• Tidak ada hasil yang ditemukan

Agustin dilahirkan pada tanggal 5 Agustus 1991 di Kota Bogor, Provinsi Jawa Barat. Peneliti merupakan anak ketiga dari empat bersaudara pasangan Supriyatna dan Siti Khadijah. Jenjang pendidikannya dimulai dengan TK Kartika 3 Bogor. Kemudian, pada 1996 peneliti menginjak bangku sekolah dasar di SD Negeri Gunung Batu 1 Bogor hingga dinyatakan lulus sekolah dasar. Dari Sekolah Dasar Negeri tersebut peneliti berhasil memasuki SLTP Negeri 12 Bogor. Pada tahun 2006, peneliti mulai mengenyam sekolah menengah atas di SMA Negeri 2 Bogor. Terhitung sejak 16 April 2009, peneliti menyandang status mahasiswa Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat IPB setelah diterima melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI).

Selama studinya di SMA, peneliti menorehkan prestasi sebagai Siswa terbaik II SMA Negeri 2 Bogor. Pada tahun 2006, peneliti menjadi Juara III Taekwondo Kota Bogor. Pada tahun 2006-2009 peneliti menjadi pengurus Paduan Suara SMA Negeri 2 Bogor dan anggota Taekwondo Balai Kota Bogor. Peneliti terlibat aktif dalam organisasi kemahasiswaan. Pada tahun 2009, peneliti menjadi Staff Usaha Koperasi Mahasiswa IPB, tahun 2010-2011 peneliti menjadi Ketua Komunikasi dan Informasi Koperasi Mahasiswa IPB, dan menjadi anggota dari Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Ekologi Manusia IPB bagian Komunikasi dan Informasi.

Selain itu, peneliti juga menjadi Sekretaris Umum Majalah Komunitas (Media Informasi Fakultas Ekologi Manusia IPB) pada tahun 2011, dan pada tahun 2012 peneliti menjadi Pimpinan Umum Majalah Komunitas Fakultas Ekologi Manusia. Di samping aktif di organisasi kemahasiswaan, peneliti juga berkali-kali menjadi panitia di dalam dan di luar kampus. Pada tahun 2011 peneliti menjadi salah satu panitia nasional di Indonesian Ekologi Expo dan menjadi panitia Sosialisasi IPB Kota Bogor. Peneliti juga menjadi mahasiswa peserta pelayanan akselerasi yang dilaksanakan oleh Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat IPB sehingga berhasil menyelesaikan gelar sarjana dalam waktu 3,5 tahun. Selama menjadi mahasiswa, peneliti telah menjadi asisten dosen Komunikasi Bisnis dan Sosiologi Umum sampai saat ini.

TINJAUAN PUSTAKA

Tanggungjawab Sosial Perusahaan

Ardianto dan Machfudz (2011) mengungkapkan bahwa tanggungjawab sosial perusahaan dapat dijadikan strategi bisnis di masa depan untuk meningkatkan citra dan investasi masa depan bagi perusahaan. Bila citra perusahaan meningkat, umumnya keuntungan perusahaan juga akan meningkat. Demikian halnya perlakuan perusahaan terhadap masyarakat dan lingkungan, bila kontribusi perusahaan tidak memberikan kontribusi positif maka lingkungan yang ada juga tidak akan memberikan kontribusi positif terhadap perusahaan.

Pengertian tanggungjawab sosial perusahaan telah banyak disampaikan oleh para pakar maupun lembaga internasional. Saat ini tanggungjawab sosial perusahaan menjadi salah satu hal yang penting dalam kehidupan masyarakat yang berada di sekitar wilayah perusahaan. Menurut Sumaryo (2009), tanggungjawab sosial perusahaan merupakan kegiatan perusahaan yang membantu masyarakat dalam bidang fisik, sosial, budaya, dan ekonomi agar masyarakat lebih berdaya, mandiri, dan terbantu dalam meningkatkan kesejahteraannya. Manajemen perusahaan memahami bahwa dengan memberikan bantuan fisik untuk pembangunan prasarana pendidikan, ibadah, sosial, bantuan pendidikan, dan menjalin kemitraan dengan masyarakat berarti perusahaan telah melaksanakan tanggungjawab sosialnya.

