• Tidak ada hasil yang ditemukan

Relasi Bisnis dan Hak Asasi Manusia di Indonesia: Perspektif Sektor Bisnis

Dalam dokumen Relasi Bisnis dan HAM OK fullset (Halaman 64-68)

Oleh: Y.W. Yunardy22

U

nited Nations Global Compact merupakan gerakan voluntary yang diinisiasi oleh para pemimpin perusahaan, institusi-institusi akademik, dan lembaga-lembaga swadaya masyarakat di berbagai negara. Gerakan ini berupaya untuk mendukung implementasi 10 Prinsip dariUnited Nations Global Compact dan program-program Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Global Compact percaya bahwa sektor bisnis dapat menjadi bagian dari solusi untuk menghadapi tantangan globalisasi. Jumlah pihak yang memberikan komitmen terhadap Global Compact

mencapai 12.000 penandatangan dari 145 negara. Global Compact

merupakan gerakan inisiatif corporate social responsibility terbesar di dunia dan menjadi penggerak untuk menghubungkan keuntungan bisnis dan perkembangan sosial.

Berdasarkan Global Compact Principles, sektor bisnis harus men- dukung dan berkomitmen dalam mengimplementasikan perlindungan dan penghormatan hak asasi manusia, memberikan fokus dalam penghapusan bentuk-bentuk kerja paksa, buruh anak dan diskriminasi dalam pekerjaan. Dalam kaitannya dengan lingkungan hidup, sektor bisnis memiliki tanggung jawab terhadap lingkungan dan harus berkomitmen dalam mengembangkan teknologi yang ramah lingkungan. Selain itu, elemen anti-korupsi menjadi unsur penting dalam Global Compact Principles karena semua upaya yang dilakukan tidak akan bisa 22 Presiden Indonesia Global Compact Network (IGCN)

tercapai secara maksimal apabila masih ada praktik-praktik korupsi di dalam kegiatan bisnis.

Global Compact memiliki visi untuk mencapai sebuah perekonomian global yang inklusif dan berkesinambungan. Global Compact memiliki misi untuk menjadikan sepuluh prinsip tersebut sebagai bagian dari strategi, operasi, dan budaya bisnis dimanapun. Hal ini dilakukan dengan proses internalisasi prinsip-prinsip tersebut ke dalam tubuh perusahaan yang mengikatkan dirinya dalam keanggotaan Global Compact. Global Compact juga berupaya untuk mendukung tujuan-tujuan yang sudah diciptakan oleh PBB dan memberikan kontribusi untuk masyarakat luas.

United Nations Global Compact sudah mencapai beberapa keberhasilan dalam meningkatkan komitmen sektor bisnis terhadap hak asasi manusia seperti pembentukan Caring for Climate, Principles for Responsible Management Education, Business Call to Action, Sustainable Stock Exchanges Initiative, Global Reporting Initiative, Principles for Responsible Investment, The CEO Water Mandate, Business for Peace, Children’s Rights and Business Principles dan Guiding Principles on Business and Human Rights.

Global Compact merupakan aktor yang berupaya untuk mem-

promosikan relasi yang baik antara sektor bisnis dan hak asasi manusia.

United Nations Guiding Principles on Business and Human Rights yang diformulasikan oleh Profesor John Ruggie menegaskan adanya tiga pilar dalam kaitannya dengan relasi antara bisnis dan hak asasi manusia. Pilar

pertama, mengenai kewajiban negara untuk melindungi masyarakat dari pelanggaran hak asasi manusia yang dilakukan oleh sektor bisnis melalui pembentukan kebijakan, aturan, dan upaya peradilan yang mendukung para korban. Pilar kedua, menegaskan kewajiban sektor bisnis untuk menghormati hak asasi manusia dengan melakukan uji tuntas (due diligence) dalam setiap kegiatan bisnis sebagai upaya kehati-hatian agar hak asasi manusia tidak dilanggar. Pilar ketiga mengenai akses terhadap ganti rugi dimana pemerintah harus memastikan bahwa akses terhadap ganti kerugian korban pelanggaran hak asasi manusia, baik dalam bentuk yudisial maupun non-yudisial tersedia bagi para korban.

