• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III. SPIRITUALITAS KOSMIS ST. FRANSISKUS ASISI

C. Perwujudan Spiritualitas Kosmis di dalam Hidup St. Fransiskus Asisi

1. Relasi St. Fransiskus Asisi dengan Pelbagai Unsur Ciptaan

St. Fransiskus Asisi dikenal oleh banyak orang, karena kedekatan dan rasa cintanya terhadap semua makhluk ciptaan. Kedekatan dan cintanya itu hadir dalam seluruh hidupnya. Ia sungguh menyadari makna kehadiran alam yang ada sekitarnya sebagai sesama ciptaan Tuhan. Kesadaran tersebut membuat dirinya peka dan terdorong untuk menggali makna setiap makhluk ciptaan. Pergaulan St. Fransiskus Asisi dengan ciptaan ini meliputi tiga bagian (Chang, 1989: 58-67).

a. Relasi dengan makhluk hidup

St. Fransiskus Asisi sangat mencintai makhluk hidup yang ada di sekitarnya. Rasa cinta ini diwujudkannya secara nyata dalam pergaulannya dengan pelbagai makhluk hidup. Pergaulannya dengan mahluk hidup ini sendiri dibagi lagi menjadi tiga bagian, yaitu:

1) Dunia flora

St. Fransiskus Asisi sungguh menyadari, bahwa dunia flora memiliki peran dan makna yang khas di hadapan Tuhan. Ia berusaha menggali makna tersebut dalam

hubungannya dengan dunia flora. Dalam suatu perjalanan ke pegunungan, dengan pendengaran yang tajam ia peka mendengar pesan yang disampaikan Tuhan melalui dunia flora. Ia kemudian memberitahukan pesan tersebut kepada teman-temannya “Dengar, apakah kalian mendengar dedaunan pohon membisikan sesuatu di udara? Suara itu berbicara mengenai Tuhan Pencipta. Tataplah apa yang diciptakan Allah bagi kita, karena kebaikannya tak terbatas” (Chang, 1989: 58).

St. Fransiskus Asisi juga sering mengingatkan saudaranya yang akan mencari kayu bakar. Dia selalu mengatakan supaya jangan menebang semua pohon, tetapi tebanglah pohon secukupnya saja sehingga ada pohon yang dibiarkan tetap hidup. Hal yang sama juga diingatkannya kepada saudaranya yang bekerja di kebun. Dia mengatakan supaya seluruh kebun jangan ditanami dengan sayuran yang dapat dimakan saja, tetapi juga menanam tanaman yang dapat menghasilkan daun-daunan hijau. Ia bahkan mengatakan, agar saudaranya tersebut membuat kebun kecil yang indah. Kebun kecil ini ditanami dengan semua jenis tanaman yang menghasilkan daun berbau wangi dan berbunga yang indah, supaya pada saat tanaman ini menghasilkan ia dapat mengundang semua orang untuk melihat hal itu. Dengan melihat hal itu, ia mengharapkan agar manusia dapat terdorong untuk memuji Allah. Menurutnya setiap ciptaan akan mengatakan dan berseru, “Tuhan telah menciptakan saya demi engkau, hai manusia” (Bigaroni, 2003: 169-170).

Keakraban dan persaudaraan St. Fransiskus Asisi dengan dunia flora juga menunjukkan kedekatan dan keeratan hubungannya dengan Sang Pencipta. Masing-masing dunia flora mempunyai cara yang khas untuk memuji pencipta, manusia hendaknya belajar dari dunia flora untuk memuji dan memuliakan Allah. Lewat

penghargaan yang diberikannya kepada dunia flora, ia dapat memberikan penghargaan kepada Sang Pencipta.

2) Dunia fauna

St. Fransiskus Asisi juga berusaha menggali pesan dan makna ciptaan dalam pergaulannya dengan dunia fauna. Ia bahkan menaruh perhatian yang besar terhadap cacing, padahal selama ini orang lain sering mengganggap bahwa cacing merupakan binatang yang rendah. Apabila menemukan cacing di jalan, ia memungut dan meletakannya di tempat yang aman supaya cacing tersebut tidak diinjak orang. Selain itu, ia sering meluangkan waktunya untuk menyaksikan kecerdikan lebah-lebah yang memuji kemuliaan Tuhan dalam aktifitas hidup mereka (Gobry, 1976: 113).

