• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

C. Remaja Panti Sosial Asuhan Anak Yogyakarta

3. Remaja Penghuni Panti Sosial Asuhan Anak

a. Pengertian Remaja Penghuni Panti Sosial Asuhan Anak

Menurut buku Pedoman Pelayanan Sosial Anak Terlantar Melalui

Panti Sosial Asuhan Anak (PSAA) anak terlantar adalah anak-anak

yang karena sebab-sebab tertentu telah mengakibatkan kebutuhan

dasarnya tidak terpenuhi secara wajar, baik kebutuhan fisik, mental

maupun sosial. Sedangkan yang dimaksud dengan Panti Sosial Asuhan

Anak (PSAA) adalah suatu lembaga pemerintah atau swasta yang

bertanggung jawab untuk menyelenggarakan alternatif pengasuhan

anak, perlindungan dan pelayanan sosial bagi anak selain orang tua atau

keluarganya.

Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa remaja

penghuni panti asuhan adalah anak terlantar dengan rentang usia antara

12/13-19/20 tahun yang tidak memiliki kebutuhan dasar yang diasuh

oleh suatu lembaga dalam rangka memenuhi kebutuhan dasar tersebut.

b. Situasi Remaja PSAA

Berdasarkan penelitian kualitas pengasuhan anak di panti sosial

asuhan anak yang dilakukan padatahun 2006 dan 2007 oleh Save the

Children dan Kementerian Sosial (Kemensos) dengan dukungan dari

Unicef. Penelitian dilakukan di enam provinsi yaitu Nangroe Aceh

Nusa Tenggara Barat, dan Maluku; termasuk satu panti percontohan

milik Kemensos di Pati, Jawa Tengah. Penelitian ini bertujuan untuk

menyediakan gambaran yang komprehensif tentang kualitas

pengasuhan di Panti Sosial Asuhan Anak (PSAA) di Indonesia.

Beberapa temuan inti dari penelitian tersebut adalah:

1) Panti asuhan lebih berfungsi sebagai lembaga yang menyediakan

akses pendidikan kepada anak dari pada sebagai lembaga alternatif

terakhir pengasuhan anak yang tidak dapat diasuh oleh orangtua atau

keluarganya.

2) Anak-anak yang tinggal di panti umumnya (90%) masih memiliki

kedua orang tua dan dikirim ke panti dengan alasan utama untuk

melanjutkan pendidikan.

3) Berdasarkan tujuan panti ke arah pendidikan, anak-anak harus

tinggal lama di panti sampai lulus SLTA dan harus mengikuti

pembinaan daripada pengasuhan yang seharusnya mereka terima.

4) Pengurus panti tidak memiliki pengetahuan memadai tentang situasi

anak yang seharusnya diasuh di dalam panti, dan pengasuhan yang

idealnya diterima anak (Standar Nasional Pengasuhan Untuk

Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak).

Temuan dari penelitian di atas merupakan gambaran situasi secara

umum pada PSAA di seluruh Indonesia. Pada PSAA Yogyakarta, ibu

Endang Iriyanti sebagai kepala panti menjelaskan bahwa sasaran PSAA

perempuan usia 6-18 tahun, 2) yatim, piatu, yatim piatu dan terlantar, 3)

anak yang keluarganya tidak mampu memberikan perlindungan karena

kondisi khusus keluarga klien maupun lingkungan klien. Jenis

pelayanan yang diberikan adalah perlindungan dan pengasramaan,

kebutuhan dasar (pangan, pakaian, kesehatan, penguatan mental sosial,

keagamaan, penyaluran bakat dan minat) dan sasaran pendidikan formal

baik tingkat SD sampai dengan SLTA.

