• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II PENGATURAN POLA KEMITRAAN USAHA

A. Ruang Lingkup Perjanjian Pola Kemitraan Inti-Plasma antara

Kebijaksanaan pemerintah di bidang pertanian dan perkebunan merupakan upaya pemerintah dalam menciptakan pembangunan agribisnis yang berkelanjutan. Program kemitraan sebagai strategi untuk memanfaatkan lahan-lahan yang belum tergarap diperlukan perangkat mekanisme yang baik guna eksistensi kerjasama yang berkelanjutan. Kemitraan sebagai upaya revitalisasi perkebunan sekaligus juga memberikan peluang sumber pendapatan baru yang dapat dinikmati masyarakat yang berprofesi petani pada umumnya.

Kemitraan usaha merupakan kolaborasi Pengusaha Besar dan Pengusaha kecil yang dijalankan berdasarkan prinsip saling menguntungkan, saling memperkuat dan saling memerlukan. Dalam mekanismenya, kemitraan demikian harus dilakukan dalam bentuk perjanjian tertulis yang telah diamanatkan dalam Peraturan Perundang- Undangan yang berlaku.

Hubungan hukum yang melibatkan Pengusaha Besar dan Pengusaha Kecil dimaksud diperlukan pengaturan sedemikian rupa dalam perjanjian agar perjanjian tersebut memenuhi syarat-syarat sahnya perjanjian yang telah ditentukan dalam KUH Perdata maupun Peraturan Perundang-undangan terkait mengenai kemitraan.

Secara khusus, di Kabupaten Aceh Jaya telah adanya kemitraan usaha dibidang perkebunan yang melibatkan perusahaan besar yaitu PT. Boswa Megalopolis dan Masyarakat selaku Pengusaha Kecil yang melakukan kemitraan perkebunan kelapa sawit dengan pola inti plasma. Masyarakat yang bertindak selaku pemilik lahan (petani) yang melakukan perjanjian kemitraan usaha dengan PT. Boswa Megalopolis tersebut adalah masyarakat yang berada di sekitar lokasi perkebunan yang dimiliki oleh PT. Boswa Megalopolis dengan status Hak Guna Usaha (HGU). Dalam perjanjian yang telah ditandatangani oleh kedua belah pihak, perjanjian ini berlaku hingga jangka waktu 25 (dua puluh lima) tahun. Selain memanfaatkan lahan- lahan kosong milik masyarakat dengan cara membangun kemitraan usaha, hal ini juga merupakan salah satu kewajiban Perusahaan dalam melakukan upaya memenuhi Tanggung Jawab Sosial Perusahaan (corporate social responsibility). Dalam perjanjian tersebut dicantumkan mengenai identitas masing-masing pihak yang mengadakan perjanjian yaitu :

1. Identitas Para Pihak a. Perusahaan inti

Perusahaan inti adalah adalah adalah perusahaan swasta nasional yang bergerak dibidang perkebunan yang melakukan program kemitraan usaha pekebunan kelapa sawit. Kemitraan usaha perkebunan yang ada di Kabupaten Aceh Jaya salah satunya adalah PT. Boswa Megalopolis dengan Masyarakat

b. Petani

Petani adalah Warga Negara Indonesia yang berlokasi di lokasi permukiman Krueng Sabee Kecamatan Krueng Sabee Kabupaten Aceh Jaya yang ditetapkan oleh Bupati Aceh Jaya. Dalam penandatanganan perjanjian pola kemitraan inti-plasma perkebunan, diwakili oleh Ketua Kelompok Tani yang telah diberikan kewenangan berdasarkan surat kuasa.

Para pihak tersebut di atas adalah yang terlibat secara langsung dalam pelaksanaan perjanjian kemitraan inti-plasma perkebunan. Perjanjian yang dibuat antara pihak perusahaan dengan petani telah melahirkan hubungan hukum bagi para pihak. hubungan hukum sebagai hubungan-hubungan yang timbul dalam pergaulan masyarakat yang diatur oleh hukum dan menimbulkan akibat hukum bagi para pihak. Hal tersebut dilakukan dengan menentukan batas hak-hak dan kewajiban para pihak tersebut.

