• Tidak ada hasil yang ditemukan

Investasi dalam Saham Perseroan mengandung risiko. Calon investor harus mempertimbangkan dengan cermat faktor-faktor risiko berikut ini, serta informasi-informasi lainnya yang disebutkan di dalam Penawaran ini, sebelum melakukan investasi dalam Saham Perseroan. Risiko-risiko yang dijelaskan dibawah ini bukan satu-satunya risiko yang dapat mempengaruhi saham-saham Perseroan. Risiko-risiko lain yang saat ini tidak Perseroan ketahui atau yang saat ini tidak dianggap penting juga dapat mengganggu bisnis, arus kas, hasil usaha, kondisi keuangan atau prospek usaha Perseroan. Secara umum, investasi dalam efek-efek dari perusahaan-perusahaan di negara-negara berkembang seperti Indonesia mengandung risiko-risiko yang umumnya tidak terkait dengan investasi pada efek-efek di perusahaan-perusahaan di negara dengan keadaan ekonomi yang lebih maju. Apabila hal tersebut terjadi, maka harga Saham Perseroan di pasar modal dapat turun dan para investor dapat menghadapi potensi kerugian investasi.

Risiko-risiko yang akan diungkapkan dalam uraian berikut merupakan risiko-risiko yang material bagi Perseroan dan Entitas Anak serta telah dilakukan pembobotan berdasarkan dampak dari masing-masing risiko terhadap kinerja keuangan Perseroan dan Entitas Anak.

A. RISIKO USAHA YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEGIATAN USAHA PERSEROAN

1. Risiko harga Batubara yang memiliki siklus dan dapat berfluktuasi secara signifikan, serta kelebihan pasokan Batubara di masa mendatang dapat berdampak negatif pada profitabilitas Perseroan

Hasil kegiatan usaha Perseroan sangat bergantung pada harga yang diterima Perseroan pada saat Perseroan melakukan penjualan Batubara. Harga Batubara didasarkan pada atau dinegosiasikan dengan mengacu pada indeks harga Batubara dunia, yang cenderung mengalami siklus dan dapat berfluktuasi secara signifikan. Pasar Batubara dunia sensitif terhadap kondisi perekonomian dunia, perubahan kapasitas pertambangan serta tingkat produksi Batubara, pola permintaan dan konsumsi Batubara dari industri pembangkit tenaga listrik serta industri-industri lainnya yang menggunakan Batubara sebagai bahan bakar utama. Pola konsumsi Batubara oleh industri pembangkit tenaga listrik dan industri lainnya yang menggunakan Batubara sebagai bahan bakar utama dipengaruhi oleh permintaan atas produk-produk mereka, peraturan di bidang lingkungan hidup serta peraturan perundang-undangan lainnya, perkembangan teknologi serta harga dan ketersediaan Batubara dari tambang yang dimiliki oleh perusahaan pesaing serta sumber daya energi alternatif lainnya.

Harga Batubara secara umum meningkat pada tahun 2007 hingga kuartal ketiga tahun 2008, sebelum akhirnya menurun pada kuartal ketiga 2008 hingga semester kedua tahun 2009 sebagai akibat dari krisis keuangan global dan kesulitan ekonomi yang terjadi di Amerika Serikat, Eropa dan berbagai bagian dunia lainnya.

Harga kontrak Batubara secara umum meningkat pada tahun 2010 dan 2011, yang disebabkan oleh ketidakseimbangan antara permintaan dan penawaran serta pemulihan perekonomian negara-negara. Pada pasar spot, meskipun harga Batubara termal bertahan pada level yang relatif tinggi, yaitu pada US$110 per ton (FOB berdasarkan Indeks Batubara Termal Newcastle), untuk sebagian besar tahun 2011, harga di pasar spot mulai menurun sejak bulan Februari 2012 dan terus menurun sampai dengan Mei 2012. Menurut AME, penurunan harga Batubara saat ini, dapat diakibatkan oleh, antara lain, melambatnya pertumbuhan permintaan Batubara di China, menurunnya permintaan Batubara di Jepang sebagai akibat dari penggantian sumber energi menjadi sumber energi alternatif seperti gas alam, dan meningkatnya persediaan Batubara dari produsen Batubara di negara-negara yang sebelumnya tidak secara aktif berkelanjutan mengekspor Batubara ke pasar Asia Pasifik, seperti Amerika Utara dan Kolombia. Terdapat laporan yang menyatakan bahwa pertumbuhan ekonomi China telah melambat dan

