• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB VI SIMPULAN DAN SARAN

TINJAUAN KEPUSTAKAAN 2.1 Glaukoma Sudut Terbuka Primer

2.6. Redox Enzyme Gluthathion Peroxidase 1 Gluthathion

Gluthathion (glutamilcysteinglisin) adalah tripeptida yang terdiri atas asam glutamat, sistein dan glisin. Senyawa ini dalam bentuk tereduksi ditulis sebagai GSH. Dalam keadaan teroksidasi, 2 molekul glutation terikat melalui ikatan –S-S- dan ditulis GSSG (Meister, 1995).

Gluthathion disintesis di sitosol oleh enzim y-glutamilsistein sintetase dan GSH sintetase. Mekanisme transport glutation ke dalam matriks mitokondria terjadi melalui sistem transport yang berafinitas tinggi dan dirangsang oleh ADP dan ATP. Mitokondria hati dan ginjal mengandung 15% dari glutation total dalam sel. Konsentrasi glutation lebih tinggi di mitokondria dibandingkan di dalam sitosol (10mM vs 7 mM) (Meister, 1995).

Oksidasi GSH menjadi bentuk GSSG terjadi secara nonenzimatik dan secara enzimatik melalui kerja enzim glutation peroksidase. Konsentrasi GSSG dipertahankan agar tetap rendah di dalam sel (5-

50uM). Reduksi GSSG terjadi melalui kerja enzim glutation reduktase yang memerlukan NADPH. Peristiwa ini dapat terjadi di sitosol dan mitokondria. Dibawah kondisi stress oksidatif, GSSG keluar dari mitokondria dan melewati membran sel mitokondria (Reed, 1995).

Pada keadaan normal, mitokondria menghasilkan ROS, 2-5% dari ROS tersebut yang digunakan oleh mitokondria akan mengalami konversi melalui kerja superoksida dismutase menjadi hidrogen peroksida (H2O2). Pada kondisi fisiologis, ROS yang terbentuk akan dinetralkan melalui kerja enzim glutation peroksidase. Akan tetapi apabila terjadi deplesi glutation, ROS yang terbentuk akan berakumulasi dan dapat menyebabkan kerusakan pada mitokondria. Kerusakan mitokondria diperlihatkan dengan terjadinya penurunan sitrat sintesa sampai 80% dan menyebabkan disintegrasi membran mitokondria. Deplesi glutation pada mitokondria dapat menyebabkan hilangnya viabilitas sel yang dilihat dengan adanya peningkatan pelepasan laktat dehidrogenase atau peroksidase lipid (Richter, et al., 1995).

2. Gluthathion peroxidase

Gluthathion peroxidase ini merupakan suatu enzim yang memiliki selenosistein pada tempat aktifnya dan tergantung selenium untuk aktifitasnya. Gluthathion peroxidase ditemukan di sitosol dan mitokondria pada sejumlah jaringan. Enzim ini mereduksi hidrogen peroksida (H2O2). Tappel melaporkan bahwa enzim glutation peroksidase hanya spesifik

terhadap hidroperoksida dengan struktur ROOH dan aktivitasnya rendah terhadap ROOR (Awasthi & Beutler, 1995)

2 GSH + ROOH H20 + GSSG + ROH

Gluthathion peroxidase pertama kali dideteksi oleh Mills pada tahun 1957 dalam eritrosit dan berfungsi melindungi hemoglobin dari pemecahan oksidatif. Sel darah merah diketahui menghasilkan hidrogen peroksida melalui reaksi antara asam askorbat dan oksihemoglobin dan dekompensasi anion oksigen oleh superoksida dismutase (Kayatama, et al., 1997).

Gluthathion peroxidase terdiri atas 4 subunit protein, tiap unit mengandung satu atom selenium (Se) pada tempat aktif (active site). Selenosistein adalah asam amino sistein yang sulfurnya diganti oleh selenium (R-Se-H menggantikan RSH). Selanjutnya selenol (ikatan antara protein-Se) bereaksi dengan peroksida menghasilkan asam selenonat (protein-SeOH) (Halliwel, 1998).