Dalam mekanisme pelaksanaannya, terutama dari segi pendanaan dibantu oleh pihak Bank sebagai lembaga keuangan yang memberikan fasilitas pinjaman kepada Petani untuk keperluan pembangunan kebun kelapa sawit yang dikelola oleh pihak perusahaan. Pihak Bank selaku pemberi fasilitas pinjaman tersebut akan ditetapkan kemudian setelah dilakukannya pembukaan perkebunan tahap awal (periode pertama) dengan sumber pendanaan yang akan ditalangi oleh pihak perusahaan.

Hubungan hukum itu dapat terjadi antara dua orang atau lebih. Pihak yang berhak atas prestasi adalah pihak yang aktif atau berpiutang dan pihak yang

wajib memenuhi prestasi pihak yang pasif adalah debitur atau yang berhutang. Para pihak pada suatu perikatan disebut subyek-subyek perikatan yaitu kreditur yang berhak dan debitur yang berkewajiban atas prestasi.50 Debitur harus selalu dikenal atau diketahui, karena itu penting untuk menuntut pemenuhan prestasi. Prestasi atau yang dalam bahasa Inggrisnya disebut juga dengan istilah

“performance” dalam hukum kontrak dimaksudkan sebagai suatu pelaksanaan hal-hal yang tertulis dalam suatu kontrak oleh pihak yang telah mengikatkan diri untuk itu. Pelaksanaan mana sesuai dengan “term” dan “condition.”

Sebagaimana disebutkan dalam kontrak yang bersangkutan.51 Pada perjanjian pola kemitraan inti plasma antar PT. Boswa Megalopolis dengan Masyarakat, juga ada pihak ketiga yaitu pihak Bank dalam memberikan fasilitas pinjaman kredit perbankan. Dalam hal ini yang bertindak sebagai kreditur adalah pihak Bank, sedangkan yang bertindak sebagai debitur adalah masyarakat gampong panggong yang menjadikan sertipikat hak milik atas tanahnya sebagai agunan. 2. Hak dan Kewajiban

Dalam perjanjian inti plasma antara PT. Boswa Megalopolis dengan Masyarakatgampongpanggong di Kabupaten Aceh Jaya memuat mengenai hak dan kewajiban para pihak. Pada Pasal 3 perjanjian Perusahaan inti yang bertindak sebagai Pihak Pertama mempunyai hak dan kewajiban sebagai berikut:

50R. Setiawan,Pokok-Pokok Hukum Perikatan, (Bandung: Bina Cipta, 1977), hlm. 5.

51Munir Fuadi,Hukum Kontrak (Dari Sudut Pandang Hukum Bisnis),(Bandung: Citra Aditya

a. PIHAK PERTAMA berhak mendapatkan kembali dana talangan pada saat diperolehnya pencairan kredit dari Bank melalui jaminan agunan PIHAK KEDUA, sesuai dengan besaran dana yang telah dikeluarkan oleh PIHAK PERTAMA.

b. PIHAK PERTAMA berkewajiban membangun dan mengelola kebun kelapa sawit milik PIHAK KEDUA sesuai dengan standard dan kualitas yang disepakati oleh PARA PIHAK.

c. PIHAK PERTAMA berkewajiban untuk membentuk koperasi pada tiap-tiap kelompok.

d. Dalam hal proses sertifikasi Hak Atas Tanah, PIHAK PERTAMA mempunyai kewajiban sebagai berikut:

1) Terhadap tanah Hak Milik Petani, PIHAK PERTAMA berkewajiban melakukan proses sertifikasi atas lahan-lahan Petani yang belum bersertipikat pada Badan Pertanahan Nasional serta semua biaya-biaya yang timbul akan merupakan tanggungan dari PIHAK KEDUA dan akan dibebankan pada plafon kredit yang akan diperoleh dari Bank.