Sektor bisnis memiliki kegiatan-kegiatan yang sangat besar dampak- nya bagi hak asasi manusia, seperti adanya relasi ketenagakerjaan, relasi

Bagian I: Perkembangan Kontemporer Dinamika Isu Relasi Bisnis dan Hak Asasi Manusia Dalam Konteks Internasional dan Nasional

sektor bisnis dengan masyarakat dimana bisnis tersebut beroperasi, termasuk rantai produksi. Kesemua operasi dan produksi barang maupun jasa memiliki persinggungan dengan hak asasi manusia yang harus dijaga dengan prinsip uji tuntas. Contoh-contoh kemungkinan terjadinya pelanggaran hak asasi manusia yang dilakukan oleh sektor bisnis berkaitan dengan proses pengadaan barang dan jasa, meskipun proses tersebut berdampak positif dalam mendukung pembangunan ekonomi lokal melalui pengadaan barang dan jasa untuk memenuhi kebutuhan pasar lokal. Namun demikian, terdapat juga dampak negatif yang dapat ditimbulkan, seperti adanya tekanan kepada pemasok yang dapat menyebabkan kerja lembur yang berlebihan pada tempat produksi yang akan memberikan dampak atas hak untuk lingkungan kerja yang nyaman.

Uji tuntas menjadi konsep pokok dalam mengantisipasi potensi pelanggaran hak asasi manusia yang dilakukan oleh sektor bisnis. Unsur inti dan pokok pedoman dalam pelaksanaan uji tuntas adalah perlunya pembentukan kebijakan hak asasi manusia oleh perusahaan, penilaian terhadap dampak, mengintegrasikan hak asasi manusia dalam setiap kegiatan perusahaan, dan melacak kinerja di level empiris. Perusahaan juga harus menyediakan mekanisme penanganan keluhan apabila ada indikasi pelanggaran hak asasi manusia oleh perusahaan. Dengan demikian, uji tuntas menjadi hal yang sangat vital dalam menjembatani kepentingan bisnis untuk melindungi hak asasi manusia.Dalam konteks Indonesia, salah satu inisiatif menarik yang berhasil dilakukan oleh

Global Compact Indonesia adalah penyelenggaraan program pernikahan massal pada tahun 2011 dan 2015. Kegiatan ini sebagai upaya untuk membantu pihak-pihak yang mengalami kesulitan finansial untuk menikah. Selain itu, kegiatan ini juga mengakomodasi pembuatan akta kelahiran bagi anak-anak yang belum memiliki akta kelahiran.

Selanjutnya, Sustainable Development Goals (SDGs)yang dikeluarkan pada 2015 menjadi tantangan tersendiri bagi relasi antara sektor bisnis dan hak asasi manusia. Dengan demikian diharapkan, sektor bisnis mampu menjadi aktor yang bersama-sama dengan pemerintah dan masyaraka untuk mewujudkan SDGs. Sektor bisnis memiliki keuntungan yang sangat besar, apabila mampu turut serta menghormati dan melindungi

hak asasi manusia, seperti reputasi yang baik di mata konsumen sehingga loyalitas konsumen meningkat dan produk yang diciptakan bisa diterima dengan lebih baik oleh konsumen. Oleh karena itu, optimisme dalam melihat relasi antara sektor bisnis dan hak asasi manusia perlu untuk dijaga karena dengan optimisme tersebut dapat memperkuat relasi antara sektor bisnis dan masyarakat, menjaga jalinan relasi publik dengan privat dengan baik, dan mendukung aksi kolaboratif untuk menciptakan tekanan sosial yang kuat dalam upaya meningkatkan akselerasi perubahan positif dalam masyarakat dalam rangka mewujudkan tercapainya SDGs.

Bagian II

Konstekstualisasi

Dalam dokumen Relasi Bisnis dan HAM OK fullset (Halaman 64-68)