Protein-Se+ROOH+H ROH+Protein-SeOH Kemudian diikuti dengan ikatan GSH

Protein-SeOH-GSH H2O+Protein-Se-SG Diikuti ikatan kedua dengan GSH

Protein-Se-SG-GSH Protein-Se-GSSG Protein-Se+H+GSSG

2. 7. Penatalaksanaan

Tujuan utama pada pengobatan glaukoma adalah untuk melindungi fungsi penglihatan dengan cara mencegah kerusakan dari syaraf optik lebih lanjut dan menurunkan tekanan intraokuli. Pengobatan glaukoma biasanya dimulai dengan pemberian obat tunggal yang tergantung pada tekanan intraokuli awal. Bila pemberian obat tunggal tidak berhasil maka digunakan kombinasi beberapa obat. Bila dengan kombinasi obat juga tidak berhasil dilakukan bedah laser dan terapi pembedahan ataupun gabungannya. Mengingat setiap obat memunyai efek samping lokal maupun sistemik dan kemampuan penderita yang berbeda-beda maka diperlukan acuan yang rasional agar tercapai kepuasan dalam kualitas hidup. Acuan yang rasional adalah suatu target pressure dimana diharapkan penurunan tekanan intraokuli > 20% dari garis batas tekanan intra okuli yang dianggap normal. Obat-obatan ini dalam menurunkan tekanan intraokuli harus memunyai aksi pada dinamika akuous humor. Mekanisme kerja obat-obat ini dapat melalui salah satu dari ketiga jalur yakni (Skuta, et al., 2010, Ritch, 1996).

• Menurunkan produksi humor akuous

• Menaikkan aliran humor akuous melalui jalur trabekula

• Menaikkan aliran humor akuous melalui jalur uveosklera Selain untuk menurunkan tekanan intraokuli, sehubungan dengan patogenese glaukoma saat ini yang berhubungan dengan kerusakan syaraf optik, maka dicoba penggunaan neuroprotektif yang dikatakan dapat bermanfaat untuk memperbaiki kerusakan dari syaraf optik dan

sekaligus sebagai antioksidan (Schwartz, 2003). Pendekatan neuroprotektif melalui beberapa teori yakni :1) mencegah apoptosis dengan cara menghambat TNF dan aktivitas caspase, 2) menghambat Ca yang berlebihan, dan 3) menghambat toksisitas nitric oxide dan menghambat radikal bebas (Ritch, 1996). Dalam penelitian ini yang digunakan adalah ginkgo biloba

2.8. GINKGO BILOBA

Ginkgo biloba adalah satu dari spesies tanaman yang tertua dan daunnya sering digunakan sebagai studi percobaan sampai saat ini. Tidak seperti tanaman herbal lainnya, ginkgo biloba dibuat dalam bentuk ekstrak ginkgo biloba yang dipersiapkan dari daun-daun hijau yang sudah mengering. Di Amerika dan Eropa, suplemen ginkgo ini merupakan jenis obat herbal yang paling laku (Ernst, 2001)

Di dataran China, ekstrak ginkgo biloba telah dikenal terlebih dahulu dan digunakan sebagai pengobatan tradisional untuk mengobati penyakit sirkuler dan menambah ingatan. Dikatakan bahwa ekstrak ginkgo biloba efektif untuk mengobati penyakit dengan penurunan aliran darah ke otak terutama pada usia tua. Pemeriksaan laboratorium menunjukkan bahwa ekstrak ginkgo biloba dapat meningkatkan sirkulasi aliran darah dengan adanya dilatasi pembuluh darah (Diamond, 2000).

Lebih dari 40 komponen yang terdapat dari pohon ginkgo biloba, tetapi hanya 2 komponen yang bermanfaat sebagai herbal yaitu flavonoids dan terpenoid. Komposisi flavonoid yang utama adalah quercetin,

khaemferol dan isorhamnetin (Jutetzek, 1997). Struktur komponen ginkgo biloba diperlihatkan pada hal berikut.

Struktur akan diperlihatkan pada Gambar 8, 9, 10 dibawah ini

Gambar 2.8 : Structure of ginkgolides

Gambar 2.10: Structure of Quercetin, Kaempferol & Isorhamnetin

Ekstrak daun ginkgo biloba ini kaya akan air-aseton atau air-ekstrak etanol. Standartnya, ginkgo biloba terdiri 22-27% flavon-glikosida, 5-7% terpene lakton (2,8-3,4% terdiri atas ginkgolide A, B, C dan 2,6-3,2% terdiri atas bilobalide) dan kurang dari 5 mg/kg terdiri atas asam ginkgolik (Juretzek, 1997).

Dikatakan bahwa ginkgo biloba dapat melewati sawar darah otak. Sawar darah otak terbentuk dari sel-sel endotel kapiler. Sistem syaraf pusat dipisahkan dari sirkulasi sistemik oleh sel endotel kapiler, sel epitel pleksus koroid dan lapisan araknoid. Permukaan area yang luas di kapiler otak menyebabkan hubungan yang lebih ekstensif antara darah dan otak. Kapiler memiliki lapisan tunggal sel endotel yang dikelilingi lamina basalis dengan tonjolan prosesus astrosit pada dindingnya. Diantara sel-sel epitel

terdapat tight junction yang berfungsi mempertahankan integritas sawar darah otak (SDO) dan sawar otak liquor serebrospinalis (Milburry, 2009).

