• Tidak ada hasil yang ditemukan

RETORIKA DAKWAH

Dalam dokumen Khutbah, Pidato & Ceramah (Halaman 115-123)

Retorika berasal dari bahasa yunani “rethor” yang dalam bahasa Inggris sama dengan “orator” artinya orang yang mahir

52 Retorika dakwah adalah kepandaian menyampikan ajaran Islam secara lisan guna terwujudnya situasi dan kondisi yang Islami. Retorika dakwah merupakan cabang dari ilmu komunikasi yang membahas tentang bagaimana menyampaikan pesan kepada orang lain melalui seni berbicara agar pesan kita dapat diterima. Sarwinda, Retorika Dakwah K.H. Muhammad Dainawi, L e n t e r a , V o l . I , N o . 2 , D e s e m b e r 2 0 1 7, hal. 168

116 | H D M I

berbicara di hadapan umum53.dalam bahasa Inggris ilmu ini banyak dikenal dengan “rhetorics” artinya ilmu pidato di depan umum

Arti retorika adalah seni berpidato atau mengarang/membuat naskah dengan baik. Dalam Webster's World College Dictionary disebutkan bahwa retorika adalah "the art of speaking or writing with correctness, clearness and strength", yakni seni berpi iato atau mengarang dengan benar, teliti, jelas, dan kuat. Retorika juga diartikan sebagai kesenian untuk berbicara baik, yang dicapai berdasarkan bakat alam (talenta) dan keterampilan teknis (arts,techne). Seni dan kepandaian berbicara dibutuhkan dalarn banyak medan kehidupan manusia dalam hubungannya dengan lain. Mulai dari seorang pengacara,jaksa, hakim, pedagang sampai kepada negawaran, semuanya membutuhkan retorika54

Istilah “retorika” atau menurut sebagian ahli disebut “retorik” belum begitu popular di Indonesia.Istilah ini barangkali terbatas pemahamannya dikalangan mereka yang mempelajarinya saja atau pada lembaga-lembaga yang secara langsung berkepentingan dengan ilmu ini.Tidak populernya istilah tersebut dikalangan bangsa Indonesia, tidak berarti bahwa bangsa ini tidak memanfaatkan retorika.Retorika telah banyak dimanfaatkan dalam kegiatan bertutur, baik bertutur secara spontan, secara tradisional maupun secara terencana.Bahkan pada hakekatnya bermasyarakat

53 Sunarjo, Djoenaesih S. Sunarjo, Komunikasi, Persuasi Dan Retorika (Yogyakarta: Liberty, 1983), hal. 51 dalam Gaya Retorika Dakwah Ustadz Abdul Somad, hal. 27

54

Hamzah Ya'qub, PublisistikIslam, (Bandung: CV.Diponegoro 1981), hal. 99 dalam Abdullah, Retorika Dan Dakwah Islam, Jurnal Dakwah, Vol. X No. 1, Januari-Juni 2009, hal. 109

117 | H D M I

dan berbudaya lewat kegiatan bertuturnya, hanya saja mereka tidak menggunakan istilah retorika sebagai kegiatan bertuturnya.55

a. Macam-Macam Retorika secara Umum 1. Rektorika Spontan dan Intuisif

Rektorika yang disampaikan secara spontan saja tanpa pemakaian ulasan dan gaya tutur yang terencana. Percakapan tertutur sebagian besar diperoleh dari proses belaja, manivestsi dari sikap mentalpositif terhadap masalah bertutur dan akibat dari ketekunan berlatih diri.Bakat tidak banyak mentukan, jika tidak disertai kesediaan belajar dan berlatih diri56

2. Rektorika Tradisional

Menyampaikan tutur dengan cara tradisional (konvensional) yaitu cara- cara yang telah di gariskan oleh generasi- generasi57

3. Rektorika Terencana

rektorika yang direncanakan secara sadar sebelumnya untuk diarahkan kesatu tujuan yang jelas. Oleh karena itu penutur berpegang pada prinsip - prinsip yang digariskan oleh ahli- ahli retorika atau ilmuilmu lain yang menggunakan retorika dalam penetapannya58.

b. Retorika atau Gaya Bahasa (Stelistika)

55

Sunarto, Retorika Dakwah (Surabaya: Jaudar Press, 2014), hal. 1 dalam Gaya Retorika Dakwah Ustadz Abdul Somad, hal. 27

56

Masrun Billah, Gaya Retorika Ustad Adi Hidayat Dalam Ceramah „‟Keluarga Yang Dirindukan Rosulullah Saw‟‟ Pada Media Youtube, hal. 28

57

Masrun Billah, Gaya Retorika Ustad Adi Hidayat Dalam Ceramah „‟Keluarga Yang Dirindukan Rosulullah Saw‟‟ Pada Media Youtube, hal. 28

58

AS Sunarto, Rektorika Dakwah. Surabya Jaudar press, 2014 hal.33 dalam Masrun Billah, Gaya Retorika Ustad Adi Hidayat Dalam Ceramah „‟Keluarga Yang Dirindukan Rosulullah Saw‟‟ Pada Media Youtube, hal. 29

