• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II PENGATURAN POLA KEMITRAAN USAHA

A. Tinjauan Umum Pola Kemitraan Perkebunan

Kemitraan usaha merupakan salah satu upaya pemerintah untuk tercapainya pembangunan pertanian modern yang berorientasi agribisnis dalam bidang perkebunan khususnya. Untuk mewujudkan tujuan tersebut, salah satunya dengan melakukan upaya kemitraan usaha antara usaha besar dengan usaha kecil dalam berbagai pola hubungan. Pola hubungan kemitraan ini ditujukan agar pengusaha kecil dapat lebih aktif berperan bersama-sama dengan pengusaha besar, hal ini juga difaktori bahwa usaha kecil merupakan bagian yang integral dari dunia usaha nasional dan mempunyai eksistensi, potensi, peranan yang sangat penting dan strategis dalam mewujudkan pembangunan ekonomi khususnya.

Menurut Pasal 1 angka 13 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah, Kemitraan adalah kerja sama dalam keterkaitan usaha, baik langsung maupun tidak langsung, atas dasar prinsip saling memerlukan, mempercayai, memperkuat, dan menguntungkan yang melibatkan pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah dengan Usaha Besar.

Selanjutnya menurut Pasal 1 angka 1 Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 1997 tentang Kemitraan, mendefinisikan kemitraan adalah kerjasama usaha antara Usaha Kecil dengan Usaha Menengah dan atau dengan Usaha Besar disertai

pembinaan dan pengembangan oleh Usaha Menengah dan atau Usaha Besar dengan memperhatikan prinsip saling memerlukan, saling memperkuat dan saling menguntungkan.

Sebelum lahirnya Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 peran pemerintah dalam mengatur pola kemitraan pengusaha besar, menengah dan kecil tertuang dalam ketentuan umum Pasal 1 ayat (8) Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1995 yang menyebutkan tentang:27

“Kerjasama usaha antara usaha kecil dengan usaha menengah atau dengan usaha besar disertai pembinaan dan pengembangan yang berkelanjutan oleh usaha menengah atau usaha besar dengan memperhatikan prinsip saling memerlukan, saling memperkuat dan saling menguntungkan”.

Dari definisi kemitraan sebagaimana tersebut di atas, mengandung makna bahwa tanggung jawab moral pengusaha menengah/besar untuk membimbing dan membina pengusaha kecil mitranya agar mampu mengembangkan usahanya sehingga mampu menjadi mitra yang handal untuk menarik keuntungan dan kesejahteraan bersama. Selanjutnya dari definisi tersebut dapat diketahui unsur-unsur penting dari kemitraan, yaitu:28

1. Kerjasama usaha, yang didasari oleh kesejajaran kedudukan atau mempunyai derajat yang sama bagi kedua pihak yang bermitra, tidak ada pihak yang dirugikan dalam kemitraan dengan tujuan bersama untuk meningkatkan 27Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1995 tentang Usaha Kecil, Pasal 1

Ayat 8.

keuntungan atau pendapatan melalui pengembangan usaha tanpa saling mengeksploitasi satu sama lain serta saling berkembangnya rasa saling percaya diantara mereka.

2. Antara pengusaha besar atau menengah dengan pengusaha kecil, diharapkan usaha besar atau menengah dapat bekerjasama saling menguntungkan dengan pelaku ekonomi lain (usaha kecil) untuk mencapai kesejahteraan bersama. 3. Pembinaan dan pengembangan, yang dilakukan oleh usaha besar atau usaha

menengah terhadap usaha kecil, yang dapat berupa pembinaan mutu produksi, peningkatan kemampuan SDM, pembinaan manajemen produksi, dan lain- lain.

4. Prinsip saling memerlukan, saling memperkuat dan saling menguntungkan, yang akan terjalin karena para mitra akan dan saling mengenal posisi keunggulan dan kelemahan masing-masing yang akan berdampak pada efisiensi dan turunya biaya produksi. Karena kemitraan didasarkan pada prinsipwin-win solution partnership, maka para mitra akan mempunyai posisi tawar yang akan setara berdasarkan peran masing-masing. Ciri dari kemitraan adalah kesejajaran kedudukan, tidak ada pihak yang dirugikan dan bertujuan untuk meningkatkan keuntungan bersama melalui kerjasama tanpa saling mengeksploitasi satu dan yang lain dan tumbuhnya rasa saling percaya diantara mereka.

