• Tidak ada hasil yang ditemukan

Potensi pertanian di Kabupaten Banjarnegara didukung oleh ketersediaan lahan yang subur dan cocok untuk pengembangan berbagai jenis komoditas pertanian. Ketersediaan lahan yang ada saat ini juga relatif luas untuk pengembangan sektor pertanian. Potensi pengembangan pertanian di Kabupaten Banjarnegara tersebar di beberapa lokasi/kecamatan. Bagian utara yang terdiri dari daerah pegunungan, relief bergelombang dan curam untuk pengembangan komoditas seperti kentang, jagung, kambing dan domba. Bagian tengah yang

terdiri dari daerah datar untuk pengembangan komoditas padi, jagung, kedelai, salak, durian, manggis, perikanan dan ternak sapi. Bagian selatan yang terdiri dari daerah datar dan curam untuk pengembangan komoditas padi, kacang tanah, durian, manggis dan sapi. Komoditas pertanian yang menjadi unggulan yaitu kentang.

Usahatani kentang di Kabupaten Banjarnegara sudah diusahakan oleh petani sejak lama dan berlangsung secara turun-temurun. Pengusahaan dilakukan secara modern dengan tingkat intensifikasi yang tinggi. Kabupaten Banjarnegara yang mempunyai ketinggian lebih dari 1.000 meter diatas permukaan laut serta hawanya yang dingin sangat memungkinkan untuk tanaman kentang berkembang dengan baik. Berbagai upaya yang dilakukan dalam rangka strategi peningkatan produktivitas kentang seperti penerapan pendekatan teknologi pengelolaan tanaman terpadu, perbaikan budidaya disertai dengan pengawalan pendampingan dan koordinasi, penerapan SOP tanaman, penggunaan komoditas alternatif (gandum untuk kentang, dan lain-lain), pemberian bantuan benih, saprodi dan bantuan lainnya untuk mendukung peningkatan produktivitas. Sehubungan dengan itu, maka diperlukan roadmap dalam pengembangan agribisnis komoditas kentang di Kabupaten Banjarnegara.

Roadmap merupakan peta jalan yang berisi langkah-langkah strategis dan operasional pengembangan sektor pertanian yang dilakukan secara bertahap dan berkelanjutan untuk mencapai sasaran pembangunan pertanian yang dibutuhkan. Instrumen perencanaan tersebut diharapkan dapat mempercepat pencapaian tujuan dan sasaran pembangunan sesuai kebijakan strategis nasional dan daerah. Langkah-langkah strategis dan operasional menjadi acuan bersama bagi pemerintah dan masyarakat dalam mengembangkan suatu komoditas.

Instrumen perencanaan dalam bentuk roadmap pengembangan agribisnis kentang sebagai komoditas unggulan di Kabupaten Banjarnegara diharapkan dapat berperan sebagai acuan Pemerintah Propinsi maupun Kabupaten dalam menyusun perencanaan pembangunan serta pedoman dan arah bagi masyarakat petani dan pelaku usaha untuk mengembangkan usaha yang ada atau merancang investasi baru dalam pengembangan komoditas. Roadmap pengembangan agribisnis komoditas kentang disusun berdasarkan skenario-skenario yang dapat

terjadi. Roadmap pengembangan agribisnis komoditas kentang di Kabupaten Banjarnegara dapat dilihat pada Gambar 10.

(10) 10B 10A (9) 9B 9A (8) 8B 8A (7) 7B 7A (6) 6B 6A (4) 4B 4A (5) 5B 5A (3) 3B 3A (2) 2B 2A (15) 4B 4A (14) 3C 3A (1) 1B 1A (13) 2B 2A (12) 1B 1A (11) 3C 3B

Gambar 10 Roadmap Pengembangan Agribisnis Komoditas Kentang di Kabupaten Banjarnegara.

Keterangan :

1A : Kebijakan pemerintah semakin positif dalam upaya meningkatkan

kesejahteraan petani

2A : Pendidikan dan pengetahuan petani semakin meningkat dengan adanya pelatihan dan penyuluhan dari instansi terkait

3A : Potensi lahan semakin meningkat dengan adanya kesadaran dalam ikut menjaga kelestarian SDA

4A : Pelatihan dan penyuluhan semakin meningkat dengan adanya pelatihan dan penyuluhan pertanian ramah lingkungan

5A : Informasi hasil litbang mutakhir semakin meningkat sebagai dampak kemajuan teknologi informasi yang dengan mudah dapat diakses oleh petani 6A : Pengaturan waktu tanam/panen semakin baik dengan menerapkan rotasi

tanaman yang berwawasan lingkungan dan berkelanjutan

7A : Sarana produksi pertanian semakin tercukupi dengan adanya kerjasama antara kelembagaan tani, koperasi, dan asosiasi

