• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV ANALISIS DATA

E. Rubrik Rohani

Secara normatif, subrubrik Rohani pada Rubrik Berita diadakan untuk memberikan kesempatan kepada setiap pewarta warga mengekspresikan gagasan (pendapat) dan membagikan informasi kepada publik mengenai dinamika

82

kehidupan sosial-keagamaan yang ada di sekitar mereka. Subrubrik rohani diperuntukkan kepada siapa pun, tidak terbatas hanya para kyai, ulama, pendeta, guru, dan sebagainya, melainkan diperuntukkan bagi masyarakat umum.

Subrubrik Rohani diadakan agar para penulis sekaligus pembaca subrubrik tersebut memiliki kepedulian tinggi pada dinamika kehidupan spiritual, rohani, keagamaan, maupun kegiatan-kegiatan lain yang mampu meningkatkan keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa. Hal terpenting, subrubrik ini

sangat terbuka diisi oleh beragam pewarta warga (citizen journalist) dari berbagai

penganut keyakinan (agama).83

Berikut tulisan yang dimuat pada subrubrik Rohani situs

www.kabarindonesia.com :

A. Tulisan rohani terkait agama Islam :

Antara Puasa dan Syahwat Korupsi

Oleh : Ahmad Sidqi | 17-Jul-2013, 20:12:19 WIB

KabarIndonesia - Bulan suci Ramadhan yang sedang kita jalani adalah bulan yang di dalamnya mengandung nilai-nilai spiritualistik yang kental. Di dalamnya terkandung nilai zahid atau zuhud (menghilangkan sifat keduniawian), nilai maghfiroh (ampunan dari Tuhan) dan masih banyak nilai lainnya. Allah SWT berfirman; "Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa" (QS. Al Baqoroh [2]: 183).

Dalam terminologi ayat di atas ada dua makna yang tersirat dari sebuah ritual yang bernama puasa. Yakni, Allah memerintah kepada umat muslim yang beriman untuk berpuasa untuk meningkatkan maqom-nya (derajat) menjadi umat muslim yang bertakwa. Proses terjadinya ketakwaan tidak lain melalui koridor Islamic law (hukum Islam).

Perlu diketahui bahwa dalam hukum Islam tersebut harus mampu memaknai esensi puasa. Puasa bukan sekedar menahan hawa nafsu ‘momentum'. Maksudnya adalah menahan hawa nafsu ketika di bulan Ramadhan saja, akan

83

tetapi nilai-nilai puasa sebagai transformasi kebaikan dan peningkatan kualitas diri serta masyarakat yang dinamis.

Karena tujuan puasa adalah menahan hawa nafsu, maka sebagai umat muslim harus mengetahui nafsu yang terlarang. Nafsu yang terlarang ini terbagi menjadi dua hal, yakni nafsu ammarah (nafsu keburukan) dan nafsu lawwamah (nafsu berbuat baik tapi masih berbuat maksiat). Adanya momen puasa sebagai tempaan untuk melawan dua nafsu tersebut dan mengganti kepada nafsu muthmainnah (nafsu kebaikan).

Melawan ‘Syahwat' Korupsi

Korupsi adalah sebagian kecil dari nafsu lawwamah. Tindakan korupsi yang sudah merajalela bahkan membudaya di negeri ini dianggap hal yang biasa, padahal Allah SWT telah melarang hambanya untuk melakukan segala penimbunan harta yang tidak halal. Allah berfirman; "Telah membuat kalian lalai, upaya memperbanyak harta, sehingga kalian masuk liang kubur" (QS. At-Takasur [102]: 1-2). Tindakan penimbunan harta ini sudah dijelaskan sebagai nash yang mutlak diharamkan oleh Tuhan.

Tindakan korupsi yang sudah mengakar ini dalam tingkatan sosial yang rendah sampai pada tingkatan pemerintahan menyumbangkan kepincangan dalam nilai agama dan nilai sosial kemasyarakatan. Bangsa Indonesia yang sebagian besar memeluk agama Islam dan sebagian besar pula mengerti akan ajaran agama Islam, akan tetapi tidak bisa mengamalkan dari makna ajaran agama Islam.

Dalam catatan tindak korupsi, pelaku korupsi di Indonesia memeluk agama Islam. Artinya, nilai spiritual dalam agama perlu dipertanyakan, apakah agama yang mereka peluk hanya sebagai legalitas kenegaraan?. Mengutip pesan dari Sayyidina Umar bin Khottob sang khulafaur- rosyidin ketika beliau menerima jabatan sebagai khalifah, beliau mengatakan; " La islama illa bil jama'ah wala jama'ata illa bil imarah wala imarata illa bit tho'ah " (Tiada Islam tanpa komunitas, tiada komunitas tanpa kepemimpinan, dan tiada kepemimpinan tanpa ketaatan).