Tanggungjawab sosial perusahaan juga menurut Sumaryo (2009) merupakan suatu pendekatan perubahan atau pengembangan masyarakat khususnya peningkatan sumberdaya manusia yang dilakukan oleh suatu perusahaan sebagai bagian dari tanggungjawab sosialnya. Pendekatan ini bertujuan agar masyarakat turut terlibat atau menjadi bagian dari perusahaan tersebut dan menikmati manfaat dari keberadaan perusahaan di suatu wilayah tertentu terutama manfaat dalam hal ekonomi dan kemandirian masyarakat. Aprilianti (2008) menyatakan bahwa tanggungjawab sosial merupakan suatu bentuk tanggungjawab sosial perusahaan kepada masyarakat atau wilayah sekitar yang terkena dampak dari aktivitas perusahaan, baik dampak langsung maupun tidak langsung. Nurdiana (2008) menyatakan bahwa tanggungjawab sosial merupakan salah satu upaya penyerasian perkembangan bersama antara perusahaan dan masyarakat sekitar perusahaan. Upaya tersebut merupakan suatu pelayanan yang bermanfaat untuk mengurangi dampak negatif yang terwujud dalam bentuk kesenjangan antara kemajuan gerak perusahaan dan keadaan serta harapan masyarakat sekitarnya. Jadi, tanggungjawab sosial perusahaan merupakan suatu upaya baik dalam segi ekonomi, sosial, maupun lingkungan yang dilakukan oleh perusahaan dalam memenuhi kebutuhan dan harapan masyarakat sekitar guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan mencegah adanya kesenjangan antara masyarakat dengan pihak perusahaan.

Mapisangka (2009) menyatakan bahwa tanggungjawab sosial perusahaan merupakan sebuah kesepakatan dari World Summit on Sustainable Development (WSSD) di Johannesburg Afrika Selatan 2002 yang ditujukan untuk mendorong seluruh perusahaan di dunia dalam rangka terciptanya suatu pembangunan yang berkelanjutan (sustainable development). Peranan tanggungjawab sosial

perusahaan ini dapat dipandang sebagai upaya untuk mewujudkan good corporate governance, good corporate citizenship, dan good business ethics dari sebuah entitas bisnis. Perusahaan tidak cukup hanya memikirkan kepentingan shareholder (pemilik modal), tetapi juga mempunyai orientasi untuk memenuhi kepentingan seluruh stakeholders. Tanggungjawab sosial perusahaan merupakan komitmen perusahaan atau dunia bisnis untuk berkontribusi dalam pengembangan ekonomi yang berkelanjutan dengan memperhatikan tanggungjawab sosial perusahaan dan menitikberatkan pada keseimbangan antara perhatian terhadap aspek ekonomi, sosial, dan lingkungan (Untung yang dikutip oleh Mapisangka 2009).

Pada tahun 1980-an dan 1990-an kepedulian sosial sebagian besar perusahaan berfokus pada sponsorship untuk kegiatan tertentu seperti olahraga. Saat ini perhatian perusahaan mulai pada isu-isu sosial, kemiskinan, dan pemberdayaan ekonomi komunitas lokal. Keberadaan perusahaan akan memperhatikan kesejahteraan tidak hanya pada pemilik modal (shareholder), tetapi juga bagi komunitas sekitar perusahaan dan masyarakat terkait (stakeholders). Schermerhon dalam Suharto yang dikutip oleh Wahyuni (2007) dengan judul buku “Pekerjaan Sosial di Dunia Industri” mengartikan tanggungjawab sosial perusahaan sebagai suatu kepedulian organisasi bisnis untuk bertindak dengan cara-cara mereka sendiri dalam melayani kepentingan organisasi dan publik eksternal. Suatu kegiatan dikatakan tanggungjawab sosial perusahaan jika lebih menekankan pada prinsip keberlanjutan dari kegiatan sesuai dengan kebutuhan masyarakat di sekitar perusahaan. Hal ini sebagaimana dikemukakan Pambudi yang dikutip oleh Wahyuni (2007) Direktur Eksekutif Yayasan Pembangunan Berkelanjutan dan Direktur Pelayanan National Lead Indonesia.