Selanjutnya Ian Linton mengartikan kemitraan sebagai sebuah cara melakukan bisnis dimana pemasok dan pelanggan berniaga satu sama lain untuk mencapai tujuan

bisnis bersama.29 Berdasarkan motivasi ekonomi tersebut maka prinsip kemitraan dapat didasarkan atas saling memperkuat.

Mengenai pengertian kemitraan secara umum kemitraan secara umum perkebunan diartikan sebagai segala kegiatan yang mengusahakan tanaman tertentu pada tanah atau media lainnya dalam ekosistem yang sesuai, mengelola dan memasarkan barang dan jasa hasil tanaman tersebut, dengan bantuan ilmu pengetahuan dan teknologi, permodalan serta manajemen untuk mewujudkan kesejahteraan bagi pelaku usaha perkebunan dan masyarakat.30

Dalam pedoman pola hubungan kemitraan, mitra dapat bertindak sebagai perusahaan inti atau perusahaan pembina atau perusahaan pengelola atau perusahaan penghela, sedangkan plasma disini adalah masyarakat sebagai petani.

Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1995 tentang Usaha Kecil memuat pengertian tentang kemitraan yaitu:

“Kemitraan adalah kerjasama antara usaha kecil dengan usaha menengah atau dengan usaha besar disertai pembinaan dan pengembangan oleh usaha menengah atau usaha besar dengan memperhatikan prinsip saling memerlukan, saling memperkuat dan saling menguntungkan”.

Pengertian tentang kemitraan ini juga dituangkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 1997 tentang Kemitraan. Dari pengertian tentang kemitraan ini ada beberapa unsur yang terkandung di dalamnya, yaitu:

29Ibid

30Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2004 tentang Perkebunan, Pasal 1

1) Kemitraan merupakan kerjasama usaha.

2) Pihak-pihak adalah usaha skala kecil dengan usaha skala menengah dan usaha skala besar.

3) Kemitraan tersebut harus disertai dengan pembinaan dan pengembangan oleh usaha yang lebih besar.

4) Prinsip-prinsip yang digunakan dalam kemitraan adalah saling menguntungkan, saling memperkuat dan saling menguntungkan.

Konsep kemitraan tersebut secara lebih rinci diuraikan dalam Pasal 27 Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1995, disebutkan bahwa kemitraan dapat dilaksanakan dengan beberapa bentuk antara lain:31

1. Inti-plasma adalah hubungan kemitraan antara usaha kecil dengan usaha menengah atau usaha besar sebagai inti membina dan mengembangkan usaha kecil yang menjadi plasma dalam penyediaan lahan, penyediaan sarana produksi, pemberian bimbingan teknis manajemen usaha, produksi, perolehan, penguasaan, dan peningkatan teknologi yang diperlukan bagi peningkatan efisiensi dan produktifitas usaha. Program inti-plasma ini, diperlukan keseriusan dan kesiapan, baik pihak usaha kecil sebagai pihak yang mendapat bantuan untuk dapat mengembangkan usahanya, maupun pihak usaha besar yang mempunyai tanggung jawab sosial untuk mengembangkan usaha kecil sebagai mitra usaha dalam jangka panjang.

31

2. Sub kontraktor adalah suatu sistem yang menggambarkan hubungan antara usaha besar dengan usaha kecil/menengah, di mana usaha besar sebagai perusahaan induk (parent firm) meminta kepada usaha kecil/menengah (selaku subkontraktor) untuk mengerjakan seluruh atau sebagian pekerjaan (komponen) dengan tanggung jawab penuh pada perusahaan induk.

3. Dagang umum adalah hubungan kemitraan antara usaha kecil dengan usaha menengah atau usaha besar yang berlangsung dalam bentuk kerjasama pemasaran, penyediaan lokasi usaha, atau penerimaan pasokan dari usaha kecil mitra usahanya untuk memenuhi kebutuhan yang diperlukan oleh usaha besar dan atau usaha menengah yang bersangkutan.

4. Waralaba (franchise) adalah suatu sistem yang menggambarkan hubungan antara usaha besar (franchisor) dengan usaha kecil (franchises), di mana franchisee diberikan hak atas kekayaan intelektual atau penemuan ciri khas usaha, dengan suatu imbalan berdasarkan persyaratan yang ditetapkan pihak franchisor dalam rangka penyediaan atau penjualan barang dan atau jasa. 5. Keagenan merupakan hubungan kemitraan, dimana pihak principal

memproduksi/memiliki sesuatu, sedangkan pihak lain (agen) bertindak sebagai pihak yang menjalankan bisnis tersebut dan menghubungkan produk yang bersangkutan langsung dengan pihak ketiga.

