BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
5.2. Rekomendasi
dengan baik pada lokasi daerah sentra produksi utama broiler yang juga merupakan daerah sentra produksi bahan baku pakan yakni Provinsi Jawa Timur.
5.2. Rekomendasi
1. Perlu melakukan perbaikan struktur pasar agar lebih kompetitif yakni
dengan: (a) mendorong pelaku usaha baru untuk masuk pada industri broiler baik di sisi input maupun output; dan (b) menindak tegas pelaku usaha di industri broiler yang melakukan persaingan usaha tidak sehat (oligopoli atau kartel).
2. Perlu adanya penyeimbangan sebaran margin pemasaran di antara
pelaku usaha berdasarkan kontribusi masing-masing pelaku sesuai biaya pemasaran dan resiko yang dihadapi oleh masing-masing pelaku dengan: (a) menerapkan regulasi tentang harga acuan; (b) penataan pasar yang lebih baik dari aspek fisik maupun managemen sesuai SNI Pasar Rakyat; dan (c) meningkatkan peran PD Pasar dalam penataan dan penertiban pedagang pengecer.
3. Meningkatkan transmisi harga dari pedagang pengecer ke pedagang
besar dan selanjutnya ke perternak melalui peningkatan akses informasi pasar secara transparan dengan menyediakan fasilitas dan infrastruktur informasi harga secara online.
4. Memperpendek rantai distribusi melalui: (a) optimalisasi peran rumah
potong unggas tidak hanya sebatas penyediaan jasa pemotongan melainkan juga sebagai pedagang grosir maupun pengecer; (b) memberi akses langsung peternak ke retail-retail modern (meat shop) di pusat-pusat konsumen yang dikelola oleh asosiasi peternak (misalnya Toko Tani Indonesia, Rumah Pangan Rakyat, BUMD) maupun swasta; serta (c) membangun infrastruktur distribusi berupa cold storage.
Puska Dagri, BPPP, Kementerian Perdagangan 126
DAFTAR PUSTAKA
Alexander, C & Wyeth, J 1994 Cointegration and Market Integration: An Application to the Indonesian Rice Market The Journal of Development Studies, Vol 30, No. 2, January 1994 pp. 303-328
Asmarantaka, R. W. 2009. Pemasaran Produk-Produk Pertanian dalam Bunga Rampai Agribisnis Seri Pemasaran. Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Bogor. Bahri, D.I, Z. Fanani, dan B.A. Nugroho. 2012. Analisis Struktur Biaya dan
Perbedaan Pendapatan Usaha Ternak Ayam Ras Pedaging pada Pola dan Skala Usaha Ternak yang Berbeda di Kota Kendari Provinsi SulawesiI Tenggara, Jurnal Ternak Tropika Vo.13, No. 1:35-46
Dahl, Dale C and Jerome W. Hamond. 1977. Market and Price Analysis. The Agricultural Industries. McGraw-Hill. USA.
Djulin, A & Malian, AH 2003 Struktur dan Integrasi Pasar Ekspor Lada Hitam dan Lada Putih di Daerah Produksi Utama, Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
Ditjen PKH, 2013. Statistik Peternakan 2013. Direktorat Jendral Peternakan dan Kesehatan Hewan, Departemen Pertanian. Indonesia.
Fackler, PL & Goodwin BK 2001 Spatial Price Analysis Departement of Agricultural & Resource Economics, North Carolina State University Fadilah, R. 2004. Panduan Mengelola Peternakan Aam Broiler Komersial.
Agromedia Pustaka. Jakarta.
Fitriani, Anna, Heny K. Daryanto, Rita Nurmalina dan Sri Heny Susilowati (2014). Impact on Increasing Concentration in Indonesian Brolier Industry. International Journal of Poultry Science 13 (4): 191-197
Fitriani, Anna, Heny K. Daryanto, Rita Nurmalina dan Sri Heny Susilowati (2014). Struktur, Perilaku dan Kinerja Industri Broiler Indonesia: Pendekatan Model Simultan. Jurnal Agro Ekonomi 32 (2): International Journal of Poultry Science 13 (4): 167-186
Henderson, J. M., and R. E. Quandt. 1980. Microeconomic Theory A Mathematical Approach. McGraw Hill International Books Company. London.
Koutsoyannis, A. 1979. Modern Microeconomics. Second Edition. The Macmillan Press LTD. London.