permintaan. Lebih lanjut, menurut AME, dikarenakan memburuknya kondisi ekonomi di Uni Eropa, permintaan Batubara di pasar Atlantik telah berkurang dan produsen Batubara di negara-negara yang secara tradisional telah memasok pasar Atlantik, seperti produsen Batubara di Afrika Selatan, telah mengekspor Batubara mereka ke pasar Asia, yang mengakibatkan peningkatan pasokan Batubara di pasar tersebut.

Sejumlah pelanggan Batubara, seperti perusahaan utilitas listrik, terutama di Amerika Serikat, telah berusaha semaksimal mungkin untuk beralih kepada gas alam sebagai sumber energi, terutama disebabkan karena harga gas alam yang lebih rendah. Hal ini mengakibatkan munculnya kekhawatiran bahwa telah terjadi kelebihan pasokan Batubara termal domestik di pasar Amerika Serikat. Perseroan meyakini bahwa perubahan dalam pasokan Batubara telah dan akan terus memiliki efek yang merugikan terhadap harga Batubara.

Tidak dapat dipastikan bawah kondisi di atas tidak akan bertahan dan jika terjadi kemunduran ekonomi yang buruk atau berkepanjangan di China, India, dan Asia pada umumnya ataupun kemunduran ekonomi secara global, pelonggaran kebijakan pemerintah China yang membatasi ekspor Batubara dari China (termasuk pembatasan kuota ekspor dan bea ekspor). atau meningkatnya produksi dan distribusi Batubara di Australia, Afrika Selatan dan China, harga Batubara dapat lebih menurun dari tingkat yang ada saat ini.

Harga Batubara juga dipengaruhi oleh sejumlah faktor yang tidak dapat dikendalikan oleh Perseroan, seperti cuaca, permasalahan distribusi, konflik sosial, perselisihan tenaga kerja dan perkembangan geopolitis. Penurunan harga Batubara global yang berkepanjangan atau bersifat substansial dapat berdampak negatif dan material terhadap kegiatan usaha, kondisi keuangan, kinerja usaha dan prospek usaha Perseroan.

2. Terdapat kemungkinan adanya hak memanfaatkan lahan dan sumber daya lainnya yang tumpang tindih, dalam sengketa atau saling bertentangan untuk di area-area konsesi Perseroan

Selain IUPOP yang dimiliki Entitas Anak, pihak-pihak ketiga juga dapat memegang hak lain untuk menggunakan lahan dan sumber daya lainnya yang berada di area-area konsesi Entitas Anak, seperti misalnya Hak Guna Usaha atas tanah (“HGU”) untuk pengembangan perkebunan kelapa sawit, hak untuk menggunakan air dan hak untuk menambang mineral lain. Saat ini ABN dan TMU terlibat dalam litigasi terkait tumpang tindih penerbitan IUPOP dengan HGU yang diberikan kepada sebuah perusahaan yang bergerak dalam bidang usaha perkebunan kelapa sawit, yaitu PKU, di ujung barat area konsesi ABN dan bagian timur area konsesi TMU. Saat ini terdapat lima gugatan yang terkait dengan permasalahan tersebut.