OPTIMIS 1A-2A-3A-4A-5A- 6A-7A-8A-9A-10A MODERAT 1A-2A-3A-4A-5B- 6B-7B-8B-9B-10B KONDISI SEKARANG 1B-2B-3B-4B-5B- 6B-7B-8B-9B-10B PESIMIS 1B-2B-3C-4B-5B- 6B-7B-8B-9B-10B

8A : Pengaturan penggunaan sarana produksi semakin baik dengan menerapkan pola tanam pertanian terpadu

9A : Keterlibatan pemerintah pusat/daerah semakin meningkat dengan adanya program-program yang dilaksanakan untuk meningkatkan kesejahteraan petani

10A : Produktivitas semakin meningkat dengan mengadopsi teknologi baru dan menerapkan budidaya ramah lingkungan berbasis GAP/SOP

1B : Kebijakan pemerintah yang kurang berpihak kepada petani 2B : Masih rendahnya tingkat pendidikan dan pengetahuan petani

3B : Potensi lahan berkurang karena rendahnya pemahaman tentang keberlanjutan lingkungan

4B : Keterbatasan tenaga penyuluh yang berkompeten dalam pelatihan dan penyuluhan diseminasi teknologi baru

5B : Informasi hasil litbang mutakhir kurang dimanfaatkan oleh petani 6B : Pola tanam monokultur yang menyebabkan berkembangnya OPT

7B : Sarana produksi terbatas, sulit diperoleh, dan harganya yang relatif mahal 8B : Pengaturan penggunaan sarana produksi belum dilaksanakan oleh petani 9B : Keterlibatan pemerintah pusat/daerah kurang dalam hal peran pendampingan

terhadap program pemerintah

10B : Produktivitas yang rendah karena rendahnya kualitas dan kuantitas benih bermutu

Kondisi optimis diharapkan terjadi dengan mendorong kondisi moderat. Tahapan yang dilakukan untuk mendorong terjadinya kondisi optimis dimulai dari kondisi saat ini (baseline). Untuk mewujudkan skenario optimis maka tahapan- tahapan yang perlu dilakukan adalah, tahap pertama (1) yaitu pemerintah pusat maupun daerah perlu mengeluarkan regulasi dan kebijakan yang tepat agar terwujud lingkungan yang kondusif untuk memicu dan mamacu kegiatan budidaya serta mengembangkan agribisnis kentang dalam upaya meningkatkan kesejahteraan petani (1B-1A). Hal terpenting adalah adanya konsistensi kebijakan pemerintah dalam setiap program yang diimplementasikan, dan tetap mendorong tercapainya kolaborasi antara pihak pemerintah dengan pihak swasta dan masyarakat, dalam rangka memberdayakan dan meningkatkan pendapatan serta kesejahteraan petani

Tahap kedua (2) yaitu peningkatan pendidikan dan pengetahuan petani dengan cara pemberian pelatihan dan penyuluhan (2B-2A). Kualitas sumber daya manusia petani juga perlu ditingkatkan, baik pengetahuan dan keterampilannya dalam melaksanakan kegiatan budidaya kentang agar produktif dan berkelanjutan; pengolahan hasil segar menjadi produk olahan yang lebih menguntungkan baik untuk memperpanjang umur simpan, keamanan produk kentang, maupun untuk

meningkatkan nilai tambah ekonominya; kemampuan pengelolaan dan pemasaran komoditas kentang yang dihasilkan; aspek legal formal terkait kegiatan produksi kentang yang perlu diketahui untuk menghindari dari permasalahan hukum yang mungkin timbul; dan kebijakan pemerintah yang relevan.

Tahap ketiga (3) adalah peningkatan potensi lahan (3B-3A). Kesadaran menjaga kelestarian SDA dan pemahaman mengenai budidaya dengan pendekatan konservasi lahan sangat penting untuk keberlanjutan potensi lahan. Peningkatan potensi lahan perlu diikuti dengan penyediaan atau perbaikan infrastruktur pendukungnya, infrastruktur transportasi dan ketersediaan pengairan untuk mendukung kegiatan budidaya komoditas kentang.

Tahap keempat (4) yaitu peningkatan pelatihan dan penyuluhan (4B-4A). Pelatihan dan penyuluhan kepada petani diperlukan dalam pengenalan praktek pertanian ramah lingkungan dan adopsi teknologi. Pelatihan dan penyuluhan baik secara formal maupun non formal agar kualitas sumber daya manusia dalam kegiatan budidaya komoditas kentang dapat ditingkatkan sehingga transfer pengetahuan dapat mengalir dan keterampilan petani dapat ditingkatkan.

