• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II : KAJIAN TEORITIS DAN KERANGKA KONSEPTUAL

B. Pembelajaran Sejarah Kebudayaan Islam

5. Ruang Lingkup Pembelajaran Sejarah Kebudayaan

tokoh teladan dalam sejarah, namun lebih dari itu Sejarah Kebudayaan Islam bertujuan menanamkan kesadaran berpikir siswa bahwa mempelajari kisah di masa lampau itu sangat berguna sebagai patokan untuk menjalani kehidupan di masa kini bahkan di masa mendatang dengan berpedoman pada pelajaran yang sudah di ambil dari masa lampau tersebut.

5. Ruang Lingkup Pembelajaran Sejarah Kebudayaan Islam

Dalam pembahasan mengenai ruang lingkup pembelajaran Sejarah Kebudayaan Islam ini, penulis akan menguraikan ruang lingkup Sejarah Kebudayaan Islam di lembaga pendidikan Madrasah Aliyah. Sejarah Kebudayaan Islam di Madrasah Aliyah tersebut merupakan salah satu satu mata pelajaran yang menelaah tentang asal-usul, perkembangan, peranan kebudayaan atau peradaban Islam di masa lampau, yang di mulai dari:

1. Dakwah Nabi Muhammad SAW pada periode Makkah dan periode

Madinah.

2. Kepemimpinan umat Islam setelah Nabi Muhammad SAW wafat.

3. Perkembangan Islam periode klasik atau zaman keemasan (pada tahun 650 M-1250 M).

4. Perkembangan Islam pada abad pertengahan atau zaman

kemunduran (pada tahun 1250 M-1800 M).

5. Perkembangan Islam pada abad modern atau zaman kebangkitan (pada tahun 1800 M-sekarang).

6. Perkembangan Islam di Indonesia.69

Adapun penjelasan mengenai klasifikasi ruang lingkup pembelajaran Sejarah Kebudayaan Islam di atas antara lain sebagai berikut:

a. Ruang lingkup tentang dakwah Nabi Muhammad SAW pada periode Makkah dan Madinah ini ditandai dengan perjuangan Nabi Muhammad sebelum masa kerasulan dan saat masa kerasulan dalam menyampaikan dakwah Islam baik secara sembunyi-sembunyi maupun terang-terangan di kota Makkah hingga peristiwa hijrahnya beliau bersama kaum muslimin ke kota Madinah dan membentuk negara Islam di kota tersebut sampai peristiwa wafatnya Rasulullah SAW.

b. Ruang lingkup tentang masa kepemimpinan umat Islam setelah Rasulullah SAW wafat ditandai dengan pengangkatan empat sahabat Rasul yakni

Abu Bakar Ash-Shiddiq, Umar ibn Khatab, Utsman ibn Affan dan Ali ibn Abi Thalib sebagai Khalifah Rasulillah (pengganti Rasul) untuk memimpin umat Islam dan sistem pemerintahan Islam selama kepemimpin empat sahabat Rasul ini disebut sebagai masa Khalifatur Rasyidin (pemimpin yang diberikan petunjuk).

c. Ruang lingkup tentang perkembangan Islam periode klasik atau zaman keemasan (tahun 650 M-1250 M) merupakan masa permulaan Islam yang ditandai dengan lahirnya dinasti bani Umayyah di Damaskus, dinasti bani Abbasiyyah di Baghdad, dinasti bani Umayyah II di Andalusia sampai hancurnya dinasti bani Abbasiyyah IV yang sering disebut sebagai masa disintegrasi.

d. Ruang lingkup tentang perkembangan Islam pada abad

pertengahan atau kemunduran (tahun 1250 M-1800 M) dibagi ke dalam dua fase, yaitu: a.) fase kemunduran (tahun 1250 M-1500 M) yang ditandai dengan hancurnya kerajaan Islam oleh serangan bangsa Mongol dan lahirnya dinasti Ilkhan, serangan-serangan Timur Lenk terhadap wilayah kerajaan Islam sampai bertahannya dinasti Mamalik di Mesir dari serangan bangsa Mongol maupun Timur Lenk. b.) fase tiga kerajaan besar (1500 M-1800 M) yang dimulai dengan zaman kemajuan (tahun 1500 M-1700 M) kerajaan Utsmani, Safawi di Persia dan kerajaan Mughal di India sampai zaman kemunduran tiga kerajaan ini (tahun 1700 M-1800 M).

