• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tinjauan Yuridis Perjanjian Pola Kemitraan Perkebunan Kelapa Sawit Inti-Plasma Antara PT. Boswa Megalopolis Dengan Masyarakat (Suatu Penelitian Di Kabupaten Aceh Jaya)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Tinjauan Yuridis Perjanjian Pola Kemitraan Perkebunan Kelapa Sawit Inti-Plasma Antara PT. Boswa Megalopolis Dengan Masyarakat (Suatu Penelitian Di Kabupaten Aceh Jaya)"

Copied!
149
0
0

Teks penuh

(1)

PT. BOSWA MEGALOPOLIS DENGAN MASYARAKAT

(SUATU PENELITIAN DI KABUPATEN ACEH JAYA)

TESIS

Oleh

MUHAMMAD MILSA

107011027/M.Kn

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

PT. BOSWA MEGALOPOLIS DENGAN MASYARAKAT

(SUATU PENELITIAN DI KABUPATEN ACEH JAYA)

TESIS

Diajukan Untuk Memperoleh Gelar Magister Kenotariatan Pada Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara

Oleh

MUHAMMAD MILSA

107011027/M.Kn

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(3)

INTI-PLASMA ANTARA PT. BOSWA

MEGALOPOLIS DENGAN MASYARAKAT

(SUATU PENELITIAN DI KABUPATEN ACEH JAYA)

Nama Mahasiswa : MUHAMMAD MILSA

Nomor Pokok : 107011027

Program Studi : Kenotariatan

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN)

Pembimbing Pembimbing

(Prof. Dr. Suhaidi, SH, MH) (Dr. Mahmul Siregar, SH, M.Hum)

Ketua Program Studi, Dekan,

(Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN) (Prof. Dr. Runtung, SH, MHum)

(4)

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN

Anggota : 1. Prof. Dr. Suhaidi, SH, MH

2. Dr. Mahmul Siregar, SH, MHum

3. Dr. T. Keizerina Devi A, SH, CN, MHum

(5)

Saya yang bertanda tangan dibawah ini :

Nama : MUHAMMAD MILSA

Nim : 107011027

Program Studi : Magister Kenotariatan FH USU

Judul Tesis : TINJAUAN YURIDIS PERJANJIAN POLA

KEMITRAAN PERKEBUNAN KELAPA SAWIT

INTI-PLASMA ANTARA PT. BOSWA MEGALOPOLIS

DENGAN MASYARAKAT (SUATU PENELITIAN DI KABUPATEN ACEH JAYA)

Dengan ini menyatakan bahwa Tesis yang saya buat adalah asli karya saya sendiri

bukan Plagiat, apabila dikemudian hari diketahui Tesis saya tersebut Plagiat karena

kesalahan saya sendiri, maka saya bersedia diberi sanksi apapun oleh Program Studi

Magister Kenotariatan FH USU dan saya tidak akan menuntut pihak manapun atas

perbuatan saya tersebut.

Demikianlah surat pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya dan dalam keadaan

sehat.

Medan,

Yang membuat Pernyataan

Nama :MUHAMMAD MILSA

(6)

Kemitraan usaha merupakan salah satu pola kerjasama usaha yang diatur dalam PP Nomor 24 Tahun 1997 tentang Kemitraan, Kepmentan Nomor 940/kpts/OT.120/10/97 dan Permentan Nomor 26/Permentan/OT.140/2/2007. Walaupun persyaratan teknisnya telah diatur, pada kenyataannya ketentuan tersebut belum mampu mengakomodir semua kebutuhan yang terdapat dalam perjanjian kemitraan usaha antara pihak perusahaan dan masyarakat.Hal ini dapat dibuktikan dengan belum adanya perangkat regulasi yang mengatur mengenai standarisasi yang harus dimuat dalam perjanjian antara perusahaan dan masyarakat dalam perjanjian kemitraan perkebunan inti-plasma.Padahal perjanjian merupakan dasar hukum yang utama para pihak dalam kemitraan usaha perkebunan.Kurang seimbangnya posisi masyarakat dalam menentukan isi perjanjian dan dominannya kekuatanmanajemen perusahaan dikhawatirkan menjadi penyebab timbulnya sengketa dikemudian hari.

Penelitian ini menggunakan penelitian deskriptif analitis.yang menjelaskan dan menganalisis mengenai pengaturan pola kemitraan yang berlaku berkaitan dengan Tinjauan Yuridis Perjanjian Pola Kemitraan Perkebunan Kelapa Sawit Inti-Plasma antara PT. Boswa Megalopolis dengan Masyarakat (Suatu Penelitian di Kabupaten Aceh Jaya) dan bagaimana implementasi Kepmentan dan Permentan dalam perjanjian serta bagaimana perlindungan hukum terhadap Masyarakat dalam perjanjian kemitraan inti-plasma di Kabupaten Aceh Jaya.Data yang digunakan yaitu data sekunder, dikumpulkan melalui kegiatan inventarisasi peraturan yang relevan dan wawancara terhadap informan yang kemudian dilakukan analisis secara kualitatif.

Dari hasil penelitian diketahui bahwa pola kemitraan sudah diatur dalam UU Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah, PP Nomor 44 Tahun 1997 tentang Kemitraan, Kepmentan Nomor 940/kpts/OT.210/10/97 tentang Pedoman Kemitraan Usaha Pertanian, Permentan Nomor 29/Permentan/OT.140/2/2007. Perjanjian pola kemitraan usaha perkebunan antara PT. Boswa Megalopolis dengan Masyarakat secara umum sudah mengimplementasikan Kepmentan dan Permentan dimaksud.Namun dalam prakteknya masih terdapat beberapa kekurangan, terutama mengenai isi perjanjian yang menyangkutmekanisme pembagian keuntungan dan persyaratan kemitraan usahayang tidak diatur secara rinci dan adanya peluang perjanjian yang dapat dibuat dibawah tangan.Perlindungan hukum terhadap masyarakat dalam perjanjian kemitraan usaha perkebunan secara tidak langsung melalui peraturan perundang-undangan dilakukan dalam bentuk pembinaan, pengawasan dan konsultasi agribisnis. Perlindungan secara langsung melalui perjanjian dilakukan dengan membuat kesepakatan mengenai penentuan harga jual TBS, mekanisme pembagian keuntungan, pewarisan dan pengakhiran kerja sama.

Pengaturan kemitraan usaha perkebunan belum memberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum bagi masyarakat.Disarankan kepada Pemerintah untuk melakukan revisi subtansi materi Kepmentan dan Permentan terutama terkait standariasi kebun kemitraan, dan penegasan pembuatan perjanjian yang harus dibuat dalam akta otentik. Kepada pihak perusahaan untuk eksistensinya dalam melakukan pembinaan dan perlunya dibuat addendum perjanjian terkait hak dan kewajiban para pihak dalam hal pembagian keuntungan, mekanisme secara rinci pengelolaan perkebunan dan pengawasan penjualan TBS serta penanganan force majour. Disarankan kepada Pemerintah Daerah untuk berperan aktif sebagai fasilitator kemitraan, melakukan pembinaan dan pengawasan secara berkala serta perlunya dibuat Perda mengenai pengelolaan perkebunan pola kemitraan inti-plasma mengingat pesatnya pekembangan perkebunan rakyatselama ini.

(7)

Business partnership is one of business partnership patterns stipulated in PP No. 24/1997 on Partnership, in Kepmentan No. 40/kpts/OT.120/10/97, and in Permentan No. 26/Permentan/OT.140/2/2007. Although the technical requirement has been regulated, in reality, the provisions cannot accommodate all requirements in business partnership agreement between companies and the public. It can be proved by the absence of regulation instrument which regulates the standardization which must be attached in the agreement between companies and publicin partnership contract of plasma plantation. In fact, a contract constitutes a main legal basis of stakeholders in plantation business partnership. The imbalanced position of the people in determining the content of a contract and the dominant position of the management of a company is very potential to be the cause of dispute in the future.

The research used descriptive analytic approach which described, explained, and analyzed the prevailing regulations related to Judicial Review of Partnership Agreement of Plasma Oil Palm Plantation between PT. Boswa Megalopolis and the people (A case study in Aceh Jaya District) which has not been implemented maximally, and how about legal protection for the people in the partnership agreement of the plasma in Aceh Jaya District. The data which consisted of secondary data were gathered through the activity of taking inventory of relevant regulations andinterviewing informants, and were analyzed quantitatively.

The result of the research showed that partnership pattern is stipulated in Law No. 20/2008 on Micro, Small, and Medium Businesses, in PP No. 44/1997 on Partnership, in Kepmentan No. 940/kpts/OT.210/10/97 on Guidance for Partnership in Agricultural Business, and in Permentan No. 29/Permentan/OT.140/2/2007. In general, the plantation business partnership agreement between PT. Boswa Megalopolis and the people has implemented the above Kepmentan and Permentan. In practice, however, there are still many defects, especially about the content of the contract related to the mechanism of the allocation of profit, about the business partnership requirements which are not arranged in detail, and about the opportunity to make underhanded contract. Legal protection for the people inplantation business partnership agreement has been stipulated indirectly through legal provisions such as agribusiness fostering, supervision, and consultation. It is performed directly through the contract in the sale price of TBS, the mechanism of the allocation of profit and inheritance, and the terminating of the contract.

The regulation of plantation business partnership has not yet provided legal certainty and legal protection for the people. It is recommended that the Government revise the substance of Kepmentan and Permentan, particularly which are related to the partnership of plant standardization and the assertion in making the contract in an authentic deed.