118 | H D M I

Retorika atau Gaya Bahasa (Stelistika) Diantara retorika dalam komunikasai dakwah menurut pendekatan stelistika seni gaya bahasa meliputi59 :

1. Metafora (menerangkan sesuatu yang sebelumnya tidak dikenal dengan mengidentifkasikannya dengan sesuatu yang dapat disadari secara langsung, jelas dan dikenal, tamsil);

2. Monopoli Semantik (penafsir tunggal yang memaksakan kehendak atas teks yang multi-interpretatif);

3. Fantasy Themes (tema-tema yang dimunculkan oleh penggunaan kata/istilah bisa memukau khalayak);

4. Labelling (penjulukan, audiens diarahkan untuk menyalahkan orang lain),

5. Kreasi Citra (mencitrakan positif pada satu pihak, biasanya si subjek yang berbicara);

6. Kata Topeng (kosakata untuk mengaburkan makna harfahnya/ realitas sesungguhnya);

7. Kategorisasi (menyudutkan pihak lain atau skenario menghadapi musuh yang terlalu kuat, dengan memecah-belah kelompok lawan); 8. Gobbledygook (menggunakan kata berbelit-belit, abstrak dan tidak secara langsung menunjuk kepada tema, jawaban normatif); 9. Apostrof (pengalihan amanat dengan menggunakan proses/kondisi/ pihak lain yang tidak hadir sebagai kambing hitam yang bertanggungjawab kepada suatu masalah).

c. Catatan Ketika Sudah di Podium

59

Isina Rakhmawati, Kontribusi Retorika Dalam Komunikasi Dakwah( Relasi Atas Pendekatan Stelistika Bahasa ) Volume 1, Nomor 2, Juli – Desember 2013, hal.50

119 | H D M I

Apabila anda sudah diatas podium anda harus tenang dan tentram, dengan menunjukkan air mata yang manis dan panjangkanlah nafas anda. Pandanglah hadirin dengan tenang, dan tataplah mata mereka dengan pandangan yang tajam, setelah itu barulah anda menyampaikan salam dengan suara yang cukupan ( jangan terlalu keras dan jangan pula terlalu rendah. )

Selama dimimbar/podium hendaklah anda selalu berpandangan dengan hadirin, hadirin yang berada di depan podium, yang berada di sebelah kiri dan kanan semua harus mendapat perhatian dan pandangan anda.

Bagi anda yang belum biasa memang teori ini akan terasa sukar sekali, perasaan malu-malu dan enggan selalu meliputi jiwa anda terlebih-lebih kalau orang yang di depan podium itu orang besar, orang terkemuka, guru-guru anda atau ayah/mertua anda. Dan tekanlah perasaan malu-malu anda demi untuk suksesnya pidato anda.

d. Gaya Bahasa

Suatu hal yang peru kita ketahui terhadap para pendengar dikala kita menyusun dakwah yang akan kita sampaikan yaiu mengetahui tentang keadaan pendengar itu seluas mungkin, sifatnya, perwatakannya, tingkat kecerdasannya dsbnya, karena itu akan mempengaruhi tanggapan dan daya tangkapan nya. Dalam hal ini peranan bahasa adalah merupakan suatu factor yang sangat menentukan sebab bahasa adalah alat penyampaian maksud yang dikandung oleh muballigh kepada orang banyak itu tentu

berbeda-120 | H D M I

beda taraf pengertian dan kecerdasannya disamping ada perbedaan perasaan.

Dari sebuah Hadits yang diceritakan dari Ibnu Umar, bahwa Rasulullah SAW pernah bersabda :

Artinya : “ Kami sekalian Nabi-Nabi disuruh berkata kata kepada

manusia menurut ukuran fikiran/akal mereka”

Dari Hadits diatas dapat kita ambil beberapa pedoman yaitu :

1. Gunakanlah bahasa yang sederhana tidak terlalu halus dan tidak pula terlalu kasar.

2. Jangan menggunakan bahasa asing kalau tidak betul-betul erpaksa apalagi kalau mengeluarkan bahasa asing itu sekedar untuk pameran.

3. Kalau terpaksa harus menggunakan bahasa asing, maka cara membacanya hendaklah ditaskhelah benar-benar.

4. Usahakan agar jangan mengulang satu kalimat berulang kali, kalau terpaksa kalimat itu harus diulang maka carikanlah kalimat yang artinya sama. Misalnya : “karena itu” kalimat lain yang artinya sama dengan kalimat “karena itu” adalah kalimat “oleh sebab itu”, lantaran itu, dsbnya.