e. Ruang lingkup tentang perkembangan Islam pada abad modern atau zaman kebangkitan (tahun 1800 M-sekarang) ditandai dengan lahirnya para tokoh pembaharu Islam dengan segala macam bentuk pemikiran dan kontribusinya terhadap perkembangan Islam. Tokoh-tokoh pembaharu tersebut yakni: a.) Muhammad ibn Abdul Wahab, b.) Jamaluddin al-Afghani, c.) Muhammad Abduh, d.) Muhammad Rasyid Ridha, e.) Kamal Ataturk, dan f.) Muhammad Iqbal.

f. Ruang lingkup tentang perkembangan Islam di Indonesia ditandai dengan proses masuknya Islam di Indonesia, pertumbuhan dan perkembangan kerajaan Islam di Indonesia, lahirnya ulama-ulama di Indonesia, peranan walisongo dalam penyebaran Islam dan sejarah berdirinya organisasi keIslaman seperti: a.) Muhammadiyah, dan b.) Nahdatul Ulama (NU).70

6. Aspek-aspek Pembelajaran Sejarah Kebudayaan Islam

Suatu proses pembelajaran dikatakan dapat mencapai tujuan pendidikan apabila dalam proses tersebut di dukung oleh aspek-aspek penting yang umumnya terdapat dalam lingkup dunia pendidikan. Aspek yang dimaksud itu diantaranya tenaga pendidik (guru), materi pembelajaran, metode pembelajaran dan evaluasi pembelajaran. Aspek-aspek ini pula yang terdapat dalam proses pembelajaran

70Muhaimin, Kawasan dan Wawasan Studi Islam, (Jakarta: Prenada Media, 2005), Cet.

Sejarah Kebudayaan Islam. Adapun penjelasan dari kesemua aspek ini akan penulis uraikan sebagai berikut.

1. Tenaga pendidik (guru) Sejarah Kebudayaan Islam

Salah satu unsur penting dari proses kependidikan ialah guru atau pendidik. Secara umum, guru adalah ”orang yang mempunyai tanggungjawab untuk mendidik”.71

Sementara secara khusus, guru dalam perspektif pendidikan Islam yaitu ”orang-orang yang bertanggungjawab terhadap perkembangan siswa dengan mengupayakan perkembangan seluruh potensi siswa, baik potensi afektif, kognitif maupun psikomotorik sesuai dengan nilai-nilai ajaran Islam”.72

Dalam pendidikan Islam, khususnya di bidang studi Sejarah Kebudayaan Islam ini seorang guru hendaknya mempunyai kompetensi yang bisa membedakannya dari yang lain. Dengan kompetensinya tersebut menjadi ciri dan sifat yang akan melandasi keberhasilan proses pembelajaran. Umumnya, kompetensi guru ini dibagi dua, yakni: a. kompetensi professional religius, dan b. kompetensi personal religius (sikap mengajar). Menurut Al-Ghazali seperti yang dikutip Muhaimin dalam bukunya menjelaskan bahwa

Kompetensi professional religius guru ini mencakup bagaimana guru dalam penyampaian materi pembelajaran Sejarah Kebudayaan Islam, penguasaan materi pembelajaran Sejarah Kebudayaan Islam, pendalaman materi pembelajaran Sejarah Kebudayaan Islam, penggunaan serta penguasaan media pembelajaran Sejarah Kebudayaan Islam.73

Sedangkan kompetensi personal religius (sikap mengajar) guru menurut Athiyah al-Abrasyi mencakup ”berlaku adil terhadap siswa, bersikap ramah terhadap siswa, bersikap lemah lembut terhadap siswa, bersikap bijaksana dalam menghadapi siswa, bersikap sabar dalam mengajarkan berbagai pengetahuan kepada siswa dan bersikap jujur dalam menyampaikan apa yang diketahuinya kepada siswa”.74

71Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam: Pendekatan Historis, Teoritis dan Praktis,

(Jakarta: Ciputat Press, 2002), Cet. I, h. 41.

72Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam…, h. 43.

73Muhaimin, dkk., Paradigma Pendidikan Islam…, h. 98.

2. Materi pembelajaran Sejarah Kebudayaan Islam

Materi atau bahan pembelajaran merupakan sesuatu yang diberikan kepada siswa saat berlangsungnya proses belajar mengajar. Materi pembelajaran juga dapat diartikan sebagai ”segala sesuatu yang terdiri dari pengetahuan, sikap dan keterampilan yang dikembangkan berdasarkan Standar Kompetensi Lulusan (SKL), Standar Kompetensi (SK), dan Kompetensi Dasar (KD) pada standar isi yang harus dipelajari siswa dalam rangka mencapai kompetensi yang telah ditentukan”.75

Ahmad Mustofa menjelaskan bahwa

Materi pembelajaran yang berkaitan dengan pengetahuan (kognitif) mencakup fakta, konsep, prinsip, dan prosedur. Sedangkan materi pembelajaran

yang berhubungan dengan keterampilan (afektif) mencakup kemampuan

mengembangkan ide, memilih, menggunakan bahan, menggunakan peralatan, dan teknik kerja. Adapun materi pembelajaran yang tergolong sikap atau nilai (psikomotorik) adalah materi yang berkenaan dengan sikap ilmiah, seperti nilai kasih sayang, kebersamaan, tolong menolong, kejujuran, semangat bekerja dan lain-lain.76

Umumnya, setiap bidang studi yang diajarkan guru disekolah memiliki materi pembelajaran yang dibangun berdasarkan ketiga aspek di atas dan salah satu bidang studi tersebut yaitu Sejarah Kebudayaan Islam. Membahas materi pembelajaran Sejarah Kebudayaan Islam ini tidak hanya dilihat dari ketiga aspek tersebut, tetapi juga ada hal-hal yang menjadi indikator dari materi pembelajaran Sejarah Kebudayaan Islam ini. Muhaimin dan kawan-kawan dalam bukunya mengemukakan bahwa

Indikator yang menjadi dasar materi pembelajaran Sejarah Kebudayaan Islam yaitu masalah bagaimana cakupan atau isi materi pembelajaran Sejarah Kebudayaan Islam itu. Dalam menentukan ruang lingkup materi pembelajaran Sejarah Kebudayaan Islam perlu memperhatikan tiga aspek, yaitu: aspek kognitif (fakta, konsep, prinsip, prosedur), aspek afektif; dan aspek psikomotorik. Selain itu, juga harus memperhatikan prinsip-prinsip yang perlu digunakan dalam menentukan cakupan materi pembelajaran yang menyangkut: a. kelengkapan materi, materi yang disajikan mendukung pencapaian seluruh Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD) yang termuat dalam work sheet. b. keluasan materi, menggambarkan berapa banyak materi-materi yang dimasukkan ke dalam suatu materi pembelajaran, dan c. kedalaman materi,

75Ahmad Mustofa, Pengembangan Materi Pembelajaran, (Bandung: Remaja

Rosdakarya, 2004), Cet. I, hlm. 77.

seberapa detail konsep-konsep yang harus dipelajari atau dikuasai oleh siswa. Ketepatan dalam menentukan cakupan atau ruang lingkup materi pembelajaran Sejarah Kebudayaan Islam akan menghindarkan guru dari mengajarkan terlalu sedikit atau terlalu banyak, terlalu dangkal atau terlalu mendalam.77

Selain indikator di atas, kelayakan penyajian (sequencing) materi pembelajaran Sejarah Kebudayaan Islam pun tidak kalah pentingnya dengan cakupan atau ruang lingkup. Abdul Majid dan Dian Andayani mengatakan bahwa “tanpa adanya kelayakan penyajian (sequencing) yang tepat dan terperinci dalam materi pembelajaran Sejarah Kebudayaan Islam, maka sudah tentu hal ini akan menyulitkan siswa dalam mempelajari dan memahami Sejarah Kebudayaan Islam”.78

Selain itu, sumber lain yang penulis dapatkan menjelaskan bahwa standar dalam kelayakan penyajian (sequencing) materi ini mencakup:

a. Kelengkapan penyajian. Kelengkapan penyajian ini diantaranya: 1) Bagian awal. Meliputi: sampul, kata pengantar, daftar isi, daftar gambar atau ilustrasi dan daftar lampiran.