For its existence in making a contract, the company should make an addendum of the contract related to the right and obligation of the parties concerned in the allocation of profit, the mechanism of managing the plantation in detail, the supervision of the sale of TBS, and the force majeure handling.It is also recommended thatthe Regional Administration play its role actively as the partnership facilitator, foster and supervise regularly, and Regional Regulation on the plantation management of plasma partnership pattern should be made since plasma plantations are growing rapidly nowadays.

(8)

Puji dan syukur alhamdulillah kepada Allah SWT, karena dengan berkat

hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan penulisan thesis ini. Selanjutnya shalawat

beserta salam disanjung kepada Nabi Muhammad SAW.

Thesis ini berjudul “TINJAUAN YURIDIS PERJANJIAN POLA

KEMITRAAN PERKEBUNAN KELAPA SAWIT INTI-PLASMA ANTARA

PT. BOSWA MEGALOPOLIS DENGAN MASYARAKAT (Suatu Penelitian di

Kabupaten Aceh Jaya)”.Penulisan tesis ini merupakan salah satu persyaratan untuk

memperoleh gelar Magister Kenotariatan (M.Kn.) Fakultas Hukum Universitas

Sumatera Utara.

Penulisan Thesis ini dapat selesai dengan adanya bantuan dan dorongan serta

bimbingan dari berbagai pihak, Teristimewa sekali ucapan terima kasih kepada

Ayahanda dan Ibunda tercinta yang telah banyak memberikan bantuan material dan

spiritual dengan semangat juang yang tinggi, sehingga penulis dapat menyelesaikan

studi.

Ucapan terima kasih secara khusus kepada yang terhormat dan amat

terpelajarBapak Prof. Dr. Muhammad Yamin, S.H., MS, CN., Bapak Prof. Dr.

Suhaidi S.H., M.H., dan Bapak Dr. Mahmul Siregar, S.H., M.Hum., selaku

Komisi Pembimbing yang telah dengan tulus ikhlas memberikan bimbingan dan

(9)

arahan yang konstruktif dalam penulisan tesis ini sejak kolokium, seminar hasil

sampai ujian tertutup sehingga penulisan menjadi lebih sempurna dan terarah.

Selanjutnya ucapan terima kasih penulis yang sebesar-besarnya kepada :

1. Bapak Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc, (CTM), Sp.A(K) selaku

Rektor Universitas Sumatera Utara atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan

dalam menyelesaikan pendidikan di Fakultas Hukum, Program Studi Magister

Kenotariatan Universitas Sumatera Utara

2. Bapak Prof. Dr. Runtung, SH, M.Hum, selaku Dekan Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara, atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada

Penulis dalam menyelesaikan pendidikan ini.

3. Bapak Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN, selaku Ketua Program Studi

Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, yang telah

memberikan dorongan kepada Penulis untuk segera menyelesaikan penulisan

tesis ini.

4. Ibu Dr. T. Keizerina Devi A, SH, CN, M.Hum, selaku Sekretaris Program Studi

Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, yang telah

memberikan dorongan kepada Penulis untuk segera menyelesaikan penulisan

tesis ini.

5. Bapak dan Ibu Dosen Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara, yang

telah memberikan bimbingan dan arahan serta ilmu yang sangat bermanfaat

(10)

Sumatera Utara, yang telah banyak memberikan bantuan kepada Penulis selama

menjalani pendidikan.

7. Seluruh informan yang telah banyak membantu dalam hal pengambilan data dan

informasi-informasi penting lainnya yang berkenaan dengan penulisan tesis ini.

8. Rekan-rekan Mahasiswa dan Mahasiswi di Magister Kenotariatan Fakultas

Hukum Universitas Sumatera Utara, khususnya angkatan tahun 2011 yang telah

banyak memberikan motivasi kepada Penulis dalam menyelesaikan tesis ini.

Akhirnya, dengan segala kerendahan hati penulis menyadari bahwa dalam

penulisan ini tidak luput dari kesalahan dan kesilapan, namun besar harapan penulis

kiranya tesis ini dapat memberikan manfaat kepada semua pihak, terutama para

pemerhati hukum perdata pada umumnya dan ilmu kenotariatan pada khususnya.

Atas segala bantuan dan jasa baik yang telah Bapak, Ibu dan rekan-rekan

berikan semoga mendapat balasan yang setimpal dari Allah SWT.Amien Ya Rabbal ‘Alamin

Medan, Oktober 2013

Penulis,

(11)

I. DATA PRIBADI

Nama : Muhammad Milsa

Tempat/Tanggal Lahir : Calang, 07 Mei 1988

Jenis Kelamin : Laki-laki

Status : Belum Kawin

Pekerjaan : PNS

Kewarganegaraan : Indonesia

Agama : Islam

Alamat Rumah : Jl. Beo No. 37A Medan Sunggal

Anak Ke : 1 (pertama) dari 3 (tiga) bersaudara

II. DATA ORANGTUA

Nama Ayah : Muchsin

Nama Ibu : Samsidar

III. PENDIDIKAN FORMAL

SD Negeri Inpres Calang Lulus Tahun 1999

SLTP Negeri 1 Krueng Sabee Lulus Tahun 2002

MAN 1 Banda Aceh Lulus Tahun 2005

S-1 Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala Lulus Tahun 2010

S-2 Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas

(12)

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... vi

DAFTAR ISI ... vii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Perumusan Masalah ... 10

C. Tujuan Penelitian ... 10

D. Manfaat Penelitian ... 11

E. Keaslian Penelitian... 11

F. Kerangka Teori dan Konsepsi... 13

1. Kerangka Teori ... 13

2. Konsepsi... 20

G. Metode Penelitian ... 22

BAB II PENGATURAN POLA KEMITRAAN USAHA PERKEBUNAN ANTARA PERUSAHAAN PERKEBUNAN DENGAN MASYARAKAT ... 27

A. Tinjauan Umum Pola Kemitraan Perkebunan ... 27

B. Perjanjian Pola Kemitraan Usaha berdasarkan Keputusan Menteri Pertanian Nomor 940/kpts/OT.210/10/97 tentang Pedoman Kemitraan Usaha Pertanian... 40

(13)

PERTANIAN NOMOR 26/Permentan/OT.140/2/2007

DALAM PERJANJIAN POLA KEMITRAAN

INTI-PLASMA ANTARA PT. BOSWA MEGALOPOLIS

DENGAN MASYARAKAT DI KABUPATEN ACEH JAYA .. 60

A. Ruang Lingkup Perjanjian Pola Kemitraan Inti-Plasma antara PT. Boswa Megalopolis dengan Masyarakat di Kabupaten Aceh Jaya ... 60

B. Analisis Implementasi Kepmentan Nomor 940/kpts/OT.210/10/97 dan Permentan Nomor 26/Permentan/OT.140/2/2007 dalam Perjanjian Pola Kemitraan Inti-Plasma antara PT. Boswa Megalopolis dengan Masyarakat di Kabupaten Aceh Jaya... 70

C. Peranan Notaris dalam Perjanjian Pola Kemitraan Usaha Perkebunan Inti-Plasma ... 94

BAB IV PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP MASYARAKAT DALAM PERJANJIAN POLA KEMITRAAN PERKEBUNAN KELAPA SAWIT INTI-PLASMA DI KABUPATEN ACEH JAYA ... 96

A. Perlindungan Hukum dalam Perjanjian Pola Kemitraan dibidang Perkebunan ... 96

B. Perlindungan Hukum Terhadap Masyarakat dalam Perjanjian Pola Kemitraan Perkebunan Kelapa Sawit Inti-Plasma antara PT. Boswa Megalopolis dengan Mayarakat di Kabupaten Aceh Jaya ... 100

C. Analisis Perlindungan Hukum Terhadap Masyarakat dalam Perjanjian Pola Kemitraan Perkebunan Kelapa Sawit Inti-Plasma antara PT. Boswa Megalopolis dengan Mayarakat di Kabupaten Aceh Jaya... 120

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 127

A. Kesimpulan ... 127

B. Saran... 129

(14)

Kemitraan usaha merupakan salah satu pola kerjasama usaha yang diatur dalam PP Nomor 24 Tahun 1997 tentang Kemitraan, Kepmentan Nomor 940/kpts/OT.120/10/97 dan Permentan Nomor 26/Permentan/OT.140/2/2007. Walaupun persyaratan teknisnya telah diatur, pada kenyataannya ketentuan tersebut belum mampu mengakomodir semua kebutuhan yang terdapat dalam perjanjian kemitraan usaha antara pihak perusahaan dan masyarakat.Hal ini dapat dibuktikan dengan belum adanya perangkat regulasi yang mengatur mengenai standarisasi yang harus dimuat dalam perjanjian antara perusahaan dan masyarakat dalam perjanjian kemitraan perkebunan inti-plasma.Padahal perjanjian merupakan dasar hukum yang utama para pihak dalam kemitraan usaha perkebunan.Kurang seimbangnya posisi masyarakat dalam menentukan isi perjanjian dan dominannya kekuatanmanajemen perusahaan dikhawatirkan menjadi penyebab timbulnya sengketa dikemudian hari.

Penelitian ini menggunakan penelitian deskriptif analitis.yang menjelaskan dan menganalisis mengenai pengaturan pola kemitraan yang berlaku berkaitan dengan Tinjauan Yuridis Perjanjian Pola Kemitraan Perkebunan Kelapa Sawit Inti-Plasma antara PT. Boswa Megalopolis dengan Masyarakat (Suatu Penelitian di Kabupaten Aceh Jaya) dan bagaimana implementasi Kepmentan dan Permentan dalam perjanjian serta bagaimana perlindungan hukum terhadap Masyarakat dalam perjanjian kemitraan inti-plasma di Kabupaten Aceh Jaya.Data yang digunakan yaitu data sekunder, dikumpulkan melalui kegiatan inventarisasi peraturan yang relevan dan wawancara terhadap informan yang kemudian dilakukan analisis secara kualitatif.