5. Jangan sekali-kali mengeluarkan kata-kata dengan tujuan sengaja agar ditertawai oleh

hadirin.

e. Gaya Suara

Merupakan seni dalam berkomunikasi, untuk menikmati perhatian dapat dikerjakan dengan jalan berbicara dengan irama

121 | H D M I

yang berubah-ubah sambil memberikan tekanan-tekanan tertentu pada kata-kata yang memerlukan perhatian khusus60

Muballigh juga harus pandai mengatur suaranya, apalagi dikala membacakan ayat-ayat suci Al-Qur‟an, suaranya harus benar-benar sesuai atau mengikuti irama daripada ayat-ayat yang dibacanya. Tinggi rendah suara hendaklah diatur dengan sebaik-baiknya, dari rendah kemudian ditambah sedikit demi sedikit sehingga menjadi cukupan jangan terlalu keras, kecuali pada waktu agitasi. Yaitu di waktu akan membangkitkan semangat para pendengar, maka sekali-kali diperlukan waktu agitasi. Karena terlalu banyak agitasi menyebabkan sebagian besar daripada para pendengar menjadi bosan. Pada permulaan pidato hendaknya mengucapkan kalimat itu dengan nada agak terputus-putus, seakan-akan tiap kalimat itu diucapkan tertekan oleh fiiran yang mendalam. Setelah itu berjalan biasa tidak terlalu lambat dan tiidak terlalu cepat.

Apabila pidato akan mendekati selesai, irama dan suara juga harus segera berubah sebagaiman permulaannya, disamping itu perlu diingatkan pula bahwa gerakkan badan/ anggota badan diwaktu berpidato itupun kadang diperlukan. Akan tetapi berpidato dengan terlalu banyak gerakan badan juga tidak baik.

Ada beberapa hal yang mempengaruhi gaya suara ; 1. Pitch

Pitch dalam suara selagi berbicara tidak boleh terlalu tinggi maupun terlalu rendah, tetapi enak digunakan, dan setiap pembicara harus mempelajari berbagai variasi dalam Pitch untuk menghasilkan

60

A.W. Widjaja, Komunikasi-Komunikasi dan Hubungan Masyarakat (Jakarta; Bumi Aksara, 1993), hal. 50

122 | H D M I

yang terbaik. Seseorang menggunakan Pitch dalam suaranya untuk menekankan arti dalam pesan atau menunjukkan bahwa sesuatu yang bermakna yang umumnya terkait) dengan kata tertentu harus diabaikan atau diinterpretasikan sebagai ironi atau sarkasme61.

2. Loudness

Loudness menyangkut keras atau tidaknya suara. Dalam berceramah, ini perlu menjadi perhatian. Kita harus mampu mengatur atau lunaknya suara yang kita keluarkan, dan ini tergantung pada situasi dan kondisi yang kita hadapi. Tingkat kerasnya suara memiliki satu fungsi mendasar dan vital dalam komunikasi. Pesan harus mengandung kekuatan suara yang cukup agar dapat sampai pada Loudness menyangkut keras atau tidaknya suara. Dalam berceramah, ini perlu menjadi perhatian. Kita harus mampu mengatur atau lunaknya suara yang kita keluarkan, dan ini tergantung pada situasi dan kondisi yang kita hadapi. Tingkat kerasnya suara memiliki satu fungsi mendasar dan vital dalam komunikasi. Pesan harus mengandung kekuatan suara yang cukup agar dapat sampai pada tingkat suara yang wajar.

3. Rate dan Rhythm

Rate atau kecepatan merupakan cepat lambat dalam irama suara. Biasanya cepat atau lambatnya suara berhubungan erat dengan Rhythmdan irama. Para pembicara mesti memperhatikan masalah ini dengan serius.Kita harus mengatur kecepatan suara dan serasikan suara dengan irama. Suara yang disampaikan terlalu cepat atau

61

Achmad HP. Alek Abdullah, Linguistik Umum (Jakarta: Erlangga. 2012), hal. 34 dalam Masrun Billah, Gaya Retorika Ustad Adi Hidayat Dalam Ceramah „‟Keluarga Yang Dirindukan Rosulullah Saw‟‟ Pada Media Youtube, hal. 37.

123 | H D M I

terlalu lambat, akan menyulitkan pendengar dalam menangkap maksud pembicara bahkan pendengar menjadi dingin dan lesu.62

4. Jeda atau Pause

Jeda dapat dikatakan sebagai bagian rate atau kecepatan, yang berfungsi sebagai pungtuasi lisan. Umumnya jeda yang singkat berguna untuk titik pemisah, sebagai pemisah suatu kesatuan pikiran atau memodifikasi ide, seperti fungsi koma, dalam penulisan. Jeda panjang biasanya berguna untuk memisahkan pemikiran yang lengkap seperti kalimat, tanda Tanya, tanda seru dalam sebuah kalimat dalam tulisan.63

f. Gaya gerak tubuh 1. Sikap Badan

gerakan badan akan menentukan makna dari pesan yang disampaikan.

2. Penampilan dan Pakaian

Jagalan penampilan dan pakaian dalam berpidato. 3. Air Muka (Ekspresi) dan Gerakan Tangan

Ekspresi muda mempengaruhi penonton dan gerakan tangan tidak terlalu berlebihan.

4. Pandangan Mata

Memandang penonton merupakan salah satu kunci kesuksesan mempengaruhi dan menyampaikan pesa.

Dalam dokumen Khutbah, Pidato & Ceramah (Halaman 115-123)

Dokumen terkait