• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Rumah sakit

2.1.1. Mutu Pelayanan Rumah sakit

Menurut Azwar (1996), program menjaga mutu pelayanan kesehatan ditinjau dari waktu pelaksanaannya dapat dibedakan atas tiga macam, yakni: 1) Program menjaga mutu prospektif (prospective quality assurance), yakni program menjaga mutu yang diselenggarakan sebelum pelayanan kesehatan, temasuk di dalamnya: a) standarisasi, b) perizinan c) sertifikasi d) akreditasi; 2) Program menjaga mutu konkuren (concurent quality assurance) yakni program menjaga mutu yang diselenggarakan bersamaan dengan pelayanan kesehatan. Perhatian utama lebih ditujukan pada unsur proses, yakni memantau dan menilai tindakan medis dan non medis yang dilakukan, apabila tindakan yang dilakukan tidak sesuai standar yang ditetapkan berarti mutu pelayanan kesehatan kurang bermutu; 3) Program menjaga mutu retrospektif (retrospective quality assurance) adalah program yang diselenggarakan setelah pelayanan kesehatan, di mana perhatian ditujukan pada unsur keluaran, yakni memantau dan menilai penampilan pelayanan kesehatan apakah sesuai standar atau tidak. Salah satu contoh adalah review rekam medis. Pada review rekam medis semua catatan yang ada dalam rekam medis dibandingkan dengan standar untuk menentukan apakah pelayanan yang diberikan bermutu atau tidak.

Pada era globalisasi, perumahsakitan di Indonesia akan dihadapkan pada suatu keadaan persaingan yang cukup ketat. Secara lambat atau cepat rumah sakit akan dituntut oleh sistem untuk mengubah visinya dari product oriented kepada customer satisfaction oriented (Mambodiyanto, 1999)

12 Ini berarti bahwa tingkat kepuasan pelanggan menjadi salah satu parameter mutu pelayanan rumah sakit. Pasien yang merasa tidak puas terhadap pelayanan rumah sakit akan menjadi triger zone terjadinya suatu tuntutan pasien kepada rumah sakit. Dalam kaitan itu kita perlu menyamakan persepsi mutu pelayanan dari berbagai sudut pandang, baik dari masyarakat, provider, pemilik maupun manajemen. Biasanya yang paling krusial adalah persepsi mutu pelayanan dari pandangan masyarakat dan provider, khususnya pada mutu pelayanan rawat darurat, rawat jalan dan rawat inap (Mambodiyanto, 1999)

Rumah sakit sebagai suatu institusi pelayanan kesehatan masyarakat mempunyai sumber daya manusia (SDM) yang kualitasnya sangat berperan dalam menunjang pelayanan kesehatan. Mengingat fungsi utama sebuah rumah sakit adalah melaksanakan pelayanan kesehatan, maka pengelolaan sumber daya manusia adalah bagian yang sangat penting dalam manajemen administrasi Rumah sakit (Adikoesoemo, 1995)

2.1.2. Dokter

Dokter adalah tenaga kesehatan yang telah dan mendapatkan pendidikan profesi dari Fakultas Kedokteran. Dokter berkompeten atau mempunyai wewenang untuk melakukan tindakan kedokteran di semua bidang ilmu kedokteran hingga batas tertentu. Ia bisa melakukan pembedahan minor, mengobati penyakit apa saja dan lain sebagainya. Pengetahuan dan ketrampilannya terbatas pada bidang kedokteran, luas namun tidak mendalam sebagaimana dokter yang mengambil spesialisasi dalam

13 bidang tertentu. Jadi, dokter bisa saja melakukan pengobatan atau tindakan medis kepada pasien-pasiennya, namun apabila terjadi penyulit yang bisa membahayakan pasien atau dirinya sendiri, atau apabila ia menemui kasus kasus yang ia tidak mampu menanganinya, ia wajib merujuk pasien ke dokter spesialis yang sesuai yang mampu menangani kasusnya. Dalam memberikan pelayanan medis, dokter terikat pada ketentuan yang mengatur batasan kewenangan sesuai dengan kemampuannya (Konsil Kedokteran Indonesia, 2007)

