• Tidak ada hasil yang ditemukan

Risk Management

sehingga fungsi kontrol dapat dioptimalkan. Perubahan ini telah membawa Bank Mandiri pada budaya kredit yang lebih sehat dan terkendali.

Selanjutnya, dalam rangka menyempurnakan pengelolaan risiko secara lebih menyeluruh dan mendalam, sebagai komitmen manajemen (Direktur Utama & CEO, Direksi dan Dewan Komisaris) untuk menerapkan prinsip kehati-hatian, kemudian dibentuk satuan kerja manajemen risiko yang tidak hanya bertanggung jawab terhadap pengelolaan risiko kredit, namun juga bertanggung jawab terhadap pengelolaan risiko pasar dan risiko operasional.

Berbagai inisiatif melengkapi perangkat kerja untuk mengoptimalkan fungsi unit pengelolaan risiko, diantaranya pembentukan komite yang bertanggung jawab atas penetapan kebijakan strategis terkait manajemen risiko di Bank Mandiri yaitu Risk and Capital Committee (RCC), yang beranggotakan para Direktur dan Senior Executive

yang dipimpin langsung oleh Direktur Utama & CEO. Inisiatif lainnya adalah mengembangkan alat identifikasi, pengukuran, dan pengendalian risiko, baik risiko kredit, risiko pasar, maupun risiko operasional yang dapat mendukung kebutuhan operasional Bank Mandiri. Hal ini juga sesuai dengan ketentuan Bank Indonesia yang telah menerapkan mekanisme pengawasan bank atas dasar risiko (risk based supervision)

terhadap perbankan Nasional sebagaimana juga diatur dalam

Basel Accord.

Mengacu pada standar internasional dan perkembangan penerapan manajemen risiko perbankan internasional, penyempurnaan manajemen risiko terus dilanjutkan dengan mulai mengembangkan kerangka kerja sesuai dengan acuan internasional sebagaimana diatur dalam Basel Accord, dengan tetap mematuhi ketentuan yang telah ditetapkan Bank Indonesia sebagai regulator.

Milestone terpenting dalam tahun 2004 adalah dimulainya inisiatif penerapan pengelolaan risiko yang berorientasi pada Basel II yang merupakan lanjutan dari inisiatif-inisiatif

pelaksanaan manajemen risiko di Bank Mandiri seperti disebutkan di atas. Memulai penerapan inisiatif-inisiatif tersebut, Bank Mandiri lebih dituntut untuk menjalankan fungsi intermediarinya dengan menerapkan prinsip kehati-hatian melalui pengelolaan risiko secara lebih menyeluruh, terpadu, terukur dan terkendali. Untuk itu telah dibentuk Project Management Penerapan Basel II (Basel II Compliance Committee) sebagai langkah awal dalam perjalanan menuju pemenuhan Basel II Accord (the New Basel Capital Accord) yang tentunya sejalan dengan rencana Bank Indonesia untuk menerapkan Basel II di Indonesia.

A. Keuntungan Jangka Panjang dalam Penerapan Basel II

Basel II merupakan ketentuan yang mengharuskan lembaga keuangan berskala internasional untuk meningkatkan kemampuan manajemen risikonya. Penerapan prinsip-prinsip

Basel II secara menyeluruh, akan memastikan terciptanya sistem perbankan yang dikelola dengan baik.

Bank Mandiri berupaya menerapkan prinsip-prinsip Basel II

yang mencerminkan pelaksanaan praktek perbankan yang pruden sebagai penopang pertumbuhan secara berkelanjutan. Dalam hal ini Bank Mandiri telah menetapkan manajemen risiko sebagai core competence sehingga para

stakeholders dapat meyakini bahwa Bank Mandiri adalah bank yang tumbuh secara sehat.

Penerapan Basel II akan dilakukan secara bertahap, yaitu dimulai dengan pendekatan yang paling sederhana (standard model)

dan kemudian menuju kepada pendekatan internal model. Persiapan penerapan Basel II mencakup praktek manajemen risiko yang efektif, SDM yang kompeten, teknologi informasi serta database yang handal, serta infrastruktur pendukung lainnya termasuk standar akuntansi yang mengacu pada IFRS

(International Financial Reporting Standard).

