HUBUNGAN PERUBAHAN STRESS OKSIDATIF MARKER MALONILDIALDEHYDE DAN REDOX ENZYME
GLUTHATHION PEROXIDASE
DENGAN PROGRESIFITAS SYARAF OPTIK PASKA PEMBERIAN GINKGO BILOBA PADA PENDERITA GLAUKOMA SUDUT TERBUKA PRIMER
RINGKASAN DISERTASI
MASITHA DEWI SARI NIM 088102004
PROGRAM STUDI DOKTOR (S-3) ILMU KEDOKTERAN FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
HUBUNGAN PERUBAHAN STRESS OKSIDATIF MARKER MALONILDIALDEHYDE DAN REDOX ENZYME
GLUTHATHION PEROXIDASE
DENGAN PROGRESIFITAS SYARAF OPTIK PASKA PEMBERIAN GINKGO BILOBA PADA PENDERITA GLAUKOMA SUDUT TERBUKA PRIMER
DISERTASI
Diajukan sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Doktor dalam Program Ilmu Kedokteran pada Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara
di Bawah Pimpinan Rektor Universitas Sumatera Utara Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc (CTM), Sp.A(K)
untuk dipertahankan di Hadapan Sidang Terbuka Senat Universitas Sumatera Utara
Oleh:
MASITHA DEWI SARI NIM 088102004
PROGRAM STUDI DOKTOR (S-3) ILMU KEDOKTERAN FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
PROMOTOR
Prof. dr. H. Aslim D Sihotang, Sp.M(KVR) Guru Besar Tetap Ilmu Kesehatan Mata Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara
Medan
KO-PROMOTOR
Prof. dr. H. Aznan Lelo, Ph.D, SpFK Guru Besar Tetap Farmakologi Klinik Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara
Medan
KO-PROMOTOR
Prof. dr. Ropilah Abdul Rahman, MD, M.S. Opthal Guru Besar Tetap Department of Ophthalmology
PANITIA PENGUJI DISERTASI
Ketua : Prof. dr. H. Aslim D Sihotang, Sp.M(KVR)
Anggota : Prof. dr.H.Aznan Lelo, Ph.D, Sp.FK
Prof. dr. Ropilah Abdul Rahman, MD, M.S. Opthal
Prof. dr. Syamsu Budiono, Sp.M(K)
Prof. Drs. Sumadio Hadisahputra, Apt., Ph.D. dr. Gino Tan, Ph.D, Sp.PK
PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Sebagai sivitas akademik Universitas Sumatera Utara, saya yang bertandatangan di bawah ini :
Nama : Masitha Dewi Sari
NIM : 088102004
Program Studi : Ilmu Kedokteran Jenis Karya : Disertasi
Demi mengembangkan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universitas Sumatera Utara Hak Bebas Royalti Non-eksklusif (Non-exclusive Royalty Free Right) atas disertasi saya yang berjudul:
HUBUNGAN PERUBAHAN STRESS OKSIDATIF
MARKER MALONILDIALDEHYDE DAN REDOX ENZYME
GLUTHATHION PEROXIDASE
DENGAN PROGRESIFITAS SYARAF OPTIK PASKA PEMBERIAN GINKGO BILOBA PADA PENDERITA GLAUKOMA SUDUT TERBUKA PRIMER
Beserta perangkat yang ada (jika diperlukan), dengan Hak Bebas Royalti Non-eksklusif ini Universitas Sumatera Utara berhak menyimpan, mengalih media/formatkan, mengelola dalam bentuk database, merawat dan mempublikasikan disertasi saya tanpa meminta izin dari saya sebagai penulis dan sebagai pemilik hak cipta.
Demikian pernyataan ini saya perbuat dengan sebenarnya.
Dibuat di Medan
Pada Tanggal Januari 2013 Yang menyatakan
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS
Hasil penelitian ini adalah hasil karya sendiri, dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk
telah saya nyatakan dengan benar
Nama : Masitha Dewi Sari Nim : 088102004
Materai 6000
Tanda Tangan
Kepada kedua orang tuaku,
suamiku,anak-anakku tercinta,
saudara-saudaraku, ompungku yang kusayangi,
serta mertuaku, sebagai kenangan dan teladan.
Wahai manusia, Allah adalah Tuhan yang telah menurunkan Al-Quran kepada kalian
Ayat – ayat Al-Quran, ada yang muhkamaat, mudah dipahami,
itulah pokok- pokok kandungan Al-Quran.
Dan sebagian lagi mutasyaabihaat, ayat- ayat yang sulit dipahami.
Adapun orang – orang yang dalam hatinya condong kepada kesesatan,
mereka mengikuti ayat-ayat yang mutasyaabihaat, untuk mencari-cari fitnah, dan
menyimpang dari agama Allah
Padahal tidak ada yang dapat mengetahui makna – makna yang sulit dipahami kecuali
Allah.
Orang – orang yang memiliki ilmu yang dalam berkata, Kami tetap beriman kepada
semua ayat-ayat Al-Quran karena semua ayat itu datang dari Tuhan kami. yang. Tidak
ada yang dapat mengambil pelajaran kecuali orang-orang yang berakal (Ulul Albab).
Ali-Imran (3: 7)
HUBUNGAN STRESS OKSIDATIF MARKER MALONILDIALDEHYDE
DAN REDOX ENZYME GLUTHATHION PEROXIDASE DENGAN
PROGRESIFITAS SYARAF OPTIK PASKA PEMBERIAN GINKGO BILOBA PADA PENDERITA GLAUKOMA SUDUT TERBUKA PRIMER
ABSTRAK
Latar Belakang
:
Glaukoma merupakan kumpulan penyakit dengan neuropati optik yang ditandai dengan penurunan lapang pandangan dan peningkatan tekanan intraokuli sebagai faktor resiko utama. Glaukoma ini dapat menyebabkan kebutaan apabila tidak ditangani dengan segera. Berbagai patogenesis dikemukakan yang berhubungan dengan terjadinya glaukoma, salah satunya adalah keterlibatan radikal bebas dan redox enzyme. Berbagai antioksidan dan neuroprotektif telah dicoba pada penderita glaukoma tetapi hasilnya belium memuaskan.Tujuan : Membuktikan hubungan stress oksidatif marker
malonildialdehyde dan redox enzyme gluthathion peroxidase dengan progresifitas syaraf optik paska pemberian ginkgo biloba.
Metode : Sebuah studi eksperimental, prospektif, double blind, dengan kontrol telah dilakukan meliputi pemeriksaan laboratorium berupa pemeriksaan kadar plasma MDA dan sel darah merah GPx dengan spektrofotometri, pemeriksaan ketebalan retina dan optic nerve head
dengan Stratus OCT, pemeriksaan lapang pandangan dengan Optopol 910 dalam menilai progresifitas syaraf optik paska pemberian ginkgo biloba.
Hasil : Subjek terpilih terdiri dari dua kelompok standar + GB dan standar + plasebo. Kelompok standar + GB terdiri dari 20 orang (27 mata) dan kelompok standar + plasebo terdiri dari 20 orang (26 mata). Pemeriksaan kadar plasma MDA dan sel darah merah GPx, tekanan intra okuli, lapang pandangan (MD dan PSD), lapisan serabut syaraf retina, optic nerve head
kelompok yang mendapat terapi ginkgo biloba pada bulan ketiga dan bulan keenam (p<0,05). Pada awal penelitian, nilai rerata MD dan PSD pada kelompok standar + GB masing –masing adalah 0,14 ± 0,04 dan 0,97 ±0,26, dan nilai rerata MD dan PSD pada kelompok standar + plasebo masing –masing adalah 0,18 ± 0,06 dan 0,94 ± 0,23. Tampak peningkatan lapang pandangan (MD dan PSD) pada kelompok yang mendapat terapi ginkgo biloba pada bulan ketiga dan keenam (p<0,05). Pada awal penelitian, nilai rerata LSSR superior, nasal, inferior, temporal pada kelompok standar + GB masing-masing adalah 89,00 ± 8,60, 46,74
± 5,58, 92,04 ± 4,58 dan 47,52 ±3,03 dan nilai rerata LSSR superior
nasal, inferior, temporal pada kelompok standar + plasebo masing-masing adalah 92,96 ± 8,37, 50,92 ± 8,00, 95,58 ± 7,58 dan 49,65 ±7,42. Tampak perubahan ketebalan LSSR yang signifikan secara statistika pada kelompok yang mendapat terapi ginkgo biloba pada bulan ketiga dan bulan keenam penelitian (p<0,05). Pada awal penelitian, nilai rerata disc area (DA), cup area (CA), rim area (RA), cup disc ratio (CDR), cup disc ratio vertical (CDRV) dan cup volume (CV) pada kelompok standar + GB masing-masing adalah 2,50 ± 0,62, 1,52 ±0,37, 0,93 ± 0,02, 0,72 ± 0,14, 0,73 ± 0,14, 0,44 ± 0,10 dan nilai rerata disc area (DA), cup area (CA),
rim area (RA), cup disc ratio (CDR), cup disc ratio vertical (CDRV) dan cup volume (CV) pada kelompok standar + plasebo masing-masing adalah 2,60 ± 0,68, 1,43 ±0,38, 1,03 ± 0,02, 0,70 ± 0,14, 0,75 ± 0,12, 0,44 ± 0,18. Tampak perubahan nilai optic nerve head ( RA, CDR, CDRV, CV) yang signifikan secara statistika pada kelompok yang mendapat terapi ginkgo biloba (p<0,05). Dengan menggunakan one way anova
untuk menilai kadar MDA pada masing-masing kelompok pada awal, bulan ketiga dan bulan keenam penelitian dijumpai perbedaan yang signifikan pada kelompok yang mendapat terapi ginkgo biloba (p<0,05), sedangkan kadar GPx pada kedua kelompok pada awal, bulan ketiga dan bulan keeenam dijumpai perbedaan yang signifikan (p<0,05). Tekanan intraokuli pada kedua kelompok pada awal, bulan ketiga dan bulan keenam penelitian dijumpai perbedaan yang signifikan (p<0,05). Lapang pandangan pada awal, bulan ketiga dan bulan keenam penelitian dijumpai perbedaan yang signifikan pada kelompok yang mendapat terapi ginkgo biloba (p<0,05). Ketebalan LSSR pada kedua kelompok pada awal, bulan ketiga dan bulan keenam penelitian dijumpai perbedaan yang signifikan (p<0,05). Rim area, cup disc area dan cup disc ratio vertical pada kelompok yang mendapat terapi ginkgo biloba pada awal, bulan ketiga dan bulan keenam penelitian dijumpai perbedaan yang signifikan (p<0,05). Hasil korelasi memperlihatkan adanya hubungan antara MDA dengan fungsi lapang pandangan (MD dan PSD), tekanan intra okuli dan optic nerve head (disc area dan cup area) pada kelompok yang mendapat terapi ginkgo biloba dan tampak adanya hubungan antara GPx dengan ketebalan LSSR inferior dan optic nerve head (cup disc ratio vertical dan
Kesimpulan : Ginkgo biloba dapat merubah kadar stress oksidatif marker MDA dan redox enzyme GPx serta menurunkan progresifitas glaukoma dan ditemukan adanya hubungan antara stress oksidatif marker MDA dan
redox enzyme GPx dengan progresifitas glaukoma paska pemberian ginkgo biloba.