Puska Dagri, BPPP, Kementerian Perdagangan 127
Purcel, Wayne D. 1979. Agriculture Marketing: System, Coordination, Cash and Future Prices. A Prentice-Hall Company. Reston. Virginia. USA. Ravallion, M 1986 Testing Market Integration American Agricultural
Economics Association
Sarwanto, C. 2004. Kemitraan, Produksi dan Pendapatan Peternak Ayam Ras Pedaging (Studi Kasus di Kabupaten Karanganyar dan Sukohardjo). Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor (IPB). Tesis (Tidak Dipublikasikan).
Sayaka, B 2006 Market Structure of The Corn Seed Industry in East Java Jurnal Agro Ekonomi, Volume 24 no. 2 Oktober 2006: 133-156
Saptana dan A. Daryanto. 2013. Dinamika Kemitraan Usaha Agribisnis Berdayasaing dan Berkelanjutan. Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Bogor. Saptana dan H. P. Saliem. 2015. Tinjauan Konseptual Makro-Mikro
Pemasaran dan Implikasinya Bagi Pembangunan Pertanian. Forum Agro Ekonomi, Volume 38 No. 2, Desember 2015, hal: 1-18.
Tomeck, William G and Kenneth L. Robinson. 1990. Aricultural Product Prices. Third Edition. Cornell University Press.
Tahir, Z 1997 Integration of Agricultural Commodity Markets in the South Punjab, Pakistan National Program, International Irrigation Management Institute Lahore
____PINSAR. 2016. Perkembangan Harga Peternak Ayam Broiler
____Ditjen Pedagangan Dalam Negeri. 2016. Perkembangan Harga Eceran Daging Ayam di Indonesia
Puska Dagri, BPPP, Kementerian Perdagangan 128
Puska Dagri, BPPP, Kementerian Perdagangan 129
MEMO KEBIJAKAN
PERSAINGAN USAHA SEKTOR PERUNGGASAN DAN IMPLIKASINYA TERHADAP EFISIENSI PEMASARAN DAGING AYAM
Isu Kebijakan
1. Studi awal Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) menunjukkan
adanya ketimpangan tingkat margin di antara pelaku usaha di setiap rantai pemasaran/distribusi ayam broiler. Di antara pelaku di setiap rantai pemasaran, peternak berada pada posisi yang paling lemah.
2. Struktur pasar yang didominasi oleh perusahaan besar terintegrasi
berdampak pada persaingan yang kurang berimbang sehingga mempengaruhi harga daging ayam di tingkat peternak hingga ke pengecer.
3. Perlu adanya analisis mendalam mengenai struktur, perilaku, dan
kinerja rantai pemasaran/ distribusi produk unggas di Indonesia untuk melihat tingkat persaingan dan efisiensi pemasaran ayam broiler di tingkat peternak hingga ke pengecer.
Struktur, Perilaku dan Kinerja Industri Ayam Broiler Indonesia dan Implikasinya terhadap Efisiesi Pemasaran
4. Struktur produksi industri broiler di Indonesia didominasi oleh
perusahaan besar terintegrasi dengan pangsa pasar mencapai 85% dan sisanya (15%) merupakan peternak mandiri. Kondisi ini menyebabkan posisi peternak mandiri semakin tertekan.
5. Hasil analisis struktur pasar yang dihadapi pada setiap pelaku usaha
dalam pemasaran ayam broiler di Indonesia adalah sebagai berikut: a. Struktur pasar yang dihadapi peternak mandiri di Indonesia adalah
struktur pasar yang bersifat oligopsoni, karena harga lebih ditentukan oleh pembeli atau pedagang. Sementara itu pada pola usahaternak kemitraan usaha baik kemitraan internal maupun eksternal hanya diposisikan sebagai mitra kerja (plasma) yang dijamin penjualan dengan keuntungan terbatas yang ditetapkan oleh perusahaan inti, dengan syarat melakukan usahaternak dengan standar teknis dan manajemen yang direkomendasikan oleh perusahaan inti.
b. Struktur pasar yang dihadapi pedagang pengumpul/pengepul (broker) dan pedagang besar pasar (grosir) di Indonesia terhadap perusahaan skala besar (inti) adalah struktur pasar oligopoli yang mengarah ke bentuk kartel. Dalam hal ini produsen sejatinya adalah perusahaan inti yang memposisikan sebagai perusahaan oligopoli terhadap pedagang pengepul dan pedagang grosir broiler. Adanya indikasi kartel ini ditunjukkan adanya kesepakatan harga di antara perusahaan peternakan dalam penentuan harga jual melalui penentuan harga posko dimasing-masing wilayah.