Dokter spesialis adalah dokter yang memperoleh keahliannya dengan mengikuti pendidikan spesialistik di bidang yang menjadi pilihannya, sesudah lulus sebagai dokter dari Fakultas Kedokteran. Sesudah menjadi dokter spesialis, ia memusatkan pengetahuannya pada satu bidang hingga kemampuannya di bidang spesialisasi itu semakin dalam. Dengan demikian ia menjadi lebih kompeten dibandingkan dengan dokter atau dokter spesialis bidang lainnya. Hak dan kewenangan profesi dokter ahli, spesialis, sub spesialis, atau spesialis konsultan diatur dalam Undang- Undang Nomor 23 tahun 1992 pasal 32 ayat 4, dan keahliannya tersebut diakui oleh perhimpunan dokter ahli yang bersangkutan dan Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Persatuan Dokter Gigi Indonesi (PDGI) serta kewenangannya oleh Departemen Kesehatan Republik Indonesia (Konsil Kedokteran Indonesia, 2007).

14

2.1.3.Rekam medis

Dalam penjelasan Pasal 46 ayat (1) UU Praktik Kedokteran No 29 tahun 2004, yang dimaksud dengan rekam medis adalah berkas yang berisi catatan dan dokumen tentang identitas pasien, pemeriksaan, pengobatan, tindakan dan pelayanan lain yang telah diberikan kepada pasien.

Dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor: 749a/Menkes/Per/XII/1989 tentang rekam medis dijelaskan bahwa rekam medis adalah berkas yang berisikan catatan dan dokumen tentang identitas pasien, pemeriksaan, pengobatan, tindakan dan pelayanan lain kepada pasien pada sarana pelayanan kesehatan. Kedua pengertian rekam medis tersebut menunjukkan perbedaan yaitu Permenkes hanya menekankan pada sarana pelayanan kesehatan, sedangkan dalam UU Praktik Kedokteran tidak menyebutkan sarana kesehatan. Hal ini menunjukkan pengaturan rekam medis pada UU Praktik Kedokteran lebih luas, berlaku baik untuk sarana kesehatan maupun di luar sarana kesehatan.

Rekam medis (Menurut Permenkes 269/MENKES/PER/III/2008 tentang rekam medis & Undang-Undang No.29/2004 tentang praktik kedokteran) adalah berkas berisi catatan dan dokumen tentang pasien yang berisi identitas, pemeriksaan, pengobatan, tindakan medis lain pada sarana pelayanan kesehatan untuk rawat jalan, rawat inap baik dikelola pemerintah maupun swasta. Setiap sarana kesehatan wajib membuat rekam medis, dibuat oleh dokter dan atau tenaga kesehatan lain yang terkait, harus dibuat segera dan dilengkapi setelah pasien menerima pelayanan, dan harus dibubuhi tandatangan yang memberikan pelayanan.

15 Dokter boleh memaparkan isi rekam medis jika sudah mendapat izin tertulis dari pasien. Secara lebih rinci dalam Permenkes tersebut disebutkan berkas rekam medis merupakan milik sarana pelayanan kesehatan atau rumah sakit namun isi rekam medis merupakan milik pasien. Pada praktiknya pelaksanaan akses pasien terhadap rekam medis miliknya bisa terwujud dengan pemberian salinan atau foto copy, tapi berkas asli tetap berada di rumah sakit (Depkes, 1989).

2.1.3.1. Sejarah Rekam medis

Pertama kali rekam medis dijumpai di gua batu di Spanyol pada zaman Paleoliticum (diduga 25.000 yang lalu), di Mesir dijumpai didinding pyramid, di tulang belulang, pohon, daun kering, atau papyrus ± 3000 – 2000 SM.

Aesculapius, Hippocrates, Galen dan lain-lain telah membuat catatan tentang pengobatan yang telah diberikan, demikian juga dengan para tabib di Cina. Aviscenna (Ibnu Sina) yang hidup pada tahun 980 – 1037 M banyak menulis buku-buku yang berkaitan dengan pengalamannya mengobati pasien.