Dari hasil penelitian diketahui bahwa pola kemitraan sudah diatur dalam UU Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah, PP Nomor 44 Tahun 1997 tentang Kemitraan, Kepmentan Nomor 940/kpts/OT.210/10/97 tentang Pedoman Kemitraan Usaha Pertanian, Permentan Nomor 29/Permentan/OT.140/2/2007. Perjanjian pola kemitraan usaha perkebunan antara PT. Boswa Megalopolis dengan Masyarakat secara umum sudah mengimplementasikan Kepmentan dan Permentan dimaksud.Namun dalam prakteknya masih terdapat beberapa kekurangan, terutama mengenai isi perjanjian yang menyangkutmekanisme pembagian keuntungan dan persyaratan kemitraan usahayang tidak diatur secara rinci dan adanya peluang perjanjian yang dapat dibuat dibawah tangan.Perlindungan hukum terhadap masyarakat dalam perjanjian kemitraan usaha perkebunan secara tidak langsung melalui peraturan perundang-undangan dilakukan dalam bentuk pembinaan, pengawasan dan konsultasi agribisnis. Perlindungan secara langsung melalui perjanjian dilakukan dengan membuat kesepakatan mengenai penentuan harga jual TBS, mekanisme pembagian keuntungan, pewarisan dan pengakhiran kerja sama.

Pengaturan kemitraan usaha perkebunan belum memberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum bagi masyarakat.Disarankan kepada Pemerintah untuk melakukan revisi subtansi materi Kepmentan dan Permentan terutama terkait standariasi kebun kemitraan, dan penegasan pembuatan perjanjian yang harus dibuat dalam akta otentik. Kepada pihak perusahaan untuk eksistensinya dalam melakukan pembinaan dan perlunya dibuat addendum perjanjian terkait hak dan kewajiban para pihak dalam hal pembagian keuntungan, mekanisme secara rinci pengelolaan perkebunan dan pengawasan penjualan TBS serta penanganan force majour. Disarankan kepada Pemerintah Daerah untuk berperan aktif sebagai fasilitator kemitraan, melakukan pembinaan dan pengawasan secara berkala serta perlunya dibuat Perda mengenai pengelolaan perkebunan pola kemitraan inti-plasma mengingat pesatnya pekembangan perkebunan rakyatselama ini.

(15)

Business partnership is one of business partnership patterns stipulated in PP No. 24/1997 on Partnership, in Kepmentan No. 40/kpts/OT.120/10/97, and in Permentan No. 26/Permentan/OT.140/2/2007. Although the technical requirement has been regulated, in reality, the provisions cannot accommodate all requirements in business partnership agreement between companies and the public. It can be proved by the absence of regulation instrument which regulates the standardization which must be attached in the agreement between companies and publicin partnership contract of plasma plantation. In fact, a contract constitutes a main legal basis of stakeholders in plantation business partnership. The imbalanced position of the people in determining the content of a contract and the dominant position of the management of a company is very potential to be the cause of dispute in the future.

The research used descriptive analytic approach which described, explained, and analyzed the prevailing regulations related to Judicial Review of Partnership Agreement of Plasma Oil Palm Plantation between PT. Boswa Megalopolis and the people (A case study in Aceh Jaya District) which has not been implemented maximally, and how about legal protection for the people in the partnership agreement of the plasma in Aceh Jaya District. The data which consisted of secondary data were gathered through the activity of taking inventory of relevant regulations andinterviewing informants, and were analyzed quantitatively.

The result of the research showed that partnership pattern is stipulated in Law No. 20/2008 on Micro, Small, and Medium Businesses, in PP No. 44/1997 on Partnership, in Kepmentan No. 940/kpts/OT.210/10/97 on Guidance for Partnership in Agricultural Business, and in Permentan No. 29/Permentan/OT.140/2/2007. In general, the plantation business partnership agreement between PT. Boswa Megalopolis and the people has implemented the above Kepmentan and Permentan. In practice, however, there are still many defects, especially about the content of the contract related to the mechanism of the allocation of profit, about the business partnership requirements which are not arranged in detail, and about the opportunity to make underhanded contract. Legal protection for the people inplantation business partnership agreement has been stipulated indirectly through legal provisions such as agribusiness fostering, supervision, and consultation. It is performed directly through the contract in the sale price of TBS, the mechanism of the allocation of profit and inheritance, and the terminating of the contract.

The regulation of plantation business partnership has not yet provided legal certainty and legal protection for the people. It is recommended that the Government revise the substance of Kepmentan and Permentan, particularly which are related to the partnership of plant standardization and the assertion in making the contract in an authentic deed.

For its existence in making a contract, the company should make an addendum of the contract related to the right and obligation of the parties concerned in the allocation of profit, the mechanism of managing the plantation in detail, the supervision of the sale of TBS, and the force majeure handling.It is also recommended thatthe Regional Administration play its role actively as the partnership facilitator, foster and supervise regularly, and Regional Regulation on the plantation management of plasma partnership pattern should be made since plasma plantations are growing rapidly nowadays.

(16)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Usaha tani sebagai salah satu kegiatan ekonomi yang dilakukan oleh sebagian

besar penduduk Indonesia harus didukung dan didorong kemampuannya agar tetap

eksis, sehingga dapat memperluas kesempatan usaha dan memperluas lapangan

pekerjaan bagi angkatan kerja yang terus bertambah jumlahnya serta untuk

meningkatkan penghasilan petani dan masyarakat secara lebih merata. Petani sebagai

pelaku usaha tani memiliki kegiatan usaha yang cenderung marginal, dalam arti

karena keterbatasan dukungan pendanaan serta masih minimnya sarana produksi yang

dipergunakan sehingga menjadikan usaha ini relatif lambat perkembangannya.

Untuk meningkatkan produktifitas usaha tani tersebut diperlukan sub kegiatan

agribisnis yang dapat menunjang agar mendapatkan hasil yang sesuai harapan. Salah

satu solusi yang dapat diambil untuk mengatasi masalah ini adalah melalui pola

kemitraan.

Pola kemitraan yang menghubungkan antara pelaku usaha/inti dengan

petani/plasma mempunyai kekuatan ekonomi yang cukup tinggi. Pola kemitraan

tersebut perlu dikemas dalam bentuk keterkaitan usaha yang saling menunjang dan

menguntungkan baik inti dan plasma dalam rangka memperkuat struktur ekonomi

nasional. Pola kemitraaan antara pengusaha besar, menengah dan kecil diatur dalam

(17)

Ketentuan Umum Pasal 1 ayat (13) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang

Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah yakni:1

“Kerjasama dalam keterkaitan usaha, baik langsung maupun tidak langsung,

atas dasar prinsip saling memerlukan, mempercayai, memperkuat, dan saling

menguntungkan yang melibatkan pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah

dengan Usaha Besar.”

Dari definisi kemitraan sebagaimana tersebut di atas, mengandung makna

sebagai tanggung jawab moral pengusaha besar untuk membimbing dan membina

pengusaha kecil mitranya agar mampu mengembangkan usahanya sehingga mampu

menjadi mitra yang handal untuk menarik keuntungan dan kesejahteraan bersama.

Kemitraan harus dilaksanakan secara terencana, terpadu, profesional dan

bertanggung jawab dan dengan prinsip-prinsip dasar antara lain: prinsip saling

menguntungkan, saling menghargai, ketergantungan antara perusahaan dan

masyarakat.

Perusahaan biasanya menginvestasikan kapital uang dan tenaga ahli dalam

pembangunan kebun, sementara masyarakat menyediakan lahannya untuk di

kerjasamakan atau dimitrakan dalam pembangunan kebun. Mencakup 2 (dua)

kategori kepemilikan lahan yang dimitrakan :

1) Tanah Ulayat; dan

2) Individu.

1Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil,

(18)

Pola kerjasamanya sangat variatif, tergantung proposal perusahaan dan

kesepakatan diantara keduanya, ada pola bagi hasil, pola bagi lahan dengan ketentuan

70 : 30, 60 : 40, sampai 50 : 50. Wujud kemitraan pun sangat beragam, ada kemitraan

yang sangat sederhana dan dibangun diatas kesepakatan tidak tertulis, namun dapat

berjalan dengan transparan, sukarela dan setara.2 Kemitraan yang lebih komplek dari

beberapa pihak dan melibatkan banyak pihak. Kemitraan menjadi seperti ini tumbuh

sebagai akibat dari perkembangan dan tingkat kebutuhan yang juga meningkat.

Kemitraan diharapkan dapat memberi manfaat yang lebih luas dan besar bagi

kesejahteraan masyarakat. Kemitraan dapat berlangsung dengan baik dan memenuhi

harapan berbagai pihak yang bekerjasama, maka kemitraan harus dirumuskan dan

dituangkan dalam suatu perjanjian yang memuat hak dan kewajiban para pihak secara

jelas, sehingga membentuk pola kerjasama yang teratur dan terikat.

Kemitraan perkebunan kelapa sawit merupakan salah satu upaya Pemerintah

dalam merevitalisasi perkebunan-perkebunan masyarakat. Kehadiran perkebunan

kelapa sawit ini pula berpengaruh terhadap perubahan pola pekerjaan, yang diikuti

dengan peningkatan penghasilan masyarakat. Konsekuensi lain adalah berpengaruh

terhadap pola hidup dan hubungan sosial yang ditandai dengan pergeseran berbagai

irama kehidupan, perubahan pola interaksi sosial yang sederhana dan bercorak lokal

berubah ke pola interaksi yang kompleks serta menembus batas pedesaan,

bertambahnya penduduk sehingga berbagai pola kehidupan saling mempengaruhi.