B. Implementasi Basel II

Penerapan manajemen risiko Bank Mandiri dilakukan melalui diagnosa atas pengelolaan 8 (delapan) jenis risiko yaitu risiko pasar, risiko kredit, risiko likuiditas, risiko operasional, risiko strategik, risiko compliance, risiko hukum dan risiko reputasi, sekaligus untuk memenuhi ketentuan Bank Indonesia mengenai “Penerapan Manajemen Risiko.” Berdasarkan hasil diagnosa tersebut, dalam tahun 2004 Bank Mandiri telah menyusun action plan berupa inisiatif-inisiatif untuk menutup gap yang ada di dalam penerapan pengelolaan risiko yang ada.

Sejalan dengan penerapan manajemen risiko sesuai ketentuan Bank Indonesia, Bank Mandiri juga mulai

Risk Management

mempersiapkan diri untuk mengimplementasikan 3 (tiga) pilar dalam Basel II yaitu perhitungan Capital Adequacy Ratio (CAR), penyempurnaan proses manajemen risiko sesuai kebutuhan regulator, dan penerapan prinsip transparansi untuk memenuhi disiplin pasar. Seluruh inisiatif strategis ini dilaksanakan melalui pembentukan

Basel II Compliance Committee.

C. Risiko Kredit

Loan Origination System

Dalam rangka memperkuat daya saing dalam pemberian kredit, Bank Mandiri telah meluncurkan Loan Origination System (LOS) Small & Medium Enterprises/Commercial

berbasis web (web based) sebagai perangkat untuk menunjang proses kerja dan SME Scoring System (SMESS) serta Bank Mandiri Rating System (BMRS) untuk mengevaluasi tingkat risiko kredit.

LOS SME/Commercial digunakan untuk memproses permohonan kredit segmen small business dan middle commercial, dimulai dari pengajuan kredit sampai dengan pembukuan rekening, dan sarana untuk menginput (key-in) data yang diperlukan untuk keperluan scoring dan

rating, serta sarana untuk melakukan tracking atas suatu permohonan kredit.

Melalui penerapan LOS, status suatu permohonan kredit dipantau, sehingga dapat meningkatkan efisiensi dan kecepatan kerja (Service Level Agreement). Selain itu database permohonan kredit menjadi lebih akurat dan terhindar dari kemungkinan double entry karena telah terintegrasi di dalam satu sistem.

Scoring and Rating System

Dalam rangka menghitung risiko kredit yang dihadapi, Bank Mandiri telah melaksanakan pengukuran parameter-parameter risiko kredit seperti probability of default, loss given default, exposure at default dan maturity. Sistem

rating untuk segmen corporate menghitung probability of default (PD) melalui customer rating dan menghitung loss given default (LGD) melalui facility rating. Sementara itu untuk segmen consumer dan SME menggunakan sistem scoring yang hanya menghitung probability of default (PD).

Sistem ini merupakan alat bantu dalam menilai tingkat risiko dari debitur secara transaksional yang juga digunakan

sebagai dasar menetapkan suku bunga sesuai dengan tingkat risikonya (risk based pricing).

Penerapan Sistem Scoring untuk kredit segmen consumer

mampu membukukan pertumbuhan consumer loan yang cukup signifikan selama setahun terakhir ini dengan tingkat

Non Performing Loan yang relatif rendah.

Portfolio Analysis and Guideline

Pemilihan sektor prospektif dianalisa pada tingkat portfolio

dengan melibatkan 3 indikator utama yaitu leading indicator, coincidence indicator dan lagging indicator, yang pada akhirnya dapat ditentukan prospek return dan risiko dari tiap sektor ekonomi. Dengan hasil analisa sektor ekonomi ini bisnis unit mendapat arahan dalam melakukan ekspansi.

Model guidance ini dituangkan dalam Portfolio Guideline yang membagi sektor ekonomi kedalam 3 kategori yaitu Green (high expected return, low risk), Yellow (average expected return, average risk) dan Red (low expected return, high risk).

Portfolio Guideline dimaksud sekaligus berfungsi untuk mengendalikan eksposur kredit, baik atas dasar segmen maupun sektor ekonomi. Dengan adanya arahan ini maka diharapkan alokasi pada sektor prospektif dapat ditingkatkan, sementara alokasi pada sektor yang kurang prospektif dapat dikendalikan pertumbuhannya. Pada level portfolio, secara rutin diterbitkan laporan

portfolio(Portfolio Cokcpit, Portfolio Monthly Report & Portfolio Quarterly Report) yang membahas mengenai kinerja portfolio posisi yang telah berjalan, posisi saat ini dan proyeksi/perkiraan portfolio dimasa mendatang. Hasil analisa atas laporan portfolio dimaksud akan dijadikan sebagai acuan dalam persiapan perhitungan Risk Adjusted Return on Capital (RAROC) dan Economic Value Added (EVA) yang akan diterapkan di masa yang akan datang sebagai dasar pemberian kredit kepada debitur atas dasar risk & return.