Cinta kasih St. Fransiskus Asisi begitu besar terhadap semua jenis hewan, baik itu kepada hewan yang merayap, burung-burung, maupun hewan yang tidak memiliki panca indera sekalipun. Di antara jenis-jenis hewan tersebut, ia paling menyayangi anak domba. Baginya, anak domba merupakan lambang kerendahan hati Yesus Kristus. Dalam perjalanannya ke Osimo bersama saudaranya yang bernama Paulus, dia berjumpa dengan seorang gembala yang sedang menggembalakan sekawanan kambing dan bandot. Seekor anak domba terlihat sedang merumput dengan tenang dan sederhana di antara kawanan kambing dan bandot tersebut. Ketika ia melihat anak domba itu, ia kemudian berkata kepada saudaranya tersebut:

Kau lihat anak domba dengan amat tenangnya di tengah-tengah sekalian kambing dan bandot itu? Demikianlah kataku, Tuhan kita Yesus Kristus berjalan-jalan dengan lemah lembut dan rendah hati di tengah-tengah kaum Parisi dan imam-imam besar. Karena itu aku meminta kepadamu, hai anakku,

demi cinta kasih kepadaNya, bersama aku mengasihi anak domba ini, membelinya dan mengeluarkannya dari tengah-tengah kambing dan bandot itu.

Paulus begitu kagum dengan belas kasih St. Fransiskus Asisi terhadap anak domba tersebut. Mereka kemudian berniat membeli dan membebaskan anak domba itu, namun tidak mempunyai apa-apa selain jubah tua yang mereka pakai. Untunglah tiba-tiba datang seorang pedagang yang dapat membantu mereka membeli anak domba itu, sehingga mereka dapat membebaskannya dari kawanan kambing dan bandot (Gobry, 1976: 115-117).

Perhatian St. Fransiskus Asisi terhadap dunia fauna juga tampak dalam pergaulannya dengan burung-burung. Dalam suatu perjalanan menuju Bevagna, ketika ia sedang memperhatikan kawanan burung di sawah, tiba-tiba muncul rombongan burung dari pelbagai penjuru dan mendarat di kakinya. Ketika ia merentangkan tangannya puluhan ekor burung hinggap di atasnya (Chang, 1989: 60). Hal ini menunjukkan kedekatan dan persahabatan antara St. Fransiskus Asisi dengan burung-burung, sehingga burung-burung tersebut tidak merasa takut kepadanya.

St. Fransiskus Asisis juga mampu menaklukkan serigala ganas yang mengancam kehidupan penduduk di kota Gubio. Dengan lemah lembut ia menyapa serigala yang ganas tersebut, sehingga serigala itu menjadi taat kepadanya. Pada akhirnya serigala itu menjadi jinak dan bahkan menjadi sahabat penduduk di Kota Gobio (Setiawati, 1990: 26-28). Kehangatan relasi St. Fransiskus Asisi juga dirasakan oleh hewan jenis lain, antara lain: kelinci, dan ikan. Ia mengganggap hewan mempunyai daya tangkap khas yang sanggup merekam maksud manusia, walaupun hewan tidak bisa berbicara seperti manusia.

3) Dunia manusia

Hidup St. Fransiskus Asisi juga dikenal karena cinta dan perhatiannya terhadap sesama manusia. Kecintaan St. Fransiskus Asisi kepada sesamanya manusia ini, terutama didasarkan atas kesadaran dalam dirinya bahwa manusia diciptakan sebagai makhluk yang secitra dengan Allah. Ia selalu menunjukkan sikap solider dan penuh rasa persaudaraan kepada semua golongan manusia, tanpa terkecuali terhadap orang miskin, penderita kusta, dan musuhnya sekalipun.

Penghayatan kemiskinan dalam diri St. Fransiskus Asisi telah membuatnya sangat dekat dengan orang-orang miskin. Ia sungguh memberikan perhatian kepada orang miskin, karena orang miskin sering dianggap rendah oleh masyarakat umum. Salah satu bentuk belas kasihannya kepada orang miskin adalah membantu mereka mendapatkan pakaian yang baik, walaupun ia sendiri hanya mempunyai jubah yang sederhana. Ia membantu orang miskin mendapatkan pakaian dengan meminta pakaian kepada orang-orang kaya. Ia sangat benci apabila ada orang yang menghina apalagi memaki orang miskin. Menurutnya “Siapa yang menghina orang miskin, berlaku tidak hormat kepada Kristus” (Gobry, 1976: 116).