2 Rafiq Ahmad, Perkebunan dari NES ke PI, Cetakan ke 1, (Jakarta : Penebar Swadaya,

(19)

Pandangan optimistik tentang perubahan sosial sebagaimana yang diharapkan

di atas mungkin beralasan mengingat kebijaksanaan yang melandasi kehadiran

perusahaan PT. Boswa Megalopolis terhadap pelaksanaan inti-plasma perkebunan

kelapa sawit telah disepakati dan dirumuskan oleh kedua belah pihak. Dengan

demikian kehadiran proyek perkebunan akan menyebabkan perubahan sosial pada

masyarakat tidak dapat dihindarkan sejalan dengan pertumbuhan dan perkembangan

masyarakat itu sendiri. Perkembangan perkebunan kelapa sawit dengan pola

kemitraan termasuk dalam upaya untuk lebih mempercepat perubahan cara bertani

dan cara hidup masyarakat terutama masyarakat di sekitar lokasi perkebunan.

PT. Boswa Megalopolis merupakan perusahaan swasta nasional berdasarkan

Akte Pendirian No. 23 tanggal 03 Februari 1982 dan Akte Pemasukan dan Perubahan

no. 17 tanggal 07 Februari 2012 yang telah mendapatkan pengesahan

MENKUMHAM tanggal 27 Februari 2012 nomor AHU-10352.AH.01.02 tahun 2012

yang bergerak dibidang perkebunan dan dalam hal ini mengadakan kemitraan

pembangunan kebun kelapa sawit dengan masyarakat yang berada disekitar lokasi

perkebunan.

Kemitraan pembangunan kebun kelapa sawit, secara umum berarti kerjasama

pembangunan kebun kelapa sawit antara perusahaan PT. Boswa Megalopolis dengan

masyarakat di gampong Panggong. Dasar pemikiran dalam jalinan kerjasama ini

yaitu:3

3

(20)

1. Belajar dari pengetahuan yang pernah dijumpai masa lalu, kebun plasma

kurang terurus dan produktivitasnya rendah, sehingga perusahaan kurang

pasokan Tandan Buah Segar (TBS) dan angsuran kredit menjadi berat.

2. Paradigma kemitraan perusahaan inti dan plasma adalah saling

membutuhkan baik dalam pendanaan, perolehan lahan, maupun pengelolaan

kebunnya.

3. Values (tata nilai) dimulai dari sosialisasi prinsip-prinsip pengelolaan plasma

dan internalisasi kepada semua pihak yang terkait dalam sistem kemitraan

inti-plasma pola manajemen satu atap.

4. Dengan sistem kemitraan pola manajemen satu atap, akan terjaga standar

teknis pembangunan kebun, terjaminnya pasokan TBS dan angsuran kredit,

serta ideal untuk jangka panjang.

5. Dengan manajemen satu atap pendapatan petani menjadi lebih baik dan

merata, kemungkinan beralihnya kepemilikan kapling makin kecil (tidak

banyak terjadi).

6. Dengan manajemen satu atap petani melalui kelompok tani dan perusahaan

dapat menjalankan fungsi pengawasan (kontrol) kegiatan operasional kebun

oleh perusahaan inti.

Dalam konteks keberadaan perusahaan perkebunan kelapa sawit keberadaan

perusahaan PT. Boswa Megalopolis dengan masyarakat menawarkan alternatif

tambahan sumber pendapatan rumah tangga bagi masyarakat yang berasal dari lahan

(21)

masih kurang produktif. Hasil survey awal dengan mewawancarai aparat pemerintah

sebagai fasilitator dalam pelaksanaan perjanjian antara pihak perusahaan dengan

masyarakat, dapat diketahui bahwa saat ini pihak perusahaan telah beberapa kali

melaksanakan sosialisasi kepada masyarakat yang akan bermitra dengan perusahaan.4

Hal ini penting dilakukan untuk memberikan pemahaman secara bersama

bahwa pembangunan perkebunan kelapa sawit yang akan dilakukan betul-betul

menghadirkan manfaat dan keuntungan serta tidak merugikan bagi kedua belah pihak,

baik dari perusahaan (inti) maupun petani mitra (plasma). Sosialisasi dilakukan

dengan memberikan informasi kepada calon petani mitra di lokasi kegiatan PT.

Boswa Megalopolis berharap bahwa keberadaannya untuk melakukan pembangunan

perkebunan kelapa sawit pola kemitraan dengan petani dapat diterima keberadaan

perkebunan kelapa sawit PT. Boswa Megalopolis.

Sesuai dengan Keputusan Menteri Pertanian Nomor 940/kpts/OT.210/10/97

tentang Pedoman Kemitraan Usaha Pertanian dan Peraturan Menteri Pertanian Nomor

26/Permentan/OT.140/2/2007 tentang Pedoman Perizinan Usaha Perkebunan,

kemitraan usaha yang demikian harus dilakukan secara tertulis dalam bentuk

perjanjian yang berisikan hak dan kewajiban, pembinaan dan pengembangan usaha,

pendanaan, jangka waktu dan penyelesaian perselisihan yang selanjutnya

ditandatangani kedua belah pihak yakni antara perusahaan PT. Boswa Megalopolis

dengan masyarakat.

4 Wawancara dengan Muhtar, Kepala Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Aceh

(22)

Pembentukan perjanjian kemitraan pekebunan kelapa sawit sebagai wadah

yang mengatur hak dan kewajiban antara perusahaan PT. Boswa Megalopolis dengan

masyarakat. Program kemitraan perkebunan kelapa sawit inti-plasma antara PT.

Boswa Megalopolis ini diharapkan dapat direalisasi dengan baik dan mendapat

dukungan semua pihak. Masyarakat akan menjadi pagar kebun para pengusaha jika

perusahaan berempati dan peduli pada rakyat sekitar.

Berdasarkan penelitian awal, Pemerintah Kabupaten Aceh Jaya menyambut

baik komitmen PT. Boswa Megalopolis membangun kerjasama dalam kemitraan

perkebunan kelapa sawit inti-plasma khususnya bagi masyarakatgampong Panggong

di Kecamatan Krueng Sabee karena keterlibatan kelompok tani setempat itu akan

membantu memperbaiki ekonomi mereka. Penandatanganan perjanjian yang telah

dilakukan adalah yang pertama dan menandakan hari lahirnya perkebunan inti-plasma

di Kecamatan Krueng Sabee.

Keadaan masyarakat perkebunan yang tidak memiliki pendidikan,

memerlukan keterlibatan pihak ketiga dapat mengantisipasi terjadinya tindakan yang

merugikan masyarakat. Persepsi terhadap kehadiran proyek perkebunan kelapa sawit

umumnya positif, walaupun ada diantaranya yang memiliki persepsi negatif. Hal ini

tidak berarti pembangunan proyek perkebunan kelapa sawit adalah bentuk ideal bagi

masyarakat. Persepsi negatif terhadap pembangunan perkebunan kelapa sawit, selain

dipengaruhi oleh kesan terhadap program transmigrasi yang kurang berhasil, juga

nasib masyarakat lokal yang ikut serta dalam program perkebunan kelapa sawit.

(23)

realitas sosial yang mereka alami tersebut, ada sebagian masyarakat yang tidak mau

menyerahkan tanahnya untuk dijadikan sebagai lahan perkebunan kelapa sawit itu.

Persepsi lain adalah akan mendapat ganti rugi atas tanah dan tanaman yang

tumbuh di atasnya. Namun kenyataannya persepsi masyarakat ini berbeda dengan

persepsi pihak pemerintah yang memandang bahwa hutan adalah milik negara

diperuntukan untuk kemakmuran rakyat, karena itu terhadap tanah-tanah masyarakat

yang terkena areal perkebunan kelapa sawit tersebut pihak pemerintah tidak memberi

ganti rugi kepada masyarakat setempat. Harapan lain adalah dapat diterima sebagai

karyawan tetap proyek perkebunan, dengan alasan untuk mendapatkan uang tunai

secara tetap setiap bulan untuk mencukupi kebutuhan hidup sehari-hari dalam

keluarganya.

Harus disadari bahwa pola kemitraan ini mempertemukan dua kepentingan

yang sama tetapi dilatarbelakangi oleh kemampuan manajemen oleh PT. Boswa

Megalopolis. Kekurangpahaman dalam pengetahuan hukum serta permodalan yang

berbeda sehingga plasma sangat rentan untuk menjadi korban dari perusahaan inti

yang mempunyai latar belakang lebih kuat, baik dari segi permodalan dan

manajemennya.

Perjanjian ini menjadi kurang seimbang dikarenakan dimana plasma kurang

mempunyai kebebasan untuk merundingkan isi dari perjanjian tersebut yang difaktori

oleh rendahnya Sumber Daya Masyarakat (SDM) masyarakat gampong Panggong.

Hal ini menunjukkan bahwa seringkali adanya indikasi perjanjian yang terjadi antara

(24)

diantara pihak perusahaan dengan masyarakat yang mempunyai kedudukan seimbang

dalam hukum. Sedangkan Hukum Perjanjian memberikan kebebasan yang

seluas-luasnya kepada masyarakat untuk mengadakan perjanjian yang berisi apa saja,

asalkan tidak melanggar ketertiban umum dan kesusilaan.5 Pasal-pasal dari hukum

perjanjian merupakan hukum pelengkap (optional law), yang berarti bahwa

pasal-pasal itu boleh disingkirkan manakala dikehendaki oleh pihak-pihak yang membuat

suatu perjanjian.