CORRELATION BETWEEN OXIDATIVE STRESS MARKER
MALONILDIALDEHYDE AND REDOX ENZYMEGLUTHATHION
PEROXIDE WITH OPTIC NERVE PROGRESSION AFTER GIVEN
GINKGO BILOBA IN PRIMARY OPEN ANGLE GLAUCOMA
ABSTRACT
Background : Glaucoma is a group of disease optic neuropathy with decrease of visual field and increase intra ocular pressure as a important factor. Glaucoma can caused blindness if there is not treat immediately. Oxidative stress is one of pathogenesis of glaucoma. Many trial of antioxidant and neuroprotective in glaucoma, but the result not satisfaction.
Objective : To investigate correlation between oxidative stress marker malonildialdehyde and redox enzyme gluthathion peroxidation with optic nerve progression after given ginkgo biloba in primary open angle glaucoma.
Methods : An experimental study, prospective, double blind , with control, had been conducted including laboratory examination of MDA and GPx level with spektrofotometry, visual field with Optopol 910, retinal thickness with Stratus OCT to measured glaucoma progression after ginkgo biloba treatment.
0,06, 0,94 ± 0,23. Treatment of ginkgo biloba showed increase of visual field (p<0,05). Mean value of superior RNFL, nasal RNFL, inferior RNFL, temporal RNFL at the beginning examination for standard + GB group and standard + placebo group were 89,00 ± 8,60, 46,74 ± 5,58, 92,04 ±
4,58, 47,52 ± 3,03 and 92,96 ± 8,37, 50,92 ± 58,00, 95,58 ± 7,58,
49,65 ±7,42. Mean value of optic nerve head (DA, CA, RA, CDR, CDRV,
CV) for standard + GB group and standard + placebo group were 2,50 ± 0,62, 1,52 ±0,37, 0,93 ± 0,02, 0,72 ± 0,14, 0,73 ± 0,14, 0,44 ± 0,10 and 2,60 ± 0,68, 1,43 ±0,38, 1,03 ± 0,02, 0,70 ± 0,14, 0,75 ± 0,12, 0,44 ± 0,18. Treatment of ginkgo biloba also showed increase of retinal nerve fiber layer (p<0,05) and showed an alterate optic nerve head (p<0,05). With one way anova statistic, showed a significant difference MDA in group with ginkgo biloba treatment, but in GPx showed a significant difference for the two groups. Visual field showed a significant difference in group with ginkgo biloba treatment. .Mean value of retinal thickness showed a significant difference in the two groups (p<0,05). In optic nerve head, mean value of rim area, cup disc ratio and cup disc ratio vertical showed a significant difference in group with ginkgo biloba treatment (p<0,05). Correlation result showed there was a correlation between MDA and visual field (MD and PSD), intra ocular pressure, optic nerve head and there was a correlation between GPx with retinal nerve fiber layer and optic nerve head.
Conclusion : Ginkgo biloba can alterate MDA level and GPx level, decreased glaucoma progression, and showed a correlation between MDA and GPx with glaucoma progression after ginkgo biloba treatment.
UCAPAN TERIMA KASIH
Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Pertama-tama saya panjatkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang Maha Pengasih dan Penyayang, karena atas segala rahmat dan karunia-Nya perjalanan panjang saya dalam menempuh studi S-3 Kedokteran ini dapat berakhir. Dengan izin-Nya dan disertai semangat berjuang tak pernah padam akhirnya saya dapat menyelesaikan disertasi ini. Dengan tulus dan segala kerendahan diri perkenankan saya menyampaikan rasa terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada :
Rektor Universitas Sumatera Utara, Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc (CTM), Sp.A(K) atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada saya, untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan program studi Doktor.
Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, Prof. dr. Gontar A. Siregar, Sp.PD, KGEH atas kesempatan, fasilitas dan bantuan biaya pendidikan dalam mengikuti pendidikan program studi S-3. Demikian pula Pembantu Dekan I Prof. dr. Guslihan Dasa Tjipta, Sp.A(K) atas bantuan dan dukungan dalam menyelesaikan pendidikan S-3.
Prof. dr. Chairuddin P. Lubis, DTM&H, Sp.A(K) sebagai Ketua Program Studi S-3 Ilmu Kedokteran dan mantan Rektor Universitas Sumatera Utara, di sela kesibukan menjalankan tugasnya masih bersedia memberikan dukungan dan dorongan. Demikian juga kepada Sekretaris Program Studi S-3 Prof. Dr. dr. Delfitri Munir, Sp.THT-KL yang secara berkesinambungan memberikan dukungan, saran dan motivasi kepada saya selama mengikuti proses pendidikan S-3.
ikhlas menjadi promotor, bersedia meluangkan waktu membimbing, mendorong, memberi masukan dan pengarahan dengan penuh kesabaran dan ketelitian dalam pelaksanaan pendidikan, penelitian ataupun penulisan disertasi ini. Saya sangat bangga dapat dibimbing oleh tokoh sekaliber beliau yang benar-benar dapat menjadi panutan sebagai seorang pendidik sejati dengan kedalaman dan keluasan ilmu beliau.
Prof. dr. H. Aznan Lelo, Ph.D, SpFK, Guru Besar Tetap Farmakologi Klinik Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Medan sebagai Ko-Promotor yang telah banyak membimbing, mendorong, memberi pengarahan dan saran-saran yang sangat berarti kepada saya. Beliau adalah motivator dan fasilitator terbaik, selalu mengalirkan energi positif, memberi solusi dan mengasah sisi spiritual saya sejak menjalani pendidikan S-3.
Prof. dr. Ropilah Abdul Rahman, MD, M.S, Opthal, Guru Besar
Department of Ophthalmology Universiti Kebangsaan Malaysia Kuala Lumpur sebagai Ko-Promotor, yang bersedia membimbing, memberi petunjuk dan dorongan semangat dalam menyelesaikan pendidikan dan disertasi ini. Saya kagum akan kearifan, kelapangan hati dan sikap yang selalu menolong dari beliau.
Penguji disertasi Prof. dr. Syamsu Budiono, Sp.M(K), Prof. Drs. Sumadio Hadisahputra, Apt., Ph.D, dr.Gino Tan, Ph.D, SpPK, Dr. dr. Rosita Juwita Sembiring, SpPK, yang telah bersedia memberikan penilaian dan masukan demi sempurnanya disertasi ini.
Prof. dr. Harun Rasyid Lubis, SpPD, K-GH, sebagai mantan Ketua Program Studi S-3 Ilmu Kedokteran dan Dr.drg. Ismet Danial Nasution, SpPros, sebagai mantan Sekretaris Program Studi S-3 Kedokteran yang selalu mendorong dan mendukung saya selama pendidikan S-3.
Ketua Departemen Ilmu Kesehatan Mata dr. Delfi, M.Ked (Oph) SpM(K), yang telah memberikan izin dan kepercayaan kepada saya untuk mengikuti pendidikan program doktor.
Guru-guru saya di bidang Ilmu Kesehatan Mata dr. Chairul Bahri, SpM, dr. Moh. Dien, SpM, dr. Azman Tanjung, SpM, Prof. dr. H. Aslim D Sihotang, SpM(KVR), dr. Masang Sitepu, SpM, dr. Abdul Gani, SpM (Alm), dr. Bachtiar, SpM, dr. Suratmin, SpM(K), dr. Delfi, M.Ked (Oph), SpM(K), dr.H. Ariyani Atiyatul Amra, M.Ked (Oph), SpM dan seluruh supervisor lainnya, saya mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya yang telah banyak mengajarkan Ilmu Kesehatan Mata kepada saya.
Drs. Abdul Jalil Arma, M.Kes yang telah banyak memberikan bimbingan dan bantuan di bidang statistik penelitian.
Semua teman sejawat semasa pendidikan S-3 Kedokteran ini atas bantuan informasi ilmiah, dorongan moril dan kekompakan selama pendidikan S-3.
Kepada residen Departemen Ilmu Kesehatan Mata Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara yang banyak terlibat dalam penelitian, saya mengucapkan terima kasih.