”Sebenarnya yang terpenting dari pelayanan tanggungjawab sosial perusahaan adalah menekankan pada prinsip-prinsip keberlanjutan. Artinya, perusahaan membuat pelayanan yang berjalan secara berkesinambungan, bukan sekedar membagi-bagi uang dalam jangka yang sangat pendek. Perlu ada desain pelayanan terencana, termonitoring, dan evaluasi perbaikan yang berkelanjutan. Aktivitas tanggungjawab sosial perusahaan yang terbaik adalah pelayanan yang bersumber dari hasil pertanyaan apa yang sebenarnya dibutuhkan masyarakat dan lingkungan sekitar kita, sehingga lebih mengena dan tepat sasaran”(Pambudi yang dikutip oleh Wahyuni (2007)).

Magnan dan Farrel yang dikutip oleh Susiloadi (2007) mendefinisikan tanggungjawab sosial perusahaan sebagai ”a business acts in socially responsible manner when its decisions and actions account for and balance diverse stakeholder interest”. Definisi ini menekankan pada perlunya memberikan perhatian secara seimbang terhadap kepentingan berbagai stakeholders yang beragam dalam setiap keputusan dan tindakan yang diambil pelaku bisnis melalui perilaku yang secara sosial bertanggungjawab. Komisi Eropa yang dikutip oleh Susiloadi (2007) mendefinisikan tanggungjawab sosial perusahaan sebagai ”essentially a concept where by companies decide voluntary to contribute to better society and a cleaner environment”. Definisi ini menekankan bahwa

tanggungjawab sosial perusahaan adalah suatu konsep yang menunjukkan bagaimana perusahaan secara sukarela member kontribusi bagi terbentuknya masyarakat yang lebih baik dan lingkungan yang lebih bersih. Elkington yang dikutip oleh Susiloadi (2007) mengemukakan bahwa sebuah perusahaan yang menunjukkan tanggungjawab sosialnya akan memberikan perhatian kepada peningkatan kualitas perusahaan (profit) dan masyarakat, khususnya komunitas sekitar (people) dan lingkungan hidup (planet).

Ardianto dan Machfudz (2011) menyatakan bahwa konsep tanggung jawab sosial perusahaan muncul sebagai akibat adanya kenyataan bahwa pada dasarnya karakter alami dari setiap perusahaan adalah mencari keuntungan semaksimal mungkin tanpa memperdulikan kesejahteraan karyawan, masyarakat, dan lingkungan alam. Seiring dengan meningkatnya kesadaran dan kepekaan dari stakeholders perusahaan, maka konsep tanggungjawab sosial muncul dan menjadi bagian yang tidak terpisahkan dengan kelangsungan hidup perusahaan di masa yang akan datang. Tanggungjawab sosial perusahaan dapat didefinisikan secara sederhana sebagai suatu konsep yang mewajibkan perusahan untuk memenuhi dan memperhatikan kepentingan stakeholders dalam kegiatan operasinya mencari keuntungan.

Pelaksanaan Pelayanan Tanggungjawab Sosial Perusahaan

Thamrin et al. (2010) menyatakan bahwa praktik tanggungjawab sosial perusahaan yang selama ini dilakukan oleh beberapa perusahaan di Indonesia belum menunjukkan hasil yang signifikan khususnya bila dikaitkan dengan pemberdayaan ekonomi masyarakat. Hal ini terlihat dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Aprilianti (2008) mengenai “Analisis Pengimplementasian Corporate Social Responsibility oleh PT Antam Tbk. UBPE Pongkordalam Pengembangan Komunitas (Studi Kasus: Kampung Bantar Karet, Desa Bantar Karet, Kecamatan Nanggung, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat)”. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pelayanan tanggungjawab sosial tersebut dinilai menyentuh kebutuhan, tetapi belum semua masyarakat mendapatkan pelayanan bantuan dari PT Antam Tbk. UBPE Pongkor tersebut. Hal ini terkait dengan banyaknya desa yang perlu dibantu. Masyarakat sudah merasakan manfaat dari pelayanan-pelayanan pengembangan masyarakat yang sudah dilakukan oleh PT Antam Tbk. UBPE Pongkor, namun beberapa masyarakat ada yang tidak puas dengan mekanisme penyaluran pelayanan yang dianggap tidak transparan dan belum mengutamakan aspirasi masyarakat. Terdapat sebagian masyarakat yang menganggap bahwa kebanyakan pelayanan pengembangan masyarakat di luar pengembangan kemitraan semata hanya memberi bantuan karitatif. Setelah bantuan atau dana disalurkan, hampir tidak ada bantuan teknis. PT Antam Tbk. UBPE Pongkor juga tidak mempunyai staf tetap yang pekerjaannya mendampingi masyarakat desa atau sebagai pelaksana pengembangan masyarakat professional. Hal ini mengakibatkan kegiatan pengembangan masyarakat yang dilakukan oleh PT Antam Tbk. UBPE Pongkor tidak banyak meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Mereka hanya sebagai penerima bantuan yang tidak pernah diberdayakan secara individu maupun sabagai komunitas.

