• Tidak ada hasil yang ditemukan

Relasi Agen - Stuktur

Dalam dokumen RELASI SOSIAL DALAM IMPLEMENTASI PERDA N (Halaman 49-54)

PERSPEKTIF TEORITIS II. 1 Teori Strukturasi – Anthony Giddens

II.1.2 Relasi Agen - Stuktur

Menurut teori strukturasi, domain dasar kajian ilmu-ilmu sosial bukanlah pengalaman masing-masing aktor ataupun keberadaan setiap bentuk totalitas masyarakat, melainkan praktik-praktik sosial yang terjadi di sepanjang ruang dan

waktu. Aktifitas-aktifitas sosial manusia, seperti halnya benda-benda alam yang yang berkembang biak sendiri, saling terkait satu sama lain. Maksudnya, aktifitas-aktifitas sosial itu tidak dihadirkan oleh para aktor sosial, melainkan terus-menerus diciptakan oleh mereka melalui sarana-sarana pengungkapan diri mereka sebagai aktor. Di dalam dan melalui aktivitas-aktivitas mereka, para agen mereproduksi kondisi-kondisi yang memungkinkan keberadaan aktivitas-aktivitas itu.21

Inti teori strukturasi Giddens, dengan fokusnya pada praktik-praktik sosial, adalah suatu teori mengenai hubungan antara agensi dan struktur. Menurut Richard J. Berstein:”Inti persis teori strukturasi dimaksudkan untuk menjelaskan dualitas dan pengaruh-mempengaruhi dualektis antara agensi dan struktur”(1989:23). Oleh karena itu, agensi dan struktur tidak dapat dianggap sebagai bagian dari satu sama lain; mereka adalah adalah suatu dualitas, semua tindakan sosial meliputi struktur, dan semua struktur meliputi tindakan sosial. Agensi dan struktur terjalin tidak terpisahkan di dalam kegiatan atau praktik-praktik manusia yang berkelanjutan.22

Konsisten dengan penekanannya pada agensi, Giddens memberi kekuasaan yang besar pada sang agen. Dengan kata lain, para agen (giddens) mempunyai kemampuan untuk membuat suatu perbedaan di dalam dunia sosial. Bahkan lebih kuat lagi, para agen tidak bermakna tanpa kekuasaan; yakni, seorang aktor berhenti menjadi seorang agen jika dia kehilangan kecakapan untuk 21

Ibid., hal 3

22

George Ritzer, TEORI SOSIOLOGI:Dari Sosiologi Klasik Sampai Perkembangan Terakhir Postmodern.Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2012, hal 889

membuat perbedaan. Giddens tentu saja mengakui bahwa ada pembatas-pembatas untuk para aktor, tetapi hal itu tidak berarti bahwa para aktor tidak mempunyai pilihan-pilihan dan tidak membuat perbedaan. Bagi Giddens, kekuasaan secara logis lebih dahulu daripada subjektifitas karena tindakan melibatkan kekuasaan, atau kemampuan mengubah situasi. Dengan demikian, teori strukturasi Giddens memberi kekuasaan pada aktor dan tindakan dan berlawanan dengan teori-teori yang tidak dengan orientasi demikian dan sebagai gantinya memberi nilai penting karena maksud sang aktor (fenomenologi) atau kepada struktur eksternal (fungsionalisme struktural).23

Inti konseptual teori strukturasi terletak pada pada ide-ide mengenai struktur, sistem, dan dualitas struktur itu. Struktur didefinisikan sebagai “sifat-sifat penyusun (aturan-aturan dan sumber-sumber daya... “sifat-sifat-“sifat-sifat yang memungkinkan adanya praktik-praktik sosial serupa yang dapat dilihat membentang rentang ruang dan waktu dan yang memberi bentuk sistematik pada mereka”(Giddens, 1984:17). Struktur dimungkinkan oleh adanya aturan-aturan dan sumber daya-sumber daya. Struktur-struktur itu sendiri tidak ada dalam ruang dan waktu. Lebih tepatnya, fenomena sosial mempunyai kapasitas untuk menjadi terstruktur. Giddens berpendapat bahwa “struktur hanya ada di dalam dan melalui kegiatan agen-agen manusia”. Oleh karena itu, Giddens memberikan suatu definisi struktur yang sangat tidak lazim yang tidak mengikuti pola Durkhemian yang memandang struktur-struktur sebagai hal yang eksternal dan memaksa bagi aktor. Dia berhati-hati utuk menghindari kesan bahwa struktur adalah “diluar”