Analisa portfolio merupakan masukan bagi Risk & Capital Committee dalam menetapkan strategi bank yang menjadi acuan bagi unit bisnit dalam melakukan ekspansi kredit. Dengan demikian, ekspansi yang dilakukan akan lebih terarah pada sektor-sektor tertentu sehingga dapat dicapai diversifikasi kredit pada tingkat portfolio dengan alokasi yang optimal.

61 Risk Management

Kebijakan Kredit

Manajemen risiko kredit pada tingkat transaksional sebagaimana telah diatur dalam kebijakan perkreditan yang direview secara periodik, telah membentuk budaya kredit yang sehat dan diperkuat dengan penerapan prinsip “Four Eye,” sehingga keputusan yang dihasilkan menjadi lebih objektif dan berkualitas. Di samping itu, mengingat risiko kredit tidak hanya ada pada saat awal pemberian kredit, tetapi berlaku hingga kredit tersebut lunas maka Bank menyadari pentingnya fungsi pengendalian dan pengawasan risiko kredit.

D. Risiko Pasar

Risiko Tingkat Suku Bunga

Penerapan manajemen risiko suku bunga dilakukan pada

portfolio banking book maupun trading book. Portfolio

Bank yang dipengaruhi oleh pergerakan suku bunga sebagian besar berbentuk kredit, Obligasi Pemerintah,

dan dana pihak ketiga (giro, tabungan dan deposito) serta pinjaman yang diterima. Gap yang terjadi dari portfolio

tersebut menyebabkan setiap perubahan suku bunga akan berdampak terhadap laba dan nilai ekuitas Bank. Sedangkan untuk portfolio trading book diakibatkan oleh perubahan nilai pasar akibat posisi perdagangan (trading) termasuk di dalamnya asset yang dikategorikan Tersedia untuk Dijual

(available for sale).

Repricing Gap Analysis digunakan untuk mengukur dampak perubahan suku bunga terhadap laba Bank atas portfolio Bank yang sensitif terhadap suku bunga. Sedangkan untuk mengukur dampak perubahan suku bunga terhadap nilai ekuitas Bank (economic value of equity, EVE) digunakan

Duration Gap Analysis. Di lain pihak, untuk mengukur risiko aktifitas trading digunakan pendekatan standar sesuai ketentuan Bank Indonesia dan pendekatan internal secara paralel.

Sektor Des. 2003 Des.

2004

Pertumbuhan (YoY)

Rpmiliar % Rpmiliar % Rpmiliar %

Pertanian 8.992 12,27 8.317 9,39 (675) (7,51) Pertambangan 2.499 3,41 3.743 4,23 1.245 49,82 Makanan dan Minuman 5.331 7,27 7.800 8,81 2.469 46,31 Tekstil, Sandang dan Kulit 5.203 7,10 5.243 5,92 41 0,78 Kayu dan hasil-hasil kayu 2.748 3,75 3.304 3,73 556 20,23 Bahan kertas dan sejenisnya 3.761 5,13 4.047 4,57 286 7,60 Bahan Kimia dan sejenisnya 7.636 10,42 7.680 8,67 44 0,58 Hasil tambang non logam dan sejenisnya 2.916 3,98 2.468 2,79 (447) (15,34) Industri lainnya 4.521 6,17 6.622 7,48 2.101 46,47 Listrik, Gas dan Air 1.428 1,95 1.657 1,87 229 16,00 Konstruksi 3.864 5,27 6.030 6,81 2.166 56,06 Perdagangan, Restoran dan Hotel 9.791 13,35 11.567 13,06 1.776 18,14 Pengangkutan, Pergudangan dan Komunikasi 4.323 5,90 3.923 4,43 (400) (9,25) Jasa Dunia Usaha dan Sosial Masyarakat 4.896 6,68 6.141 6,94 1.245 25,43 Lain-lain 5.403 7,37 10.002 11,30 4.598 85,10

Risiko suku bunga dikelola dan dimitigasi dengan

menggunakan limit yang direview oleh unit pengelola risiko pasar dan disetujui oleh Risk & Capital Committee. Limit untuk portfolio banking book antara lain limit repricing gap

dan limit sensitifitas nilai modal Bank terhadap perubahan suku bunga sebesar 100 bps. Sedangkan untuk portfolio trading, termasuk derivatif, limit yang digunakan adalah

VaR limit yang selanjutnya dijabarkan kedalam trading limit seperti maksimum posisi terbuka per dealer, limit kerugian maksimum, counterparty limit dan lain-lain.