Kepada Laboratorium Prodia Cabang Medan dan Lembaga Penelitian dan Pengembangan Prodia Jakarta saya mengucapkan terima kasih atas bantuan selama melakukan penelitian.
saya kagumi dan cintai, yang telah memberi tauladan, membimbing, mengajarkan kesabaran, kerendahan hati dan selalu bersyukur dalam menghadapi kehidupan ini, serta senantiasa memanjatkan doa yang tulus bagi keberhasilan anak-anaknya. Juga kepada kedua mertua ayahanda (Alm) H. Hasan Abubakar dan Hj. Syamsiah.
Suami yang tercinta dr. Heri Hendri, SpPD, tidak dapat saya ungkapkan kata-kata rasa syukur dan penghargaan yang setinggi-tingginya atas dukungan moril dan semangat yang telah mendampingi saya dalam suka duka menjalani pendidikan S-3. Demikian pula saya ungkapkan rasa cinta kasih dari lubuk hati yang paling dalam kepada anak-anak saya M. Baihaqi Azrai dan Sarah Lola Sari yang merupakan pelita hati dan dasar ketegaran saya. Mereka begitu sabar menanti, mendukung dan memberikan keceriaan bagi saya. Semoga kalian tetap menjadi anak-anak yang soleh, solehah dan membanggakan.
Ompung tercinta H.PTM.Hutabarat yang sangat saya kagumi dan cintai, yang selalu menjadi motivator dan penyemangat selama saya menjalani pendidikan S-3, saya mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya.
Saudara-saudaraku Mardiah Ika Jua Sari dan keluarga, Salman Sihotang, B.Comm, Ec, M.Si dan keluarga, dr. Fayza Sofia Sari dan seluruh keluarga besar yang telah memberikan dukungan, perhatian serta persaudaraan yang erat selama ini. Semoga kita dapat terus membina kerukunan keluarga dan rasa saling mengasihi sampai masa mendatang.
RIWAYAT HIDUP
1. Data Pribadi
Nama : dr. Masitha Dewi Sari, M.Ked (Oph), SpM.
NIP : 197610242005012001
NIDN : 0024107601
Tempat/Tgl.Lahir : Medan/ 24 Oktober 1976
Agama : Islam
Jenis Kelamin : Perempuan
Pekerjaan : Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Mata FK USU Pangkat/Golongan : Penata / III B
Jabatan : Lektor
Instalasi : Fakultas Kedokteran USU
Alamat Kantor : Departemen/ SMF Ilmu Kesehatan Mata FK USU- RSUP. H. Adam Malik Medan
Jl. Bunga Lau no 17 Medan
Telp : 061- 8368048
Alamat Rumah : Jl. Kutilang no 33 Medan Telp : 061- 4574304
Status Perkawinan : Kawin
Nama Suami : dr. Heri Hendri, SpPD 2. Riwayat Pendidikan
SD : SD Harapan Medan (1988)
SMP : SMP Harapan Medan (1991)
SMA : SMA Negeri 1 Medan (1994)
Spesialis-1 : Fakultas Kedokteran USU Medan, 2005
Spesialis-2/ Magister Klinik : Fakultas Kedokteran USU Medan, 2012
3. Riwayat Pekerjaan
Dosen/ Staf Pengajar Tetap FK USU 2005 – Sekarang
Dosen/ Staf Pengajar Tetap Ilmu Kesehatan Mata FK USU Sub Divisi Glaukoma 2005 – Sekarang
Seksi Pendidikan Ilmu Kesehatan Mata FK USU –RSUP.H.Adam Malik Medan 2007 –Sekarang
4. Organisasi Profesi
Pengurus Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Cabang Sumatera Utara
Bendahara Persatuan Dokter Mata (PERDAMI) Cabang Sumatera Utara
5. Pembicara:
Pertemuan Ilmiah Tahunan Dokter Spesialis Mata Indonesia (PERDAMI) , Judul : “Prevalensi Kebutaan Akibat Kelainan Retina di Sumatera Utara” , Batam, 2005.
Sumatera Ophthalmology Meeting (SOM), Judul : “Anterior Ischemic Optic Neuropathy”, Medan, 2008.
Seminar Ikatan Dokter Indonesia Cabang Sumatera Utara, Judul : “Penyakit Mata Merah”, Medan, 2009.
Kongres Nasional Nyeri Indonesia, Judul : “Nyeri pada Mata”, Medan, 2012.
Penguji Nasional Ujian Dokter Spesialis Mata Indonesia, Jakarta, 2012
6. Poster Ilmiah
Squamous Cell of Conjunctiva, Pertemuan Ilmiah Tahunan Persatuan Dokter Spesialis Mata (PERDAMI), Bali, 2004
Glaukoma Sudut Terbuka Primer, Pertemuan Ilmiah Tahunan Persatuan Dokter Spesialis Mata (PERDAMI), Bali, 2009
7. Pendidikan Tambahan (Kurus, Workshop, Training, Lokakarya, Simposium, Seminar)
World Glaucoma Congress, Singapore, 2006
Kongres Nasional Persatuan Dokter Spesialis Mata Indonesia (PERDAMI), Medan, 2006.
Basic Course of Glaucoma, Singapore, 2007.
Pertemuan Ilmiah Tahunan Persatuan Dokter Spesialis Mata Indonesia (PERDAMI), Jakarta, 2007.
Pertemuan Ilmiah Tahunan Persatuan Dokter Spesialis Mata Indonesia (PERDAMI), Makassar, 2008.
World Ophthalmology Congress, Hongkong, 2008.
Seminar Bioetika dan Hukum Kedokteran, FK USU Medan, 2008.
Update in Oculoplasty and Reconstruction, Medan, 2008.
Congress Asia Pacific Academy of Ophthalmology, Bali, 2009.
Advanced Science and Technology in Ophthalmology Toward Vision 2020, Jakarta, 2009.
Basic and Advance Diagnosis in Vitreoretinal Diagnosis, Cicendo Eye Hospital, Bandung, 2009.
Lokakarya Gugus Jaminan Mutu (GJM), Medan, 2009.
Workshop Optical Coherence Tomography, Singapore, 2010.
Lokakarya Peran Mitra Bestari dalam Pengendalian Mutu Jurnal, FK USU, Medan, 2010.
Lokakarya Penulisan Karya Ilmiah, FK USU, Medan, 2010.
Simposium dan Lokakarya Optical Coherence Tomography, Cicendo Eye Hospital, Bandung, 2010.
Kursus Biologi Molekuler dan Imunologi, FK-UGM, Yogyakarta, 2010.
Pertemuan Tahunan Ilmiah Persatuan Dokter Spesialis Mata Indonesia (PERDAMI), Semarang, 2010.
Pelatihan Stimulated Patients, FK USU, Medan, 2010
Cornea and Cataract Advance and Surgical Technique, Cicendo Eye Hospital, Bandung, 2011.
Simposium dan Lokakarya Optical Coherence Tomography II, Cicendo Eye Hospital, Bandung, 2011.
Seminar Phacoemusification, Jakarta Eye Centre, Jakarta, 2011
Glaucoma and Oculoplasty Course, Jakarta Eye Centre, 2011
Workshop Penyusunan Modul P3D Berbasis Kompetensi, FK USU, Medan, 2011
Workshop Ujian Kompetensi Dokter Indonesia, Medan, 2011
Attachment in Singapore National Eye Centre, Singapore, 2011
Workshop Ujian National Dokter Spesialis Mata Indonesia, Jakarta, 2012
Pertemuan Ilmiah Tahunan Perhimpunan Dokter Spesialis Mata Indonesia (PERDAMI), Surabaya, 2012
DAFTAR ISI
ABSTRAK ...i
ABSTRACT ...iv
UCAPAN TERIMA KASIH ...vi
DAFTAR ISI ...xiii
DAFTAR SINGKATAN...xix
DAFTAR DIAGRAM ...xxi
DAFTAR GAMBAR ...xxii
DAFTAR TABEL ...xxvii
DAFTAR LAMPIRAN ...258
BAB I PENDAHULUAN... 1 1.1. Latar Belakang ...……… 1 1.2. Rumusan Masalah... 7 1.3. Tujuan Penelitian... 8 1. Tujuan Umum... 8 2. Tujuan Khusus... 8 1.4. Manfaat Penelitian... 9 1. Manfaat Teoritis... 9 2. Manfaat Metodologis... 9 3. Manfaat Aplikatif... 10 1.5. Orisinalitas... 10 1.6. Potensi Hak atas Kekayaan Intelektual... 11
BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN... 12
2. Klasifikasi Glaukoma ... 13 3. Prevalensi... 14
4. Faktor Resiko... 14 2.2. Patogenese Neuropati Optik Glaukoma ... 17
1. Kerusakan Neuron Primer... 18 2. Kerusakan Neuron Sekunder... 21 2.3. Mekanisme Kerusakan Sel Ganglion Retina... 22 2.4. Progresifitas Glaukoma... 31 2.5. Stress Oksidatif Marker Malonildialdehyde... 36 1. Sumber Penghasil Radikal Bebas ... 36 2. MDA Hasil Utama Peroksidasi Lipid ... 39
3. MDA Sebagai Petanda Biologis Stress
Oksidatif ... 44 4. MDA dan Glaukoma ... 47 2.6. Redox Enzyme Gluthathion Peroxidase... 48
1. Gluthathion... 48
2. Gluthathion Peroxidase... 49 2.7. Penatalaksanaan... 51 2.8. Ginkgo Biloba... 52
2.10. Hipotesis Penelitian... 62
1. Hipotesis Mayor... 62
2. Hipotesis Minor... 62
2.11. Kerangka Konseptual... 63
BAB III METODOLOGI PENELITIAN... 64 3.1. Desain Penelitian... 64 3.2. Alur Penelitian... 64 3.3 Tempat dan Waktu Penelitian... 65 3.4. Populasi Penelitian... 65 3.5. Kriteria Sampel Penelitian... 66 3.6. Besar Sampel... 67 3.7. Identifikasi Variabel dan Definisi Operasional
Variabel... 68 3.8. Bahan dan Cara Kerja... 71
1. Prosedur Kerja Pemeriksaan Tekanan
Intraokuli... 72 2. Prosedur Kerja Pemeriksaan Optik Disk... 73 3. Prosedur Kerja Pemeriksaan Lapang
Pandangan... 74 4. Pemeriksaan Sudut Bilik Mata... 78 5. Pemeriksaan Lapisan serabut Syaraf
Retina dan Optic Nerve Head... 79.
