• Tidak ada hasil yang ditemukan

Saluran Distribusi dan Pemasaran Broiler

BAB IV ANALISIS BIAYA PRODUKSI DAN PERSAINGAN USAHA

4.2. Kinerja Usaha Ternak Broiler dan Sistem Distribusi

4.2.2. Saluran Distribusi dan Pemasaran Broiler

Tabel 4.5 merefleksikan beberapa gambaran pokok sebagai berikut: (1) Besarnya total biaya produksi usahaternak ayam ras pedaging (broiler) pola kemitraan eksternal sebesar Rp 432,016,613,-/siklus produksi; (2) Komponen biaya terbesar adalah biaya pakan yang mencapai Rp 318,249,718,-/siklus (73.70%) dari total biaya produksi. Kemudian menyusul biaya untuk pembelian D.O.C yang mencapai Rp. 85,442,500,-/siklus (19.78%). Biaya-biaya variabel lainnya, seperti untuk vaksin, obat-obatan, biaya pemanas, penyusutan kandang atau pemeliharaan kandang sebesar Rp 20,824,395,-/siklus (4,82%). Selanjutnya biaya untuk membayar tenaga kerja baik tenaga kerja keluarga maupun upahan sebesar Rp. 7,500,000,-/siklus (1.74%).

Besarnya penerimaan dari usaha ternak ayam ras (broiler) pola kemitraan eksternal dengan tingkat produksi 25,919 Kg/siklus dan tingkat harga jual sebesar Rp. 17,825, -/siklus sehingga diperoleh penerimaan atas penjualan broiler hidup Rp. 462,004,268, -/siklus. Besarnya tingkat pendapatan atau keuntungan atas biaya produksi total sebesar Rp. 29,987,655, - per siklus produksi. Dengan tingkat produksi dan harga tersebut diperoleh biaya pokok produksi ayam broiler pola kemitraan internal sebesar Rp 16,688, -/Kg bobot hidup. Berdasarkan tingkat penerimaan dan biaya produksi yang dikeluarkan diperoleh besaran nilai R/C ratio sebesar 1.07. Nilai R/C tersebut menunjukkan bahwa usahaternak broiler pola kemitraan eksternal layak diusahakan, namun dengan tingkat efektivitas pengembalian modal tergolong rendah.

4.2.2. Saluran Distribusi dan Pemasaran Broiler

Secara empris di lapang (Provinsi Jawa Timur, Sumatera Barat, Kalimantan Timur, Bali dan Jawa Barat) terdapat tiga pola usaha peternakan ayam ras pedaging (broiler), yaitu : (a) Pola usahaternak

Puska Dagri, BPPP, Kementerian Perdagangan 66

mandiri, di mana peternak sebagai tukang ternak sekaligus manajer sebagai pelaksana dan sekaligus pengambil keputusan dalam menjalankan usahanya serta menerima keuntungan yang diperoleh dan menanggung resiko yang mungkin timbul; (b) Pola Kemitraan Usaha Internal, adalah kerjasama usaha antara peternak dengan perusahaan peternakan terintegrasi (Breeding Farm, Feed Mill, dan beberapa juga memiliki industri pengolahan), seperti PT. Charoen Phokpand Indonesia (PT. CPI), PT Japfa Comfeed, PT Malindo, PT Chiel Jedang-PIA, PT Indah Bersinar, PT Cibadak Indah Sari Farm, PT Hybro Indonesia, PT Extravet Nasuba, PT Wonokoyo, CV Missouri, PT Reza Perkasa, PT Satwa Borneo Jaya, PT. Anwar Sierad Produce, PT. PKP; dan (c) Pola Kemitraan Usaha Eksternal yang biasanya merupakan Poultry Shop dan Pemodal atau Peternak skala besar : TMF (Tunas Mekar Farm), PPC (Putra Perdana Chicken). Dalam menjalankan usahanya ada pembagian hak dan kewajiban antara perusahaan inti dan peternak plasma, serta adanya pembagian manfaat dan resiko yang timbul. Kondisi saat ini, baik pada pola Kemitraan Usaha Internal dan Kemitraan Usaha Esternal terdapat sebagian besar dalam bentuk Pola kontrak kandang dan kuli (buruh), peternak menyebutnya maklun, di mana peternak menyewakan kandangnya dengan hitungan per ekor DOC dan sekaligus bekerja sebagai buruh di kandangnya sendiri dengan hitungan per ekor DOC yang masuk. Meskipun demikian peternak masih mendapatkan insentif atau bonus jika mencapai parameter teknis tertentu, seperti FCR, mortalitas dan IP tertentu.