Tatap muka SDO menyediakan satu sawar untuk mempertahankan keseimbangan osmotik dan elektrolit. Kemampuan molekul untuk menyeberang SDO tergantung dari kelarutan molekul dalam lemak, ukuran molekuler, bentuk dan karakter ikatan protein. SDO juga berperan pada mekanisme efflux aktif yang mengatur kelarutan substrat melalui kemampuan pelarutan di lemak dan berdasarkan berat molekul suatu zat. Dikatakan bahwa flavonoids dan substratnya dapat mengubah sawar darah otak dan masuk ke sistem syaraf pusat yang tergantung dari sifat lipofiliknya dan polaritasnya (Greenstein, 2000).

Pada satu studi invitro terdapat dua aspek interaksi antara molekul flavonoid dan sawar darah otak yaitu masukan/uptake dari flavonoids dan glukoronid pada sel endotelial otak (END5 dan RBE 4) dan kemampuan permeabilitas melewati sawar darah otak secara invitro (ECV 304 cells co- cultured dengan C6 sel-sel glioma). Kedua sel endotelial otak ini diterapi dengan campuran hesperetin, naringetin, epicatechin dan glukoronid. Hasilnya menunjukkan bahwa flavonoid dapat menurunkan uptake dari END5 dan RBE4 (de Boer, 2007).

1. Ketersediaaan Hayati Oral Flavonoids

Kebanyakan flavonoids berasal dari cathecins yang biasanya berasal dari tanaman yang mengandung B-glycosides. Sebelum diabsorbsi ke sirkulasi sistemik, glikosida ini harus membentuk

deglikosilasi (Nemeth, et al, 2003). Proses ini kebanyakan terjadi di lumen intestinal yang melalui kerja 2 enzim yakni lactase phloridzin hydrolase (LPH) dan cytosolic B-glucocidase (CBG). Transport aktif dari hydropilic glikosida ini masuk ke dalam sel melalui sugar transporter SGLT-1 (Nemeth, et al., 2003). Glikoside yang tidak mengandung LPH atau SGLT- 1 akan ditransport ke dalam kolon dimana bakteri akan mampu menghidrolisa glikosida flavonoid (Holmann, 2004).

Beberapa literatur, kadar quercetin dan isorhamnetin dalam plasma yang merupakan komposisi dari flavonoids sekitar 12 nmol/l dan 4,3 nmol/ l dengan waktu paruh 5-7 jam (Mullen, et al., 2006).

2. Peran Ginkgo Biloba pada sistem syaraf

Dilaporkan bahwa ekstrak ginkgo biloba dapat menambah memori/ingatan. dengan dosis 120 mg/hari dikatakan efektif pada penderita dementia Alzeimer. Dikatakan bahwa ekstrak ginkgo biloba dapat menurunkan produksi kortikosteroid, meningkatkan aliran darah serebral, meningkatkan produksi ATP dan metabolisme mitokondria (Juretzek, 1997). Menurut Winter, pemberian ginkgo biloba 100mg/kg pada tikus coba selama 4-8 minggu dapat meningkatkan memori (Winter, 1991). Cohen-Salmon juga menyatakan bahwa pemberian ginkgo biloba 40 mg/ kgBB pada hewan coba tikus muda (6 bln) dan tikus tua (22 bulan) selama 1-3 minggu dapat meningkatkan memori (Cohen-Salmon, et al., 1997). Krieglestein dan Cowokers yang meneliti pada hewan coba rodent, pemberian bilobalide dan ginkgolide A, B dapat menurunkan area infark

pada brain surface tikus sebelum terjadinya oklusi dan pemberian injeksi ginkgo biloba setelah global forebrain ischemia dapat meningkatkan aliran darah serebral (Krieglestein, et al., 1995).

Kim, et al., (1997), juga menyatakan bahwa flavonoids (quercetin, kaemferol, sciadopitysin, ginkgetin, isoginkgetin) dapat meningkatkan produksi kollagen dan fibrovaskular ekstraselular dari jaringan fibroblast kulit secara invitro dan bilobalide dapat melindungi kematian neuron akibat iskemia dan glutamat eksitoksisiti (Kim, et al., 1997).

Berdasarkan DeFeudis FV, dikatakan juga bahwa ekstrak ginkgo biloba memunyai reaksi spasmolitik pada dinding arteri sehingga terjadi dilatasi pembuluh darah. Efek dilatasi pembuluh darah ini terjadi akibat pelepasan dari nitrix oxide. Selain itu dinyatakan juga bahwa ekstrak ginkgo biloba dapat meningkatkan perfusi kapiler dan membantu aliran balik pembuluh darah vena dan membersihkan toksin metabolik yang terkumpul di dalam jaringan pada saat jumlah oksigen tidak tercukupi (DeFeudis, 1999).