3.9. Cara Kerja Penelitian... 84 3.10 Manajemen dan Analisa Data... 87 1. Manajemen Data... 87 2. Analisa Data... 88 3.11 Landasan Etik Penelitian... 89
BAB IV HASIL PENELITIAN... 90 4.1. Karakteristik Umum Penelitian ... 90 4.2. Hasil Hubungan Kadar MDA dan GPx dengan
Progresifitas Syaraf Optik... 114
BAB V PEMBAHASAN ... 226 5.1. Analisis Karakteristik Umum ... 227 5.2. Analisis Karakteristik Klinis ... 228 5.3. Analisis Hubungan MDA dan GPx dengan
Progresifitas Syaraf Optik... 235
BAB VI SIMPULAN DAN SARAN... 242
6.1. Simpulan... 242 6.2. Saran... 244
DAFTAR PUSTAKA ... 245
DAFTAR SINGKATAN
ATP = Adenin Trifosfat
AIF = Apoptotic Inducing Factor
ALEs = Advanced Peroxidation End Products
AMPA = Aminohidroksil Metilisoksazol Propionic Acid ARMD = Age Related Macular Degeneration
BCVA = Best Corrected Visual Acuity DNA = Deoxyribo Nucleic Acid GB = Ginkgo Biloba
GPx = Glutation Peroksidase GSH = Glutation (tereduksi) GSSG = Glutation (teroksidasi) H2O2 = Hidrogen Peroksida HNE = Hydroxynonenal
HPLC = High Performance Liquid Chromatography HSP 70 = Heat Shock Protein
LDL = Low Density Lipoprotein
LSSR = Lapisan Serabut Syaraf Retina MD = Mean Defect
MDA = Malonildialdehyde
m-Glur = G-protein-coupled ‘metabotropic’ glutamat receptors NADPH = Nicotinamide adenin dinucleotida phospat
NMDA = N-methyl D aspartat NO = Nitric Oxide
ONH = Optic Nerve Head
PARP = Poli ADP Ribose Polimerase POAG = Primary Open Angle Glaucoma PSD = Pattern Standart Defect
PUFA = Polyunsaturated Fatty Acid RGCs = Reactive Carbonyl Compounds ROS = Reactive Oxigen Species SDO = Sawar Darah Otak
Se = Selenium
SOD = Superoksida Dismutase SOR = Spesies Oksigen Reaktif
TBARS = Thiobarbituric Acid Reactive Substancector TIO = Tekanan Intra Okuli
DAFTAR DIAGRAM
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1. Gambar Stratus OCT... 35 Gambar 2.2. Sumber eksogen dan endogen radikal bebas ... 37 Gambar 2.3. Metabolisme asam arakhidonat dan peroksidase lipid ... 39 Gambar 2.4. Tiga fase reaksi berantai peroksidase ... 41 Gambar 2.5. Tahap skematis peroksidase lipid... 43 Gambar 2.6. Rumus bangun MDA ... 44 Gambar 2.7. Reaksi gluthathion peroxidase dengan oksidan... 50 Gambar 2.8. Stuktur Gingkolides... 53 Gambar 2. 9. Struktur Bilobalides ... 53
Gambar 2.10. Struktur Quarcetin, Kaemferol, Isorhamnetin ... 54 Gambar 2.11. Efek Gingko biloba ... 58 Gambar 4.1. Hubungan MDA dengan TIO pada kelompok
standar + GB dan kelompok standar + plasebo
pada awal, bulan ketiga dan akhir penelitian... 114 Gambar 4.2 Hubungan MDA dengan MD pada kelompok
standar + GB dan kelompok standar + plasebo
pada awal, bulan ketiga dan akhir penelitian ... 118 Gambar 4.3. Hubungan MDA dengan PSD pada kelompok
standar + GB dan kelompok standar + plasebo
pada awal, bulan ketiga dan akhir penelitian... 122 Gambar 4.4. Hubungan MDA dengan ketebalan LSSR superior
penelitian ……….. 126
Gambar 4.5. Hubungan MDA dengan ketebalan LSSR nasal pada kelompok standar + GB dan kelompok standar + plasebo pada awal, bulan ketiga dan akhir
penelitian ... 130 Gambar 4.6. Hubungan MDA dengan ketebalan LSSR inferior
pada kelompok standar + GB dan kelompok standar + plasebo pada awal, bulan ketiga
dan akhir penelitian ... 134 Gambar 4.7. Hubungan MDA dengan ketebalan LSSR temporal
pada kelompok standar + GB dan kelompok standar + plasebo pada awal, bulan ketiga dan
akhir penelitian ...138 Gambar 4.8. Hubungan MDA dengan ketebalan mean LSSR
pada kelompok standar + GB dan kelompok standar + plasebo pada awal, bulan ketiga dan
akhir penelitian... 142 Gambar 4.9. Hubungan MDA dengan disc area pada kelompok
kelompok standar + GB dan kelompok standar + plasebo pada awal, bulan ketiga dan akhir
penelitian ... 146 Gambar 4.10. Hubungan MDA dengan cup area pada kelompok
kelompok standar + GB dan kelompok standar + plasebo pada awal, bulan ketiga dan akhir
Gambar 4.11. Hubungan MDA dengan rim area pada kelompok kelompok standar + GB dan kelompok standar + plasebo pada awal, bulan k etiga dan akhir
penelitian ... 154 Gambar 4.12. Hubungan MDA dengan cup disc ratio pada
kelompok standar + GB dan kelompok standar + plasebo pada awal, bulan ketiga dan bulan
keenam penelitian ... 158 Gambar 4.13. Hubungan MDA dengan cup disc ratio vertical
pada kelompok standar + GB dan kelompok standar + plasebo pada awal, bulan ketiga dan
bulan keenam penelitian ... 162 Gambar 4.14. Hubungan MDA dengan cup volume pada
kelompok standar + GB dan kelompok standar + plasebo pada awal, bulan ketiga dan akhir
penelitian ... 166 Gambar 4.15. Hubungan GPx dengan TIO pada kelompok
standar+ GB dan kelompok standar + plasebo
pada awal, bulan ketiga dan akhir penelitian... 170 Gambar 4.16. Hubungan GPx dengan MD pada kelompok
standar + GB dan kelompok standar + plasebo
pada awal, bulan ketiga dan akhir penelitian... 174 Gambar 4.17. Hubungan GPx dengan PSD pada kelompok
standar + GB dan kelompok standar + plasebo
Gambar 4.18. Hubungan GPx dengan ketebalan LSSR superior pada kelompok standar + GB dan kelompok standar + plasebo pada awal, bulan ketiga dan
akhir penelitian... 182 Gambar 4.19. Hubungan GPx dengan ketebalan LSSR nasal
pada kelompok standar + GB dan kelompok standar + plasebo pada awal, bulan ketiga dan
akhir penelitian... 186 Gambar 4.20. Hubungan GPx dengan ketebalan LSSR inferior
pada kelompok standar + GB dan kelompok standar + plasebo pada awal, bulan ketiga dan
akhir penelitian... 190 Gambar 4.21. Hubungan GPx dengan ketebalan LSSR temporal
pada kelompok standar + GB dan kelompok standar + plasebo pada awal, bulan ketiga dan
akhir penelitian... 194 Gambar 4.22. Hubungan GPx dengan ketebalan mean LSSR
pada kelompok standar + GB dan kelompok standar + plasebo pada awal, bulan ketiga
dan akhir penelitian ... 198 Gambar 4.23. Hubungan GPx dengan disc area pada kelompok
standar + GB dan kelompok standar + plasebo
dari awal, bulan ketiga dan akhir penelitian... 202 Gambar 4.24. Hubungan GPx dengan cup area pada kelompok
pada awal, bulan ketiga dan akhir penelitian ... 206 Gambar 4.25. Hubungan GPx dengan rim area pada kelompok
standar + GB dan kelompok standar + plasebo pada awal, bulan ketiga dan akhir penelitian ... 210 Gambar 4.26. Hubungan GPx dengan cup disc ratio pada kelompok standar+ GB dan kelompok standar + plasebo pada awal, bulan ketiga dan akhir penelitian... 214 Gambar 4.27. Hubungan GPx dengan cup disc ratio vertical pada kelompok standar + GB dan kelompok standar + plasebo pada awal, bulan ketiga dan akhir penelitian... 218 Gambar 4.28. Hubungan GPx dengan cup volume pada kelompok
standar + GB dan kelompok standar + plasebo pada
DAFTAR TABEL
Tabel 4.1. Karakteristik klinis dasar subjek pada awal penelitian ... 91 Tabel 4.2. Perbandingan nilai BCVA pada awal, bulan ketiga
dan bulan keenam penelitian antara kelompok standar
+ GB dan kelompok standar + plasebo... 94 Tabel 4.3. Perbandingan nilai TIO pada awal, bulan ketiga dan
bulan keenam penelitian antara kelompok standar +
GB dan kelompok standar + plasebo ... 95 Tabel 4.4. Perbandingan kadar MDA pada awal, bulan ketiga
dan bulan keenam penelitian antara kelompok standar
+GB dan kelompok standar + plasebo ... 96 Tabel 4.5. Perbandingan kadar GPx pada awal, bulan ketiga
dan bulan keenam penelitian antara kelompok standar
+GB dan kelompok standar + plasebo ... 97 Tabel 4.6. Perbandingan nilai MD pada awal, bulan ketiga dan
bulan keenam penelitian antara kelompok standar
+GB dan kelompok standar + plasebo ... 98 Tabel 4.7. Perbandingan nilai PSD pada awal, bulan ketiga dan