Pada dua gugatan pertama, ABN dan TMU masing-masing mengajukan gugatan kepada Kepala Kantor Pertanahan Nasional (Tergugat I) dan Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Kutai Kartanegara (Tergugat II) berdasarkan dalil bahwa pejabat tersebut secara tidak sah menerbitkan sertipikat HGU kepada PKU di atas area konsesi ABN dan TMU. PKU kemudian mengajukan permohonan untuk diikutsertakan dalam perkara ini sebagai Tergugat II Intervensi berdasarkan putusan sela. Pada tanggal 4 Juli 2011, Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta memenangkan masing-masing ABN dan TMU dan memerintahkan pencabutan beberapa sertipikat HGU yang diterbitkan untuk PKU. Namun pada tanggal 14 dan 18 Juli 2011, PKU beserta Kepala Kantor Pertanahan Nasional dan Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Kutai Kartanegara mengajukan banding terhadap putusan ini ke hadapan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara Jakarta, yang kemudian menguatkan putusan Pengadilan Negeri Tata Usaha Jakarta, pada tanggal 20 Desember 2011 untuk perkara ABN, dan tanggal 29 November 2011 untuk perkara TMU. Pada tanggal 17 Januari 2012, PKU kemudian mengajukan kasasi kepada Mahkamah Agung terhadap putusan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara Jakarta. Dari situs http://putusan.mahkamahagung.go.id, disebutkan bahwa Mahkamah Agung mengabulkan Kasasi PKU atas dua gugatan pertama tersebut, namun demikian, hingga Prospektus ini diterbitkan Perseroan belum menerima salinan putusan resmi dari Mahkamah Agung.

Pada gugatan ketiga, PKU juga mengajukan gugatan untuk pembatalan dan pencabutan IUPOP, yang diterbitkan oleh Bupati Kutai Kartanegara (sebagai Tergugat dalam kasus ini) atas nama ABN dan TMU, di Pengadilan Tata Usaha Negara Samarinda melalui surat gugatan tanggal 19 Mei 2011 sebagaimana direvisi pada tanggal 15 Juni 2011. PKU mempermasalahkan penerbitan IUPOP yang mencakup wilayah

perkebunan yang digunakan olehnya. ABN dan TMU kemudian mengajukan permohonan untuk diikutsertakan dalam perkara ini sebagai Tergugat II Intervensi. Pada tanggal 8 November 2011, Pengadilan Tata Usaha Samarinda memenangkan ABN dan TMU serta Bupati Kutai Kartanegara dan menolak seluruh gugatan PKU. Kemudian, pada tanggal 21 November 2011, PKU mengajukan banding terhadap keputusan tersebut kepada Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara Jakarta. Pada tanggal 2 April 2012, Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara Jakarta menguatkan putusan Pengadilan Tata Usaha Negara Samarinda tersebut.

Lebih lanjut, pada tanggal 13 Februari 2012, PKU mengajukan dua gugatan perdata di hadapan Pengadilan Negeri Tenggarong terhadap masing-masing ABN dan TMU, serta Bupati Kutai Kartanegara. Dalam gugatannya, PKU menuntut ganti rugi materiil sebesar Rp41,3 miliar untuk TMU dan Rp19,06 miliar untuk ABN serta ganti rugi immateriil senilai Rp1 triliun untuk masing-masing TMU dan ABN, sehubungan dengan kerugian yang ditimbulkan dari kegiatan pertambangan TMU dan ABN di dalam area yang tumpang tindih dengan HGU PKU. Di samping itu, PKU juga menuntut agar majelis hakim menyatakan IUPOP ABN dan TMU tidak berkekuatan hukum.