2) Terhadap tanah HGU PIHAK PERTAMA, PIHAK PERTAMA

berkewajiban melakukan proses peralihan sertipikat atas lahan-lahan HGU PIHAK PERTAMA menjadi Tanah Hak Milik Petani (luas lahan ditetapkan oleh Bupati) yang akan dilakukan setelah tahun 2019/setelah berakhirnya HGU PIHAK PERTAMA pada Badan Pertanahan Nasional dan biaya yang timbul menjadi tanggungjawab PIHAK KEDUA dan akan dibebankan pada plafon kredit yang akan diperoleh dari Bank setelah tahun 2019.

e. Memprioritaskan pemberian lapangan kerja kepada petani sebagai buruh sesuai dengan kemampuan dan kebutuhan PIHAK PERTAMA, melalui Dinas terkait.

f. Memberikan komitmen dengan upaya terbaik kepada Bank terhadap kewajiban PIHAK KEDUA untuk melunasi Fasilitas Pinjaman.

g. Memberikan copy document transaksi yang berhubungan dengan pembangunan kebun kelapa sawit kepada pihak Bank dan PIHAK KEDUA setiap triwulan.

h. Membangun infrastruktur sarana dan prasarana didalam lingkungan areal kebun kelapa sawit.

Hak dan kewajiban petani plasma secara umum dalam perjanjian inti plasma dalam perjanjian inti plasma di Kabupaten Aceh Jaya, menyebutkan :

a. PIHAK KEDUA berhak memperoleh Fasilitas Pinjaman dari Bank, sesuai dengan persyaratan yang berlaku.

b. PIHAK KEDUA berhak menerima Hasil Keuntungan dari hasil perkebunan setelah dikurangi biaya operasional termasuk kewajiban kepada bank yang dibagi oleh ketua kelompok kepada anggotanya secara merata.

c. PIHAK KEDUA berkewajiban untuk melengkapi syarat-syarat administrasi dari setiap anggota kelompok sebagai calon peserta Plasma yang kepesertaannya akan diajukan untuk mendapatkan pengesahan dan penetapan dalam Keputusan Bupati Aceh Jaya.

d. PIHAK KEDUA berkewajiban menyerahkan Laporan Rugi/Laba dan Laporan Posisi Hutang Piutang Petani secara berkala kepada masing-masing petani. e. PIHAK KEDUA berkewajiban mendukung dan membantu sepenuhnya sesuai

dalam proses perizinan maupun hal-hal lainnya, sehubungan untuk kelancaran pembangunan kebun kelapa sawit oleh PIHAK PERTAMA.

f. Apabila telah diterbitkan sertipikat oleh Badan Pertanahan Nasional, maka sertipikat tersebut akan diserahkan oleh PIHAK KEDUA kepada Bank selaku pemberi fisilitas kredit PIHAK KEDUA.

g. Apabila Ketua Kelompok berhalangan tetap/meninggal dunia, maka paling lambat 30 hari anggota kelompok harus melaporkan dan memilih Ketua baru yang kemudian mendapat pengesahan dan penetapan dari Bupati Aceh Jaya dan dilaporkan kepada PIHAK PERTAMA dan Bank.

h. membuka rekening Tabungan di Bank untuk menampung transaksi penyaluran kredit dan pembayaran hasil produksi.

Selanjutnya dalam perjanjian kemitraan tersebut, khususnya bagi petani-petani yang tergabung dalam kepesertaan plasma diwakili oleh Ketua Kelompok Tani yang bertindak dalam jabatannya selaku Ketua Kelompok yang secara sah mewakili anggota kelompok berdasarkan surat kuasa.

3. Hubungan Hukum Para Pihak

Dalam perjanjian kemitraan inti plasma di Kabupaten Aceh Jaya terjadinya hubungan hukum diantara para pihak dimulai sejak ditandatanganinya perjanjian pola kemitraan perkebunan kelapa sawit yang telah dilaksanakan pada bulan februari 2013 yang lalu. “Dengan ditandatanganinya perjanjian kedua belah

pihak timbullah hak dan kewajiban yang wajib ditaati”52 tutur Kepala Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Aceh Jaya.