23

Ibid., hal 892

atau “eksternal” bagi tindakan manusia. “Dalam pemakaian saya, struktur adalah apa yang memberi forma dan bentuk itu”.24

Dualitas terletak dalam fakta bahwa suatu ‘struktur mirip pedoman’ yang menjadi prinsip praktik-praktik diberbagai tempat dan waktu tersebut merupakan hasil perulangan berbagai tindakan kita. Namun sebaliknya, skemata yang mirip ‘aturan’ itu juga menjadi sarana (medium) bagi berlangsungnya praktik sosial kita. Giddens menyebut skemata itu struktur. Sebagai prinsip praktik entah di Jakarta atau Medan, tahun 1992 maupu 1997, sifat struktur adalah mengatasi waktu dan ruang (timeless and spaceless) serta maya (virtual), sehingga bisa diterapkan pada berbagai situasi dan kondisi. Berbeda dengan pengertian Durkheimian tentang struktur yang lebih bersifat mengekang (constraining), struktur dalam gagasan Giddens juga bersifat memberdayakan (enabling): memungkinkan terjadinya praktik sosial. Itulah mengapa Giddens melihat struktur sebagai sarana (medium dan resources). Bila kita mengendarai sepeda motor atau mobil, dan kita menyalakan lampu tanda akan belok kiri, tindakan kita menyalakan lampu itu tidak akan dipahami oleh pengendara di belakang atau di depan kecuali sudah ada skemata tata lalu-lintas yang berlaku dalam masyarakat yang bersangkutan. Adanya skemata itu (dalam hal aturan lalu-lintas) memungkinkan kita melakukan tindakan belok kiri dengan aman. Itulah struktur.25

24

Ibid., hal 892

25

Priyono. B. Herry, “Anthony Giddens”: suatu pengantar, Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia (KPG), 2002, hal 22-23

Meskipun bersifat obyektif, obyektifitas struktur sosial Berbeda dengan watak obyektif struktur dalam madzhab fungsionalisme maupun strukturalisme, dimana struktur menentang dan mengekang pelaku. Bagi Giddens, obyektivitas struktur tidak bersifat eksternal melainkan melekat pada tindakan praktik sosial yang dilakukan. Struktur bukanlah benda melainkan “skemata yang hanya tampil dalam praktik sosial kita”.26

Dari berbagai prinsip struktural, Giddens terutama melihat tiga gugus besar struktur. Pertama, struktur penandaan atau signifikansi (signification) yang menyangkut skemata simbolik, pemaknaan, penyebutan, dan wacana. Kedua, struktur penguasaan atau dominasi (domination) yang mencakup skemata atas orang (politik) dan barang/hal (ekonomi). Ketiga, struktur pembenaran atau legitimasi (legitimation) yang menyangkut skemata peraturan normatif, yang terungkap dalam tata hukum.27 Dari contoh diatas, menyebut pengajar dengan istilah’guru’ atau menyalakan lampu tanda belok kiri merupakan praktik sosial pada gugus struktur signifikansi. Menyimpan uang di Bank merupakan praktik sosial dalam bingkai struktur dominasi ekonomi (kontrol atas uang atau barang). Pemungutan suara dalam pemilu juga merupakan praktik pada sosial dalam bingkai struktur dominasi ekonomi (kontril atas uang atau barang). Pemungutan suara dalam pemilu juga merupakan praktik pada lingkup struktur dominasi, namun menyangkut penguasaan atas orang (politik). Razia polisi lalu-lintas

26

Dikutip dari Priyono. B. Herry, 2002, hal 24-25, lihat jugaThe Constitution of Society, 1984, Cambridge: Plity Press, hal 25

27

Ibid, hal 29

terhadap para pengendara sepeda motor atau mobil yang tidak membawa SIM merupakan praktik sosial dalam bingkai struktur legitimasi.

Dalam gerak praktik-praktik sosial, ketiga gugus prinsip struktural tersebut terkait satu sama lain. Struktur signifikansi pada gilirannya mencakup struktur dominasi dan legitimasi. Contohnya, skemata signifikansi ‘orang yang mengajar disebut guru’ pada gilirannya menyangkut skemata dominasi ‘otoritas guru atas murid’ dan skemata legitmasi hak guru atas ‘pengadaan ujian’ untuk menilai proses belajar murid. Hal yang sama juga berlaku bagi struktur dominasi dan legitimasi. Ringkasan berikut ini mungkin berguba :28

S-D-L : tata simbol/ wacana - lembaga

Dalam dokumen RELASI SOSIAL DALAM IMPLEMENTASI PERDA N (Halaman 49-54)

Dokumen terkait