Berkaitan dengan pemenuhan ketentuan permodalan yang berbasis risiko, Bank mulai menghitung besarnya cadangan modal untuk mengcover risiko suku bunga baik untuk

trading book (Pilar 1) maupun banking book (Pilar 2).

Manajemen Risiko Nilai Tukar

Aktifitas transaksi nilai tukar disentralisasi dan dikelola secara harian oleh unit pengelola dana. Pemantauan risiko nilai tukar dilakukan oleh unit pengelola risiko pasar dengan menggunakan sistem yang terintegrasi antara front office (Unit pengelola dana), Back Office (unit pengelola operasional) dan Middle Office (unit pengelola risiko pasar). Bank Indonesia menetapkan posisi devisa neto harian tidak boleh lebih dari 20% dari total modal, namun Bank bersifat lebih pruden dengan menetapkan limit internal sebesar 5% dari modal.

E. Risiko Likuiditas

Risiko likuiditas yang mungkin dihadapi Bank terutama berasal dari posisi dana pihak ketiga, likuiditas asset, dan kewajiban kepada counterparties. Sedangkan komponen

off-balance sheet yang paling berpengaruh terhadap likuiditas dan pendanaan Bank adalah komitmen kredit yang diberikan kepada nasabah. Bank mengelola risiko likuiditas dengan mengatur posisi mismatch dan menjaga tingkat likuiditas yang memadai. Pengelolaan likuiditas harian dilakukan oleh unit pengelola dana, sedangkan strategi jangka panjang ditetapkan oleh unit pengelola risiko pasar. Tingkat likuiditas Bank diukur dengan primary reserve dan

secondary reserve yang dipelihara Bank serta berbagai rasio likuiditas lainnya. Bank memelihara primary reserves

dalam bentuk Giro Wajib Minimum (GWM) pada Bank Indonesia dan kas di cabang-cabang.

Risiko likuiditas Bank diukur dengan liquidity gap, yang merupakan proyeksi kebutuhan/surplus likuiditas atas dasar jatuh tempo asset dan liability serta rencana bisnis Bank. Berdasarkan rencana bisnis Bank dalam Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan 2005, likuiditas Bank diproyeksikan berada dalam kondisi surplus untuk periode 12 bulan ke depan. Secara umum profil risiko pasar dan likuiditas sepanjang tahun 2004 masih dalam batas limit yang ditetapkan.

F. Risiko Operasional

Operational Risk Management Tools

Bank Mandiri telah mempersiapkan kerangka kerja manajemen risiko operasional yang sistematis dan terukur termasuk pengembangan tata kelola manajemen risiko operasional (risk governance), Kebijakan Manajemen Risiko Operasional berikut sistem informasi manajemen risiko dan perangkat Operational Risk Management (ORM).

Dalam mengelola risk capital, metodologi perhitungan operasional risk capital charges menggunakan pendekatan metoda Basic Indicator yang akan terus dikembangkan dan mengarah pada metoda yang lebih advanced, yaitu

Advanced Measurement Approach (AMA).

Sejalan dengan pengembangan tata kelola manajemen risiko operasional, Bank Mandiri juga berupaya membangun budaya risiko operasional yang terintegrasi dengan penerapan prinsip-prinsip sebagai berikut:

1. Bank mengembangkan lingkungan/tata kelola Manajemen risiko operasional yang kondusif dan kerangka kerja pengelolaan risiko yang efisien dan efektif;

2. Setiap unit kerja bertanggung jawab untuk memahami dan melaksanakan proses manajemen risiko operasional secara terukur, pro-aktif dan efisien, sesuai prinsip kehati-hatian;

3. Manajemen Bank terbuka serta dapat menunjukkan kepada stakeholders bahwa Bank mampu melakukan fungsi Manajemen Risiko Operasional secara baik. Implementasi tata kelola risiko operasional akan memperbaiki kinerja Bank Mandiri, serta memperjelas akuntabilitas pengelolaan risiko operasional. Dalam hal ini setiap kepala unit kerja akan dibekali dengan perangkat manajemen risiko operasional untuk mengidentifikasi, menilai, mengawasi dan memitigasi risiko secara efektif.