Flavonoid juga memunyai efek sebagai antioksidan. Flavonoids ini dapat menurunkan jumlah radikal bebas yaitu dengan cara menurunkan sel-sel membran lipid peroksidase sehingga dapat melindungi sel. Lipid peroksidase ini apabila berikatan dengan radikal bebas dapat menyebabkan kerusakan sel membran dan menambah produksi radikal bebas. Terpenoids terdiri atas bilobalide dan ginkgolides. Bilobalides ini berhubungan erat dengan ginkgolides. Bilobalides memunyai efek perlindungan terhadap sel-sel syaraf melalui regenerasi sel-sel syaraf

motorik. Sedangkan ginkgolides dapat menghambat aktivitas dari platelet activating factor (Nishida & Satoh, 2003).

Gambar 2.11: Diagram manfaat ginkgo biloba (DeFeudis,1999)

Berdasarkan diagram, ginkgo biloba memunyai efek antioksidan, neuroprotektif dan antiinflamasi.

Pengunaan ginkgo biloba pada mata juga pernah dicoba pada penderita age related macular degeneration dan hasilnya dijumpai adanya perbaikan pada ganglion sel retina (Evans, 2000). Begitu juga pada peneltian hewan coba tikus yang bertekanan bola mata tinggi diterapi dengan ginkgo biloba selama 5 bulan dan hasilnya terjadi perbaikan pada sel-sel ganglion retina dibandingkan dengan kontrol (Hiroka, et al., 2004).

Jadi penggunaan ginkgo biloba berguna untuk:(Wang, et al., 2006): 1. Meningkatkan fungsi otak.

2. Menguatkan (strengthening) sistem serebrovaskular dan kardiovaskular dengan menghambat agregasi platelet dan meningkatkan aliran darah dan suplai oksigen.

3. Menetralkan radikal bebas yang dapat merusak syaraf dan accelerate aging.

4. Menstabilisasi produksi energi selular (konsentrasi yang tinggi dari ATP, glukosa, kreatinin fosfat dan menurunkan nilai laktat).

Ginkgo biloba ini tersedia dalam bentuk ekstrak yang berisi 24-32% flavanoids dan 6-12% terpenoids terdiri dari kapsul, tablet, liquid ekstrak dan juga teh. Dalam bentuk tablet dosisnya 40 mg. Pemberian ginkgo biloba umumnya 120 mg/hari. Ginkgo biloba ini kurang efektif apabila diberikan bagi pasien yang memakan obat antidepresan dan juga bagi wanita hamil (Ernst, 2001).

Efek samping yang mungkin dijumpai adalah gangguan gastrointestinal, sakit kepala, dan kelelahan.Tetapi pada satu penelitian pernah dijumpai perdarahan intrakranial paska pemberian ginkgo biloba dengan dosis tinggi (Bent, et al., 2000)

3. Ginkgo Biloba dengan MDA dan GPx

Sun,et al., (2002), mendeskripsikan bahwa flavonoids dapat menghambat aktivitas beberapa enzim seperti lipooksigenase, siklooksigenase, monooksigenase, xantin oksidase, glutation -S-

transferase, mitokondrial succinil- oksidase, NADH oksidase, lipid peroksidase, phospolipase dan protein kinase. Flavonoids mampu mendetoksifikasi phase II enzym (NADPH-oxidoreduktase, glutation transferase, glukoronyl transferase dan lipid peroksidase). Pada flavonoids ini terdapat regulasi ekspresi gen protektif yang dapat diperantarai oleh EpRE (Electrophylic Respons Element). Kemampuan flavonoids untuk mengaktivasi EpRE berkorelasi dengan redox properties. Dikatakan bahwa flavonoids dengan kemampuan potensial intrinsik yang tinggi dapat menghambat stress oksidatif dan redox cycling (Winkel & Shirley, 2001). Jadi dapat disimpulkan bahwa bahwa aktifitas flavonoids dapat menyebabkan detoksifikasi .

Formica, (1995), bahwa efek sitoprotektif dari quercetin ditemukan dalam menghambat hidrogen peroksida (H2O2) pada kultur hewan coba yang terdeteksi hepatocyte Bl-9. Sel tersebut kaya akan ekspresi sitosol GPx. Beberapa peneliti juga mendeskripsikan bahwa aktifitas flavonoids berhubungan dengan aktifitas GPx dan aktivitas dari survival signaling protein (protein kinase dan extracelluler regulated kinases) dengan adanya peningkatan aktifitas GPx dan GSH pada hepatosit manusia yang disebabkan oleh flavonoids.

KERANGKA TEORI, KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS

Dokumen terkait