2) Bagian inti. Meliputi: judul bab, uraian bab, ringkasan bab, gambar atau ilustrasi, latihan atau contoh soal untuk evaluasi kompetensi.

3) Bagian akhir. Meliputi: rangkuman, lampiran dan daftar pustaka. b. Penyajian materi. Penyajian materi ini diantaranya:

1) Keruntutan materi pembelajaran Sejarah Kebudayaan Islam.

2) Materi Sejarah Kebudayaan Islam tidak menyimpang dari aqidah Islam. Artinya uraian materi menampilkan contoh atau bahasan yang tidak bertentangan dengan Al-Qur’an dan Hadits.

3) Uraian materi Sejarah Kebudayaan Islam menampilkan bahasan yang sesuai dengan aqidah Islam.

4) Uraian materi Sejarah Kebudayaan Islam menceritakan figur-figur teladan dalam Islam.79

3. Metode pembelajaran Sejarah Kebudayaan Islam

Ilmu Sejarah Kebudayaan Islam merupakan salah satu disiplin ilmu yang erat kaitannya dengan metode pembelajaran karena di dalamnya dijumpai berbagai materi tentang konsep dan wawasan Islam yang menuntut guru untuk komunikatif dan kreatif dalam menyampaikannya agar proses pembelajaran terkesan menarik. Menarik atau tidaknya pembelajaran Sejarah Kebudayaan Islam

77Muhaimin, dkk., Paradigma Pendidikan Islam…, h. 242.

78Abdul Majid dan Dian Andayani, Pendidikan Islam Berbasis Kompetensi, (Bandung:

Remaja Rosdakarya, 2006), Cet. III, h. 173.

ini tentunya dipengaruhi oleh penerapan metode pembelajaran Sejarah Kebudayaan Islam sendiri. Penerapan metode pembelajaran yang tepat seperti diskusi, tanya jawab, penugasan, kerja kelompok, karya wisata dan sebagainya sangat mempengaruhi pencapaian keberhasilan dalam proses belajar mengajar. Metode yang tidak tepat akan berakibat terhadap pemakaian waktu yang tidak efisien.

Selain penerapan metode pembelajaran, penggunaan metode

pembelajaran yang variatif juga dapat dilakukan dalam pembelajaran Sejarah Kebudayaan Islam. Armai Arief mengatakan bahwa ”metode pembelajaran yang variatif bukan hanya dapat memberikan kesan menarik kepada siswa, tetapi juga dapat membangkitkan motivasi belajar mereka”.80

Dengan variasi metode pembelajaran ini, siswa tidak hanya menguasai materi pembelajaran (akademis teoretis), tetapi juga menguasai aspek praktik dan pragmatik. Adapun variasi metode pembelajaran yang dapat diterapkan dalam pembelajaran Sejarah Kebudayaan Islam ini seperti metode tanya jawab, diskusi, karya wisata, ceramah, kerja kelompok, penugasan dan sebagainya.

Penguasaan metode pembelajaran juga menjadi salah satu hal yang mempengaruhi berhasil tidaknya proses belajar mengajar Sejarah Kebudayaan Islam di kelas. Penguasaan metode pembelajaran yang profesional dan prima menjadi tolak ukur keberhasilan proses pembelajaran yang pada akhirnya berfungsi sebagai diterminasi kualitas pendidikan.

4. Evaluasi pembelajaran Sejarah Kebudayaan Islam

Evaluasi merupakan “penilaian terhadap kemampuan siswa dalam menguasai bahan pengajaran yang telah diberikan”.81

Tujuan dari evaluasi ini yakni untuk mengetahui kadar pemilikan dan pemahaman siswa terhadap materi pelajaran, baik dalam aspek kognitif, afektif maupun psikomotorik. Sebagai

80Armai Arief, Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam, (Jakarta: Ciputat

Press, 2002), Cet. I, h. 39.

81Ahmad Tafsir, Metodologi Pengajaran Agama Islam, (Bandung: PT. Remaja

tindak lanjut dari tujuan ini yakni untuk mengetahui siapa di antara siswa yang cerdas dan yang lemah.

