternya sekitar
1.392.684 km, kira-kira 109 kali diame-ter Bumi, dan massanya sekitar 2 x 1030 kilogram, atau 330.000 kali massa Bu-mi; massanya mewakili kurang lebih 99,86% massa total tata surya.
Sampai dengan pertengahan abad ke-19, saat orang belum mengenal re-aksi nuklir, orang masih menganggap energi Matahari berasal dari bola api besar yang sangat panas. Dari sini timbul pertanyaan, apa yang menjadi bahan bakar bola api tersebut. Para ilmuwan pada saat itu belum bisa men-jawab dengan tepat. Kayu, batubara, minyak, atau bahan bakar lainnya yang mungkin ada di Matahari dan dibakar berdasarkan reaksi kimia biasa dapat menimbulkan bola api sedemikian be-sar. Itu tidak mungkin karena berdasar-kan perhitungan reaksi kimia, energi yang dihasilkan hanya akan bertahan beberapa ribu tahun, dan setelah itu Matahari akan padam.
Hans Albrecht Bethe (1906–2005), seorang profesor fisika keturunan Jer-man dari Universitas Cornell, AS, yang pernah meraih Nobel Fisika tahun 1967, pada 1939 menduga untuk pertama kali bahwa telah terjadi suatu reaksi termonuklir yang sangat dahsyat di Matahari. Energi Matahari yang sangat panas tersebut disebabkan oleh reaksi fusi, yakni penggabungan inti atom yang ringan menjadi inti atom yang le-bih berat.
Studi dan penelitian para ahli kemu-dian menyimpulkan bahwa energi Ma-tahari berasal dari reaksi nuklir, bukan reaksi kimia. Reaksi nuklir merupakan reaksi fusi, yakni penggabungan em-pat inti atom hidrogen (1H) memben-tuk sebuah inti atom helium (4He). Hi-drogen berproton 1 atau H1 bergabung membentuk He berproton 2 dan ber-netron 2 atau 4He.
H1+ H1 He2 + γ ;
Dalam reaksi fusi nuklir, pembakar-an Hidrogen (di pusat bintpembakar-ang dengpembakar-an temperatur 106oK menyulut reaksi ter-monuklir atau pembakaran Hidrogen) berlangsung sangat cepat. Reaksi fusi (penggabungan) dua proton (inti atom Hidrogen) akan membentuk inti atom Helium (2He); melalui mekanisme re-aksi electromagnet, di mana isotop Helium 2He diubah menjadi deuteron 2H. Pada mekanisme ini, isotop 2He akan mengalami peluruhan (beta de-cay, memancarkan elektron) menjadi deuteron 2H. Gaya nuklir tidak cukup kuat untuk mengikat dua proton dalam status isotop Helium 2He, sehingga da-lam reaksi fusi, isotop Helium 2He di-gantikan oleh deuteron 2H; suatu iso-top Hidrogen dengan massa 2 amu.
Dalam reaksi ini positron e+ yang terbentuk akan mengalami anihilasi yang dikuti dengan pelepasan energi sebesar 1,02 MeV. Sementara dalam
reaksi fusi nuklir proton-proton akan menghasilkan energi 26 MeV setiap pembentukan 1 inti atom Helium (2He4) yang terdiri atas 2 proton dan 2 netron, dan sebagian proton akan berubah melalui proses fusi nuklir lemah.
Dalam kenyataannya, reaksi fusi di atas tidak mengikuti hukum kekekalan massa sebagaimana reaksi kimia, me-lainkan mengalami pengurangan mas-sa. Selain itu, dalam proses fusi nuklir juga terdapat proses anihilasi positron yang bereaksi dengan elektron dan menjadi energi. Hilangnya massa itu-lah yang Alitu-lah jadikan energi, yang me-nurut Einstein perhitungannya meng-ikuti persamaan:
E = mc2 Di mana:
E = energi terbentuk (erg) m = massa yang hilang (g) c = kecepatan cahaya (cm/detik) Dapat dimengerti bahwa tiap 1 gram massa yang hilang akan berubah menjadi energi yang amat besar kare-na perkalian dengan kecepatan cahaya 3 x 108 km/detik atau 3 x 1010 cm/detik atau E = 1 x (3 x 1010)2 = 9 x 1020 erg. Be-sarnya energi tersebut sungguh tidak terbayangkan oleh akal manusia. Ener-gi hasil fusi ini kemudian dipancarkan keluar sebagai energi radiasi dalam bentuk paket-paket energi cahaya.