Berbeda dengan hasil penelitian Aprilianti (2008), hasil penelitian Muryaningrum (2010) memperlihatkan bahwa dalam pelaksanaan tanggungjawab

sosial perusahaan didasarkan pada konsep pembangunan berkelanjutan yang bertumpu pada tiga pencapaian yang bermanfaat secara ekonomi, sosial, dan lingkungan (triple bottom lines). Pada penelitiannya di Indocement, pelayanan tanggungjawab sosial perusahaan didasarkan pada Kerangka Lima Pilar Pembangunan Berkelanjutan, meliputi bidang pendidikan, ekonomi, kesehatan, sosial budaya, dan keamanan yang memiliki keterkaitan dengan konsep pengembangan dan partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan tanggungjawab sosial. Pelaksanaan tanggungjawab sosial perusahaan sebenarnya bersifat tidak mengikat, namun sebagian perusahaan menganggap bahwa tanggungjawab sosial perusahaan merupakan kewajiban karena salah satu manfaat yang dapat dirasakan adalah demi keberlangsungan usahanya. Pelaksanaan tanggungjawab sosial perusahaan di Indonesia masih jauh dari harapan semua pihak, sehingga pemerintah menganggap perlu adanya aturan atau perundangan yang mengikat perusahaan nasional dan multinasional untuk melaksanakan tangungjawab sosialnya.

Pelaksanaan pogram tanggungjawab sosial perusahaan merupakan realisasi dan aktualisasi dari upaya perusahaan untuk terus dekat dengan masyarakat. Menurut Budimanta et al. yang dikutip oleh Mapisangka (2009), tanggungjawab sosial perusahaan pada dasarnya merupakan suatu elemen yang penting dalam kerangka sustainability yang mencakup aspek ekonomi, lingkungan, dan sosial budaya yang merupakan proses penting dalam pengelolaan biaya dan keuntungan kegiatan bisnis dengan stakeholders baik secara internal (pekerja, shareholders, dan penanam modal) maupuan eksternal (kelembagaan, pengaturan umum, anggota-anggota masyarakat, kelompok masyarakat sipil, dan perusahaan lain). Banyak kalangan melihat bahwa praktik tanggungjawab sosial yang dilakukan oleh korporat masih sebatas “kosmetik”. Nuansa “kosmetik” tersebut menurut Wibowo yang dikutip oleh Thamrin et al. (2010) tercermin dari berbagai aspek sejak perumusan kebijakan dan penentuan orientasi pelayanan, pengorganisasian, pendanaan, eksekusi pelayanan, evaluasi, dan pelaporan, namun tidak dapat pula dipungkiri bahwa perkembangan pelaksanaan tanggungjawab sosial perusahaan akhir-akhir ini mengalami kecenderungan positif dalam upaya pemberdayaan.

Keefektifan Pelayanan Tanggungjawab Sosial Perusahaan

Menurut Izana (2011) keefektifan pelayanan tanggungjawab sosial perusahaan hendaknya ditinjau dari partisipasi dan dapat meningkatkan taraf hidup warga komunitas pedesaan. Pelayanan tanggungjawab sosial perusahaan pada tahap perencanaan sampai dengan evaluasi membutuhkan adanya partisipasi. Partisipasi terhadap keberlangsungan pelayanan tanggungjawab perusahaan dapat memberikan dampak peningkatkan taraf hidup masyarakat berdasarkan pendapatan, pengeluaran, keadaan fisik, dan fasilitas bangunan. Pelayanan tersebut dapat melihat keefektifan pelayanan yang dilakukan oleh perusahaan yang melakukan tanggungjawab sosialnya. Berbeda halnya dengan Izana (2011), menurut Nurdiana (2008) dalam meninjau serta meningkatkan efektivitas pelayanan tanggungjawab sosial perusahaan harus memperhatikan beberapa aspek yang menunjang efektivitas pelayanan tersebut. Aspek yang dimaksud adalah aspek individu, kelompok, dan organisasi. Variabel yang dimaksud untuk efektivitas individu adalah kemampuan petugas dalam mendampingi masyarakat,