Setiap materi pelajaran yang diajarkan guru di sekolah diharuskan melakukan evaluasi untuk mengetahui tercapai tidaknya tujuan pembelajaran. Hal ini tidak terkecuali pada materi pembelajaran Sejarah Kebudayaan Islam. Evaluasi terhadap materi pembelajaran Sejarah Kebudayaan Islam ini umumnya dapat dilakukan melalui tiga tahap, yakni:

a. Evaluasi test formatif. Yakni penilaian untuk mengetahui hasil belajar siswa setelah menyelesaikan program dalam satuan bahan pelajaran pada suatu bidang studi tertentu. Tujuan tes ini yakni untuk membantu guru dalam mengetahui kesiapan siswa sebelum interaksi belajar dimulai. Tes formatif ini dapat dilakukan guru dengan cara mengadakan pre test (tes awal sebelum memulai pengajaran). Pre test ini dapat dilaksanakan melalui appersepsi (entering behaviour), mengadakan kuis interaktif guru dan siswa, memberikan pertanyaan kepada siswa dan sebagainya. Selain pre test, guru juga dapat melaksanakan post test (tes yang dilakukan setelah setiap kali selesai mengajar untuk mengetahui hasil belajar siswa yang baru saja dilaksanakan). Post test ini bisa diterapkan dengan cara memberikan tugas kepada siswa setiap akhir pembahasan materi pembelajaran, mengadakan ulangan harian (test) setiap akhir pembahasan materi pembelajaran.

b. Evaluasi test mid semester. Yakni penilaian yang dilakukan terhadap hasil belajar siswa yang telah selesai mengikuti pelajaran selama pertengahan semester proses pembelajaran. Test mid semester ini dapat digolongkan ke dalam bentuk test sumatif. Adapun tujuan test ini yakni untuk mengetahui taraf hasil belajar yang dicapai siswa selama pertengahan semester. Penilaian mid semester dapat diterapkan melalui pelaksanaan Ujian Tengah Semester (UTS).

c. Evaluasi test akhir semester. Yakni penilaian yang dilakukan terhadap terhadap hasil belajar siswa yang telah selesai mengikuti pelajaran selama satu semester penuh (akhir tahun pembelajaran). Test akhir semester ini juga dapat digolongkan ke dalam bentuk tes sumatif. Tujuan test akhir semester yakni untuk mengetahui taraf hasil belajar yang dicapai siswa selama satu semester penuh pada suatu unit pendidikan tertentu. Penilaian akhir semester ini dapat diterapkan melalui pelaksanaan Ujian Akhir Semester (UAS) dan biasanya dalam test akhir semester ini guru juga memberikan penghargaan (reward) kepada siswa setiap akhir evaluasi pembelajaran sebagai bentuk ketercapaian hasil belajar selama satu semester penuh.82

Dari uraian di atas tentang aspek-aspek pembelajaran Sejarah Kebudayaan Islam dapat disimpulkan bahwa suatu proses pembelajaran

khususnya pada bidang studi Sejarah Kebudayaan Islam yang diberikan di lembaga pendidikan formal tidak akan dapat berjalan optimal dan mencapai tujuan pendidikan bila tidak didukung oleh aspek-aspek yang dimana aspek-aspek tersebut saling mempengaruhi satu sama lain. Aspek pembelajaran itu diantaranya tenaga pendidik (guru), materi pembelajaran, metode pembelajaran dan evaluasi pembelajaran.

7. Metode Pembelajaran Sejarah Kebudayaan Islam

Metode secara harfiah berasal dari kata methodos yang berarti cara atau jalan yang ditempuh. Samsul Nizar dalam bukunya Filsafat Pendidikan Islam: Pendekatan Historis, Teoritis dan Praktis menjelaskan bahwa metode adalah “sesuatu teknik mengetahui yang dipakai dalam proses mencari ilmu pengetahuan dari suatu materi tertentu”.83

Sedangkan metode pembelajaran sendiri merupakan “cara yang digunakan untuk mengimplementasikan rencana yang sudah disusun dalam bentuk kegiatan nyata dan praktis untuk mencapai tujuan pembelajaran”.84

Di dunia pendidikan, metode pembelajaran ini memiliki peran penting dalam mewujudkan suatu tujuan pembelajaran dari setiap bidang studi yang telah ditetapkan. Sejarah Kebudayaan Islam sebagai salah satu dari sekian banyak disiplin ilmu yang diajarkan di lembaga pendidikan formal sama dengan bidang studi lain mempunyai tujuan pembelajaran yang dimana untuk merealisasikannya di lakukan melalui metode pembelajaran yang tentunya terkait dengan hal-hal kesejarahan dan kebudayaan Islam.