Di Inggris, atas anjuran William Harvey Rumah sakit St Batholomous pada abad pertengahan telah mulai melaksanakan rekam medis pada sebagian pasien yang dirawat, demikian juga dengan dokter Franklin H Martin (1913) sebagai ahli bedah telah menggunakan rekam medis bagi pelayanan, dan pendidikan bagi calon ahli bedah.

Di Indonesia pengobatan tradisional dengan menggunakan ramuan telah dicatat pada daun lontar atau sarana lain sesuai dengan zamannya. Pada tahun 1972

16 baru dimulai dibuat peraturan resmi dengan diterbitkannya Surat Keputusan Menteri Kesehatan No 031/Birhup/1972 yang menyatakan bahwa semua rumah sakit diharuskan mengerjakan medical recording dan reporting, dan hospital statistic, keputusan ini kemudian diikuti dengan Kep Men Kes No 034/Birhup/1972 tentang Perencanaan dan Pemeliharaan Rumah Sakit. Selanjutnya Keputusan Menteri Kesehatan RI No 134/menkes/SK/IV/78 tentang susunan organisasi dan tata kerja Rumah sakit menyebutkan sub bagian pencatatan medik mempunyai tugas mengatur pelaksanaan kegiatan pencatatan medik.

Untuk meningkatkan mutu dan peranan rekam medis dalam pelayanan kesehatan, IDI mengeluarkan SK No 319/PB/A4/88 tentang informed concent yang menekankan praktek profesi kedokteran harus membuat rekam medis baik di rumah sakit maupun di praktek pribadi. Untuk mempertegas rekam medis tersebut pemerintah mengeluarkan Peraturan Menteri Kesehatan No 749a/Menkes/Per/XII/1989 tentang rekam medis sehingga rekam medis mempunyai landasan hukum yang kuat.

Guna melengkapi ketentuan pasal 22 Permenkes tersebut diatas Direktorat Jenderal Pelayanan Medik telah membuat suatu Petunjuk Pelaksanaan Penyelenggaraan rekam medis di rumah sakit Indonesia dengan nomor SK Dirjend Pelayanan Medik No 78 tahun 1991( Hanafiah, 1999).

17 2.1.3.2. Kegunaan Rekam medis

Kegunaan rekam medis dapat dilihat dari beberapa aspek antara lain: 1. Aspek Administrasi

Suatu berkas rekam medis mempunyai nilai administrasi, karena isinya menyangkut tindakan berdasarkan wewenang dan tanggung jawab sebagai tenaga medis dan paramedis dalam mencapai tujuan pelayanan kesehatan. 2. Aspek Medis

Suatu berkas rekam medis mempunyai nilai medis, karena catatan tersebut dipergunakan sebagai dasar untuk merencanakan pengobatan/perawatan yang harus diberikan kepada seorang pasien.

3. Aspek Hukum

Suatu berkas rekam medis mempunyai nilai hukum, karena isinya menyangkut masalah adanya jaminan kepastian hukum atas dasar keadilan dalam rangka usaha menegakkan hukum serta penyediaan bahan tanda bukti untuk menegakkan keadilan.

4. Aspek Keuangan

Suatu berkas rekam medis mempunyai nilai uang, karena isinya mengandung data/informasi yang dapat digunakan sebagai aspek keuangan.

18 Suatu berkas rekam medis mempunyai nilai penelitian, karena isinya menyangkut data/informasi yang dapat dipergunakan sebagai aspek penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan dibidang kesehatan.

6. Aspek Pendidikan

Suatu berkas rekam medis mempunyai nilai pendidikan, karena isinya menyangkut data/informasi tetang perkembangan kronologis dan kegiatan pelayanan medik yang diberikan kepada pasien, informasi tersebut dapat dipergunakan sebagai bahan/referensi pengajaran dibidang profesi sipemakai.