Berdasarkan pola distribusi dan pemasaran yang ada maka terdapat tiga pola distribusi menurut pola usahaternaknya, yaitu : (1) Pola distribusi dan pemasaran pada usahaternak mandiri; (2) Pola distribusi dan pemasaran pada kemitraan usaha internal; dan (3) Pola distribusi dan pemasaran pada kemitraan usaha eksternal. Pola

Puska Dagri, BPPP, Kementerian Perdagangan 67

mandiri, masih ditemukan baik di Provinsi Jawa Timur, Sumatera Barat, Bali dan Kalimantan Timur, namun eksistensinya dari waktu ke waktu terus menurun. Pola usahaternak mandiri secara dominan hanya ditemukan di Provinsi Bali (70%), sedangkan pola kemitraan usaha baik internal maupun eksternal jauh lebih dominan, di Provinsi Jawa Timur (70-80%), Sumatera Barat (80-90%), dan Kalimantan Timur (90-95%).

Pada pola mandiri, di mana peternak adalah sebagai tukang ternak (kultivator) dan sekaligus sebagai menajer akan menerima segenap keuntungan dan segala risiko yang timbul dari usaha ternak yang dijalankan. Pada pola mandiri, pada prinsipnya peternak menyediakan seluruh input produksi dari modal sendiri dan bebas memasarkan produk broiler yang dihasilkan. Pengambilan keputusan mencakup kapan memulai berternak dan memanen ternaknya, serta seluruh keuntungan dan risiko ditanggung sepenuhnya oleh peternak. Hasil kajian di lapang diperoleh informasi bahwa hanya peternak-peternak skala besar yang mampu bertahan dari gejolak produksi dan harga. Peternak mandiri skala besar dengan skala di atas 10.000 ekor memiliki akses untuk memperoleh sarana produksi peternakan (DOC dan pakan) dari pabrikan langsung, karena mencapai efisiensi dalam pengangkutan, bahkan sebagian memiliki armada angkutan sendiri dan sebagian bergabung.

Adapun ciri-ciri peternak mandiri adalah mampu membuat keputusan sendiri terkait beberapa hal sebagai berikut: (a) perencanaan usaha peternakan broiler; (b) menentukan fasilitas perkandangan dan peralatannya; (c) menentukan jenis dan jumlah sapronak yang akan digunakan; (d) menentukan saat kapan memasukkan DOC ke dalam kandang dan kapan melakukan panen; (e) menentukan manajemen produksi usahaternak broiler; (f) menentukan tempat dan harga penjualan hasil produksi; serta (g)

Puska Dagri, BPPP, Kementerian Perdagangan 68

tidak terikat dalam suatu kemitraan usaha, ikatan biasanya merupakan pola dagang umum atau transaksional (Rusastra et. al., 2006).

Gambar 4.1 Saluran distribusi Broiler dari Peternak Hingga Konsumen pada Pola Usaha Ternak Mandiri.

Pada saat ini di Provinsi Bali berdasarkan studi eksplorasi dan wawancara langsung dengan peternak broiler dan pelaku tata niaga broiler masih cukup ditemukan adanya peternak broiler mandiri, sedangkan di lokasi penelitian lain sulit ditemukan peternak mandiri. Peternak mandiri di lokasi-lokasi penelitian yang mampu bertahan terbatas pada peternak mandiri skala cukup besar, sedangkan

Pengolahan Makanan - Hotel - Restoran - Rumah sakit - dll Pedagang Besar/Grosir di Pasar Pedagang Pengecer Pasar/Warung Pedagang Pengumpul Pasar Modern (hyper market/Swalayan) Agen Besar/Broker// Supplier

Peternak Broiler Rakyat Perusahaan Peternakan Broiler

Rumah Potong Ayam/RPA

Konsumen Rumah Tangga

Puska Dagri, BPPP, Kementerian Perdagangan 69

peternak mandiri skala kecil banyak yang gulung tikar (colaps), karena beberapa gejolak eksternal, seperti krisis moneter (1997-1998), serangan wabah Avian Influence (2003-2005), dan krisis finansial global (2008). Saat ini beberapa peternak mandiri skala kecil hanya mengusahakan usahaternak menjelang hari-hari raya keagamaan terutama menjelang hari raya Idul Fitri dan menjelang Natal dan Tahun Baru, dan khusus di Provinsi Bali menjelang hari-hari besar Hindu, seperti Galungan. Rantai distribusi dan pemasaran pada pola usahaternak mandiri dapat dilihat pada Gambar 4.1 berikut.