Pembelajaran Sejarah Kebudayaan Islam bukan hanya sekedar menekankan kepada pengertian konsep-konsep sejarah belaka, tetapi bagaimana melaksanakan proses pembelajarannya dan meningkatkan kualitas proses pembelajaran tersebut, sehingga pembelajaran tersebut menjadi benar-benar bermakna. Namun, dalam prosesnya kerap kali ditemukan permasalahan seperti rendahnya minat peserta didik terhadap Sejarah Kebudayaan Islam, rendahnya kemampuan guru dalam menerapkan berbagai metode dan pendekatan pengajaran

83Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam…, h. 66.

fakta (ceramah) dalam mengajarkan bidang studi ini sehingga pembelajaran terasa monoton dan di dominasi penuh oleh guru (teacher center). Sumber yang penulis dapatkan menjelaskan bahwa

Dalam pembelajaran Sejarah Kebudayaan Islam tidak bisa diajarkan dengan pendekatan pengajaran fakta (ceramah) saja, tetapi harus digunakan pendekatan-pendekatan yang cocok sehingga menuntut peserta didik memahami, menghayati, dan menginternalkan nilai-nilai sejarah ke dalam dirinya. Oleh karena itu, metode pembelajaran Sejarah Kebudayaan Islam yang dikembangkan pendidik sudah seharusnya dapat menantang daya kognitif (intektual) dan keaktifan peserta didik.85

Berhubungan dengan hal di atas, sebelum nantinya guru dapat menentukan metode yang digunakan dalam pembelajaran Sejarah Kebudayaan Islam, sudah semestinya guru mempunyai pemahaman tentang hakikat pembelajaran sejarah, tujuan pembelajaran sejarah, nilai-nilai apa yang dibutuhkan dan dapat dikembangkan dalam pembelajaran sejarah serta kompetensi-kompetensi apa yang dapat dikembangkan dalam pembelajaran sejarah itu sendiri. Sumber yang di dapatkan penulis menyebutkan bahwa

Dalam pembelajaran Sejarah Kebudayaan Islam kompetensi yang harus dikembangkan guru yakni kemampuan peserta didik dalam berpikir. Minimalnya pembelajaran Sejarah Kebudayaan Islam harus melatih peserta didik berpikir kronologis, logis (kausalitas), dan kreatif. Hal ini sesuai dengan fungsi otak pada manusia, otak kiri mempunyai kemampuan berpikir logis (terpusat atau

konvergen) dan otak kanan mempunyai kemampuan berpikir kreatif (menyebar atau divergen). Maka pembelajaran Sejarah Kebudayaan Islam adalah proses pemahaman peristiwa sejarah melalui cerita kronologis beserta sebab-akibatnya dan pencarian makna serta nilai di dalamnya secara kreatif.86

Berdasarkan sumber di atas dapat disimpulkan bahwa melalui pembelajaran Sejarah Kebudayaan Islamlah kedua fungsi otak yang ada pada manusia dapat difungsikan secara seimbang dan maksimal. Agar pembelajaran Sejarah Kebudayaan Islam dapat lebih bermakna dan bernilai tinggi, maka pendidik dapat menggunakan metode yang dapat menumbuhkan minat dan intelektual peserta didik. Langkah awal untuk merevitalisasi metode pembelajaran