bulan keenam penelitian antara kelompok standar
+GB dan kelompok standar + plasebo... 99 Tabel 4.8. Perbandingan ketebalan LSSR superior pada awal, bulan ketiga dan bulan keenam penelitian antara
kelompok standar+GB dan kelompok standar+plasebo ... 100 Tabel 4.9. Perbandingan ketebalan LSSR nasal pada awal, bulan
ketiga dan bulan keenam penelitian antara kelompok
standar +GB dan kelompok standar + plasebo……… 101 Tabel 4.10. Perbandingan ketebalan LSSR inferior pada awal,
Tabel 4.11. Perbandingan ketebalan LSSR temporal pada awal, bulan ketiga dan bulan keenam penelitian antara kelompok standar + GB dan kelompok standar
+ plasebo... 103 Tabel 4.12. Perbandingan ketebalan mean LSSR pada awal,
bulan ketiga dan bulan keenam penelitian antara kelompok standar + GB dan kelompok standar +
plasebo... 104 Tabel 4.13. Perbandingan nilai ONH disc ratio pada awal, bulan
ketiga dan bulan keenam penelitian antara kelompok
standar + GB dan kelompok standar + plasebo... 105 Tabel 4.14. Perbandingan nilai ONH cup area ratio pada awal,
bulan ketiga dan bulan keenam penelitian antara kelompok standar + GB dan kelompok standar +
plasebo ... 106 Tabel 4.15. Perbandingan nilai ONH rim area pada awal, bulan
ketiga dan bulan keenam penelitian antara kelompok
standar + GB dan kelompok standar + plasebo... 107 Tabel 4.16. Perbandingan nilai ONH cup disc ratio pada awal,
bulan ketiga dan bulan keenam penelitian antara kelompok standar + GB dan kelompok standar +
plasebo ... 108 Tabel 4.17. Perbandingan nilai ONH cup disc ratio vertical pada
awal, bulan ketiga dan bulan keenam penelitian antara kelompok standar + GB dan kelompok standar
+ plasebo ... 109 Tabel 4.18 Perbandingan nilai ONH cup volume pada awal,
DAFTAR LAMPIRAN
HUBUNGAN STRESS OKSIDATIF MARKER MALONILDIALDEHYDE
DAN REDOX ENZYME GLUTHATHION PEROXIDASE DENGAN
PROGRESIFITAS SYARAF OPTIK PASKA PEMBERIAN GINKGO BILOBA PADA PENDERITA GLAUKOMA SUDUT TERBUKA PRIMER
ABSTRAK
Latar Belakang
:
Glaukoma merupakan kumpulan penyakit dengan neuropati optik yang ditandai dengan penurunan lapang pandangan dan peningkatan tekanan intraokuli sebagai faktor resiko utama. Glaukoma ini dapat menyebabkan kebutaan apabila tidak ditangani dengan segera. Berbagai patogenesis dikemukakan yang berhubungan dengan terjadinya glaukoma, salah satunya adalah keterlibatan radikal bebas dan redox enzyme. Berbagai antioksidan dan neuroprotektif telah dicoba pada penderita glaukoma tetapi hasilnya belium memuaskan.Tujuan : Membuktikan hubungan stress oksidatif marker
malonildialdehyde dan redox enzyme gluthathion peroxidase dengan progresifitas syaraf optik paska pemberian ginkgo biloba.
Metode : Sebuah studi eksperimental, prospektif, double blind, dengan kontrol telah dilakukan meliputi pemeriksaan laboratorium berupa pemeriksaan kadar plasma MDA dan sel darah merah GPx dengan spektrofotometri, pemeriksaan ketebalan retina dan optic nerve head
dengan Stratus OCT, pemeriksaan lapang pandangan dengan Optopol 910 dalam menilai progresifitas syaraf optik paska pemberian ginkgo biloba.
Hasil : Subjek terpilih terdiri dari dua kelompok standar + GB dan standar + plasebo. Kelompok standar + GB terdiri dari 20 orang (27 mata) dan kelompok standar + plasebo terdiri dari 20 orang (26 mata). Pemeriksaan kadar plasma MDA dan sel darah merah GPx, tekanan intra okuli, lapang pandangan (MD dan PSD), lapisan serabut syaraf retina, optic nerve head
kelompok yang mendapat terapi ginkgo biloba pada bulan ketiga dan bulan keenam (p<0,05). Pada awal penelitian, nilai rerata MD dan PSD pada kelompok standar + GB masing –masing adalah 0,14 ± 0,04 dan 0,97 ±0,26, dan nilai rerata MD dan PSD pada kelompok standar + plasebo masing –masing adalah 0,18 ± 0,06 dan 0,94 ± 0,23. Tampak peningkatan lapang pandangan (MD dan PSD) pada kelompok yang mendapat terapi ginkgo biloba pada bulan ketiga dan keenam (p<0,05). Pada awal penelitian, nilai rerata LSSR superior, nasal, inferior, temporal pada kelompok standar + GB masing-masing adalah 89,00 ± 8,60, 46,74
± 5,58, 92,04 ± 4,58 dan 47,52 ±3,03 dan nilai rerata LSSR superior
nasal, inferior, temporal pada kelompok standar + plasebo masing-masing adalah 92,96 ± 8,37, 50,92 ± 8,00, 95,58 ± 7,58 dan 49,65 ±7,42. Tampak perubahan ketebalan LSSR yang signifikan secara statistika pada kelompok yang mendapat terapi ginkgo biloba pada bulan ketiga dan bulan keenam penelitian (p<0,05). Pada awal penelitian, nilai rerata disc area (DA), cup area (CA), rim area (RA), cup disc ratio (CDR), cup disc ratio vertical (CDRV) dan cup volume (CV) pada kelompok standar + GB masing-masing adalah 2,50 ± 0,62, 1,52 ±0,37, 0,93 ± 0,02, 0,72 ± 0,14, 0,73 ± 0,14, 0,44 ± 0,10 dan nilai rerata disc area (DA), cup area (CA),
rim area (RA), cup disc ratio (CDR), cup disc ratio vertical (CDRV) dan cup volume (CV) pada kelompok standar + plasebo masing-masing adalah 2,60 ± 0,68, 1,43 ±0,38, 1,03 ± 0,02, 0,70 ± 0,14, 0,75 ± 0,12, 0,44 ± 0,18. Tampak perubahan nilai optic nerve head ( RA, CDR, CDRV, CV) yang signifikan secara statistika pada kelompok yang mendapat terapi ginkgo biloba (p<0,05). Dengan menggunakan one way anova
untuk menilai kadar MDA pada masing-masing kelompok pada awal, bulan ketiga dan bulan keenam penelitian dijumpai perbedaan yang signifikan pada kelompok yang mendapat terapi ginkgo biloba (p<0,05), sedangkan kadar GPx pada kedua kelompok pada awal, bulan ketiga dan bulan keeenam dijumpai perbedaan yang signifikan (p<0,05). Tekanan intraokuli pada kedua kelompok pada awal, bulan ketiga dan bulan keenam penelitian dijumpai perbedaan yang signifikan (p<0,05). Lapang pandangan pada awal, bulan ketiga dan bulan keenam penelitian dijumpai perbedaan yang signifikan pada kelompok yang mendapat terapi ginkgo biloba (p<0,05). Ketebalan LSSR pada kedua kelompok pada awal, bulan ketiga dan bulan keenam penelitian dijumpai perbedaan yang signifikan (p<0,05). Rim area, cup disc area dan cup disc ratio vertical pada kelompok yang mendapat terapi ginkgo biloba pada awal, bulan ketiga dan bulan keenam penelitian dijumpai perbedaan yang signifikan (p<0,05). Hasil korelasi memperlihatkan adanya hubungan antara MDA dengan fungsi lapang pandangan (MD dan PSD), tekanan intra okuli dan optic nerve head (disc area dan cup area) pada kelompok yang mendapat terapi ginkgo biloba dan tampak adanya hubungan antara GPx dengan ketebalan LSSR inferior dan optic nerve head (cup disc ratio vertical dan
Kesimpulan : Ginkgo biloba dapat merubah kadar stress oksidatif marker MDA dan redox enzyme GPx serta menurunkan progresifitas glaukoma dan ditemukan adanya hubungan antara stress oksidatif marker MDA dan
redox enzyme GPx dengan progresifitas glaukoma paska pemberian ginkgo biloba.
CORRELATION BETWEEN OXIDATIVE STRESS MARKER
MALONILDIALDEHYDE AND REDOX ENZYMEGLUTHATHION
PEROXIDE WITH OPTIC NERVE PROGRESSION AFTER GIVEN
GINKGO BILOBA IN PRIMARY OPEN ANGLE GLAUCOMA
ABSTRACT
Background : Glaucoma is a group of disease optic neuropathy with decrease of visual field and increase intra ocular pressure as a important factor. Glaucoma can caused blindness if there is not treat immediately. Oxidative stress is one of pathogenesis of glaucoma. Many trial of antioxidant and neuroprotective in glaucoma, but the result not satisfaction.
Objective : To investigate correlation between oxidative stress marker malonildialdehyde and redox enzyme gluthathion peroxidation with optic nerve progression after given ginkgo biloba in primary open angle glaucoma.