Tidak ada kepastian bahwa tidak ada hak-hak lain seperti hak atas lahan dan perizinan yang tumpang tindih telah diberikan, atau akan diberikan di masa mendatang, oleh pemerintah pusat, propinsi atau kabupaten. Hak-hak lain semacamnya, apabila diberikan, dapat bertumpang tindih atau bertentangan dengan penggunaan lahan atau sumber daya lainnya oleh Perseroan berdasarkan IUPOP yang ada, dan berakibat pada gangguan, hambatan atau bahkan penangguhan tak terbatas terhadap kegiatan pertambangan Perseroan di area konsesi yang terkena imbas, yang dapat berdampak negatif dan material terhadap kegiatan usaha, kondisi keuangan, kinerja usaha dan prospek usaha Perseroan. Sebagian area konsesi ABN tumpang tindih dengan wilayah kerja minyak dan gas bumi yang dimiliki oleh Vico. Berdasarkan perjanjian dengan Vico tertanggal 31 Januari 2008, ABN memiliki hak untuk melakukan aktivitas pertambangan Batubara dalam wilayah kerja yang telah disepakati dengan persetujuan Vico yang berada dalam lokasi wilayah kerja Vico. Berdasarkan Perjanjian ini, dalam hal terdapat kegiatan operasi minyak dan gas bumi dan operasi pertambangan Batubara akan dilakukan pada waktu dan lokasi yang sama, maka Vico dapat meminta kepada ABN untuk menunda sementara kegiatannya. Apabila ABN tidak mematuhi perjanjian tersebut atau menyebabkan kerugian terhadap Vico, maka Vico dapat mengakhiri hak ABN untuk melakukan kegiatan pertambangan Batubara di dalam area-area yang bertumpang tindih dengan wilayah kerja Vico. Perjanjian penggunaan lahan bersama tersebut berlaku selama jangka waktu dari IUPOP yang dimiliki oleh ABN.

Selain itu, sebagian area konsesi ABN dan Indomining juga tumpang tindih dengan wilayah kerja minyak dan gas bumi yang dimiliki oleh TAC Pertamina-Medco Sangasanga (“Pertamina-Medco”). Saat ini terdapat 116 sumur minyak Pertamina-Medco di dalam area konsesi ABN, dimana empat diantaranya masih aktif. Berdasarkan perjanjian antara ABN dan Pertamina-Medco pada tanggal 4 Oktober 2007 dan perjanjian antara Indomining dan Pertamina-Medco pada tanggal 21 Februari 2008, ABN dan Indomining diizinkan untuk melakukan kegiatan pertambangan di wilayah tertentu yang disepakati yang berada dalam wilayah kerja minyak dan gas bumi Pertamina-Medco, serta ABN dan Indomining tidak dapat melakukan kegiatan pertambangan di area lain dari wilayah kerja minyak dan gas bumi Pertamina-Medco tanpa persetujuan Pertamina-Medco. Berdasarkan Perjanjian ini, dalam hal Pertamina-Medco berencana untuk melaksanakan kegiatan operasi minyak dan gas bumi dimana ABN dan Indomining juga berencana untuk melaksanakan kegiatan pertambangan Batubara pada waktu dan lokasi yang sama, maka Pertamina-Medco dapat meminta kepada ABN atau Indomining, sebagaimana relevan, untuk menunda sementara kegiatan pertambangannya pada lokasi tersebut. Apabila ABN atau Indomining tidak mematuhi perjanjian tersebut atau menyebabkan kerugian terhadap Pertamina-Medco, maka Pertamina-Medco memiliki hak untuk mengakhiri hak ABN dan Indomining untuk melakukan kegiatan pertambangan Batubara di dalam area-area yang tumpang tindih tersebut. Kegagalan ABN dan Indomining untuk mematuhi perjanjian tersebut dapat berdampak material terhadap kegiatan usaha, kondisi keuangan, kinerja usaha dan prospek usaha Perseroan.

Terdapat pula kemungkinan bahwa IUPOP lainnya diterbitkan di area-area konsesi yang tumpang tindih dengan area konsesi Perseroan, dikarenakan batas suatu kecamatan, kabupaten atau propinsi dimana

oleh IUPOP, atau apabila mengeluarkan IUPOP atau izin/persetujuan lain untuk pihak lain yang bertumpang tindih dengan area konsesi yang dicakup oleh IUPOP Entitas Anak. Dalam kondisi seperti demikian, peraturan perundang-undangan yang berlaku saat ini tidak mengatur langkah-langkah formal yang diambil untuk mengubah IUPOP. Apabila hal tersebut terjadi, tidak ada kepastian bahwa Perseroan akan mendapatkan atau mengajukan permohonan untuk mengubah IUPOP yang bersangkutan, mengingat pengajuan tersebut dapat ditolak oleh satu atau lebih pemerintah daerah ataupun oleh Pemerintah.