kesigapan petugas dalam menanggapi permintaan masyarakat lokal selama pendampingan, dan kesungguhan petugas dalam memperhatikan kepentingan masyarakat yang didampingi. Aspek efektivitas kelompok diantaranya adalah hubungan komunikasi yang baik antara perusahaan dan masyarakat, pelayanan pendidikan life skill training yang dimanfaatkan oleh masyarakat untuk kehidupan sehari-hari, dan pelayanan pendidikan yang dilaksanakan secara berkelanjutan (kontinuitas pelayanan pendidikan).

Hasil analisis yang disampaikan Nurdiana (2008) dalam penelitiannya mengenai “Analisis Efektivitas Implementasi Corporate Social Responsibility PT Kaltim Prima Coal”, diperoleh nilai kesenjangan yang negatif pada semua variabel. Hal ini mengindikasikan bahwa masyarakat sebagai penerima manfaat masih belum puas dengan kinerja pelayanan tanggungjawab sosial perusahaan yang telah dijalankan pihak PT Kaltim Prima Coal, sehingga kinerja pelayanan tanggungjawab sosial perusahaan harus lebih ditingkatkan lagi. PT Kaltim Prima Coal (KPC) harus memperhatikan beberapa aspek yang menunjang efektivitas pelayanan dalam meningkatkan efektivitas pelayanan tanggungjawab sosial. Aspek yang dimaksud adalah aspek individu, kelompok, dan organisasi. Variabel yang dimaksud untuk efektivitas Individu adalah kemampuan petugas dalam mendampingi masyarakat, kesigapan petugas dalam menanggapi permintaan masyarakat lokal selama pendampingan, kesungguhan petugas dalam memperhatikan kepentingan masyarakat yang didampingi. Aspek efektivitas kelompok diantaranya adalah hubungan komunikasi yang baik antara perusahaan dan masyarakat, pelayanan pendidikan life skill training yang dimanfaatkan oleh masyarakat untuk kehidupan sehari-hari, dan pelayanan pendidikan yang dilaksanakan secara berkelanjutan (kontinuitas pelayanan pendidikan). Berbeda dengan efektivitas organisasi dalam hal ini adalah PT KPC, variabel yang termasuk didalamnya adalah pemantauan dan pengevaluasian pelayanan tanggungjawab sosial perusahaan,kepedulian perusahaan mangenai sarana penampungan keluhan masyarakat, serta kepedulian terhadap Iingkungan sekitarnya.

Sebagian masyarakat sekitar wilayah operasi perusahaan tidak jarang beranggapan bahwa pelaksanaan pelayanan tanggungjawab perusahaan di wilayahnya masih belum seimbang dengan sumberdaya yang diambil. Oleh karena itu, informasi berupa persepsi masyarakat akan sangat bermanfaat bagi perusahaan dalam merancang pelayanan-pelayanan yang orientasinya memang untuk memenuhi harapan masyarakat. Artinya dapat dipastikan bahwa perusahaan akan berhasil dalam menjalankan pelayanan-pelayanan tanggungjawab sosial perusahaan yang telah dirancang secara efektif seperti pada penelitian yang dilakukan oleh Prisilla dan Hartati (2008) mengenai “Analisis Efektivitas Corporate Social Responsibility dalam Pelayanan Kemitraan dan Bina Lingkungan PT (Persero) Pelabuhan Indonesia III Cabang Tanjung Perak (Studi Kasus Efektivitas Pelayanan Kemitraan dalam Mengembangkan Usaha dari Mitra Binaan)”. Penelitian menunjukkan bahwa efektifitas tanggungjawab sosial perusahaandalam pelayanan kemitraan PT Pelabuhan Indonesia III, kantor cabang Tanjung Perak berjalan dengan efektif. Hal ini dibuktikan dengan adanya tingkat efektivitas yang bernilai positif dilihat dari ketepatan proses pelaksanaan pelayanan kemitraan yang dibuktikan dengan proses pelaksaan penyaluran dana, proses pembayaran angsuran, proses penagihan piutang, dan proses pengeluaran