7. Aspek Dokumentasi

Suatu berkas rekam medis mempunyai nilai dokumentasi, karena isinya menyangkut sumber ingatan yang harus didokumentasikan dan dipakai sebagai bahan pertanggung jawaban dan laporan rumah sakit.

Dengan melihat dari beberapa aspek tersebut diatas, rekam medis mempunyai kegunaan yang sangat luas, karena tidak hanya menyangkut antara pasien dengan pemberi pelayanan saja. Kegunaan rekam medis secara umum adalah :

a. Sebagai alat komunikasi antara dokter dan tenaga ahli lainnya yang ikut ambil bagian didalam memberikan pelayanan, pengobatan, perawatan kepada pasien.

b. Sebagai dasar untuk merencanakan pengobatan/ perawatan yang harus diberikan kepada seorang pasien.

19 c. Sebagai bukti tertulis atas segala tindakan pelayanan, perkembangan penyakit

dan pengobatan selama pasien berkunjung, dirawat di rumah sakit.

d. Sebagai bahan yang berguna untuk analisa, penelitian, dan evaluasi terhadap kualitas pelayanan yang diberikan kepada pasien.

e. Melindungi kepentingan hukum bagi pasien, rumah sakit maupun dokter dan tenaga kesehatan lainnya,

f. Menyediakan data- data khusus yang sangat berguna untuk keperluan penelitian dan pendidikan.

g. Sebagai dasar didalam perhitungan biaya pembayaran pelayanan medik pasien.

h. Menjadi sumber ingatan yang harus didokumentasikan, serta sebagai bahan pertanggung jawaban dan laporan.(Depkes, 1997)

2.1.3.3. Pemilik dan penyimpanan Rekam medis

Menurut Permenkes No 749a/Menkes/Per/XII/1989 pasal 9 pemilik rekam medis adalah rumah sakit, isinya milik pasien.

Apabila pasien menginginkan isi dari rekam medis ada beberapa kebijakan yang ditempuh, ada yang mengizinkan pasien mengkopisecara lengkap isi dari rekam medis, ada yang membuat ringkasan saja sesuai dengan kebutuhan pasien, semua kebijakan ini harus mendapat persetujuan terlebih dulu dari dokter yang merawat pasien dan direktur rumah sakit.

20 Penyimpanan rekam medis dilakukan selama 5 (lima) tahun terhitung tanggal terakhir pasien berobat. Apabila ada hal- hal yang bersifat khusus dapat ditetapkan tersendiri. Sedangkan rekam medis yang tidak aktif dapat dibuat mikrofilm atau bentuk arsip lainnya.

Di India rekam medis untuk pasien rawat jalan disimpan selama 3-5 tahun, sedang untuk pasien rawat inap selama 10 tahun. Di Amerika penyimpanan rekam medis dalam perkara disimpan selama 10 tahun setelah perkara terakhir selesai, dalam keadaan biasa penyimpanan dilakukan selama 5 tahun dari terakhir kunjungan pasien. Di Inggris penyimpanan rekam medis untuk pasien obstetri selama 25 tahun, rekam medis anak-anak dan usia muda sampai ulang tahun yang ke 25, atau 8 tahun setelah kunjungan yang terakhir. Rekam medis pasien gangguan mental 20 tahun sesudah dokter yang merawat menyatakan sudah sembuh, rekam medis yang lain 8 tahun setelah resume akhir dibuat (Hanafiah,1999).

2.2. Kinerja

Kinerja adalah penampilan hasil karya personil, baik secara kualitas maupun kuantitas dalam suatu organisasi. Kinerja dapat merupakan penampilan individu maupun kelompok kerja personil. Penampilan hasil karya tidak terbatas kepada personil yang memangku jabatan fungsional maupun struktural, tetapi juga kepada keseluruhan jajaran personil di dalam organisasi (Ilyas,2001)

Soeprihantono (1988) mengatakan bahwa kinerja merupakan hasil pekerjaan sesorang karyawan selama periode tertentu dibandingkan dengan berbagai

Dokumen terkait