6. Bentuk-bentuk lain diluar pola sebagaimana yang tertulis di atas, yang saat ini sudah berkembang tetapi belum dibakukan atau pola-pola baru yang timbul dimasa yang akan datang.

Kemitraan sebagaimana tersebut di atas juga telah dimuat kembali dalam Pasal 26 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah yang menyebutkan:32

Kemitraan dilaksanakan dengan pola: a. Inti-plasma;

b. Subkontrak; c. Waralaba;

d. Perdagangan umum;

e. Distribusi dan keagenan; dan

f. Bentuk-bentuk kemitraan lain, seperti: bagi hasil, kerjasama operasional, usaha patungan(joint venture),dan peyumberluaran(outsourching).

Dalam Pasal 22 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2004 tentang Perkebunan juga menerangkan mengenai kemitraan usaha perkebunan dengan polanya dapat berupa kerja sama penyediaan sarana produksi, kerja sama produksi, pengeolaan dan pemasaran, transportasi, kerja sama operasional, kepemilikan saham, dan jasa pendukung lainnya.

Bentuk perjanjian kemitraan inti plasma ini adalah tertulis. Sesuai dengan Peraturan Menteri Pertanian Nomor 26/Permentan/OT.140/2/2007 tentang Pedoman Perizinan Usaha Perkebunan Pasal 23 Ayat (2) sebagai syarat formal yang

32Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil,

mengesampingkan prinsip konsensualitas yang dianut dalam Pasal 1338 Buku ke III KUH Perdata.

Pada dasarnya, kemitraan merupakan suatu bentuk kerjasama yang dilakukan antara satu pihak/ lebih, dengan satu pihak/lebih lainnya dalam memenuhi kebutuhan ataupu keperluan masing-masing pihak. Suatu pekerjaan yang dilakukan sendiri- sendiri oleh masing-masing pihak akan sangat sulit diselesaikan jika ada beberapa hambatan yang dihadapi. Kebutuhan saling berkerjasama dan saling melengkapi sebagai makhluk sosial (zoon politikon)apabila dilakukan secara bersama-sama tentu akan menghasilkan nilai maksimal. Begitu pula dalam kemitraan usaha perkebunan antara perusahaan mitra dengan masyarakat sebagai kelompok mitra akan mempunyai keuntungan tersendiri pada masing-masing pihak yang tentunya akan memperkuat bidang usaha perkebunan dengan meingkatkan profit bagi perusahaan, serta akan membentuk pondasi dasar ekonomi yang kuat bagi masyarakat dilain pihak.

2. Dasar Hukum Pola Kemitraan di bidang Perkebunan

Pemerintah Republik Indonesia berdasarkan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 melaksanakan pembangunan nasional yang bertujuan mewujudkan masyarakat adil dan makmur yang merata. Dalam upaya mewujudkan hal tersebut perlu menyusun langkah-langkah strategis baik dalam bentuk mekanisme pembentukan program yang akuntabel serta penyusunan perangkat regulasi yang dapat menampung kebutuhan semuastakeholders.

Perangkat regulasi merupakan aspek terpenting sebagai dasar pelaksanaan suatu tindakan pemerintah dalam menyusun program-program yang efektif dan

efisien. Pembentukan regulasi di bidang perkebunan dalam hal kemitraan usaha adalah salah satu upaya Pemerintah dalam menyusun langkah strategis guna memberikan pedoman dalam pelaksanaan kemitraan dapat berjalan sesuai harapan. Selain itu, juga sebagai perlindungan hukum secara preventif bagi para pihak yang akan mengadakan kerja sama kemitraan.

Terbitnya Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1995 tentang Usaha Kecil merupakan awal mula munculnya program pemerintah terhadap kemitraan yang bertujuan untuk membangkitkan usaha-usaha kecil yang dimiliki masyarakat. Pada Tahun 2004, Pemerintah menerbitkan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2004 tentang Perkebunan yang juga memberikan pengaturan terhadap kemitraan usaha perkebunan. Selanjutnya sebagai aturan pelaksananya diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun1997 tentang Kemitraan, yang kemudian secara lebih rinci diatur dengan Keputusan Menteri Pertanian Nomor 940/kpts/OT.210/10/97 tentang Pedoman Kemitraan Usaha Pertanian dan Peraturan Menteri Pertanian Nomor 26/Permentan/OT.210/2007 tentang Pedoman Perizinan Usaha Perkebunan.