Methods : An experimental study, prospective, double blind , with control, had been conducted including laboratory examination of MDA and GPx level with spektrofotometry, visual field with Optopol 910, retinal thickness with Stratus OCT to measured glaucoma progression after ginkgo biloba treatment.
0,06, 0,94 ± 0,23. Treatment of ginkgo biloba showed increase of visual field (p<0,05). Mean value of superior RNFL, nasal RNFL, inferior RNFL, temporal RNFL at the beginning examination for standard + GB group and standard + placebo group were 89,00 ± 8,60, 46,74 ± 5,58, 92,04 ±
4,58, 47,52 ± 3,03 and 92,96 ± 8,37, 50,92 ± 58,00, 95,58 ± 7,58,
49,65 ±7,42. Mean value of optic nerve head (DA, CA, RA, CDR, CDRV,
CV) for standard + GB group and standard + placebo group were 2,50 ± 0,62, 1,52 ±0,37, 0,93 ± 0,02, 0,72 ± 0,14, 0,73 ± 0,14, 0,44 ± 0,10 and 2,60 ± 0,68, 1,43 ±0,38, 1,03 ± 0,02, 0,70 ± 0,14, 0,75 ± 0,12, 0,44 ± 0,18. Treatment of ginkgo biloba also showed increase of retinal nerve fiber layer (p<0,05) and showed an alterate optic nerve head (p<0,05). With one way anova statistic, showed a significant difference MDA in group with ginkgo biloba treatment, but in GPx showed a significant difference for the two groups. Visual field showed a significant difference in group with ginkgo biloba treatment. .Mean value of retinal thickness showed a significant difference in the two groups (p<0,05). In optic nerve head, mean value of rim area, cup disc ratio and cup disc ratio vertical showed a significant difference in group with ginkgo biloba treatment (p<0,05). Correlation result showed there was a correlation between MDA and visual field (MD and PSD), intra ocular pressure, optic nerve head and there was a correlation between GPx with retinal nerve fiber layer and optic nerve head.
Conclusion : Ginkgo biloba can alterate MDA level and GPx level, decreased glaucoma progression, and showed a correlation between MDA and GPx with glaucoma progression after ginkgo biloba treatment.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Glaukoma merupakan salah satu penyakit mata yang sering terjadi dan dapat menyebabkan kebutaan yang irreversibel jika tidak segera ditangani. Glaukoma sering disebut “the silent thief of sight“ atau si pencuri penglihatan oleh karena sering terjadi secara tiba-tiba tanpa ada
gejala terlebih dahulu (Lee, 1999). Menurut American Academy of Ophthalmology, glaukoma
merupakan kumpulan penyakit berupa neuropati optik disertai hilangnya lapang pandangan dan tekanan intraokuli merupakan faktor resiko utama (Skuta, et al., 2010). Glaukoma merupakan salah satu penyakit mata yang banyak dijumpai dalam masyarakat baik di Indonesia maupun di belahan dunia lainnya yang dapat menyebabkan kebutaan yang irreversibel (Ilyas, 2001).
Di Indonesia, glaukoma merupakan penyakit mata yang sering dijumpai. Berdasarkan Survai Kesehatan Indera tahun 1996-2000, glaukoma merupakan penyebab kebutaan kedua setelah katarak dengan persentase 0,2% dari total angka kebutaan 1,5% (Depkes RI, 2003).
Secara klinis, glaukoma dibagi atas 3 bagian yaitu glaukoma sudut terbuka, glaukoma sudut tertutup, dan glaukoma pada anak. Dari ketiga glaukoma ini, glaukoma sudut terbuka yang paling sering dijumpai. Hampir 75% penderita glaukoma menderita glaukoma sudut terbuka (Skuta, et al., 2010).
Glaukoma menyebabkan hilangnya fungsi penglihatan dengan cara merusak syaraf optik. Neuropati optik, hilangnya lapang pandangan dan peningkatan TIO sebagai faktor resiko merupakan manifestasi dari penyakit ini (Lisegang, et al., 2009; Wong, 2001). Gangguan syaraf optik ini masih belum begitu jelas mekanismenya, tetapi ada dua hipotesa yang menggambarkan perkembangan dari neuropati optik pada glaukoma yaitu kerusakan neuron primer (primary neuronal damage) dan kerusakan neuron sekunder (secondary neuronal damage). Kerusakan neuron primer terdiri atas faktor mekanik, faktor iskemik dan reperfusion injury. Sebenarnya teori ini saling berkaitan satu sama lainnya (Dada, et al., 2006; Lisegang, et al.,2005; Agarwal, 1997).
Sebaliknya, kerusakan neuron sekunder lebih ditekankan adanya kerusakan dari sel-sel ganglion retina dan sel-sel disekitarnya yang diakibatkan oleh trauma ataupun faktor-faktor yang bersifat toksik yang
berasal dari kerusakan primer yang terjadi sebelumya seperti eksitotoksisiti glutamat, NMDA, dan nitrik oksida dan radikal bebas
( Lisegang,et al., 2005),
Kondisi iskemik dapat mencetuskan berbagai proses selular yang masing-masing dapat berjalan sendiri ataupun saling berkaitan, namun semuanya bisa berakhir dengan kerusakan dari syaraf optik yang menetap. Rangkaian proses tersebut dimulai dengan berkurangnya pasokan oksigen kemudian diikuti proses selular yang meliputi peningkatan glutamat, proses inflamasi dengan peningkatan pelepasan sitokin dan migrasi leukosit serta terbentuknya radikal bebas (Dada, et al., 2006).
Radikal bebas bersifat sangat reaktif dan cenderung bereaksi dengan molekul lain untuk mencari pasangan elektronnya yang bersifat lebih stabil. Radikal bebas dapat bereaksi dengan berbagai molekul terutama lipid membran, protein, dan DNA sehingga dapat merubah struktur dan fungsinya yang pada akhirnya menyebabkan kematian sel (Drog, 2002).
Berbagai substansi biologis dikembangkan sebagai petanda biologis (biomarker) stress oksidatif. Substansi yang dikenal dan banyak dipakai sebagai petanda biologis peroksidase lipid dan stress oksidatif adalah malonildialdehyde (MDA). MDA banyak didapatkan dalam sirkulasi dan merupakan produk utama hasil reaksi radikal bebas dengan fosfolipid (Donne, et al., 2006; Kadiiska, et al., 2005).
Selain dari MDA, ada beberapa mekanisme untuk meredam stress oksidatif dengan melibatkan enzim antioksidan seperti gluthathion peroxidase, katalase, sodium dismutase dan askorbat (Haliwell, 1991).
Gluthathion merupakan suatu tripeptida yang terdiri atas glisin, sistein dan asam glutamat, yang dapat mencegah SOR dengan fungsinya sebagai antioksidan. Gluthathion ini dapat juga berhubungan dengan SOR dan bahan karsinogenik melalui reaksi dengan enzim gluthathion S-transferase yang akhirnya dapat mengakibatkan kerusakan jaringan (Boveris, et al., 2000).
Ada beberapa penelitian seperti penelitian Labib (2010) terjadi peningkatan yang bermakna pada MDA dan penurunan yang bermakna pada GPx melalui cairan humor akuous pada penderita glaukoma dibandingkan dengan kontrol (Hany, et al., 2010).
serabut syaraf retina, lapang pandangan dan tekanan intra okuli (Shaban & Demirel, et al., 2009). Sampai saat ini tujuan pengobatan glaukoma lebih mengarah kepada pengobatan untuk menurunkan tekanan intraokuli sehingga dapat mempertahankan penglihatan. Pengobatan glaukoma ini dimulai dengan pemberian obat-obatan baik topikal maupun oral, bedah laser, pembedahan atau gabungannya. Pengobatan glaukoma ini biasanya dimulai dengan obat-obatan (medical treatment). Obat-obatan tersebut bertujuan untuk menurunkan produksi akuous humor dan meningkatkan outflow akuous baik yang melewati trabekular meshwork ataupun uveoscleral. Mengingat setiap obat memunyai efek samping lokal maupun sistemik maka diperlukan acuan rasional agar tercapai kualitas hidup yang baik. Acuan rasional tersebut adalah dengan adanya target pressure yakni penurunan tekanan intraokuli > 20% dari nilai batas normal (Lisegang, et al., 2009 ; Ritch R, 1996).
Untuk menurunkan resiko terjadinya glaukoma atau kebutaan akibat glaukoma, ada beberapa obat yang sering dipakai. Penelitian baru-baru ini menyatakan bahwa kombinasi antara timolol maleat dan latanoprost sangat efektif dalam menurunkan tekanan intraokuli yang dapat mencegah kerusakan lebih lanjut dari syaraf optik ( Kaushik, et al., 2005)
Ada beberapa neuroprotektif yang dapat digunakan antara lain
calcium channel blocker, nitrix oxide synthase, dan ekstrak ginkgo biloba (Khaushik, 2003). Penelitian sebelumnya pernah meneliti pemberian vitamin A terhadap penderita glaukoma dan tidak memunyai efek terhadap tekanan intraokuli dan lapang pandangan (Glaucoma Research Foundation, 2007). Pemberian vitamin C juga pernah diteliti, tetapi efeknya hanya minimal dan banyak menimbulkan komplikasi seperti diare dan dehidrasi (Jae, 2003).
Ginkgo biloba adalah salah satu spesies tanaman yang tertua dan daunnya sering digunakan untuk tanaman percobaan sampai saat ini. Di dataran China, ginkgo biloba ini telah dipakai beberapa abad, dan sekarang penelitian modern mencoba untuk menggunakan ekstrak ginkgo biloba sebagai neuroprotektif dan antioksidan. Dahulu dan sampai sekarang ginkgo biloba banyak dipakai pada pasien-pasien yang mengalami dementia ataupun pada penderita Alzeimer dengan dosis 120 mg/hari (Gilbert, 1997, Oyama, 1996).