Hubungan-hubungan hukum yang timbul dalam perjanjian kemitraan ini, yaitu: a. Hubungan Hukum antara Masyarakat sebagai petani plasma dengan

Perusahaan sebagai inti.

Dalam kemitraan perkebunan, hubungan hukum antara petani yang telah secara bersama-sama disepakati oleh para pihak dalam perjanjian. Secara praktis, hubungan hukum yang terjadi antara petani dan perusahaan adalah hubungan kemitraan. Petani dalam perjanjian ini bertindak sebagai pemilik kebun, sedangkan perusahaan bertindak sebagai pengelola perkebunan.

b. Hubungan Hukum antara Ketua Kelompok Tani dengan Petani

Kelompok tani sebagai kumpulan petani yang bermukim disekitar lokasi pembangunan perkebunan dipandang mampu memberikan kepastian hukum bagi perusahaan yang melakukan kerja sama kemitraan. Dengan adanya kelompok tani perusahaan akan dengan mudah melakukan hubungan- hubungan hukum berkelanjutan terkait dengan pola kemitraan. Kelompok tani tersebut dalam mekanismenya diwakili oleh seorang ketua kelompok yang bertindak mewakili para petani dalam melakukan hubungan hukum dengan pihak perusahaan melalui surat kuasa.

52 Wawancara dengan Mukhtar, Kepala Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Aceh

Hubungan hukum antara ketua kelompok tani dengan petani plasma yaitu dengan pemberian kuasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1792 KUH Perdata. Ketua kelompok bertindak dalam jabatannya selaku ketua kelompok tani yang secara sah mewakili anggota kelompok untuk memenuhi segala hak dan kewajibannya dalam melakukan kemitraan usaha perkebunan kelapa sawit di Gampong Panggong Kecamatan Krueng Sabee di Kabupaten Aceh Jaya. Pemberi kuasa mewakilkan penerima kuasa untuk memberi kuasa. Penerima kuasa bertindak untuk dan atas nama si pemberi kuasa. Kata atas nama pada Pasal 1792 KUH Perdata menunjukkan kata mewakili pemberi kuasa.53

c. Hubungan Hukum antara Petani dengan Bank.

Petani dalam melakukan usahanya tentu memerlukan permodalan yang memadai. Dalam pembangunan perkebunan kelapa sawit petani dibantu oleh pihak perusahaan untuk melakukan pembangunan kebun melalui pola kemitraan. Perusahaan yang bertindak sebagai “corporate guarantee” akan membantu petani dalam mencari dukungan pendanaan yang terbaik kepada pihak bank guna memberikan fasilitas pinjaman kredit.

Sebagai agunannya, sesuai dengan isi perjanjian yang telah dibuat adalah sertipikat Hak Milik tanah petani yang dijadikan lokasi pembangunan perkebunan tersebut. Hal ini sebagaimana disampaikan oleh Herman, Kepala Bagian Humas PT. Boswa Megalopolis, yaitu: “Pihak Perusahaan dan Pihak 53M. Yahya Harahap,Segi-Segi Hukum Perjanjian,(Bandung: Alumni, 1986), hlm. 306.

Masyarakat telah menyepakati bahwa agunan yang akan diberikan adalah sertifikat hak milik atas tanah mereka, walaupun sertifikat yang dijadikan agunan tersebut sedang dalam proses persertifikatan di kantor pertanahan”54 d. Hubungan Hukum Perusahaan sebagai avalis dengan Bank.

Dalam melakukan kemitraan dengan pola inti plasma, terkait mengenai pembiayaan petani yang telah diwakili oleh ketua kelompok berdasarkan kuasa, diupayakan memperoleh kredit investasi dari lembaga pembiayaan dengan jaminan avalis dari Perusahaan Inti selaku mitra usahanya. Pembayaran angsuran kredit investasi tersebut dibebankan kepada petani melalui pihak perusahaan setelah tahap pembangunan kebun pada tahap pertama selesai. Adapun persyaratan pemberian kredit dengan jaminan avalis adalah sebagai berikut :55

a. Untuk pelaksanaan pengembangan perkebunan dengan mitra usaha permohonan kredit langsung diajukan oleh mitra usaha ke bank pelaksana setelah mitra usaha mendapat kuasa dari petani peserta melalui koperasi. b. Permohonan pinjaman melalui mitra usaha dilampiri dengan dokumen-

dokumen antara lain : bukti perijinan dan legalitas, proposal pokok studi kelayakan, rencana penarikan dan pengembalian kredit, perjanjian kerja sama antara mitra usaha dan Koperasi/Petani peserta yang antara lain