Puska Dagri, BPPP, Kementerian Perdagangan 130
c. Struktur pasar yang dihadapi pedagang pengecer di pasar-pasar tradisional di Kota-Kota Indonesia terhadap pedagang diatasnya cenderung mengarah ke pasar monopolistik, kecuali di Provinsi Jawa Timur yang mendekati pasar persaingan sempurna. Hal ini ditunjukkan: (a) Jumlah pedagang besar (grosir) cukup banyak dan pengecer yang sangat banyak; (b) Penguasaan pangsa produksi broiler masing-masing pedagang besar (grosir) relatif sama besarnya; (c) relatif tingginya hambatan keluar masuk bagi pedagang besar/grosir (misalnya: fasilitas, permodalan, akses pasar untuk memperoleh dan menjual barang) dan relatif rendahnya hambatan keluar masuk pasar bagi pedagang pengecer; dan (d) pedagang pengecer menjual produk yang homogen, daging broiler dengan jenis dan kualitas yang relatif sama.
d. Struktur pasar yang dihadapi peternak mandiri yang memasok untuk Supermarket/ Hypermarket atau Pasar Swalayan di Kota-Kota Indonesia adalah struktur pasar oligopsoni. Secara umum harga ditetapkan oleh pihak Supermarket/ Hypermarket/ Pasar Swalayan, namun dengan tingkat harga yang lebih tinggi dibandingkan harga pasar (selisih harga berkisar Rp 2000-3000/Kg), namun tuntutan kuantitas, kualitas, dan kontinuitas pasokan sangat tinggi. Kerjasama antara pemasok dan supermarket/ hypermarket adalah dalam bentuk kontrak pemasaran spesifik untuk produk broiler, baik dalam bentuk karkas ayam segar maupun sudah dalam bentuk parting dengan spesifikasi yang telah ditentukan.
e. Tingkat persaingan usaha antar pedagang pengepul dan antar pedagang besar di pasar dalam memperoleh broiler tergantung pada musim dan situasi pasar. Pada saat musim pasar ramai persaingan tergolong sedang hingga tinggi, sedangkan pada situasi pasar sepi persaingan rendah hingga sedang. Persaingan dalam menjual broiler tergolong tinggi. Sementara persaingan dalam mendapatkan informasi pasar tergolong rendah hingga sedang.
f. Tingkat persaingan usaha antar pedagang pengecer di pasar-pasar tradisional di kota besar di Indonesia dalam perolehan broiler/daging ayam tergolong sedang hingga tinggi. Persaingan dalam menjual produk daging ayam di pasar-pasar tradisional tergolong tinggi yang direfleksikan tingkat harga yang kompetitif antar pedagang pengecer satu dengan lainnya. Sementara itu persaingan dalam mendapatkan informasi pasar tergolong rendah hingga sedang.
6. Kinerja pasar dapat dilihat dari hasil analisis margin tataniaga dan harga
yang terbentuk di setiap rantai pemasaran. Hasil analisis margin tiap pelaku usaha dalam pemasaran ayam broiler adalah sebagai berikut:
Puska Dagri, BPPP, Kementerian Perdagangan 131
a. Secara umum, keuntungan pelaku usaha (per unit output) dalam pemasaran ayam broiler lebih besar dibandingkan biaya yang dikeluarkan, kecuali bagi pedagang besar/grosir dimana biaya per unit output lebih besar daripada keuntungan. Hal ini merefleksikan cukup tingginya posisi tawar pedagang.
b. Jika dibandingkan antar pelaku dalam rantai pemasaran, maka keuntungan terbesar yang diterima oleh pelaku tataniaga secara berturut-turut adalah pedagang pengecer, pedagang pengumpul, dan pedagang besar/grosir di pasar. Secara rinci, terlampir grafik yang menggambarkan keuntungan dan biaya yang dikeluarkan per unit output oleh masing-masing pelaku tataniaga. Berdasarkan pola margin (keuntungan) tiap pelaku di semua wilayah survei, dapat disimpulkan bahwa pemasaran ayam broiler tidak efisien kecuali di wilayah provinsi Jawa Timur
7. Analisis integrasi pasar menggunakan model Ravallion, diperoleh hasil
bahwa:
a. Keterpaduan (integrasi) pasar yang diindikasikan oleh harga broiler di tingkat peternak dan di tingkat pedagang besar (grosir) di Kota-Kota Besar Indonesia tidak terintegrasi dengan baik. Tidak terjadinya integrasi pasar broiler tersebut disebabkan harga broiler saat ini cenderung mengikuti harga posko yang ditentukan asosiasi yang merupakan wadah perusahaan-perusahaan besar peternakan dalam penentuan strategi bersama, diantaranya dalam penentuan harga posko yang merupakan harga patokan pedagang dalam menebus broiler di peternak mitra perusahaan tersebut.