Pemimpin bangsa Indonesia juga harus tegas dalam menindak tegas, adil, dan jujur untuk memberantas korupsi, karena sudah merusak tatanan kemaslahatan ummat. Dimulai dari puasa, meresapi nilai puasa hingga menjadi orang-orang bertakwa sebagaimana sang pembawa risalah agama diutus ke dunia, Rasululloh SAW untuk menyempurnakan akhlak. Ketika akhlak terpuji manusia Indonesia sudah menjamur, penulis yakin bahwa perbuatan korupsi dan sifat-sifat keburukan manusia sejenisnya akan hilang, dan berganti menjadi sifat perdamaian yang penuh cinta kasih. (*)

*Penulis adalah Penggiat Filsafat, Peneliti Al-Mughni Center Jakarta. Penulis bisa ditemui di twitter @a_sidqi

Menghindari Sikap Iri Hati

Oleh : Elias Bidaugi Pigome | 11-Mar-2012, 00:45:58 WIB

KabarIndonesia - Ada trend di sejumlah daerah bahwa sejumlah orang kaya dan pejabat tinggi mendirikan sekolah yang megah. Karena mereka mencari sejumlah ahli untuk menjalankan sekolah itu. Para pemilik sekolah ini tidak segan-segan mengeluarkan banyak uang agar sekolah mereka berkembang menjadi sekolah terbaik, sekolah bertaraf internasional. Para siswa dan guru begitu disayangi.

Dengan kasih sayang, dana dan perhatian, seharusnya sekolah itu berkembang sangat baik. Namun, apa yang terjadi? Beberapa sekolah tidak berkembang; malah banyak yang ditutup. Penyebabnya adalah konflik pada tingkat manajemen. Mereka bukan tidak mampu menjalankan sekolah itu. Malah mereka adalah ahli untuk bidang tersebut. Namun, sikap egois dan iri hati mereka telah menenggelamkan keahlian yang mereka miliki.

Kata "Iri hati" bisa mengantarkan orang menjadi pembunuh; bahkan bahkan membunuh saudara sendiri. Dia menjadi korban "sikap iri hati" saudara-saudaranya. Sikap iri hati mengantar orang menyepelekan orang lain bahkan menyingkirkan saudara sendiri.

Yesus menggambarkan bahwa bangsa Israel adalah kebun anggur yang sangat disayangi dan dimanja Allah. Namun, orang yang diserahkan untuk mengelola kebun anggur itu atau pemimpin Israel hanyalah orang-orang "bermata gelap". Mereka membunuh utusan Tuhan bahkan Putra Tuhan sendiri. Yesus menyatakan bahwa pemimpin seperti itu bodoh karena membuang batu sendi yang seharusnya menjadi penyangga bangunan yang paling kokoh.

Saudara dan saudari, hendaklah sikap iri hati disingkirkan dari diri kita sejak dini, jangan sampai itu menjadi pemicu yang membuat kita melakukan hal-hal yang jahat. Hiduplah secara benar dan lakukanlah tugas kita secara benar. Bersyukurlah apa yang ada jangan sampai ambisi dan iri hati menghancurkan diri kita dan sesama kita. (Kutipan dari percikan hati). (*)

Elias Bidaugi Pigome sebagai Mahasiswa Papuan in Mining Engineering, Universitas Trisakti Indonesia.

C. Tulisan rohani terkait agama Buddha: Waisak dan Keselarasan Alam

Oleh : Ibn Ghifarie | 19-Mei-2011, 02:20:30 WIB

KabarIndonesia - Harus diakui, banjir bandang dan tanah longsor yang mendera lima kecamatan di Garut Selatan; Cikelet, Pameungpeuk, Cisompet, Mekarmukti dan Cibalong dengan menelan korban jiwa 10 orang meninggal, 3 orang hilang, dan 6 orang luka-luka merupakan bukti nyata atas ulah lalim

perbuatan manusia. Pasalnya, sikap serakah dan perilaku jahil yang tertanam dalam sanubari kita membuat alam murka sekaligus unjuk kekuatan. Betapa tidak, tibanya musim penghujan malah menjadi petaka yang tak bisa terelakkan karena kita seriang alpa mensyukuri segala pemberian (anugerah) dari Tuhan ini. Ironis memang.