85Toto Suharya, Internalisasi Nilai Agama dalam Pembelajaran Sejarah Kebudayaan

Islam, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2006), h. 118

Sejarah Kebudayaan Islam adalah berusaha memahami bagaimana seharusnya mata pelajaran Sejarah Kebudayaan Islam diajarkan. Menurut Herny Andita dalam bukunya Inovasi Metode Pembelajaran Sejarah Kebudayaan Islam, ada

lima unsur pembelajaran Sejarah Kebudayaan Islam yang harus

diimplementasikan oleh guru. Kelima unsur tersebut yakni:

a. Variatif. Pembelajaran apapun yang dilakukan jika monoton pasti membuat peserta didik jenuh, bosan, dan akhirnya kurang berminat. Hal ini terjadi dalam pembelajaran Sejarah Kebudayaan Islam, karena terkonsentrasi pada penerapan metode ceramah, sehingga kesan yang muncul adalah mata pelajaran sejarah identik dengan metode ceramah, bahkan sebagian besar guru Sejarah Kebudayaan Islam berasumsi bahwa materi pelajaran tersebut dapat dipindahkan secara utuh dari kepala guru ke kepala peserta didik dengan metode pembelajaran yang serupa.

b. Dari fakta ke analisis. Pembelajaran Sejarah Kebudayaan Islam bukan sekadar transferof knowledge tetapi juga transfer of value, bukan sekadar mengajarkan peserta didik menjadi cerdas tetapi juga berakhlak mulia. Oleh karena itu, pembelajaran Sejarah Kebudayaan Islam bertujuan untuk mengembangkan keilmuan sekaligus berfungsi didaktis, bahwa maksud pengajaran Sejarah Kebudayaan Islam adalah agar generasi muda yang berikut dapat mengambil hikmah dan pelajaran dari pengalaman nenek moyangnya.

c. Terbuka dan dialogis. Praktek pembelajaran Sejarah Kebudayaan Islam yang tertutup dan monoton berpotensi membawa peserta didik dalam suasana kelas yang kaku, sehingga memunculkan sikap kurang antusias. Oleh karena itu, guru Sejarah Kebudayaan Islam wajib mendesain pembelajaran yang bersifat terbuka dan dialogis. Keterbukaan dan dialogis mengharuskan guru sejarah untuk tidak menganggap dirinya sebagai satu-satunya sumber kebenaran di kelas, sebab paradigma teacher centered yang cenderung membuat suasana kelas menjadi tertutup dan tidak mampu menumbuhkan kreativitas siswa sudah harus ditinggalkan kemudian beralih ke student centered.

d. Kreatif (divergen). Sejalan dengan pembelajaran Sejarah Kebudayaan Islam yang menekankan pada analisis dan dialogis, penerapan prinsip kreatif (divergen) sangat penting agar pembelajaran Sejarah Kebudayaan Islam terhindar dari kecenderungan yang hanya menyampaikan fakta sejarah.

e. Berorientasi maju (progresif). Pembelajaran Sejarah Kebudayaan Islam perlu didasarkan pada prinsip progresif. Perspektif baru pendidikan Sejarah kebudayaan Islam harus progresif dan berwawasan tegas ke masa depan. Apabila Sejarah Pendidikan Islam hendak berfungsi sebagai pendidikan, maka harus dapat memberikan solusi cerdas dan relevan dengan situasi sosial dewasa ini. Penekanan prinsip ini merupakan pengejawantahan mata pelajaran Sejarah Kebudayaan Islam dengan watak tridimensional.87

87Herny Andita, Inovasi Metode Pembelajaran Sejarah Kebudayaan Islam, (Jakarta:

Metode pembelajaran Sejarah Kebudayaan Islam yang cocok untuk menjadikan siswa aktif, kognitif mereka dapat berkembang maksimal dan guru sebagai fasilitatornya yakni metode pakem, inquiry dan cooperative learning.

Metode pakem yakni ”metode pembelajaran aktif, kreatif, efektif dan menyenangkan yang diterapkan guru untuk menghasilkan pembelajaran yang berkualitas”.88 Jenis metode yang dapat mewakili pakem yaitu “metode analisa studi kasus, tanya jawab, bermain peran, karya wisata”.89

Selanjutnya metode

inquiry yaitu “proses untuk memperoleh informasi dengan melakukan observasi guna mencari jawaban terhadap pertanyaan dengan menggunakan kemampuan berpikir logis dan kritis”.90

Penerapan metode inquiry dalam Sejarah Kebudayaan Islam diharapkan dapat merangsang siswa agar mereka mencari, meneliti serta

Dokumen terkait