Notaris sebagai pejabat umum yang memiliki wewenang membuat akta yang

berkaitan dengan perjanjian tersebut sekiranya dapat memberikan masukan-masukan

dan mengetahui terdapatnya kekurangan dan kelemahan dalam suatu perjanjian.

Tindakan notaris yang memberikan penyuluhan dan memberikan pengertian tentang

resiko serta akibat perjanjian para pihak merupakan salah satu upaya perwujudan

pengembalian kepercayaan masyarakat terhadap hukum. Petani harus mengorganisir

diri agar mampu bernegosiasi, petani harus mendapat informasi yang memadai

sebelum mengadakan perjanjian/kesepakatan.

Berangkat dari adanya latar belakang mengenai perjanjian kerjasama antara

PT. Boswa Megalopolis dengan masyarakat yang telah menimbulkan hak dan

kewajiban dalam praktek yang ada dalam masyarakat, maka penulis tertarik untuk

mengkajinya kedalam penulisan tesis dengan judul : “Tinjauan Yuridis Perjanjian

5

(25)

Pola Kemitraan Perkebunan Kelapa Sawit Inti-Plasma Antara PT. Boswa

Megalopolis dengan Masyarakat” (Suatu Penelitian di Kabupaten Aceh Jaya).

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan judul, latar belakang masalah maka penulis dapat merumuskan

permasalahan sebagai berikut :

1. Bagaimanakah pengaturan pola kemitraan usaha perkebunan antara perusahaan

perkebunan dengan masyarakat?

2. Bagaimanakah implementasi Keputusan Menteri Pertanian Nomor

940/KPTS/OT.210/10/97 dan Peraturan Menteri Pertanian Nomor

26/Permentan/OT.140/2/2007 dalam perjanjian pola kemitraan antara PT. Boswa

Megalopolis dengan Masyarakat di Kabupaten Aceh Jaya?

3. Bagaimanakah bentuk perlindungan hukum terhadap masyarakat dalam

perjanjian pola kemitraan perkebunan kelapa sawit inti-plasma antara PT. Boswa

Megalopolis dengan Masyarakat di Kabupaten Aceh Jaya?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan yang telah dikemukakan diatas maka tujuan yang

hendak dicapai adalah :

1. Untuk mengetahui pengaturan pola kemitraan usaha perkebunan antara

perusahaan perkebunan dengan masyarakat.

2. Untuk mengetahui implementasi Keputusan Menteri Pertanian Nomor

(26)

26/Permentan/OT.140/2/2007 dalam perjanjian pola kemitraan antara PT. Boswa

Megalopolis dengan Masyarakat di Kabupaten Aceh Jaya.

3. Untuk mengetahui perlindungan hukum terhadap masyarakat dalam perjanjian

pola kemitraan perkebunan kelapa sawit inti-plasma antara PT. Boswa

Megalopolis dengan Masyarakat di Kabupaten Aceh Jaya.

D. Manfaat Penelitian

Kegiatan penelitian ini diharapkan dapat memberi kegunaan baik secara

teoritis maupun praktis yaitu :

1. Secara Teoritis

a. Sebagai bahan informasi bagi akademisi dan untuk pengembangan wawasan

dan kajian tentang kerjasama kemitraan inti plasma untuk dapat menjadi

bahan perbandingan bagi kajian lanjutan.

b. Memperkaya khasanah perpustakaan hukum khususnya di bidang hukum

keperdataan.

2. Secara Praktis

a. Diharapkan dapat menjadi sumbangan pemikiran bagi penegak hukum dalam

menyelesaikan masalah terhadap pelaksanaan kemitraan inti-plasma.

b. Untuk memberikan sumbangan pemikiran kepada masyarakat khususnya

memberikan informasi ilmiah mengenai pelaksanaan kemitraan inti-plasma.

E. Keaslian Penelitian

Berdasarkan penelusuran kepustakaan yang ada di lingkungan Universitas

Sumatera Utara, khususnya pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara

(27)

Kemitraan Perkebunan Kelapa Sawit Inti-Plasma antara PT. Boswa Megalopolis

dengan Masyarakat” (Suatu Penelitian di Kabupaten Aceh Jaya) belum ada yang

melakukan penelitian sebelumnya, pun pelaksanaan kemitraan inti-plasma di

Kecamatan Krueng Sabee Kabupaten Aceh Jaya adalah yang pertama kalinya.

Namun penulis menemukan tesis karya mahasiswa yang menyangkut masalah

pola kemitraan perkebunan kelapa sawit, tetapi permasalahan dan bidang kajiannya

sangat berbeda, yaitu tesis Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara atas

nama Musa Rajek Shah, Nim : 077005042/HK, dengan judul penelitian “Tinjauan

Yuridis Terhadap Prinsip Kemitraan dalam Pengelolaan Hak Atas Tanah Usaha

Perkebunan Berdasarkan Program Revitalisasi Perkebunan”, dengan latar belakang

permasalahan sebagai berikut :

1. Bagaimana ketentuan-ketentuan kerjasama antar petani peserta/koperasi

dengan mitra usaha perusahaan perkebunan berdasarkan program revitaslisasi

perkebunan.

2. Bagaimana penerapan kerjasama pengelolaan Hak Atas Tanah Usaha

perkebunan antara petani peserta/koperasi dengan mitra usaha perkebunan

berdasarkan program revitalisasi perkebunan.

3. Bagaimana tanggung jawab sosial perusahaan(corporate social responsibility)

dalam pelaksanaan program revitalisasi perkebunan.

Jika dihadapkan judul atau permasalahan penelitian di atas dengan penelitian

yang dilakukan ini adalah sangat berbeda. Oleh karena itu penelitian ini dapat

(28)

ilmiah, keilmuwan dan terbuka untuk dikritik yang sifatnya konstruktif

(membangun).

F. Kerangka Teori dan Konsepsi

1. Kerangka Teori

Teori merupakan generalisasi yang dicapai setelah mengadakan pengujian dan

hasilnya menyangkut ruang lingkup dan fakta yang luas.6 Teori adalah suatu sistem

yang tersusun oleh berbagai abstraksi yang berinterkoneksi satu sama lainnya atau

berbagai ide yang memadatkan dan mengorganisasi pengetahuan tentang dunia.7

Sedangkan menurut M. Solli Lubis kerangka teori adalah suatu kerangka

pemikiran atau butir-butir pendapat, teori, tesis, mengenai suatu kasus atau

permasalahan yang menjadi bahan perbandingan, pegangan teoritis, yang mungkin

disetujui ataupun tidak disetujui yang dijadikan masukan dalam membuat kerangka

berfikir dalam penulisan.8

Teori adalah suatu sistem yang tersusun oleh berbagai abstraksi yang

berinterkoneksi satu dengan yang lainnya atau berbagai ide yang memadatkan dan

mengorganisasi pengetahuan tentang dunia ia adalah rencana yang ringkas untuk

berfikir tentang dunia dan bagaimana dunia itu bekerja.9

6 Soejono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: Universitas Indonesia Press,

1986), hlm. 126.

7HR. Otje Salman dan Anton F. Susanto, Teori Hukum,(Bandung: Refika Aditama, 2005),

hlm. 22.

8M. Solli Lubis,Filsafat Ilmu dan Penelitian,(Bandung: Mandar Maju,1994), hlm. 80. 9HR. Otje Salman dan Anton F. Susanto,Teori Hukum, (Bandung: Refika Aditama, 2005),

(29)

Dari beberapa pendapat di atas dapat diketahui bahwa maksud kerangka teori

adalah pengetahuan yang diperoleh dari tulisan dan dokumen serta pengetahuan kita

sendiri yang merupakan kerangka dari pemikiran dan sebagai lanjutan dari teori yang

bersangkutan, sehingga teori penelitian dapat digunakan untuk proses penyusunan

maupun penjelasan serta meramalkan kemungkinan adanya gejala-gejala yang timbul.

Dalam menjawab rumusan permasalahan yang ada, kerangka teori yang

digunakan dalam penulisan ini adalah teori kemitraan dan didukung dengan teori

kebebasan berkontrak dan teori perlindungan hukum.

Dasar pemikiran kemitraan (partnership) pada dasarnya berada dalam

argumen tentang peran dan posisi negara dalam relasi (hubungan) negara (state) dan

masyarakat (society). Penjelasan terhadap hubungan dan relasi ini adalah

pengetahuan paling klasik dalam pengetahuan ilmu sosial. Hal ini jelas terlihat karena

konsep ini telah dibicarakan sejak tahun 1800-an. Paling tidak ada 3 pemikiran yang

telah menjelaskan, yaitu:

Perspektif pasar (market system) yang dapat ditelusuri dalam teori ekonomi

klasik dari Adam Smith sampai New Public Management dalam karya David

Osborne. Dalam perspektif ini bermula dari pemisahan tegas atau tidak ada hubungan

sama sekali antara negara dan masyarakat (baik dalam bentuk privat maupun

komunitas) sampai pandangan yang mengarahkan pelibatan negara dalam urusan

pasar yang dikemukakan Keyness dan perubahan manjemen negara untuk beroperasi

(30)

demokratic administration sejak Max Weber sampai New Public services dalam

karya Denhartd an d Denhartd.10

Selanjutnya Ian Linton mengartikan kemitraan sebagai: sebuah cara

melakukan bisnis dimana pemasok dan pelanggan berniaga satu sama lain untuk

mencapai tujuan bisnis bersama.11 Berdasarkan motivasi ekonomi tersebut, maka

prinsip kemitraan dapat didasarkan atas saling memperkuat. Dalam kondisi yang

ideal, tujuan yang ingin dicapai dalam pelaksanaan kemitraan secara lebih konkrit

yaitu :12

1. Meningkatkan pendapatan usaha kecil dan masyarakat;

2. Meningkatkan perolehan nilai tambah bagi pelaku kemitraan;

3. Meningkatkan pemerataan dan pemberdayaan masyarakat dan usaha kecil;

4. Meningkatkan pertumbuhan ekonomi pedesaan, wilayah dan nasional;

5. Meningkatkan ketahanan ekonomi nasional.

Konsep kemitraan dapat lebih rinci diuraikan dalam pasal 26

Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah,

disebutkan bahwa kemitraan dapat dilaksanakan antara lain dengan pola :

a. Inti-plasma;

b. Subkontrak;

10

Zaini Rohmad, Sudarmo dan Siany Indria Liestyasari, “Kebijakan Kemitraan Publik, Privat dan Masyarakat dalam Perkembangan Pariwisata”,Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret, (2009).