Menurut Chang (1989: 62) dasar pergaulan St. Fransiskus Asisi dengan sesamanya manusia adalah “Kasihanilah musuhmu, berbuatlah baik kepada orang yang membenci kamu; mintalah berkat bagi orang yang mengutuk kamu, berdoalah bagi orang yang membenci kamu (Luk 6: 27-28). Rasa cintanya sungguh terlaksana kepada semua manusia. Selain itu, ia juga berpegang teguh pada teks Injil kesayangannya yang berbunyi: “Segala sesuatu yang kamu kehendaki supaya orang lain berbuat kepadamu, perbuatlah demikian juga kepada mereka” (Mat 7:12).

b. Relasi dengan bukan makhluk hidup

Selain memberikan perhatian kepada mahkluk hidup, St. Fransiskus Asisi juga memberikan perhatian dan cintanya kepada unsur-unsur alam, antara lain: air, api, batu karang, dan kayu. Rasa cinta St. Fransiskus Asisi terhadap alam ini didasarkan atas kesadaran, bahwa makna ilahi dan penciptaan dapat digali dari unsur-unsur alam tersebut (Chang, 1989: 64).

St. Fransiskus Asisi memandang air sebagai simbol penyucian pada waktu permandian. Ketika mencuci tangan, ia memilih tempat yang pantas, agar air yang dipergunakan untuk mencuci tangan tersebut bukan merupakan air yang tercemar. Kalau ia berjalan di atas batu, dia biasanya berjalan dengan rasa segan dan hormat demi cintanya terhadap Dia yang disebut batu karang. Baginya, batu karang yang kokoh merupakan simbol Yesus Kristus (Bigaroni, 2003: 169).

Penghargaan St. Fransiskus Asisi terhadap unsur-unsur alam menunjukkan bahwa ia selalu memupuk sikap menghargai dan membenarkan keberadaan unsur-unsur alam sebagai hasil cinta kasih Allah. Penghargaan terhadap alam ini pada akhirnya mendekatkannya dengan Sang Pencipta, sekaligus ia dapat memahami makna ciptaan di balik unsur-unsur alam tersebut.

c. Sikap dasar relasi St. Fransiskus Asisi dengan pelbagai unsur ciptaan

Kehidupan St. Fransiskus Asisi yang penuh cinta kasih telah membuatnya akrab dengan semua ciptaan. Keakraban ini dipengaruhi oleh anugerah ilahi yang diberikan oleh Allah dalam dirinya. Anugerah ini berkaitan dengan kepekaannya untuk menggali makna ilahi di balik setiap ciptaan, sehingga lewat pergaulannya dengan semua makhluk ia dapat menemukan kehadiran Allah. Semua ciptaan tidak

merasa takut bergaul dengannya. Dalam pergaulannya tersebut, ia telah menyalurkan cinta kasih yang menciptakan kedamaian dan ketenangan batin. Apabila ia bertemu dengan hewan buas, ia mempersenjatai diri dengan penuh sikap lemah-lembut dan ramah-tamah. Begitu juga halnya dengan makluk ciptaan lainnya, ia selalu berusaha bersahabat dengan mereka dengan sikap persaudaraan.

Dalam hubungannya dengan kosmos, ia menganggap keseluruhan kosmos sebagai saudara-saudarinya, mengingat keterciptaan dan ketergantungan segenap ciptaan pada Allah yang satu dan sama. Baginya, manusia sebagai salah satu makhluk ciptaan perlu menjalin persaudaraan yang akrab dengan semua unsur ciptaan, sebab sekalian ciptaan bisa menjadi anak tangga yang menuntun manusia ke tahta Sang Pencipta. Kedekatan St. Fransiskus Asisi dengan alam semesta dan segala ciptaan secara khusus dapat disimak dalam kidung rohaninya, ‘Gita Sang Surya’ yang digubah dua bulan menjelang ia wafat. Dalam kidung ini, tampak persaudaraan dan persahabatannya secara akrab dengan semua mahkluk ciptaan Tuhan (Chang, 2001: 105-106).