Berdasarkan Gambar 4.1 tersebut menunjukkan ada dua sumber hasil ternak broiler, yaitu peternak mandiri skala besar dan peternak broiler rakyat (skala kecil) yang eksistensinya makin berkurang. Hasil usahaternak broiler dari peternak skala besar dijual ke agen/broker atau supplier, selanjutnya ke RPA (jasa pemotongan), kemudian dijual untuk tujuan pasar-pasar tradisional dan sebagian untuk tujuan pasar modern (Carefour, Giant, Yogya Supermarket, dan Hyper Market) dan konsumen institusi (Restoran/Rumah Makan, Katering, Hotel, dan Rumah Sakit). Sementara itu, hasil broiler rakyat di jual kepada pedagang pengumpul, selanjutnya pedagang pengumpul menjual RPA atau pedagang besar (middle man), selanjutnya sebagian besar ditujukan untuk pedagang pasar dan pengecer di pasar-pasar tradisional.

Berdasarkan wawancara dengan para peternak bahwa sudah cukup lama terjadi pergeseran dari awalnya dominan peternak mandiri, kemudian dominasi ke arah kemitraan usaha baik kemitraan internal maupun eklsternal. Berdasarkan informasi dari FGD dengan pelaku usaha, Dinas Peternakan setempat dan Dinas Teknis terkait kemitraan untuk ayam ras pedaging (broiler) di lokasi penelitian diperoleh informasi pokok: (1) Terdapat dua jenis kemitraan usaha,

Puska Dagri, BPPP, Kementerian Perdagangan 70

yaitu kemitraan internal, yaitu kemitraan usaha antara perusahaan peternakan (DOC dan pakan) sebagai inti dengan peternak sebagai plasma dan kemitraan usaha eksternal antara pemodal sebagai inti dengan peternak sebagai plasma; (2) terdapat tiga pola kemitraan usaha antara Perusahaan Inti dengan peternak plasma, yaitu : (a) Pola Perusahaan Inti Rakyat dengan kesepakatan melalui kontrak harga pada saat DOC masuk kandang; (b) Pola Perusahaan Inti Rakyat dengan kesepakatan harga broiler mengikuti harga pasar; dan (c) Pola Bagi Hasil dan bagi resiko (profit risk sharing).

Beberapa alasan peternak beralih dari pola usahaternak mandiri ke pola kemitraan usaha baik kemitraan usaha internal maupun eksternal, antara lain adalah: (a) kekurangan modal usaha, terutama setelah mengalami kerugian akibat gejolak eksternal; (b) mengurangi risiko kegagalan/kerugian, melalui kemitraan usaha ada pembagian resiko (risk sharing); (c) untuk memperoleh jaminan kepastian penghasilan, melalui kemitraan ada pembagian keuntungan (profit sharing); (d) memanfaatkan kandang yang kosong; dan (e) untuk memperoleh jaminan kepastian dalam pemasaran, di mana seluruh hasil ditampung dan dipasarkan oleh perusahaan inti.

Bagi perusahaan inti pada kemitraan internal beberapa alasan pokok melakukan kemitraan adalah: (a) untuk mendapatkan jaminan kepastian dalam penjualan DOC; (b) untuk mendapatkan jaminan kepastian dalam penjualan pakan; (c) mengurangi biaya investasi lahan, kandang, serta alat; dan (d) mendapatkan tenaga kerja terampil dengan upah yang relatif murah.

Sistem distribusi dan pemasaran pada pola kemitraan usaha internal dengan mengambil kasus di Provinsi Jawa Timur, Kalimantan Timur, dan Sumatera Barat dapat dilihat pada Gambar 4.2 berikut.

Puska Dagri, BPPP, Kementerian Perdagangan 71

Gambar 4.2 Rantai Pasok Produk Broiler dari Peternak Hingga Konsumen pada Pola Kemitraan Usaha Internal

Berdasarkan Gambar 4.2 menunjukkan bahwa ada dua sumber hasil ternak broiler pola kemitraan usaha internal, yaitu peternak broiler plasma yang menjadi plasma perusahaan peternakan (skala minimal 4000 ekor) dan hasil produksi yang dihasilkan sendiri oleh perusahaan inti dari divisi budidaya (skala besar). Sesuai perjanjian seluruh hasil produksi broiler peternak plsma di tampung sepenuhnya oleh perusahaan inti (perusahaan peternakan terintegrasi). Selanjutnya perusahaan inti yang memasarkan hasil broiler.