Latar belakang mereka menjadi penghuni PSAA Yogyakarta

beragam, diantaranya karena faktor ekonomi keluarga yang kurang,

memiliki orang tua yang mengalami gangguan jiwa atau cacat fisik,

memiliki orang tua sebagai tuna susila, dibuang oleh orang tua atau

kelarga, dan yatim piatu. Selain karena masa remaja dianggap sebagai

periode “badai dan tekanan” yaitu suatu masa dimana ketegangan emosi meninggi sebagai akibat dari perubahan fisik dan kelenjar, ditambah

dengan latar belakang seperti dijelaskan di atas maka pihak PSAA

menyediakan bimbingan konseling untuk anak panti.

c. Situasi Khusus Perkembangan Emosi Remaja PSAA

Untuk mencapai kematangan emosi, remaja harus belajar

memperoleh gambaran tentang situasi-situasi yang dapat menimbulkan

reaksi emosional. Caranya adalah dengan membicarakan pelbagai

masalah pribadinya dengan orang lain. Dalam proses ini lingkungan

Makmur Sunusi (dalam Kementerian Sosial RI, 2008), Direktur

Jendral Pelayanan Sosial dan Rehabilitasi Sosial Depsos Rl mengatakan

bahwa, "Indonesia telah mengakui secara jelas bahwa keluarga adalah

lingkungan terbaik bagi anak-anak untuk tumbuh dan penelitian ini

merupakan langkah penting untuk memastikan bahwa kebutuhan

anak-anak yang memerlukan pengasuhan alternatif dipenuhi dengan

profesionalitas dan pengasuhan yang berkualitas dan panti asuhan

merupakan pilihan terakhir."

Pengasuhan di panti asuhan ditemukan sangat kurang. Hampir

semua fokus ditujukan untuk memenuhi kebutuhan kolektif, khususnya

kebutuhan materi sehari-hari sementara kebutuhan emosional dan

pertumbuhan anak-anak tidak dipertimbangkan. Sekali anak-anak

memasuki panti asuhan, mereka diharapkan untuk tinggal di sana

sampai lulus dari SMA kecuali mereka melanggar peraturan atau tidak

berprestasi di sekolah (dalam Kementerian Sosial RI, 2008).

Sebuah penelitian serupa yang dilakukan oleh Goldfard

(dalam Burns, 1993) menunjukkan bahwa anak yang dibesarkan dalam

suatu institusi, cenderung mengalami hambatan dalam perkembangan

kepribadiannya, misalnya cenderung untuk menarik diri dari

lingkungan dan mengalami retardasi fisik atau mental. Peran PSAA

adalah sebagai lembaga yang memberikan pelayanan pengganti fungsi

keluarga. Penghuni PSAA biasanya sulit mendapatkan perhatian yang

berbagi perhatian dengan begitu banyak anak asuh lainnya. Dalam

sebuah keluarga pada umumnya kemampuan mengontrol emosi

diperoleh melalui peniruan dan latihan atau pembiasaan orang tua,

berarti bagi penghuni PSAA proses peniruan dan latihan mengontrol

emosi ini mereka dapat dari para pengasuhnya.

Penghuni di PSAA Yogyakarta, tidak selalu mereka adalah yang

kehilangan orang tua ataupun salah satu orang tuanya, tetapi juga

penghuni yang terlantar karena sebab-sebab lainnya, seperti faktor

ekonomi keluarga yang kurang, memiliki orang tua yang mengalami

gangguan jiwa atau cacat fisik, memiliki orang tua sebagai tuna susila,

dibuang oleh orang tua atau kelarga, dan yatim piatu. Sehingga

sebab-sebab keberadaan mereka di panti asuhan dapat memberikan kesan

khusus pada perkembangan emosinya. Selain karena masa remaja

dianggap sebagai periode “badai dan tekanan” yaitu suatu masa dimana ketegangan emosi meninggi sebagai akibat dari perubahan fisik dan

kelenjar, ditambah dengan latar belakang seperti dijelaskan di atas maka

pihak PSAA menyediakan bimbingan konseling untuk anak panti.

d. Situasi Khusus Terkait Perkembangan Belajar dan Prestasi Belajar

Remaja PSAA

Ada sebuah penelitian yang mengemukakan bahwa regulasi

emosi sangat penting bagi keberhasilan akademik. Remaja yang sering

yang rendah, begitupun sebaliknya, anak yang sering mengalami emosi

yang positif cenderung memiliki prestasi belajar yang tinggi (dalam

Yusuf & Sugandhi, 2011).

Dalam lingkungan panti peran pengasuh sangat mempengaruhi

perkembangan anak asuh dari pengasuhan yang diberikan. hal tersebut

disebabkan karena pengasuh berkaitan dengan perilaku dan sikap

terhadap anak dalam menciptakan suatu iklim emosional pada

hubungan antara orang tua dan anak (Jaya, 2009)

Dokumen terkait