biaya operasional yang bernilai positif. Tingkat efektivitas dilihat perkembangan usaha mitra binaan yang diukur berdasarkan pada peningkatan laba, peningkatan jenis produk, peningkatan jumlah tenaga kerja, dan peningkatan pelanggan. Tolok ukur efektivitas tersebut bernilai positif, sehingga dapat disimpulkan bahwa pelayanan Kemitraan Pelindo III berjalan dengan efektif.

Peningkatan Kualitas Sumberdaya Manusia (SDM)

Peningkatan kualitas SDM menjadi sangat penting dan perlu dilakukan secara terencana, terarah, dan berkesinambungan dalam rangka meningkatkan kemampuan dan profesionalisme. Kualitas SDM yang tinggi akan bermuara pada lahirnya komitmen yang kuat dalam penyelesaian tugas-tugas rutin sesuai tanggungjawab dan fungsinya masing-masing secara lebih efisien, efektif, dan produktif. Pembahasan pengembangan SDM sebenarnya dapat dilihat dari dua aspek, yaitu kuantitas dan kualitas. Pengertian kuantitas menyangkut jumlah SDM. Kuantitas SDM tanpa disertai dengan kualitas yang baik akan menjadi beban organisasi. Kualitas menyangkut mutu SDM yang menyangkut kemampuan, yaitu kemampuan fisik dan kemampuan non fisik (kecerdasan dan mental). Oleh sebab itu, untuk kepentingan akselerasi tugas pokok dan fungsi organisasi apapun, peningkatan kualitas SDM merupakan salah satu syarat utama. Kualitas SDM menyangkut dua aspek, yakni aspek fisik (kualitas fisik) dan non fisik (kualitas non fisik) yang menyangkut kemampuan bekerja, berpikir, dan keterampilan lain. Kualitas fisik dapat diupayakan melalui pelayanan peningkatan kesejahteraan dan gizi, sedangkan untuk meningkatkan kualitas non fisik, maka upaya pendidikan dan pelatihan sangat diperlukan. Upaya inilah yang dimaksudkan dengan peningkatan SDM. SDM secara makro adalah suatu proses peningkatan kualitas atau kemampuan manusia dalam rangka mencapai tujuan pembangunan bangsa. Proses peningkatan di sini mencakup perencanaan, pengembangan, dan pengelolaan SDM. Secara mikro dalam arti lingkungan suatu unit kerja, SDM adalah tenaga kerja atau pegawai di dalam suatu organisasi yang mempunyai peran penting dalam mencapai keberhasilan. Fasilitas yang canggih dan lengkap bukan merupakan jaminan akan berhasilnya suatu organisasi tanpa diimbangi oleh kualitas manusia yang akan memanfaatkan fasilitas tersebut.

Pada era globalisasi sekarang ini, pengembangan SDM tidak saja penting dilakukan untuk mewujudkan suatu organisasi yang memiliki kerangka kuat dan mampu menghadapi semua tantangan dan persaingan yang tidak dapat dihindari. Peningkatan SDM penting dilakukan dengan sejumlah pertimbangan, yaitu: a. Penggunaan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam organisasi semakin

beragam dan beraneka pilihannya, sehingga mau tidak mau, mampu tidak mampu organisasi harus mengambil alternatif pilihan untuk meningkatkan kualitas SDM agar dapat menguasai dan menerapkan ilmu pengetahuan dan teknologi tersebut ke dalam organisasi.

b. Dalam mewujudkan efektifitas organisasi, kemampuan yang baik dari SDM adalah syarat mutlak sehingga untuk meningkatkan kemampuannya, kualitas SDM harus ditingkatkan sesuai kebutuhan organisasi. SDM yang ada dalam organisasi harus ditingkatkan agar dapat memberikan peran yang maksimal dalam pencapaian tujuan organisasi. Bagaimana cara meningkatkan kualitas

sumber daya manusia, di bawah ini beberapa pendapat para ahli tentang peningkatan kualitas SDM.