b. Keterpaduan (integrasi) pasar yang diindikasikan oleh harga broiler di tingkat pedagang besar (grosir) dan di tingkat pedagang pengecer di pasar-pasar tradisional di kota-kota besar di Indonesia secara relatif lebih terintegrasi dibandingkan dari level peternak ke pedagang grosir. Keterpaduan pasar yang paling baik ditemukan di Provinsi Jawa Timur yang merupakan daerah sentra produksi broiler dan sekaligus daerah sentra produksi bahan baku pakan. Lebih terintegrasinya pasar daging broiler dari pedagang besar ke pedagang pengecer di kota Surabaya disebabkan oleh beberapa faktor, yakni: (a) Jawa Timur merupakan daerah sentra produksi broiler sekaligus daerah sentra produksi pakan dan bahan baku pakan; (b) Penetapan harga Posko oleh asosiasi tidak selalu diikuti oleh semua pelaku pasar; dan (c) Informasi relatif lebih terbuka terutama informasi mengenai harga. Sementara itu, di Sumatera Barat, Bali, Kalimantan Timur dan Jawa Barat pasar daging ayam tidak terintegrasi dengan baik.
8. Pembentukan harga broiler hidup di tingkat produsen (perusahaan skala
besar dan peternak mandiri) sangat ditentukan oleh kekuatan oligopoli yang cenderung ke bentuk kartel perusahaan peternakan skala besar melalui penentuan harga posko oleh asosiasi sebagai harga patokan
Puska Dagri, BPPP, Kementerian Perdagangan 132
untuk penebusan pedagang pengepul/ broker dan pedagang besar (grosir). Pada pasar broiler hidup, pengaruh faktor penawaran dan permintaan relatif kecil. Sementara, pembentukan harga daging ayam di tingkat pasar eceran (ritel) selain dipengaruhi oleh kekuatan oligopoli perusahaan peternakan skala besar, faktor kekuatan penawaran (supply) dan permintaan (demand) masih cukup berpengaruh (signifikan). Mekanisme pasar daging ayam berjalan cukup kompetitif dan terintegrasi dengan baik pada lokasi daerah sentra produksi utama broiler yang juga merupakan daerah sentra produksi bahan baku pakan yakni Provinsi Jawa Timur.
Rekomendasi Kebijakan
9. Struktur pasar industri broiler secara umum bersifat oligopoli baik untuk
pasar input (bibit, pakan, dan obat-obatan) maupun output (ayam broiler). Untuk itu perlu memperbaiki struktur pasar agar lebih kompetitif yakni dengan: (a) mendorong pelaku usaha baru untuk masuk pada industri broiler baik di sisi input maupun output; dan (b) menindak tegas pelaku usaha di industri broiler yang melakukan persaingan usaha tidak sehat (oligopoli atau kartel).
10. Perlu adanya penyeimbangan sebaran margin pemasaran di antara
pelaku usaha berdasarkan kontribusi masing-masing pelaku sesuai biaya pemasaran dan resiko yang dihadapi oleh masing-masing pelaku dengan: (a) menerapkan regulasi tentang harga acuan; (b) penataan pasar yang lebih baik dari aspek fisik maupun managemen sesuai SNI Pasar Rakyat; dan (c) meningkatkan peran PD Pasar dalam penataan dan penertiban pedagang pengecer.
11. Meningkatkan transmisi harga dari pedagang pengecer ke pedagang
besar dan selanjutnya ke peternak melalui peningkatan akses informasi pasar secara transparan dengan menyediakan fasilitas dan infrastruktur informasi harga secara online.
12. Memperpendek rantai distribusi melalui: (a) optimalisasi peran rumah
potong unggas tidak hanya sebatas penyediaan jasa pemotongan melainkan juga sebagai pedagang grosir maupun pengecer; (b) memberi akses langsung peternak ke retail-retail modern (meat shop) di pusat-pusat konsumen yang dikelola oleh asosiasi peternak (misalnya Toko Tani Indonesia, Rumah Pangan Rakyat, BUMD) maupun swasta; serta (c) membangun infrastruktur distribusi berupa cold storage.