Dugaan ini diperkuat oleh data bahwa secara kimiawi, sekitar tiga perempat massa Matahari terdiri atas hidrogen, sedangkan sisanya didominasi oleh he-lium. Sisa massa tersebut (1,69%, se-tara dengan 5.629 kali massa Bumi) ter-diri atas elemen-elemen berat seperti oksigen, karbon, neon, besi, dan lain-lain.
Menurut Harun Yahya, dalam tiap detik sebanyak 598 juta ton hidrogen berubah menjadi 594 juta ton helium.
Dengan kata lain, dalam tiap detik 4 juta ton massa berubah menjadi energi yang setara dengan ledakan 7 triliun bom nuklir Hiroshima. Dapat dibayangkan betapa dahsyatnya hal tersebut, meng-ingat 1 bom atom saja telah meluluh-lantakkan kota Hiroshima, dan 1 lagi menghancurleburkan Nagasaki pada perang Dunia II, tahun 1945. Karena itu, adalah tidak mungkin untuk mela-kukan eksperimen tentang pembang-kitan energi di pusat bintang maupun di pusat Matahari karena skalanya yang sangat besar dan temponya yang sangat lama.
Energi yang besar tersebut menye-babkan suhu di pusat Matahari men-capai jutaan derajat Celsius, sedang di permukaannya mencapai 6.000 oC.
Foton cahaya yang terbentuk di pusat Matahari memerlukan waktu hingga sekitar 50 ribu tahun untuk mencapai permukaan Matahari.
Dari hasil studi dan pengamatan para ilmuwan struktur Matahari terdiri dari inti, bagian terluar (fotosfer, ka-wasan setebal 330 km) di atas kaka-wasan konveksi, kromosfer (kawasan setebal 2.000 km di atas kawasan fotosfer Matahari), dan korona (kawasan di atas kawasan kromosfer). Bagian ter-dalamnya disebut inti (core), tempat terjadinya reaksi termonuklir, tempat hidrogen dibentuk menjadi sebuah inti atom helium (4He), yang menghasilkan energi panas dengan suhu amat tinggi, kira-kira 14.500.000 oK.
Di luar inti, 0,25–0,71 radius ter-dapat zona radiatif (radiative zone) dengan suhu yang lebih rendah, yakni sekitar 2.230.000 oK. Zona radiatif dise-limuti oleh zona konvektif (convective zone) yang diselimuti lagi oleh zona terluar, yaitu zona turbulensi (turbu-lent zone). Bagian terluar Matahari (fo-tosfer) bersuhu kurang lebih 6.000 oK (ukuran derajat Kelvin setara dengan derajat Celsius + 273, atau untuk ukuran suhu yang amat tinggi di atas dapat dikatakan oK sama dengan oC). Pada permukaan fotosfer tampak tempat-tempat menghitam yang disebut noda Matahari (sun spot). Bintik hitam ter-sebut akibat tertahannya aliran gelem-bung konveksi oleh medan magnet Matahari. Bintik hitam tersebut bisa mencapai 500 derajat lebih dingin da-ripada lokasi sekitarnya. Aliran energi
dan materi dari lapisan konveksi disa-lurkan ke daerah sekitarnya melalui medan magnet bintik Matahari melalui ledakan atau flare. Banyaknya noda hitam tersebut merupakan indikator keaktifan Matahari. Munculnya noda-noda hitam tersebut dapat mengaki-batkan gangguan-gangguan pada lis-trik di atmosfer Bumi, yang mengaki-batkan gangguan-gangguan pada siar-an radio dsiar-an jarum magnet. Di siar-antara noda-noda itu terkadang ada yang di-sebut flare atau bagian Matahari yang tampak sangat terang.
Dengan suhu tinggi tersebut dan ukuran Matahari yang amat besar (325.599 x lebih besar daripada Bumi), Matahari dapat mencukupi 99% energi kebutuhan Bumi. Dapat dimengerti bahwa Matahari sebagai bola api rak-sasa bersuhu tinggi akan memancarkan panas dan cahaya yang menghangat-kan dan menerangi alam raya, terma-suk Bumi. Selain memancarkan cahaya tampak, Matahari juga memancarkan sinar tak tampak seperti sinar γ, sinar X, dan sinar UV.
2. Radiasi Sinar Matahari