3. Pasar Batubara yang sangat kompetitif dan dipengaruhi oleh faktor-faktor di luar kendali Perseroan

Di tahun 2009, 2010 dan 2011, hampir seluruh penjualan Perseroan adalah penjualan ekspor.Perseroan bersaing dengan para produsen Batubara domestik di Indonesia maupun produsen Batubara asing terutama dari segi kualitas, harga, biaya produksi, biaya transportasi dan reliabilitas pemasokan Batubara. Permintaan Batubara oleh para pengguna akhir dipengaruhi oleh harga sumber energi alternatif, termasuk energi nuklir, gas alam, minyak bumi dan sumber energi yang dapat diperbaharui, seperti tenaga hidroelektrik. Secara umum, daya saing Batubara Perseroan dibandingkan dengan produk Batubara yang dihasilkan oleh para pesaing dan persediaan bahan bakar alternatif dievaluasi berdasarkan harga per unit energi (delivered cost per heating value unit). Faktor-faktor yang secara langsung mempengaruhi biaya produksi produsen Batubara mencakup karakteristik geologis dari area dimana Batubara berada, termasuk kondisi geologis yang tidak dapat diperkirakan, tanah longsor, perubahan kedalaman lapisan Batubara, patahan geologis yang tidak dapat diperkirakan, kerusakan karena cuaca, faktor-faktor geo-teknis dan hidrogeologis, peralatan, ketersediaan kontraktor dan penyedia jasa lainnya, kerasnya Overburden dan materi timbunan lainnya dan biaya pengangkutan melalui sungai. Beberapa pesaing Perseroan memiliki kegiatan pertambangan dengan skala lebih besar atau lebih terdiversifikasi, atau memiliki akses ke sumber daya keuangan yang lebih besar, dimana hal ini dapat memberikan keunggulan kompetitif bagi pesaing Perseroan. Ketidakmampuan Perseroan untuk mempertahankan daya saingnya sebagai akibat dari faktor-faktor tersebut atau faktor-faktor lainnya dapat berdampak negatif dan material kegiatan usaha, kondisi keuangan, kinerja usaha dan prospek usaha Perseroan.

4. Perseroan menghadapi risiko terkait rencana ekspansinya. Proyeksi produksi Batubara dalam Prospektus ini merupakan estimasi yang bergantung pada sejumlah asumsi dan ketidakpastian dan mungkin dapat berbeda dengan yang telah diestimasikan

Proyeksi dalam Prospektus ini berdasarkan pada sejumlah asumsi yang secara inheren belum dapat dipastikan dan secara signifikan bergantung pada risiko-risiko kegiatan usaha, perekonomian, peraturan, kompetisi dan cuaca, ketidakpastian dan kontinjensi, yang sebagian besar berada di luar kendali Perseroan. Proyeksi produksi Batubara Perseroan akan bergantung pada sejumlah faktor, termasuk kemampuan Perseroan untuk mengeksplorasi dan/atau mengembangkan area konsesinya sesuai dengan rencana pertambangan, mengakuisisi lahan yang diperlukan dan menjual Batubara kepada pelanggan pada harga yang diharapkan, yang mungkin tidak dapat dicapai karena sejumlah faktor yang meliputi faktor penawaran dan permintaan dan fluktuasi harga Batubara. Dalam mencapai produksi yang ditargetkan, Perseroan bergantung pada sejumlah faktor termasuk kemampuan Perseroan dan kontraktornya untuk melakukan pengadaan dan instalasi peralatan, pembangunan infrastruktur yang penting, sebagaimana dijadwalkan, dan juga kemampuan kontraktor untuk menyediakan jasa yang diperlukan untuk menangani peningkatan produksi dan transportasi yang diharapkan. Proyeksi tersebut dapat dipengaruhi oleh sejumlah faktor yang meliputi kondisi cuaca, kecelakaan, kekurangan logistik dan perselisihan buruh.