11Ian Linton,Kemitraan, (Jakarta: Harlimy, 1997), hlm. 10.

12

(31)

c. Waralaba;

d. Perdagangan Umum;

e. Distribusi dan Keagenan; dan

f. Bentuk-bentuk kemitraan lain, seperti: bagi hasil, kerja sama operasional, usaha

patungan(joint venture),dan penyebarluasan(outsourching).

Secara garis besar, perusahaan PT. Boswa Megalopolis yang akan diteliti

mempunyai tanggung jawab terhadap mitranya (masyarakat) dalam memberikan

bantuan dan pembinaan mulai dari sarana produksi, bimbingan teknis, sampai dengan

pemasaran hasil produksi. Selanjutnya perusahaan inti/ perusahaan PT. Boswa

Megalopolis mengupayakan tersedianya bibit, pupuk, yang diperlukan selama

berlangsungnya kegiatan penanaman, serta disamping itu perusahaan juga membantu

petani dalam penyediaan modal dan sumber-sumber lainnya. Sedangkan pihak

masyarakat petani (plasma) menyediakan lahan (areal) tempat menanam dan

melaksanakan pemeliharaan secara intensif pada lahan garapan yang diusahakan di

bawah pengawasan dan pembinaan teknis perusahaan inti.

Kemitraan pengelolaan perkebunan dalam prakteknya dibuat dalam perjanjian

oleh para pihak. Hal ini juga dipertegas oleh Peraturan Menteri Pertanian Nomor

940/KPTS/OT.210/10/97 tentang Pedoman Kemitraan Usaha Pertanian dan Peraturan

Menteri Pertanian Nomor 26/Permentan/OT.140/2/2007 tentang Pedoman Perizinan

Usaha Perkebunan yang mewajibkan perjanjian pola kemitraan dituangkan dalam

(32)

Pada dasarnya setiap orang bebas melakukan perjanjian. Hal ini sebagai

realisasi dari asas kebebasan berkontrak yang semestinya juga harus diimplementasi

oleh Pihak Perusahaan dalam melakukan kemitraan perkebunan dengan Masyarakat.

Sehingga diharapkan dapat membantu menganalisis masalah perjanjian Pola

kemitraan yang akan diteliti.

Kebebasan berkontrak merupakan asas penting dalam hukum perjanjian. Pada

abad sembilan belas, kebebasan berkontrak sangat diagungkan dan sangat

mendominasi teori. Keberadaan asas kebebasan berkontrak tidak dapat dilepaskan

dari aliran filsafat ekonomi liberal. Dalam bidang ekonomi berkembang aliran

Laissez Faire, yang dipelopori Adam Smith yang menekankan prinsip non intervensi

oleh Pemerintah dalam kegiatan ekonomi dan bekerjanya pasar.13 Adam Smith

menolak campur tangan Pemerintah dalam bidang pribadi terutama dalam bidang

ekonomi. Campur tangan negara tanpa alasan yang sah merupakan tindakan yang

tidak adil, karena melanggar hak individu. Ini berarti bahwa Ia menolak secara

mutlak campur tangan Pemerintah dalam kehidupan pribadi, justru pemerintah

diberikan tempat yang sentral untuk menegakkan keadilan.14 Oleh karena tidak ada

intervensi pemerintah dalam bidang ekonomi, maka ada kebebasan penuh para pihak

dalam hubungan kontraktual. Paham ini dilandasi oleh teori ekonomi kehendak, yakni

teori yang menafsirkan bahwa hukum merupakan perintah atau produk suatu

13

Ridwan Khairandy, Itikad Baik Dalam Kebebasan Berkontrak, (Jakarta: Universitas Indonesia Fakultas Hukum Pasca Sarjana, 2003), hlm. 45.

14

(33)

kehendak. Jika seseorang terikat pada kontrak, karena memang ia menghendaki

keterikatan tersebut.15

Kebebasan berkontrak pada dasarnya adalah implementasi dari alam pikiran

faham individualis. Mariam Darus Badrulzaman mensyinyalir bahwa kebebasan

berkontrak yang dituangkan dalam Buku III KUH Perdata berlatar-belakang pada

faham individualisme yang secara embrional lahir dalam zaman Yunani, diteruskan

oleh kaum Eficurisen dan berkembang pesat pada abad ke XVIII melalui pemikiran

Huge de Groot (Grotius), Thomas Hobbes, John Locke dan Rousseau. Puncak

perkembangannya dalam periode setelah revolusi Perancis. Faham individualis

mengutamakan dan menjunjung tinggi nilai-nilai dan eksistensi individu di dunia ini,

termasuk dalam memenuhi kebutuhannya.16

Penelitian ini juga membutuhkan bantuan dari teori perlindungan hukum,

sebagai pisau analisis untuk menjawab permasalahan yang akan diteliti yaitu

mengenai bentuk perlindungan hukum terhadap masyarakat dalam perjanjian pola

kemitraan perkebunan.

Penganut aliran positivisme lebih menitikberatkan kepastian sebagai bentuk

perlindungan hukum bagi subjek hukum dari kesewenang-wenangan pihak yang lebih

dominan. Subjek hukum yang kurang bahkan tidak dominan pada umumnya kurang

bahkan tidak terlindungi haknya dalam suatu perbuatan dan peristiwa hukum.

15

Ibid, hlm. 47.

16

(34)

Kesetaraan hukum adalah latar belakang yang memunculkan teori tentang kepastian

hukum. Hukum diciptakan untuk memberikan kepastian perlindungan kepada subjek

hukum yang lebih lemah kedudukan hukumnya.17

Kepastian hukum bermuara pada ketertiban secara sosial. Dalam kehidupan

sosial, kepastian adalah menyeratakan kedudukan subjek hukum dalam suatu

perbuatan dan peristiwa hukum. Dalam paham positivisme, kepastian diberikan oleh

negara sebagai pencipta hukum dalam bentuk undang-undang. Pelaksanaan kepastian

dikonkretkan dalam bentuk lembaga yudikatif yang berwenang mengadili atau

menjadi wasit yang memberikan kepastian bagi setiap subjek hukum.18

Dalam hubungan secara perdata, setiap subjek hukum dalam melakukan

hubungan hukum melalui hukum kontrak juga memerlukan kepastian hukum.

Pembentuk undang-undang memberikan kepastiannya melalui Pasal 1338 Kitab

Undang-Undang Hukum Perdata. Perjanjian yang berlaku sah adalah undang-undang

bagi para subjek hukum yang melakukannya dengan itikad baik. Subjek hukum

diberikan keleluasaan dalam memberikan kepastian bagi masing-masing subjek

hukum yang terlibat dalam suatu kontrak. Kedudukan yang sama rata dipresentasikan

dalam bentuk itikad baik. Antar subjek hukum yang saling menghargai kedudukan

masing-masing subjek hukum adalah perwujudan dari itikad baik.19

17

Mario A. Tedja, “Teori Kepastian dalam Perspektif Hukum,”

http://mariotedja.blogspot.com/2012/12/teori-kepastian-dalam-prespektif-hukum.html, diakses 3 Mei 2013 18Ibid

(35)

Kepastian dalam melakukan kontrak tidak hanya dari suatu akibat suatu

kontrak yang hendak diinginkan, akan tetapi juga pada substansi kontrak itu sendiri.

Pembentuk undang-undang juga mewajibkan kepastian dalam merumuskan suatu

kontrak. Pasal 1342 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata menyatakan bahwa

kata-kata yang digunakan juga harus jelas sehingga tidak dapat menyimpang dari

penafsiran yang sudah dijelaskan. Oleh karena kontrak merupakan undang-undang

bagi para subjek hukum maka segala sesuatu yang tertulis harus pasti diartikan oleh

para subjek hukum. Jika suatu kontrak tidak memberikan kepastian dalam hal isinya

maka kedudukan subjek hukum yang lemah akan tidak terlindungi dan menjadi tidak

pasti.20

Dalam perjanjian kemitraan antara PT. Boswa Megalopolis dengan

masyarakat, keaktifan pihak pemerintah sebagai fasilitator dipandang perlu

eksistensinya. Masyarakat sebagai petani plasma yang kurang memiliki manajemen

serta sumber daya terbatas setidaknya dapat terlindungi hak-haknya guna

memperoleh kepastian hukum. Oleh karenanya Pemerintah Kabupaten khususnya di

gampong Panggong Kecamatan Krueng Sabee diharapkan untuk benar-benar serius

menjadi mediator dalam merealisasikan dan mendukung sepenuhnya atas isi

perjanjian hal kerjasama pola kemitraan perkebunan inti-plasma antara PT. Boswa

Megalopolis dengan masyarakat dimaksud.