Selanjutnya sehubungan dengan perkembangan lingkungan perekonomian yang semakin dinasmis dan global dibentuk Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah sebagai pengganti Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1995 tentang Usaha Kecil.

3. Tujuan dan Manfaat Pola Kemitraan

Dalam landasan filosofis, kebijakan pemerintah di bidang kemitraan yang terdapat dalam Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 1997 tentang Kemitraan

adalah untuk lebih mempercepat perwujudan perekonomian nasional yang mandiri dan andal sebagai usaha bersama sebagai asas kekeluargaan.

Pada tahun 1970-an peran pemerintah terhadap pengembangan perkebunan rakyat semakin meningkat. Dalam kurun waktu tersebut program pemerintah diarahkan pada usaha itensifikasi, ekstensifikasi dan diversifikasi pertanian. Pelaksanaan program pemerintah tersebut dilaksanakan dengan dua pendekatan yaitu pendekatan partial dan integreted. Pendekatanpartial adalah bantuan yang diberikan pada perkebunan dalam bentuk penyediaan sebagian dari faktor produksi yang umumnya bahan tanaman dan pembinaan. Sedangkan pendekatan integreted adalah pemberian seluruh faktor produksi sampai tahap pemasarannya. Pelaksana dengan pendekatan integreted adalah dalam bentuk pola UPP (Unit Pelaksana Proyek) dan pola PIR (Perusahaan Inti Rakyat).33

Menurut Hafsah dalam Junaidi, pada dasarnya maksud dan tujuan kemitraan adalah“win-win solution parnership”.Kesadaran saling menguntungkan tidak berarti harus saling memiliki kemampuan dan kekuatan yang sama, tetapi yang dipentingkan adalah posisi tawar menawar yang setara berdasarkan ketentuan masing-masing. Adapun tujuan yang ingin dicapai melalui kemitraan adalah:34

1. Meningkatkan pendapatan usaha kecil dan menengah

Untuk menunjang meningkatnya pendapatan masyarakat khusus bagi usaha kecil dan menengah diperlukan upaya yang secara menyeluruh, optimal, dan

33Mubyarto,Pengantar Ekonomi Pertanian,Edisi III(Jakarta: LP3ES, 1989), hlm.243. 34 Junaidi, “Kajian Pelaksanaan Kemitraan antara Petani Paprika HIdroponik dengan PT

berkesinambungan melalui pengembangan iklim yang kondusif, pemberian kesempatan berusaha, dukungan, perlindungan, dan pengembangan usaha seluas- luasnya melalui kemitraan usaha, sehingga mampu meningkatkan kedudukan, peran, dan potensi usaha kecil dan menengah dalam mewujudkan pertumbuhan ekonomi, pemerataan dan peningkatan pendapatan rakyat, penciptaan, lapangan kerja, dan pengentasan kemiskinan.

2. Meningkatkan perolehan nilai tambah bagi pelaku kemitraan

Dalam pra pelaksanaan kemitraan, pasti ada sesuatu nilai tambah yang ingin diraih oleh masing-masing pihak yang bermitra. Harapan adanya peningkatan nilai tambah ini selain diwujudkan dalam bentuk nilai ekonomi seperti peningkatan modal dan keuntungan, perluasan pangsa pasar, tetapi juga ada nilai tambah yang non ekonomi seperti peningkatan kemapuan manajemen, penguasaan teknologi dan kepuasan tertentu. Hal ini merupakan konsekuensi logis dan alamiah dari adanya kemitraan. Hal tersebut pula harus didasari sampai sejauh mana kemampuan untuk memanfaatkan keinginan tersebut dan untuk memperkuat keunggulan-keunggulan yang dimilikinya, sehingga dengan bermitra terjadi suatu sinergi antara para pelaku yang bermitra sehingga nilai tambah yang diterima akan lebih besar.