Berdasarkan uraian diatas, glaukoma dapat menyebabkan kerusakan syaraf optik yakni dengan peningkatan tekanan intraokuli sebagai faktor resiko utama, tetapi sampai saat ini penggunaan obat untuk menurunkan tekanan intraokuli dan penggunaan antioksidan, seperti vitamin A dan vitamin C tidak memuaskan. Ginkgo biloba yang kaya akan flavonoids memiliki khasiat sebagai neuroprotektif sekaligus antioksidan.
Sampai saat ini, belum pernah ada penelitian yang mempublikasikan tentang perubahan stress oksidatif marker MDA dan
redox enzyme GPx dengan progresifitas syaraf optik paska pemberian ginkgo biloba pada penderita glaukoma sudut terbuka primer dan hubungan antara perubahan stress oksidatif marker MDA dan redox enzyme GPx dengan progresifitas syaraf optik paska pemberian ginkgo biloba pada penderita glaukoma sudut terbuka primer.
1. 2. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang, maka dapat dirumuskan pertanyaan penelitian sebagai berikut :
1. Apakah pemberian ginkgo biloba akan menurunkan kadar MDA pada glaukoma sudut terbuka primer?
2. Apakah pemberian ginkgo biloba akan meningkatkan kadar GPx pada glaukoma sudut terbuka primer?
4. Apakah ada perbedaan kadar GPx pada penderita glaukoma sudut terbuka primer yang mendapat ginkgo biloba dengan yang tidak mendapat ginkgo biloba?
5. Apakah perubahan kadar MDA dan GPx berhubungan dengan progresifitas syaraf optik pada glaukoma sudut terbuka primer?
1.3. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Menganalisis perubahan stress oksidatif marker malonildialdehyde
dan redox enzyme gluthathion peroxidase dengan progresifitas syaraf optik paska pemberian ginkgo biloba pada penderita glaukoma sudut terbuka primer.
2. Tujuan Khusus
a. Menilai perubahan kadar stress oksidatif marker MDA setelah pemberian ginkgo biloba pada penderita glaukoma sudut terbuka primer.
b. Menilai perubahan kadar redox enzyme GPx setelah pemberian ginkgo biloba pada penderita glaukoma sudut terbuka primer.
d. Menilai perubahan kadar redox enzyme GPx setelah pemberian ginkgo biloba dengan yang tidak mendapat ginkgo biloba pada penderita glaukoma sudut terbuka primer.
e. Menilai hubungan stress oksidatif marker MDA dan redox enzyme
GPx dengan progresifitas syaraf optik.
1.4. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoretis
a. Dengan mengetahui adanya hubungan stress oksidatif marker MDA dan redox enxyme GPx dengan progresifitas syaraf optik paska pemberian ginkgo biloba, maka kita dapat mengetahui bahwa ginkgo biloba memunyai peran pada penyakit glaukoma primer sudut terbuka sebagai antioksidan sekaligus sebagai neuroprotektif.
b. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan peran petanda stress oksidatif marker MDA dan redox enzyme GPx sebagai alternatif marker yang rutin dilakukan pada penderita glaukoma sudut terbuka primer.
c. Penelitian ini diharapkan mampu memberikan informasi yang bermanfaat sebagai landasan teoretis tingkat seluler dan biologi molekuler pada glaukoma sudut terbuka primer.
2. Manfaat Metodologis
pada penderita glaukoma sudut terbuka primer.Penelitian ini diharapkan mampu menggunakan pemeriksaan.
b. MDA dan GPx sebagai stress oksidatif marker pada penderita glaukoma sudut terbuka primer.
c. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi pedoman untuk penelitian selanjutnya dalam pengembangan ilmu biologi molekular.
3. Manfaat Aplikatif
a. MDA diharapkan dapat menjadi stress oksidatif marker dan GPx sebagai redox enzyme pada penilaian glaukoma sudut terbuka primer.
b. Penggunaan ginkgo biloba diharapkan dapat menjadi neuroprotektif yang lebih efektif dan lebih baik pada glaukoma sudut terbuka primer.
1. 5. Orisinalitas
Berdasarkan penelusuran secara kepustakaan, peneliti belum menemukan penelitian tentang hubungan perubahan stress oksidatif marker malonildialdehyde dan redox enzyme gluthathion peroxidase
2005) dan hubungan stress oksidatif marker dengan severity glaukoma (Ghanem, et al., 2010).
1.6. Potensi Hak atas Kekayaan Intelektual (HAKI)
a. Ginkgo biloba berguna sebagai neuroprotektif dan antioksidan pada glaukoma sudut terbuka primer.
BAB II
TINJAUAN KEPUSTAKAAN
2.1. Glaukoma Sudut Terbuka Primer
1. Definisi Glaukoma
Glaukoma didefinisikan sebagai suatu kumpulan penyakit dengan karakteristik neuropati optik yang berhubungan dengan penurunan lapang pandangan dan peningkatan tekanan intraokuli sebagai satu faktor resiko utama (Skuta, et al., 2010; Kansky, 2002).
Di dalam dunia kedokteran, glaukoma dibagi atas glaukoma sudut terbuka, glaukoma sudut tertutup dan glaukoma pada anak (Lisegang, et al., 2009). Klasifikasi glaukoma secara lengkap dan terperinci tertera pada klasifikasi glaukoma berdasarkan American Academy of Ophthalmology.
Dari ketiga glaukoma ini, glaukoma sudut terbuka yang paling sering dijumpai. Sekitar 75% penderita glaukoma menderita glaukoma sudut terbuka (Skuta, et al., 2010). Glaukoma sudut terbuka primer merupakan neuropati optik kronis dengan progresifitas yang perlahan-lahan dengan karakteristik adanya ekskavatio dari syaraf optik, gangguan lapang pandangan, hilangnya sel dan akson ganglion retina dan memiliki sudut iridocorneal yang terbuka. Glaukoma sudut terbuka primer ini lebih sering dijumpai pada usia dewasa (Lisegang, et al., 2005).
menyebabkan kerusakan syaraf optik sehingga progresifitas glaukoma berlanjut.
2. Klasifikasi Glaukoma
Klasifikasi glaukoma berdasarkan American Academy of Ophthalmology adalah:
I. Glaukoma Sudut Terbuka (glaukoma yang paling sering terjadi) 1.Glaukoma Sudut Terbuka Primer
2.Glaukoma Bertekanan Normal 3.Glaukoma Juvenile
4.Suspek Glaukoma
5.Glaukoma Sudut Terbuka Sekunder II. Glaukoma Sudut Tertutup
1.Glaukoma Sudut Tertutup Primer i.Akut
ii.Subakut iii.Kronik
2.Glaukoma Sudut Tertutup Sekunder dengan Blok Pupil 3.Glaukoma Sudut Tertutup Sekunder Tanpa Blok Pupil 4.Sindroma Iris Plateau
III. Childhood Glaukoma
1.Glaukoma Kongenital Primer
3. Prevalensi
Glaukoma merupakan penyebab kebutaan kedua di dunia, sekitar lebih dari 5 juta atau 13,5% dari total kebutaan di dunia. Berdasarkan klasifikasi glaukoma, glaukoma sudut terbuka merupakan glaukoma yang paling sering dijumpai. Di negara barat, prevalensi glaukoma sudut terbuka sekitar 1,1-3% dari populasi. Pada studi di Jepang, prevalensi glaukoma sudut terbuka primer sekitar 2,62%. Prevalensi glaukoma sudut terbuka ini meningkat dengan bertambahnya usia. Biasanya penderita glaukoma sudut terbuka terjadi pada usia antara 40 sampai 70 tahun (Distelhorst & Hughes, 2003).
4. Faktor Risiko
Ada beberapa faktor risiko yang berhubungan dengan neuropati optik glaukoma pada glaukoma sudut terbuka primer yaitu peningkatan tekanan bola mata (TIO), usia dewasa, riwayat keluarga dengan glaukoma, ras (Skuta, et al., 2010)
a. Tekanan Intra Okuli
yang lebih tinggi akan lebih memungkinkan terhadap peningkatan progresifitas kerusakan diskus optikus, walaupun hubungan antara tingginya tekanan bola mata dan besarnya kerusakan sampai saat ini masih diperdebatkan. Beberapa kasus menunjukkan, bahwa adanya tekanan bola mata di atas nilai normal akan diikuti dengan kerusakan diskus optikus dan gangguan lapang pandangan dalam beberapa tahun. Sebaliknya pada beberapa kasus, pada tekanan bola mata yang normal dapat juga terjadi kerusakan pada diskus optikus dan lapang pandangan. Oleh karena itu, definisi tekanan bola mata yang normal sangat sukar untuk ditentukan dengan pasti (Lisegang, et al., 2005).
peranan dalam progresifitas neuropati optik pada glaukoma sudut terbuka primer. Sementara itu, nilai batas normal tekanan bola mata dalam populasi berkisar antara 10–21 mmHg. Menurut Sommer, nilai rerata tekanan bola mata yang normal adalah 16 mmHg (Soeroso, 2009).
b. Umur
Faktor bertambahnya umur memunyai peluang lebih besar untuk menderita glaukoma sudut terbuka primer. Vaughan (1995), menyatakan bahwa frekuensi pada umur sekitar 40 tahun adalah 0,4%–0,7% jumlah penduduk, sedangkan pada umur sekitar 70 tahun frekuensinya meningkat menjadi 2%–3% dari jumlah penduduk. Framingham Study
dalam laporannya pada tahun 1994 menyatakan bahwa populasi glaukoma adalah sekitar 0,7% pada penduduk yang berusia 52–64 tahun, meningkat menjadi 1,6% pada penduduk yang berusia 65–74 tahun, dan 4,2% pada penduduk yang berusia 75–85 tahun. Keadaan tersebut didukung juga oleh pernyataan yang dikeluarkan oleh Ferndale Glaucoma Study pada tahun yang sama (Lisegang, et al, 2005).
c. Riwayat Keluarga
Glaukoma sudut terbuka primer juga dipengaruhi faktor keluarga. Hal ini ditunjukkan oleh beberapa survei yang pernah dilakukan. Pada
yang memunyai riwayat keluarga yang pernah menderita penyakit yang sama. Peneliti yang sama mengestimasikan bahwa resiko relatif untuk menderita glaukoma sudut terbuka primer sebesar 9,2 kali pada seseorang yang memiliki kerabat dekat yang menderita glaukoma sudut terbuka primer (Lisegang, et al., 2005).
d. Ras
Hipotesa yang menyatakan bahwa ras merupakan faktor resiko terjadinya glaukoma sudut terbuka primer berdasarkan data pada orang berkulit hitam memunyai prevalensi tiga kali lebih besar untuk menderita glaukoma sudut terbuka primer dibandingkan yang berkulit putih. Tetapi penelitian terbaru menyatakan bahwa glaukoma sudut terbuka primer ini banyak ditemukan pada populasi China dan Eskimo (Ritch, 1996).