Tahap kelima (5) adalah peningkatan informasi hasil litbang mutakhir (5B- 5A). Informasi merupakan bagian yang sangat penting dalam pengembangan agribisnis, khususnya informasi teknologi mutakhir. Teknologi informasi untuk mengkomunikasikan kebutuhan teknologi dalam kegiatan budidaya perlu dikembangkan. Paket teknologi ini perlu dikemas dengan sistem aplikasi yang mudah dipahami dan digunakan oleh petani.

Tahap keenam (6) yaitu pengaturan waktu tanam/panen dengan menerapkan pola rotasi tanaman yang berwawasan lingkungan dan berkelanjutan. Kemahiran dalam mengelola sistem budidaya komoditas kentang akan sangat dibutuhkan. Paket pengelolaan sistem budidaya yang baik, termasuk kecermatan dalam memilih jenis komoditas yang sesuai untuk kondisi agroekosistem tertentu, pengintegrasian yang efektif dan efisien untuk kombinasi yang dibudidayakan pada satu hamparan lahan pada musin tanam yang sama untuk tujuan optimalisasi produktivitas lahan, serta kecermatan dalam mengantisipasi ketidakpastian iklim akan sangat dibutuhkan.

Tahap ketujuh (7) yaitu sarana produksi pertanian semakin tercukupi dengan adanya kerjasama antara kelembagaan tani, koperasi, dan asosiasi (7B- 7A). Peningkatan efektivitas dan efisiensi koordinasi antar instansi terkait dalam melakukan pengembangan sarana produksi pertanian. Peningkatan ketersediaan dan keterjangkauan sarana produksi yang dibutuhkan petani. Dalam hal ini, ketersediaan sarana produksi yang sesuai jenis dan jumlah, pada waktu yang tepat, dan dengan harga yang terjangkau akan sangat menentukan keberhasilan kegiatan produksi kentang yang dilakukan oleh petani. Keterjangkauan harga perlu diartikan sebagai harga sarana produksi yang tidak membebani ongkos produksi secara berlebihan, sehingga tetap memberikan prospek keuntungan yang pantas bagi petani.

Tahap ketujuh (8) yaitu pengaturan penggunaan sarana produksi semakin baik dengan menerapkan pola tanam pertanian terpadu (8B-8A). Sistem Pertanian Terpadu (integrated farming system) adalah satu sistem yang menggunakan ulang dan mendaurulang, menggunakan tanaman dan hewan sebagai mitra. Satu praktek budidaya aneka tanaman/aneka kultur yang beragam dimana "micro output" dari satu budidaya menjadi input kultur lainnya, sehingga meningkatkan kesuburan tanah dengan tindakan alami menyeimbangkan semua unsur hara organik yang pada akhirnya membuka jalan untuk pertanian organik ramah lingkungan dan berkelanjutan.

Tahap kesembilan (9) adalah peningkatan keterlibatan pemerintah pusat/daerah dengan adanya program-program yang dilaksanakan untuk meningkatkan kesejahteraan petani (9B-9A). Keterlibatan pemeritah dalam bentuk penyuluhan, sosialisasi dan pendampingan mengenai penggunaan pupuk organik dilakukan untuk mengurangi penggunaan pupuk anorganik dan pestisida yang berlebihan. Peran pendampingan sangat penting agar program-program pemerintah dapat terlaksana dengan baik, sehingga tujuan dari program tersebut dapat tercapai. Kelembagaan pertanian perlu pula disiapkan dan diberdayakan, terutama kelembagaan yang berperan dalam memberikan penyuluhan dan pendampingan bagi petani kentang agar kegiatan produksi dapat efektif dan efisien dalam upaya meningkatkan produksi, memberikan keuntungan yang lebih

baik bagi petani, serta meminimalkan dampak negatifnya terhadap lingkungan sehingga proses produksi dapat dijamin keberlanjutannya.

Tahap kesepuluh (10) yaitu peningkatan produktivitas dengan mengadopsi teknologi baru dan menerapkan budidaya ramah lingkungan berbasis GAP/SOP (10B-10A). Peningkatan produktivitas dilakukan dengan meningkatkan mutu intensifikasi yang dijalankan secara berkelanjutan dan efisien guna meningkatkan daya saing, dengan tetap mengacu kepada kelestarian lingkungan. Kelestarian kesuburan lahan memegang peranan penting dalam meningkatkan produktivitas kentang. Kegiatan produksi kentang masih sangat tergantung pada ketersediaan, kesesuaian lahan, dan teknik budidaya. Dalam rangka peningkatan produksi, produktivitas, mutu dan daya saing produk pertanian secara optimal perlu diterapkan norma budidaya pertanian yang baik Good Agriculture Practise (GAP) dan Standard Operating Procedure (SOP).