Kemampuan Perseroan untuk meningkatkan produksi di tambang-tambang miliknya dan melaksanakan rencana ekspansi tersebut, termasuk adanya kemungkinan akuisisi area konsesi tambahan di area sekitar konsesinya di masa depan, memiliki beberapa risiko, disamping dinamika permintaan, penawaran dan harga Batubara di dalam pasar yang lebih luas, diantaranya:

 Ketidakmampuan untuk memperoleh persetujuan dan pengesahan dari Pemerintah secara tepat waktu untuk meningkatkan produksi dan mengimplementasikan rencana tambangnya;

           

 ketidakmampuan untuk mengoperasikan infrastruktur yang direncanakan sesuai anggaran dan tepat waktu;

 kenaikan biaya pengembangan, tingkat produksi yang lebih rendah atau biaya operasional yang lebih tinggi, yang secara keseluruhan dapat menyebabkan tingkat profitabilitas program ekspansi tertentu menjadi lebih rendah dibandingkan dari yang diharapkan pada saat diambilnya keputusan untuk ekspansi tersebut;

 ketidakmampuan Perseroan untuk menegosiasikan ketentuan perjanjian untuk peningkatan produksi dengan ketentuan yang wajar secara komersial, baik dengan menegosiasikan kembali dengan para kontraktor yang ada saat ini, atau menyepakati ketentuan perjanjian dengan para kontraktor baru;  ketidakmampuan para kontraktor pertambangan Perseroan untuk memenuhi kewajibannya

berdasarkan perjanjian operasionalnya dan untuk memobilisasi peralatan dan tenaga kerja yang diperlukan. Kegagalan tersebut akan mengakibatkan Perseroan untuk menyewa kontraktor lain atau melaksanakan kegiatan ekspansi secara internal, sehingga dapat menghambat, dan berpotensi untuk meningkatkan biaya, ekspansi yang direncanakan Perseroan;

 Perseroan atau para kontraktor pertambangan Perseroan dapat mengalami kesulitan dalam memperoleh mesin, peralatan dan suku cadang (khususnya truk pengangkut Batubara, excavator dan ban yang digunakan untuk peralatan tersebut) yang dibutuhkan untuk meningkatkan produksi, dimana hal ini disebabkan oleh hambatan kapasitas dan pasokan di pasar baja dan karet dunia serta tingginya permintaan global atas material-material tersebut serta peralatan pertambangan lainnya;  ketidakmampuan Perseroan untuk menjual Batubara hasil peningkatan produksi;

 ketidakmampuan Perseroan untuk berhasil menegosiasikan kompensasi penggunaan agar dapat menggunakan lahan di area konsesi dan sekitarnya;

 ketersediaan modal dan biaya modal;

 putusan yang tidak menguntungkan dari litigasi yang saat ini sedang berjalan atau yang mungkin akan diajukan di masa depan;

 ketentuan-ketentuan yang membatasi dalam fasilitas pinjaman Perseroan yang membatasi kemampuan Perseroan untuk melakukan pinjaman tambahan dan mensyaratkan Perseroan untuk memperoleh persetujuan untuk mengakuisisi areal konsesi tambahan;

 kegagalan Perseroan untuk mematuhi ketentuan-ketentuan dalam fasilitas pinjaman atau terjadinya peristiwa kegagalan lain di bawah fasilitas tersebut, yang dapat menyebabkan akselerasi pembayaran sisa pinjaman Perseroan berdasarkan fasilitas tersebut; dan

 kondisi atau perkembangan yang tidak terduga yang timbul selama program ekspansi, yang dapat secara substansial menghambat rencana ekspansi Perseroan, termasuk kondisi cuaca yang tidak menguntungkan (seperti curah hujan tinggi), kebakaran hutan, kondisi geologis yang merugikan, permasalahan sosial dan masyarakat di area konsesi Perseroan, kesulitan-kesulitan dalam bernegosiasi dengan penduduk desa untuk mengosongkan area konsesi Perseroan, penutupan tambang karena kecelakaan, serta kerusakan peralatan dan mesin.