Pengolahan Makanan Konsumen Rumah Tangga - Hotel - Restoran - Rumah sakit - dll Pedagang Besar/Grosir di Pasar Pedagang Pengecer Pasar/Warung Pedagang Pengumpul Pasar Modern (Super market/hiper market) Agen Besar/ Broker/Supplier

Peternak Plasma Perusahaan Inti: Perusahaan Peternakan/pabrik pakan Rumah Potong

Puska Dagri, BPPP, Kementerian Perdagangan 72

Berbeda dengan peternak mandiri yang sebagian besar pemasaran dilakukan melalui pedagang pengumpul dan sebagian melalui agen/broker atau supplier, pada kemitraan kemitraan usaha internal penjualan dilakukan melalui agen/broker melalui sistem DO selanjutnya agen/broker menjual kepada pedagang besar (grosir pasar), pedagang besar (grosir) umumnya memiliki RPA/TPA dan atau menggunakan (RPA) jasa pemotongan selanjutnya sebagian besar ditujukan untuk pedagang pengecer di pasar-pasar tradisional dan sebagian dijual pemasok (supplier) untuk memasok hyper market, restoran/rumah makan, katering, hotel, dan rumah sakit.

Gambar 4.3 Rantai Pasok Produk Broiler dari Peternak Hingga Konsumen pada Pola Kemitraan Usaha Eksternal

Pengolahan Makanan Konsumen Rumah Tangga - Hotel - Restoran - Rumah sakit - dll Pedagang Besar/Grosir di Pasar Pedagang Pengecer Pasar/Warung Pedagang Pengumpul Pasar Modern (Super market/hiper market) Agen Besar/ Broker/Supplier

Peternak Plasma Perusahaan Inti: Pemodal/Poultry Shop/Peternak skala besar Rumah Potong

Puska Dagri, BPPP, Kementerian Perdagangan 73

Sistem distribusi dan pemasaran pada pola kemitraan usaha eksternal dengan mengambil kasus di Provinsi Jawa Timur, Kalimantan Timur, dan Sumatera Barat dapat dilihat pada Gambar 4.3. Berdasarkan Gambar 4.3, ditunjukkan bahwa ada dua sumber hasil ternak broiler pada pola kemitraan usaha eksternal, yaitu peternak broiler plasma yang menjadi plasma perusahaan inti dan hasil produksi yang dihasilkan sendiri oleh perusahaan inti yang pada umumnya skala besar. Sesuai perjanjian seluruh hasil produksi broiler peternak plasma di tampung sepenuhnya oleh perusahaan inti (pemodal besar, poultry shop, dan peternak skala besar yang bukan merupakan perusahaan peternakan terintegrasi). Selanjutnya perusahaan inti yang memasarkan hasil broiler.

Pada kemitraan eksternal ini dalam saluran distribusi pemasarannya berada diantara saluran pola usahaternak mandiri dan kemitraan internal. Pada pola ini peran pedagang pengumpul dan agen/broker atau supplier relatif berimbang, pada kemitraan usaha eksternal penjualan dilakukan melalui pedagang pengumpul dan agen/broker dapat melalui sistem DO atau non DO, selanjutnya pedagang pengumpul dan agen/broker menjual kepada pedagang besar (grosir pasar), pedagang besar (grosir) umumnya memiliki RPA/TPA dan atau menggunakan (RPA) jasa pemotongan selanjutnya sebagian besar ditujukan untuk pedagang pengecer di pasar-pasar tradisional dan warung, dan sebagian lainnya dijual kepada pemasok (supplier) untuk memasok hyper market, restoran/rumah makan, katering, hotel, dan rumah sakit.

Secara ringkas dapat disimpulkan bahwa sistem kerjasama kemitraan usaha yang dilakukan dalam proses produksi ayam broiler, perusahaan melakukan pola kemitraan dengan peternak. Dalam hal ini perusahaan bertindak selaku inti dan peternak sebagai plasma. Inti bertindak sebagai penyedia sapronak (DOC, pakan, vaksin dan

Puska Dagri, BPPP, Kementerian Perdagangan 74

obat-obatan), memberi bimbingan teknis pemeliharaan kepada peternak plasmanya dalam melakukan budidaya, dan menangani pemasaran hasil panen. Mekanisme kemitraan seluruhnya ditentukan oleh perusahaan inti (meliputi: syarat menjadi peternak plasma, penetapan harga sapronak dan hasil panen, pengaturan pola produksi serta pengawasan, pemberian bonus atau sangsi). Sementara itu peternak plasma berkewajiban untuk menyediakan kandang dan peralatan produksi serta melakukan pemeliharaan sebaik-baiknya.