Jika kondisi saat ini tidak dapat ditingkatkan atau dipertahankan, maka kondisi pesimis dapat terjadi. Kondisi pesimis dapat terjadi jika potensi lahan dibiarkan semakin rusak. Adanya lahan-lahan kritis umumnya disebabkan oleh kegiatan yang secara langsung menyebabkan rusaknya daya dukung tanah/lahan, antara lain pemanfaatan lereng bukit yang tidak sesuai dengan kemampuan peruntukannya, untuk lahan pertanian yang tidak menerapkan teknologi konservasi, bahkan tidak sedikit yang berubah fungsi menjadi areal permukiman. Tingginya lahan kritis yang beresiko pada terjadinya kerusakan lingkungan yang lebih kompleks, saat ini terjadi di kawasan Dieng. Penggunaan zat-zat kimia yang berlebihan pada tanah akan berakibat buruk pada kelestarian unsur-unsur kesuburan dan kelestarian tanah tersebut. Hal ini berdampak pada penurunan produktivitas kentang.

Kondisi pesimis dapat ditingkatkan kembali menjadi keadaan sekarang dengan melakukan usaha-usaha untuk memperbaiki dan mengembalikan kesuburan lahan guna memulihkan ekosistem dan menjaga ketahanan pangan. Tahap kesebelas (11) yaitu meningkatkan pemahaman petani tentang keberlanjutan lingkungan untuk mengembalikan potensi lahan pada kondisi saat ini (3C-3B). Rendahnya tingkat pendidikan menyebabkan kurangnya pemahaman terhadap kelestarian lingkungan. Jika sistem pengelolaan lahan tidak disesuaikan

dengan karakteristik lahan akan dapat menyebakan degradasi lahan yang berdampak pada penurunan produktivitas lahan. Upaya yang perlu dilakukan untuk mengembalikan potensi lahan pada keadaan sekarang yaitu dengan sistem pengelolaan lahan berkelanjutan. Sistem pengelolaan lahan berkelanjutan adalah suatu teknik atau cara yang dilakukan untuk oleh petani dalam hal pengolahan tanah agar kesuburan lahan, produktivitas lahan, konservasi tanah dan air dapat terjamin sehingga memungkinkan terlaksananya usaha tani dalam jangka waktu yang panjang dengan hasil yang semakin meningkat dan pemanfaatan lahan yang berkelanjutan. Pentingnya sistem pengelolaan lahan berkelanjutan ini yaitu untuk menjaga kelestarian suatu lahan sehingga dalam pemanfaatannya lahan masih mampu memberikan daya dukung yang optimal.

Selain dapat ditingkatkan menjadi kondisi saat ini, kondisi pesimis juga bisa meningkat menjadi kondisi moderat. Tahapan-tahapan yang perlu dilakukan yaitu, tahap kedua belas (12) adalah terlaksananya regulasi dan kebijakan yang kondusif bagi petani kentang untuk berproduksi dan meningkatnya kesejahteraan petani (1B-1A). Kebijakan-kebijakan tersebut perlu mempertimbangkan keberadaan petani yang merupakan pelaku usahatani. Perlu diupayakan peningkatan akses lima sumber daya pertanian utama yaitu sumber daya lahan/air, infrastruktur/informasi pasar, akses kredit dan sarana produksi pertanian, dan teknologi pertanian.

Tahap ketiga belas (13) adalah peningkatan pendidikan dan pengetahuan petani dengan cara pemberian pelatihan dan penyuluhan (2B-2A). Pengembangan model penyuluhan teknologi untuk petani dengan terselenggaranya kegiatan penyuluhan yang interaktif untuk memacu proses difusi teknologi secara terprogram.

Tahap keempat belas (14) yaitu peningkatan kesadaran dalam menjaga kelestarian SDA dan pemahaman mengenai keberlanjutan potensi lahan (3C-3A). Pemahaman akan pentingnya kelestarian lingkungan dengan bercocok tanam tidak hanya berorientasi pada hasil, tetapi juga harus menjaga kelestarian lingkungan. Prioritas rehabilitasi lahan di kawasan Dieng diarahkan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat dalam pengelolaan lahan.

Tahap kelima belas (15) yaitu peningkatan pelatihan dan penyuluhan pertanian ramah lingkungan (4B-4A). Pelatihan dan penyuluhan bertujuan untuk meningkatkan pemahaman dan keterampilan petani dalam aplikasi teknologi budidaya dan pasca panen ramah lingkungan. Pemahaman pelaku agribisnis tentang pentingnya aplikasi teknologi secara bijak dalam peningkatan volume, mutu, dan keamanan komoditas kentang.

V.

SIMPULAN DAN SARAN