2. 2. Patogenesis Neuropati Optik Glaukoma
neuron sekunder (secondary neuronal damage) (Dada, et al., 2006; Schwartz, 2003)
1. Kerusakan Neuron Primer
Kerusakan neuron primer ini disebabkan oleh beberapa faktor antara lain faktor mekanik dan faktor iskemik.
a. Faktor Mekanik
Menurut teori mekanis, TIO yang tinggi berperan menyebabkan kerusakan langsung pada nervus optikus dan akan mengubah struktur jaringan. Kenaikan TIO akan menghasilkan dorongan dari dalam ke luar
(inside-outside push) yang akan menekan lapisan laminar ke arah luar dan meningkatkan regangan laminar serta meningkatkan regangan dinding sklera (Lewis, et al., 1993). Selain itu dengan meningkatnya TIO akan menyebabkan remodelling dan irregularitas matriks ekstraselular syaraf optik yang akan menurunkan mechanical support bagi serabut-serabut syaraf (Sihota, et al., 2006).
Peningkatan TIO juga dapat memblok aliran aksoplasma sehingga pengiriman growth factor esensial yang dihasilkan oleh sel target dari kollikulus superior dan korpus genikulatum lateralis ke papil syaraf optik akan turun (Dada, et al., 2006)
sel-sel endotel trabekula. Keadaan tersebut secara fisiologis terjadi pada proses penuaan, tetapi pada glaukoma proses tersebut terjadi lebih progresif (Dada, et al., 2006)
b. Faktor Iskemik
Menurut teori iskemik, turunnya aliran darah di dalam lamina kribrosa akan menyebabkan iskemia dan tidak tercukupinya energi yang diperlukan untuk transport aksonal. Iskemik dan transport aksonal akan memacu terjadinya apoptosis (Lewis et al., 1993).
Pada hakekatnya kematian sel (apoptosis) dapat terjadi karena rangsangan atau jejas letal yang berasal dari luar ataupun dari dalam sel itu sendiri (bersifat aktif ataupun pasif). Kematian sel yang berasal dari dalam sel itu sendiri dapat terjadi melalui mekanisme genetik, yang merupakan suatu proses fisiologis dalam keadaan mempertahankan keseimbangan fungsinya. Proses kematian yang berasal dari luar sel dan bersifat pasif dapat tejadi karena jejas ataupun injury yang letal akibat faktor fisik, kimia, iskhemik maupun biologis (Chen, 2003). Pada proses iskemik, terjadi mekanisme autoregulasi yang abnormal sehingga tidak dapat mengkompensasi perfusi yang kurang dan terjadi resistensi (hambatan) aliran humor akuous pada trabekular meshwork yang akhirnya menyebabkan peningkatan tekanan intraokuli (TIO) (Lewis, 1993).
injury pada sel ganglion retina oleh karena adanya radikal bebas (Dada, et al., 2006).
c. Reperfusion Injury
Reperfusion injury atau cedera reperfusi adalah kerusakan jaringan yang disebabkan oleh kekurangan aliran darah ke jaringan setelah kurangnya pasokan oksigen (iskemia). Proses restorasi aliran darah ini secara paradoks akan menyebabkan kerusakan jaringan lebih lanjut (Flammer, et al., 2002).
Saat terjadi proses reperfusi sel-sel endotel trabekular meshwork yang terpapar iskemia akan terjadi adhesi leukosit dan platelet yang akan menyebabkan permeabilitas sel endotel akan meningkat. Leukosit adherent tersebut juga akan melepas spesies oksigen reaktif (radikal bebas) dan bermacam sitokin yang mengakibatkan kaskade inflamatorik.
Pathway inflamatorik dan produksi radikal bebas saling bertumpang tindih yang akan menimbulkan kerusakan yang lebih berat pada cedera reperfusi (Izzoti, et al., 2006).
darah normal ataupun rendah jika terjadi gangguan autoregulasi (Flammer. et al., 2002)
Reperfusi rekuren akan dapat menyebabkan stress oksidatif kronis terutama di mitokondria. Mitokondria sangat banyak pada syaraf optik yang disebabkan tingginya asupan energi pada area serabut-serabut mielin. Apabila terjadi reperfusi, maka mitokondria akan mendapat lebih banyak kerusakan dan supplai energi akan semakin berkurang. (Izzoti, et al., 2006)
2. Kerusakan Neuron Sekunder
Kerusakan neuron primer telah memicu pelepasan sejumlah faktor dari sel ganglion retina yang dapat menyebabkan kerusakan sekunder sel-sel sekitarnya. Istilah degenerasi neuron sekunder digunakan untuk neuropati progresif yang meluas di sekitar area neuron yang telah mengalami kerusakan sebelumnya. Kerusakan neuron sekunder ini merupakan akibat sejumlah proses yang dipicu oleh trauma dan juga oleh faktor-faktor yang bersifat toksis yang berasal dari kerusakan primer sebelumnya seperti glutamat eksitotoksin, radikal bebas dan nitrit oksida. Faktor-faktor toksik tersebut memicu serangkaian peristiwa yang menyebabkan apoptosis. Akibatnya kerusakan fungsional jaringan neuron berlanjut dan semakin berat sehingga hal inilah yang menyebabkan mengapa pada pasien glaukoma progresifitas pernyakit tersebut terus berlangsung meskipun TIO sudah terkontrol (Dada, et al., 2006). Menurut
glaukoma ada 3 parameter yang harus dinilai yaitu syaraf optik dan lapisan serabut syaraf retina, lapang pandangan dan tekanan intraokuli (Shaban & Demirel, 2009). Berdasarkan hal-hal tersebut maka diperlukan suatu neuroprotektif untuk meminimalkan dan mencegah degenerasi neuron sekunder (Schwartz, 2003).
2.3. Mekanisme Kerusakan Sel Ganglion Retina
Berdasarkan beberapa mekanisme yang telah dijelaskan sebelumnya maka dapat diasumsikan bahwa kerusakan sel ganglion retina akibat:
1. Hambatan dari outflow axoplasmic
Dinamika humor akuous sangat penting pada glaukoma karena ketidaksesuaian antara produksi humor akuous dan outflow aquous akan menyebabkan peningkatan tekanan intraokuli dan akhirnya akan mengakibatkan terjadinya glaukoma.
Humor akuous ini adalah cairan yang mengisi sudut bilik mata. Humor akuous ini diproduksi di nonpigmented epitel badan siliar. Badan siliar merupakan suatu struktur multifungsional yang terlibat langsung dalam proses produksi dan pengeluaran (outflow) humor akuous. Badan siliar juga bertanggung jawab untuk akomodasi, sekresi dan mempertahankan blood aquous barrier (Lisegang, et al., 2009).
pigmen granul yang akibatnya akan terjadi hambatan aliran humor akuous di trabekular meshwork sehingga dapat meningkatkan tekanan intraokuli dan mengakibatkan terjadi glaukoma (Caprioli, 1992).
Selain itu, peningkatan kerusakan DNA oksidatif pada komponen selular di trabekular meshwork dapat melibatkan regulasi dari struktur matriks ekstraselular dan regulasi dari tekanan intraokuli sehingga dapat mencetuskan terjadinya glaukoma (Brubaker, 1994).
2. Eksitotoksisiti glutamat
Glutamat adalah neurotransmitter eksitatorik yang melimpah dalam sistem syaraf dan diaktivasi oleh bermacam reseptor spesifik. Pembagian reseptor glutamat berdasarkan atas dua tipe dasar yaitu jenis saluran ion
N-methyl D- Aspartate ( NMDA), Kainate dan Aminohidroksi
Metillisoksazole Propionic Acid (AMPA) dan jenis ligan yaitu G protein
-coupled ‘metabotropic’ glutamat reseptor (mGluR) (Greenstein, 2000; Wasman, 2007).
oleh Na+ dan Ca+
Secara fisiologis, reseptor NMDA bertanggung jawab terhadap signal neuron, ekspresi gen, plastisitas sinaptik, pertumbuhan dan kelangsungan hidup sel. Eksitasi masif reseptor Glu khususnya pada reseptor NMDA menyebabkan kematian sel yang kemungkinan disebabkan oleh konsentrasi Ca intraseluler yang meningkat berlebihan di dalam intrasel (Squire, 2008; Kahle & Frotsher, 2003).
. Jika konsentrasi glisin terlalu rendah kemampuan Glu membuka saluran akan berkurang ( Squire, 2008; Kahle & Frotscher, 2003).