Hamalik (2005) mengemukakan bahwa peningkatan kualitas SDM adalah suatu usaha yang terus menerus dan terencana yang dilakukan oleh manajemen untuk meningkatkan tingkat kecakapan pegawai dan performa organisasi. Soedaryamanti (2001) berpendapat bahwa peningkatan kualitas SDM dalam arti luas adalah seluruh proses pembinaan untuk meningkatkan kualitas serta taraf hidup manusia dari suatu negara, dalam arti sempit adalah peningkatan pendidikan dan pelatihan atau usaha menambah pengetahuan dan keterampilan sebagai proses yang tanpa akhir terutama pengembangan diri sendiri. Saydam (2000) mengemukakan pengertian peningkatan SDM merupakan kegiatan yang harus dilaksanakan oleh organisasi agar pengetahuan (knowledge), kemampuan (ability), dan keterampilan (skill) mereka sesuai dengan tuntutan pekerjaan yang mereka lakukan.

Uraian tersebut mengartikan bahwa peningkatan kualitas sumberdaya manusia harus dilakukan secara terorganisir baik secara vertikal maupun horizontal oleh semua fungsi organisasi yang pengelolaannya dikoordinasikan oleh fungsi pengelola SDM. Peningkatan kualitas SDM juga harus dilakukan secara terencana dan berkesinambungan. Hal ini dimaksudkan agar peningkatan kualitas SDM harus dilakukan secara terus menerus dan disesuaikan dengan perkembangan lingkungan organisasi baik secara eksternal maupun lingkungan internal organisasi. CIDA (Canadian Internal Development Agency) seperti dikutip oleh Effendi (1993) mengemukakan bahwa peningkatan kualitas SDM menekankan manusia baik sebagai alat maupun sebagai tujuan akhir pembangunan. Pada proses jangka pendek dapat diartikan bahwa peningkatan SDM sebagai pengembangan pendidikan dan pelatihan untuk memenuhi segala tenaga ahli teknik, kepemimpinan, dan tenaga administrasi. Pengertian diatas meletakkan sebagai pelaku dan penerima pembangunan. Tindakan yang perlu dilakukan dalam jangka pendek memberikan pendidikan dan pelatihan untuk memenuhi kebutuhan tenaga kerja terampil. Effendi (1993) mengemukakan bahwa meskipun unsur kesehatan dan gizi, kesempatan kerja, lingkungan hidup yang sehat, pengembangan karir di tempat kerja, dan kehidupan politik yang bebas termasuk pendukung dalam pengembangan sumberdaya manusia, pendidikan dan pelatihan merupakan unsur terpenting dalam pengembangannya.

Peningkatan kualitas SDM sebagai suatu proses pembudayaan bangsa bertujuan meningkatkan kualitas manusia Indonesia yang menguasai pengetahuan, keterampilan, keahlian, dan wawasan yang sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Wawasan yang sesuai era globalisasi adalah kemampuan untuk memandang jauh ke depan, wawasan mutu dan kekaryaan, serta wawasan inovasi dan perubahan yang sesuai dengan nilai dan sikap yang berkembang dalam masyarakat.

Penjelasan tersebut mengartikan bahwa dalam mengahadapi persaingan di masa yang akan datang, tersedianya tenaga kerja dengan upah yang murah dan sumberdaya alam yang melimpah tidak menjamin daya saing nasional dalam jangka panjang. Daya saing tersebut akan semakin baik apabila didukung oleh kualitas sumberdaya manusia dan kemampuan menguasai teknologi. Oleh karena itu, peningkatan kualitas sumberdaya manusia merupakan prioritas utama dalam era persaingan global.

Pelatihan dalam Peningkatan Kualitas Sumberdaya Manusia

Pelatihan atau pembinaan dalam peningkatan kualitas sumberdaya manusia biasanya diberikan kepada pegawai dengan upaya peningkatan keterampilan. Pelatihan adalah serangkaian aktivitas yang dirancang untuk meningkatkan keahlian-keahlian, pengetahuan, pengalaman, ataupun perubahan sikap individu (Sinamora 2004). Pelatihan sebagai bagian pengembangan manusia dapat

Dokumen terkait