63

Dalam tahun 2004 telah mulai dikembangkan mekanisme kerja Pro-active Risk Management, dimana unit kerja Bank dapat mengidentifikasi risiko operasional yang dihadapi setiap unit kerja secara mandiri dengan menggunakan Risk Self Assessment (RSA). Proses identifikasi risiko dilakukan secara bottom up dengan melibatkan para pegawai yang menangani transaksi secara langsung, sehingga risiko yang teridentifikasi merupakan potensi risiko yang aktual dan relevan. Sejalan dengan pengembangan proses identifikasi risiko di atas, untuk melengkapi fungsi kontrol, juga telah dikembangkan proses penilaian dan identifikasi risiko atas produk dan aktifitas baru sebelum produk atau aktifitas baru tersebut diluncurkan. Fungsi kontrol atas hasil identifikasi risiko harus berpedoman pada standar kontrol minimum yang dibutuhkan di setiap unit kerja Bank dan akan dikembangkan menjadi Key Operational Risk Controls (KORC).

Pengelolaan risiko lain diluar ke 4 jenis risiko di atas yaitu risiko hukum, risiko reputasi, risiko strategi dan risiko kepatuhan, seluruhnya dikoordinasikan oleh Satuan Kerja Manajemen Risiko melalui penetapan kebijakan dan sistem pengendaliannya, sementara pengelolaan aktifitas operasionalnya tetap merupakan tanggung jawab unit kerja yang menangani hukum, reputasi, strategi dan compliance.

G. Prospek Masa Depan

Bank-bank di Indonesia diharapkan dapat mengimplementasi-kan Basel II melalui penerapan standar model pada awal tahun 2008, sementara metode internal diharapkan dapat diterapkan di tahun-tahun berikutnya sejalan dengan meningkatnya kemampuan dan pengetahuan pelaksana perbankan. Untuk mengantisipasi hal tersebut, Bank Mandiri akan terus mengembangkan inisiatif-inisiatif pengembangan

risk management agar dapat mendukung pengembangan

credit risk, market risk dan operational risk management system sesuai Basel II. Untuk itu Bank Mandiri akan berupaya untuk mencari acuan baik melalui proses pembelajaran dari bank internasional yang sudah berhasil dalam penerapan

Basel II maupun melalui jasa konsultan internasional yang kompeten dan profesional.

Profil Risiko Bank Mandiri

Agar bisa memberikan gambaran kondisi profil risiko Bank secara bank-wide atau per unit, Bank Mandiri sedang mempersiapkan Laporan Profil Risiko yang dapat menggambarkan (1) risiko yang melekat di setiap unit bisnis

dan (2) sistem pengendalian untuk 8 jenis risiko yaitu; risiko pasar, risiko likuiditas, risiko kredit, risiko operasional, risiko legal, risiko strategik, risiko reputasi dan risiko kepatuhan. Dengan melihat kedua faktor tadi maka akan dapat diketahui predikat risiko komposit (rendah, moderat atau tinggi). Profil Risiko ini dibutuhkan Bank di dalam melakukan aktifitas bisnisnya seperti misalnya penyertaan modal di perusahaan lain maupun kegiatan pendanaan seperti pinjaman komersial luar negeri (PKLN).

Mandiri Operational Risk Information System (MORIS)

Bank akan selalu belajar dari setiap pengalaman kerugian dengan semangat keterbukaan dan pembelajaran melalui penerapan Mandiri Operational Risk Information System (MORIS). MORIS akan dikembangkan sebagai suatu sistem informasi kerugian operasional yang berguna untuk pembelajaran atas kejadian risiko operasional yang terjadi berikut mitigasinya. Data kerugian tersebut diharapkan akan menjadi sumber informasi penting dalam pengambilan keputusan strategis atas dasar database kerugian operasional yang komprehensif.

Enterprise Risk Management (ERM)

Untuk mendukung pembentukan enterprise risk management system, Bank Mandiri mengawalinya dengan langkah

penting yaitu memulai untuk melakukan penghimpunan data

(historical data sets) masing-masing jenis risiko. Dimana pembentukan database ini dilakukan melalui proses integrasi data banking book dan trading book agar perhitungan capital charge berikut analisa risiko secara menyeluruh (bank-wide)

dapat dilakukan dengan menggunakan data dari sumber yang sama. Di sisi credit risk dan operational risk, beberapa inisiatif yang bersifat enterprise bank-wide akan dilaksanakan sampai dengan tahun 2008, diantaranya adalah Central Liability system (CLS) yang dimaksudkan untuk menyediakan sistem monitoring limit khususnya untuk pengendalian risiko kredit.

Dokumen terkait