• Tidak ada hasil yang ditemukan

Ritual Etu Sebagai Adat

BAB III: RITUAL ETU BAGI MASYARAKAT

A. Ritual Etu Sebagai Adat

Adat istiadat sebagai wahana tradisi atau kebiasaan masyarakat atau sekelompok masyarakat yang memiki kepentingan yang sama untuk mencapai tujuan bersama dalam wilayah hukum yang sama.49 Masyarakat pada zaman dahulu, memiliki peraturan sendiri, tidak seperti saat ini masyarakat mengenal adanya peraturan perundang- undangan. Masyarakat memiliki norma-norma dan aturan-aturan yang disepakati bersama demi menjaga keutuhan dan keamanan serta merancang tata kehidupan bersama bagi masyarakatnya, maka muncul kesepakatan bersama karena adanya kebutuhan akan hukum atau norma untuk bisa dihormati bersama, dan biasanya berdasarkan atas penuturan lisan, itulah yang disebut sebagai adat istiadat atau Buku Gua (bahasa daerah setempat).

Masyarakat yang memiliki budaya Etu mendapat penilaian dari masyarakat luas yang menganggap negatif karena berhubungan dengan kekerasan fisik atau berhubungan dengan kekerasan, ritual dengan cara seperti ini menilai bahwa Ritual Etu adalah cerminan dari karakter masyarakatnya, masyarakat yang keras, tempramen. Masyarakat hanya melihatnya dari satu sisi saja, tidak melihat bagaimana orang yang datang berkumpul dan disambut meriah oleh tokoh adat atau mosalaki dan seluruh warga kampung, masyarakat yang datang dijamu dan dilayani, setiap masyarakat yang datang diwajibkan untuk masuk ke dalam rumah masing- masing warganya, tanpa membatasi berapa jumlah yang datang, dan

semua yang hadir harus diberi makan, hal semacam ini menandakan bahwa sebenarnya ritual ini dilakukan bukan semata- mata karena masalah-masalah duniawi seperti layaknya seseorang yang ingin balas dendam secara individu, dengan menunjukan sikap kekuatan dan kekerasan untuk sikap memusuhi (tinjunya sendiri hanya bagian pengorbanan saja dimana simbol dari kesuburan yang ditunjukan dengan adanya darah yang keluar dari tubuh), akan tetapi konsep Ritual Etu bukan sekedar meyaksikan darah yang keluar dari badan seseorang yang melakukan Ritual Etu, tetapi lebih khusus lagi yakni sebagai acara ritual sakral yang ingin mengajak setiap generasi berikutnya untuk memahami dan mau belajar mengenai sikap kebersamaan, sikap konsisten, dan saling menghargai, dengan harapan melalui ritual ini mencoba membentuk karakter dari nilai- nilai yang ada yang dis umbangkan oleh Ritual Etu, kepada pribadi masyarakat baik dalam Kampung Olaewa maupun masyarakat luas, karenanya masyarakat melaksanakan dengan penuh kegembiraan dan sukacita.

Ritual Etu merupakan ritual adat yang mempunyai maksud dan tujuan tidak yang luhur. Masyarakatnya sangat mengagungkan kebudayaan ini, masyarakat mengadakan ritual ini karena yakin bahwa ritual ini memiliki kekuatan sebagai pengikat antar masyarakat dan masyarakat dengan leluhur, sebagai ritual yang dijunjung tinggi oleh masyarakatnya, ritual ini pada saat awal pelaksanaannya di dahului terlebih dahulu dengan sebuah ungkapan syukur dengan menyebutkan doa-doa di depan nabe dan peo, doa-doanya yakni sebagai berikut:

Dewa Zeta Gae Zale, Ebu Kaju mata ulu waaaduzi, kami dhuju buku hedha wewa mo’o Etu, kami dhuju negha dhu, kami nama negha, mai tefa nizo sai kami, moo kami weki zia lo pawe, mea ana to mai moni Etu, mae tolo teka, bhia ata da took hepa da gu siba mata

sai imu, kau Gae Boa, nee Dewa teda, pep sai waa ta molo, paeu sai waa ta netu, fata ta bhagha zala, kua imu bua zua, tali ta sepe nete eta imu beta wut.50

(Engkau Tuhan yang diatas dan engkau para leluhur yang dibawah yang mendahului kami, kami hendak membuat upacara adat Etu, kami ingin membuatnya hingga tuntas, kami ingin menyelesaikannya tanpa ada halangan. Anugerahkanlah kami kesehatan jiwa dan badan supaya kami tetap sehat. Orang yang datang menyaksikan Etu terhindar dari segala bahaya. Orang yang suka menghasut, menghina, matilah dia.

Engkau penjaga kampung dan dewa serambi, bimbinglah kami kejalan hidup yang benar, hantarkanlah kami pada jalan hidup yang pasti. Kayu yang menghalangi jalan hendaknya dipatahkan dua bagian tali, yang menutupi ja lan hendaknya diputuskan hingga empat bagian.)

Ritual Etu merupakan tradisi yang sudah lama melekat dan dilaksanakan oleh masyarakat pendukungnya, di dalamnya mengandung nilai- nilai tertentu, sehingga sampai saat ini Ritual Etu di tengah masyarakat tidak pernah dilepaskan, di samping itu juga ritual ini sudah sejak lama melekat dalam setiap masyarakat kampung Olaewa. Konon menurut cerita oleh masyarakat, bahwa wanita pada saat pelaksanaan ritual ini di saat mencapai tahap yang paing tinggi, dimana terjadi tahapan pengorbanan melalui simbol darah harus membasahi tanah sebagai penyucian masyarakat seluruh isi kampung pihak wanita dilarang untuk mengikuti atau melihat proses pada tahap ini. Wanita dianggap berbahaya, karena wanita dianggap sebagai sosok mahluk yang suci dan memelihara.

Ritual Etu selain sebagai acara ceremonial, ada yang menarik lagi bahwa ada berbagai macam bentuk yang ikut menghiasi jalannya ritual ini, di dalamnya ada unsur tari-tarian, maupun pantun-pantun yang dilantunkan dalam setiap proses-proses ritual ini berlangsung yang bunyinya “ana wae raba uwi51,

50

Wawancara dengan Bapak Markus (79) tokoh adat pada tanggal 06 -01-2007. 51

Ana wae raba uwi adalah istilah yang sulit diterjemahkan secara tepat namun berdasarkan kata-kata yang dapat dimengerti artinya dapat ditarik suatu kesimpulan makna garis besarnya adalah berhubungan dengan latar belakang budaya masyarakat yang masih agraris, masyarakatnya karena wae sendiri artinya air, dan uwi artinya ubi.

Raba uwi dalam konsep masyarakat agraris pada umumnya air merupakan rahmat dan sumber kehidupan sedangkan ubi dalam masyarakat adalah bahan makanan dan konsep ini sekaligus mewakili padi, jagung, kacang, jewawut.

bentuk semacam ini ditujukan kepada sang penguasa bumi atau disebut dengan “gae zale” dan juga penguasa langit atau disebut dengan “dewa zeta”.

Dokumen terkait