Selain itu, setiap Entitas Anak menghadapi risiko tersendiri dalam mencapai produksi Batubara yang diproyeksikan.

Agar ABN dapat mencapai tingkat produksi Batubara yang diproyeksikan, jalan pengangkutan Overburden, termasuk jembatan yang menghubungkan jalan provinsi, harus diperlebar untuk meningkatkan kapasitas; sebuah workshop harus dibangun untuk mendukung pemeliharaan armada excavator tambahan yang diperlukan untuk mencapai target produksi ABN; dan dua pipa di area konsesi ABN harus direlokasikan, yang diharapkan akan selesai dilakukan oleh TAC Pertamina-Medco Sangasanga (”Pertamina-Medco”) berdasarkan perjanjian yang sedang dinegosiasikan ABN dengan Pertamina-Medco.

Agar Indomining dapat mencapai tingkat produksi Batubara yang diproyeksikan, Indomining perlu, dalam waktu tertentu, mengadakan perjanjian dengan ABN dan pemegang area konsesi di sekitarnya untuk mendapatkan izin menggunakan area mereka untuk melakukan pemindahan Overburden dalam sejumlah area akibat keterbatasan area yang Indomining miliki. Selain itu, Indomining juga mengadakan

dimiliki Perseroan, terkait kemampuannya untuk mempertahankan dan meningkatkan produksi dalam beberapa tahun ke depan. Tingkat produksi Batubara yang diproyeksikan TMU didasarkan pada sejumlah asumsi, yang diantaranya :

 Dari tiga dermaga yang direncanakan di konsesi KE, dermaga pertama akan beroperasi dan tersedia bagi TMU pada bulan Juli 2012 dan pengembangan jalan pengangkutan TMU agar tahan cuaca akan selesai pada akhir tahun 2012;

 TMU akan mengakuisisi sekitar 70 hektar tambahan lahan sesuai dengan anggaran sehingga area tersebut dapat ditambang pada tahun 2013;

 Pembangunan dermaga kedua dan dermaga ketiga di area konsesi KE akan selesai tepat waktu dan tersedia bagi TMU sesuai dengan perjanjian dengan KE terkait penggunaan dermaga KE oleh TMU; dan

 Konstruksi jalan sepanjang 30 kilometer yang menghubungkan area konsesi TMU ke fasilitas pemuatan tongkang Indomining akan selesai tepat waktu dan sesuai dengan anggaran.

Tidak ada kepastian bahwa Perseroan dan Entitas Anak akan mencapai produksi yang diproyeksikan. Beberapa atau seluruh kondisi yang diasumsikan mungkin terjadi diluar perkiraan, dan ada kemungkinan terjadinya hal-hal yang tidak sesuai harapan atau tidak diantisipasi. Hasil produksi aktual dapat berbeda secara material dari yang diproyeksikan dan disajikan dalam Prospektus. Tidak terdapat kepastian bahwa hal-hal tersebut diatas dapat terealisasi, proyeksi dapat tercapai atau asumsi yang digunakan Perseroan dapat terpenuhi.

Ketidakmampuan Perseroan untuk mencapai produksi yang diproyeksikan di area konsesinya untuk periode tertentu dapat berdampak negatif dan material terhadap kegiatan usaha, kondisi keuangan, kinerja dan prospek usaha Perseroan.

5. Perseroan selama ini bergantung pada perusahaan perdagangan Batubara untuk penjualan