54Wawancara dengan Herman Nurdin, Kepala Bagian Humas PT. Boswa Megalopolis, 5 Juni

2013.

55Pedoman Umum Program Revitalisasi Perkebunan, Kelapa Sawit, Karet, Kakao, Direktorat

memuat : (1) Landasan dan tujuan kerjasama, (2) Jangka waktu minimal 1 (satu) siklus tanam, (3) Kewajiban dan hak masing-masing pihak, (4) Pengelolaan kebun petani peserta dan mitra usaha dalam satu manajemen, (5) Daftar Nominatif calon peserta, daftar pengurus, riwayat hidup pengurus mitra usaha, surat kuasa untuk mendatangani akad kredit dari petani peserta/anggota koperasi kepada mitra usaha.

Adapun syarat agunan kredit berupa anggunan pokok maupun anggunan tambahan yaitu :56

a. Anggunan pokok kredit adalah kebun yang dibiayai melaui kredit revitalisasi perkebunan berupa sertifikat hak milik atas nama petani peserta atau apabila sertifikat sedang dalam proses, cukup menyerahkan ijin lokasi dan atau surat keterangan dari instansi berwenang yanng dapat ditingkatkan menjadi sertifikat.

b. Anggunan tambahan adalah avalis mitra usaha sampai dengan kredit lunas untuk yang bermitra.

4. Penyelesaiaan Perselisihan

Pelaksanaan kemitraan usaha perkebunan dalam prakteknya tidak berjalan dengan mudah. Terjadinya konflik yang dikhawatirkan akan muncul dikemudian hari perlu diatur sedemikian rupa dalam perjanjian agar tidak terjadi kesewenang- wenangan salah satu pihak.

Dalam Pasal 9 Perjanjian Kemitraan, Para pihak sepakat bahwa dalam penyelesaian perselisihan memuat sebagai berikut :

1. Dalam hal terjadinya perselisihan mengenai perjanjian ini maka PARA PIHAK sepakat untuk menyelesaikannya secara musyawarah untuk mufakat. 2. Apabila dalam kurun waktu 30 (tiga puluh) hari kalender secara musyawarah

untuk mufakat antara PIHAK PERTAMA dan PIHAK KEDUA tidak dapat diselesaikan, maka penyelesaian selanjutnya melalui Pemerintah Kabupaten Aceh Jaya.

3. Dalam hal mekanisme melalui Pemerintah Kabupaten Aceh Jaya tidak dapat diselesaikan, maka PARA PIHAK memilih tempat kediaman hukum (domisili) yang umum dan tetap di Kantor Kepaniteraan Pengadilan Negeri Calang.

Peran Pemerintah Kabupaten dalam hal ini dipandang mampu memediasi apabila dikemudian hari akan timbul perselisihan para pihak baik dalam kepemilikan lahan, hak dan kewajiban maupun terkait dengan mekanime pengelolaan perkebunan. Menurut Ketua Kelompok Tani Gampong Panggong Kecamatan Krueng Sabee Kabupaten Aceh Jaya, menyatakan pentingnya peran pemerintah sebagai berikut :

“kekurangpahaman dibidang hukum, terutama mengenai perjanjian ini yang merupakan perjanjian pertama yang ada di kabupaten aceh jaya, perlu keterlibatan pihak pemerintah daerah dalam mengawasi dan menjadi penengah apabila terjadinya kesalahpahaman untuk mencegah terjadinya konflik”57

B. Analisis Implementasi Kepmentan Nomor 940/kpts/OT.210/10/97 dan