2. Konsepsi

Konsepsi adalah salah satu bagian terpenting dari teori. Peranan konsep dalam

penelitian adalah untuk menghubungkan dunia teori dan dunia observasi, antara

(36)

abstraksi dan realitas.21 Konsep diartikan sebagai kata yang menyatakan abstraksi

yang digeneralisasikan dari hal-hal yang khusus, yang disebut dengan definisi

operasional.22

Pentingnya definisi operasional pada penelitian ini adalah untuk

menghindarkan pengertian atau penafsiran mendua (dubius) dari suatu istilah yang

dipakai.

1. Perjanjian adalah persetujuan tertulis antara PT. Boswa Megalopolis dengan

Masyarakat mengenai pola kemitraan kebun kelapa sawit.

2. Pola Kemitraan Inti-plasma adalah hubungan kemitraan antara masyarakat

dengan Perusahaan sebagai inti membina dan mengembangkan perkebunan

masyarakat yang menjadi plasma dalam penyediaan lahan, penyediaan sarana

produksi, pemberian bimbingan teknis manajemen usaha, produksi, perolehan,

penguasaan dan peningkatan teknologi yang diperlukan bagi peningkatan

efisiensi dan produktifitas perkebunan.

3. Masyarakat (Petani) adalah Warga Negara Indonesia yang berdomisili di

Lokasi permukiman wilayah perkebunan di Kecamatan Krueng Sabee

Kabupaten Aceh Jaya yang ditetapkan dengan Keputusan Bupati Aceh Jaya.

4. Perlindungan hukum adalah suatu perlindungan yang diberikan terhadap

subjek hukum dalam bentuk perangkat hukum yang bersifat preventif maupun

represif, baik yang tertulis maupun yang tidak tertulis.

21Mariam Darus Badrulzaman,Mencari Sistem Hukum Benda Nasional,(Bandung: Alumni,

1983), hlm. 19.

(37)

G. Metode Penelitian

Dalam setiap penelitian pada hakikatnya mempunyai metode penelitian

masing-masing dan metode penelitian tersebut ditetapkan berdasarkan tujuan

penelitian.23Kata metode berasal dari bahasa Yunani“Metods”yang berarti cara atau

jalan sehubungan dengan upaya ilmiah, maka metode menyangkut masalah cara kerja

untuk dapat memahami objek yang menjadi sasaran ilmu yang bersangkutan.24

Adapun dalam penulisan ini, digunakan metode penelitian sebagai berikut:

1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian yuridis

normatif yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka (data

sekunder) atau penelitian hukum perpustakaan. Penelitian ini didukung oleh data

empiris bersifat deskriptif analisis yaitu menggambarkan, menelaah, menjelaskan dan

menganalisis peraturan yang berlaku berkaitan dengan Tinjauan Yuridis Perjanjian

Pola Kemitraan Perkebunan Kelapa Sawit Inti-Plasma antara PT. Boswa Megalopolis

dengan Masyarakat (Suatu Penelitian di Kabupaten Aceh Jaya).

2. Lokasi Penelitian

Daerah penelitian yang menjadi target penulis untuk dijadikan sebuah

penelitian adalah pada PT. Boswa Megalopolis di Kecamatan Krueng Sabee

Kabupaten Aceh Jaya Provinsi Aceh.

23 Jujun Suria Sumantri, Filsafat Hukum Suatu Pengantar Populer, (Jakarta: Pustaka Sinar

Harapan, 1995), hlm. 328.

24Koentjaningrat,Metode-metode Penelitian Masyarakat,(Jakarta: Gramedia Pustaka Utama,

(38)

3. Jenis Data

Dalam penelitian ini, jenis data yang dipergunakan adalah data sekunder yang

dihasilkan dari penelitian kepustakaan yang terdiri dari :

a. Bahan Hukum Primer

Bahan hukum yang berkaitan dengan masalah yang akan diteliti seperti

Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil dan

Menengah, Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2004 tentang Perkebunan,

Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 1997 tentang Kemitraan, Peraturan

Menteri Pertanian Nomor 940/KPTS/OT.210/10/97 tentang Pedoman

Kemitraan Usaha Pertanian, Peraturan Menteri Pertanian Nomor

26/Permentan/OT.210/2007 tentang Pedoman Perizinan Usaha Perkebunan

dan Perjanjian Kerjasama Kemitraan Usaha Pembangunan Kebun Kelapa

Sawit antara Petani Gampong Panggong Kecamatan Krueng Sabee Kabupaten

Aceh Jaya dengan PT. Boswa Megalopolis.

b. Bahan Hukum Sekunder

Bahan hukum yang memberikan penjelasan dan petunjuk mhengenai bahan

hukum primer seperti buku-buku referensi, jurnal hukum, hasil-hasil

penelitian karya ilmiah yang relevan dengan penelitian ini.

c. Bahan Hukum Tertier

Disebut juga bahan hukum penunjang yang mencakup bahan yang memberi

(39)

sekunder, yaitu berupa kamus, majalah, surat kabar, dan media informasi

lainya.

Disamping data sekunder, penelitian ini juga menggunakan data primer

sebagai data penunjang. Data primer diperoleh dari hasil wawancara dengan

narasumber.

4. Teknik Pengumpulan Data

Teknik yang dipergunakan dalam pengumpulan data dilakukan melalui 2

(dua) cara, data diperoleh dengan melakukan penelitian kepustakaan (library

research) dan penelitian lapangan (field research). Penelitian kepustakaan untuk

memperoleh data sekunder yang dilakukan dengan mempelajari peraturan

perundang-undangan, buku-buku teks, artikel-artikel, dan tulisan-tulisan ilmiah yang ada

hubungannya dengan masalah yang akan diteliti.

Penelitian lapangan dilakukan untuk memperoleh data primer. Hal ini akan

diusahakan untuk memperoleh data dengan mewawancarai informan secara lisan dan

terstruktur dengan menggunakan alat pedoman wawancara.

5. Alat Pengumpulan Data

Alat yang dipakai dalam pengumpulan data dalam penelitian ini adalah:

a. Studi Kepustakaan

Studi kepustakaan ini untuk mencari konsep-konsep, teori-teori,

pendapat-pendapat atau penemuan-penemuan yang berhubungan erat dengan pokok

permasalahan. Kepustakaan tersebut dapat berupa peraturan

(40)

b. Pedoman Wawancara

Metode wawancara digunakan untuk memperoleh informasi tentang hal-hal

yang tidak dapat diperoleh lewat pengamatan dan dilakukan secara langsung

dengan menggunakan pedoman wawancara, berupa wawancara terarah dan

tersistematis yang ditujukan kepada informan.

Informan dalam penelitian ini adalah :

1. Kepala Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Aceh Jaya.

2. Kepala Humas PT. Boswa Megalopolis.

3. Ketua Kelompok Tani di Kecamatan Krueng Sabee Kabupaten Aceh

Jaya.

6. Analisis Data

Analisis data adalah sebagai tindak lanjut proses pengolahan data merupakan

kerja seorang peneliti yang memerlukan penelitian, dan pencurahan daya pikir secara

optimal.25 Analisis data adalah merupakan sebuah proses mengorganisasikan dan

mengurutkan data kedalam pola kategori, dan satuan uraian dasar sehingga dapat

ditemukan tema dan dapat dirumuskan hipotesis kerja seperti yang disarankan.26

Data dikumpulkan melalui kegiatan inventarisasi peraturan

perundang-undangan yang relevan dan wawancara terhadap informan. Data yang telah

dikumpulkan tersebut, kemudian dilakukan pemeriksaan data, baik data tertulis dan

25 Bambang Waluyo, Penelitian Hukum Dalam Praktek, (Jakarta: Sinar Grafika, 1996),

hlm. 77.

26 Lexy Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung, Remaja Rosdakarya, 2004),

(41)

wawancara. Kemudian data diolah dan disusun secara sistematis. Terhadap data

tersebut dilakukan analisis secara kualitatif, melalui kerangka berpikir

induktif-deduktif sebagai jawaban atas permasalahan hukum yang ada dalam penelitian ini.

Dengan demikian kegiatan analisis ini diharapkan akan dapat menjawab

rumusan permasalahan dan menghasilkan kesimpulan permasalahan serta tujuan

(42)

BAB II

PENGATURAN POLA KEMITRAAN USAHA PERKEBUNAN ANTARA PERUSAHAAN PERKEBUNAN DENGAN MASYARAKAT

A. Tinjauan Umum Pola Kemitraan Perkebunan

1. Pengertian dan Bentuk-Bentuk Pola Kemitraan

Kemitraan usaha merupakan salah satu upaya pemerintah untuk tercapainya

pembangunan pertanian modern yang berorientasi agribisnis dalam bidang

perkebunan khususnya. Untuk mewujudkan tujuan tersebut, salah satunya dengan

melakukan upaya kemitraan usaha antara usaha besar dengan usaha kecil dalam

berbagai pola hubungan. Pola hubungan kemitraan ini ditujukan agar pengusaha kecil

dapat lebih aktif berperan bersama-sama dengan pengusaha besar, hal ini juga

difaktori bahwa usaha kecil merupakan bagian yang integral dari dunia usaha

nasional dan mempunyai eksistensi, potensi, peranan yang sangat penting dan

strategis dalam mewujudkan pembangunan ekonomi khususnya.

Menurut Pasal 1 angka 13 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang

Usaha Mikro, Kecil dan Menengah, Kemitraan adalah kerja sama dalam keterkaitan

usaha, baik langsung maupun tidak langsung, atas dasar prinsip saling memerlukan,

mempercayai, memperkuat, dan menguntungkan yang melibatkan pelaku Usaha

Mikro, Kecil, dan Menengah dengan Usaha Besar.