3. Meningkatkan pemerataan dan pemberdayaan masyarakat dan usaha kecil

Tujuan pokok setiap tahap pembangunan adalah untuk meningkatkan taraf hidup, mencerdaskan, mensejahterakan seluruh rakyat secara adil dan merata serta meletakkan landasan yang kuat bagii pembangunan tahap berikutnya. Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses yang menyebabkan pendapatan perkapita penduduk

meningkat dalam jangka panjang. Pembangunan pedesaan merupakan bagian dari pembangunan nasional guna mewujudkan suatu masyarakat adil dan makmur, dengan salah satu caranya adalah mengadakan kemitraan usaha yang dapat dilakukan oleh masyarakat dengan pengusaha besar. Disamping itu strategi pembangunan selain untuk meningkatkan pertumbuhan juga harus memperhatikan pemerataan hasil-hasil pembangunan, yang didalamnya termasuk pembangunan dibidang pertanian dengan sub sektor perkebunan yang memegang peranan penting dalam pemberdayaan ekonomi rakyat untuk meningkatkan kesejahteraan dan mengurangi angka kemiskinan.

4. Meningkatkan pertumbuhan ekonomi pedesaan

Untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dari tingkat pedesaan, salah satunya dengan cara melakukan upaya kemitraan usaha antara usaha besar dengan usaha kecil dalam berbagai pola hubungan. Pola hubungan kemitraan ini ditujukan agar pengusaha kecil dapat lebih aktif berperan bersama-sama dengan pengusaha besar, oleh karenanya bagaimanapun juga usaha kecil merupakan bagian yang integral dari dunia usaha nasional dan mempunyai eksistensi, potensi, peranan yang sangat penting dan strategis dalam mewujudkan pembangunan ekonomi pada khususnya.

5. Memperluas kesempatan kerja

Dalam rangka mengurangi jumlah pengangguran di Indonesia, pemerintah terus berusaha untuk membuka sebesar-besarnya lapangan kerja baru. Salah satu usaha yang ditempuh untuk memperluas lapangan kerja adalah dengan memberikan peluang bagi pengusaha besar dan pengusaha kecil untuk melakukan kerja sama

dengan bentuk kemitraan dengan prinsip saling memerlukan. Pengusaha besar yang cenderung mempunyai permodalan dan ketersediaan sarana dan prasarana usaha yang memadai membutuhkan tenaga sumber daya manusia untuk memproduksi usahanya. Dengan adanya kerjasama yang demikian masyarakat yang pada dasarnya hanya memiliki kemampuan dalam hal jasa tenaga kerja, setidaknya mampu ditampung oleh pengusaha besar dimaksud.

Berdasarkan Pasal 2 Ayat (1) Keputusan Menteri Pertanian Nomor 940/kpts/OT.210/10/97 tentang Pedoman Kemitraan Usaha Pertanian dijelaskan bahwa kemitraan usaha pertanian bertujuan untuk meningkatkan pendapatan, kesinambungan usaha, meningkatkan kualitas sumber daya kelompok mitra, peningkatan skala usaha dalam rangka menumbuhkan dan meingkatkan kemampuan usaha kelompok mitra yang mandiri.

Menurut Mubyarto kebijaksanaan pertanian adalah “serangkaian kegiatan yang terus, sedang dan akan dilaksanakan oleh pemerintah untuk mencapai tujuan tertentu”. Adapun kebijaksanaan di Indonesia adalah untuk memajukan pertanian, mengusahakan agar pertanian lebih produktif sehingga produksi dan efisiensi produksi naik.35

Menurut Supeno, tujuan kemitraan dibedakan menurut pendekatan kultural dan struktural. Berdasarkan pendekatan kultural, tujuan kemitraan adalah agar mitra usaha dapat menerima dan mengadaptasi nilai-nilai baru dalam berusaha, seperti perluasan wawasan, prakarsa dan kreatifitas berani mengambil resiko, etos kerja,

kemampuan aspek-aspek manajerial, berkerja atas dasar perencanaan, dan berwawasan ke depan. Adapun tujuan kemitraan berdasarkan pendekatan struktural adalah:36

1. Saling mendukung, saling membutuhkan, saling memperkuat dan saling menguntungkan antara usaha kecil dan usaha besar melalui ikatan kerjasama kedepan dan kebelakang.

2. Menciptakan nilai tambah efisiensi dan produktifitas usaha bagi kedua belah pihak yang akan memperkuat ekonomi dan industri nasional sehingga menjadi tulang punggung pembangunan dan tatanan dunia usaha.

3. Menciptakan dan meningkatkan alih pengetahuan, keterampilan, manajemen, dan teknologi sehingga menjadi bekal masyarakat untuk bisa turut berperan sebagai pemain yang dominan di pasar global.

4. Mengatasi kesenjangan sosial yang selama ini merupakan masalah yang sulit.

B. Perjanjian Pola Kemitraan Usaha berdasarkan Keputusan Menteri