Selanjutnya menurut Pasal 1 angka 1 Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun

1997 tentang Kemitraan, mendefinisikan kemitraan adalah kerjasama usaha antara

(43)

pembinaan dan pengembangan oleh Usaha Menengah dan atau Usaha Besar dengan

memperhatikan prinsip saling memerlukan, saling memperkuat dan saling

menguntungkan.

Sebelum lahirnya Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 peran pemerintah

dalam mengatur pola kemitraan pengusaha besar, menengah dan kecil tertuang dalam

ketentuan umum Pasal 1 ayat (8) Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1995 yang

menyebutkan tentang:27

“Kerjasama usaha antara usaha kecil dengan usaha menengah atau dengan

usaha besar disertai pembinaan dan pengembangan yang berkelanjutan oleh

usaha menengah atau usaha besar dengan memperhatikan prinsip saling

memerlukan, saling memperkuat dan saling menguntungkan”.

Dari definisi kemitraan sebagaimana tersebut di atas, mengandung makna

bahwa tanggung jawab moral pengusaha menengah/besar untuk membimbing dan

membina pengusaha kecil mitranya agar mampu mengembangkan usahanya sehingga

mampu menjadi mitra yang handal untuk menarik keuntungan dan kesejahteraan

bersama. Selanjutnya dari definisi tersebut dapat diketahui unsur-unsur penting dari

kemitraan, yaitu:28

1. Kerjasama usaha, yang didasari oleh kesejajaran kedudukan atau mempunyai

derajat yang sama bagi kedua pihak yang bermitra, tidak ada pihak yang

dirugikan dalam kemitraan dengan tujuan bersama untuk meningkatkan

27Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1995 tentang Usaha Kecil, Pasal 1

Ayat 8.

(44)

keuntungan atau pendapatan melalui pengembangan usaha tanpa saling

mengeksploitasi satu sama lain serta saling berkembangnya rasa saling

percaya diantara mereka.

2. Antara pengusaha besar atau menengah dengan pengusaha kecil, diharapkan

usaha besar atau menengah dapat bekerjasama saling menguntungkan dengan

pelaku ekonomi lain (usaha kecil) untuk mencapai kesejahteraan bersama.

3. Pembinaan dan pengembangan, yang dilakukan oleh usaha besar atau usaha

menengah terhadap usaha kecil, yang dapat berupa pembinaan mutu produksi,

peningkatan kemampuan SDM, pembinaan manajemen produksi, dan

lain-lain.

4. Prinsip saling memerlukan, saling memperkuat dan saling menguntungkan,

yang akan terjalin karena para mitra akan dan saling mengenal posisi

keunggulan dan kelemahan masing-masing yang akan berdampak pada

efisiensi dan turunya biaya produksi. Karena kemitraan didasarkan pada

prinsipwin-win solution partnership, maka para mitra akan mempunyai posisi

tawar yang akan setara berdasarkan peran masing-masing. Ciri dari kemitraan

adalah kesejajaran kedudukan, tidak ada pihak yang dirugikan dan bertujuan

untuk meningkatkan keuntungan bersama melalui kerjasama tanpa saling

mengeksploitasi satu dan yang lain dan tumbuhnya rasa saling percaya

diantara mereka.

Selanjutnya Ian Linton mengartikan kemitraan sebagai sebuah cara melakukan

(45)

bisnis bersama.29 Berdasarkan motivasi ekonomi tersebut maka prinsip kemitraan

dapat didasarkan atas saling memperkuat.

Mengenai pengertian kemitraan secara umum kemitraan secara umum

perkebunan diartikan sebagai segala kegiatan yang mengusahakan tanaman tertentu

pada tanah atau media lainnya dalam ekosistem yang sesuai, mengelola dan

memasarkan barang dan jasa hasil tanaman tersebut, dengan bantuan ilmu

pengetahuan dan teknologi, permodalan serta manajemen untuk mewujudkan

kesejahteraan bagi pelaku usaha perkebunan dan masyarakat.30

Dalam pedoman pola hubungan kemitraan, mitra dapat bertindak sebagai

perusahaan inti atau perusahaan pembina atau perusahaan pengelola atau perusahaan

penghela, sedangkan plasma disini adalah masyarakat sebagai petani.

Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1995 tentang Usaha Kecil memuat

pengertian tentang kemitraan yaitu:

“Kemitraan adalah kerjasama antara usaha kecil dengan usaha menengah atau

dengan usaha besar disertai pembinaan dan pengembangan oleh usaha

menengah atau usaha besar dengan memperhatikan prinsip saling

memerlukan, saling memperkuat dan saling menguntungkan”.

Pengertian tentang kemitraan ini juga dituangkan dalam Peraturan Pemerintah

Nomor 44 Tahun 1997 tentang Kemitraan. Dari pengertian tentang kemitraan ini ada

beberapa unsur yang terkandung di dalamnya, yaitu:

29Ibid

30Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2004 tentang Perkebunan, Pasal 1

(46)

1) Kemitraan merupakan kerjasama usaha.

2) Pihak-pihak adalah usaha skala kecil dengan usaha skala menengah dan usaha

skala besar.

3) Kemitraan tersebut harus disertai dengan pembinaan dan pengembangan oleh

usaha yang lebih besar.

4) Prinsip-prinsip yang digunakan dalam kemitraan adalah saling

menguntungkan, saling memperkuat dan saling menguntungkan.

Konsep kemitraan tersebut secara lebih rinci diuraikan dalam Pasal 27

Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1995, disebutkan bahwa kemitraan dapat

dilaksanakan dengan beberapa bentuk antara lain:31

1. Inti-plasma adalah hubungan kemitraan antara usaha kecil dengan usaha

menengah atau usaha besar sebagai inti membina dan mengembangkan usaha

kecil yang menjadi plasma dalam penyediaan lahan, penyediaan sarana

produksi, pemberian bimbingan teknis manajemen usaha, produksi,

perolehan, penguasaan, dan peningkatan teknologi yang diperlukan bagi

peningkatan efisiensi dan produktifitas usaha. Program inti-plasma ini,

diperlukan keseriusan dan kesiapan, baik pihak usaha kecil sebagai pihak

yang mendapat bantuan untuk dapat mengembangkan usahanya, maupun

pihak usaha besar yang mempunyai tanggung jawab sosial untuk

mengembangkan usaha kecil sebagai mitra usaha dalam jangka panjang.

31

(47)

2. Sub kontraktor adalah suatu sistem yang menggambarkan hubungan antara

usaha besar dengan usaha kecil/menengah, di mana usaha besar sebagai

perusahaan induk (parent firm) meminta kepada usaha kecil/menengah

(selaku subkontraktor) untuk mengerjakan seluruh atau sebagian pekerjaan

(komponen) dengan tanggung jawab penuh pada perusahaan induk.

3. Dagang umum adalah hubungan kemitraan antara usaha kecil dengan usaha

menengah atau usaha besar yang berlangsung dalam bentuk kerjasama

pemasaran, penyediaan lokasi usaha, atau penerimaan pasokan dari usaha

kecil mitra usahanya untuk memenuhi kebutuhan yang diperlukan oleh usaha

besar dan atau usaha menengah yang bersangkutan.

4. Waralaba (franchise) adalah suatu sistem yang menggambarkan hubungan

antara usaha besar (franchisor) dengan usaha kecil (franchises), di mana

franchisee diberikan hak atas kekayaan intelektual atau penemuan ciri khas

usaha, dengan suatu imbalan berdasarkan persyaratan yang ditetapkan pihak

franchisor dalam rangka penyediaan atau penjualan barang dan atau jasa.

5. Keagenan merupakan hubungan kemitraan, dimana pihak principal

memproduksi/memiliki sesuatu, sedangkan pihak lain (agen) bertindak

sebagai pihak yang menjalankan bisnis tersebut dan menghubungkan produk

yang bersangkutan langsung dengan pihak ketiga.

6. Bentuk-bentuk lain diluar pola sebagaimana yang tertulis di atas, yang saat ini

sudah berkembang tetapi belum dibakukan atau pola-pola baru yang timbul

Referensi

Dokumen terkait

Untuk menuju ke pulau ini, dapat menempuh perjalanan dengan menggunakan kapal boat atau perahu motor sekitar 30 menit perjalanan dari Labuan Lalang (Sunarminto,

(hasil wawancara yang dilakukan peneliti pada 16 April 2015.. Menurut Paskalis Ferdinan Bereket Ketto Desideria Cempaka Wijaya Murti, S.Sos, M.A. Program Studi Ilmu

Damai sejahtera sebagai tujuan hukum tidak akan tercapai apabila hukum itu sendiri ditaati berdasarkan semata-mata paksaan dari luar, akan tetapi untuk mencapai damai

kelayakan operasi dari setiap komponen, sistem dan struktur reaktor riset tersebut atau jenis tindakan yang dibutuhkan agar komponen, sistem dan struktur reaktor riset

Dalam pembuatan beton selalu harus ada perencanaan terlebih dahulu baik itu menentukan kekuatan yang ingin dicapai dan kriteria bahan yang akan digunakan, dan pada pencampuran

Lampiran C halaman 2 dari 2 halaman Alat ukur suhu, kelembaban, dan intensitas cahaya

FBS UNIVERSITAS NEGEKI PADANG DALALM PEMBELAJARAN' DI KELAS.. PERSEPSI MAHASISWA TERHADAP KINERJA DOSEN JURUSAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA DAN DAERAH FBS UNIVERSITAS NEGERI

Metode Reliability Centered Maintenance II ini digunakan untuk menentukan kegiatan dan interval perawatan berdasarkan pada RCM II Decision Worksheet sesuai dengan fungsi