Karena prihatin terhadap tragedi banjir bandang dan tanah longsor, Daud Muhammad Komar, keturunan masyarakat adat Kampung Dukuh menuturkan, “Apalah artinya kami menjaga dan memelihara kelestarian Gunung Padukuhan, jika hutan di lokasi lainnya tidak dipedulikan, bahkan dirambah serta dialihfungsikan,“ tegasnya (Garut News, 10/5)

Rupaya, kearifan lokal untuk menjaga, melestarikan alam, hutan, lingkungan sekitar yang diwariskan secara turun-temurun tak dipegang. Malahan keberadaan Leuweung Sancang yang terkenal angker dengan mitos Prabu Siliwangi sebagai salah seorang Raja Sunda yang menonjol itu, ternyata tidak mempan untuk dijadikan penangkal pengrusakan, penggundulan, perampasan hutan yang dilakukan masyarakat. Haruskah upaya ngamumule alam di tanah Parahyangan ini hanya lestari pada legenda-legenda semata?

Sejatinya, kehadiran Waisak (2555 BE) yang jatuh pada tanggal 17 Mei 2011 ini tidak hanya sekedar merayakan Tri Suci Waisak Puja (kelahiran, pencapaian Penerangan Sempurna, dan parinirwana; meninggal dunia) tapi harus memberikan keselarasan, keseimbangan, keharmonisan antara manusia dengan alam supaya lebih arif dan bijaksana.

Berkah Waisak

Umat Buddhis menyakini berkah terdalam dari adanya detik-detik Waisak (17 Mei 2011-Pukul 18.08.23 WIB) adalah membersihkan hati, pikiran, menebar sikap welas asih untuk tetap mendorong sekaligus menjaga keselarasan, keharmonisan, kelestarian kehudupan, alam dan manusia.

Menurut Parwati Soepangat, upaya melestarikan ini diperlukanlah; Pertama, mengikuti hukum universal supaya kehidupannya selaras dan tidak menyimpang dari hukum yang mengatur semesta dan isinya, yakni melalui jalan hukum karma (sebab-akibat), hukum paticca samuppada (sebab-musabab yang bergantungan), hukum anicca (sementara, tidak kekal, berubah) dan hukum majimma patipada (keseimbangan, jalan tengah, tidak ikut yang ekstrim).

Kedua, Keselarasan dari semua kehidupan (manusia, alam, binatang, makhluk lain). Semuanya harus bersumber pada lima hukum yang mendasari kehidupan sebagaimana yang tertera dalam Dhammasangani; Utu Niyama (hukum tentang energi), Bija Niyama (hukum yang berkaitan dengan botani), Kamma Niyama (hukum tentang sebab akibat), Cita Niyama (hukum tentang bekerjanya pikiran), Dhamma Niyama (hukum tentang segala apa yang tidak diatur keempat Niyama). Dengan membawa keselarasan dalam semesta pada aturan hukum yang berlaku, maka diharapkan segala macam musibah dapat dicegah. Ketiga, Tidak merusak atau menghancurkan kehidupan dan bantu kelestarian. Buddha mengajarkan pelestarian sebagaimana termaktum pada

Brahmajala Sutta; "Samana Gotama tidak merusak biji-bijian yang masih dapat tumbuh dan tidak mau merusak tumbuh-tumbuhan"; Tidak membunuh makhluk, Samana Gotama menjauhkan diri dari membunuh makhluk. Ia telah membuang alat pemukul dan pedang. Ia tidak melakukan kekerasan karena cinta kasih, kasih sayang, dan kebaikan hatinya kepada semua makhluk." Keempat, mengingkatkan tanggung jawab bersama dan mengurangi keserakahan.

Mari kita renungkan Anguttara Nikaya (1.60) Hujan yang turun di satu daerah pada suatu waktu akan berkurang ketika masyarakat berada di bawah kuasa keinginan yang menyesatkan, keserakahan tanpa alasan dan mengikuti pengertian nilai salah. Cuaca kering menyebakan kelaparan sebagai akibat peningkatan laju kelahiran.

Akibat keserakahan manusia akan kemewahan, kekayaan dan kekuasaan telah menyebabkan berdirinya pabrik, mall yang dapat menimbulkan masalah polusi udara, air, tanah, suara, cuaca yang mempengaruhi flora, pauna dan alam sekitar. Dengan menumbuhkan kesadaran ini dapat membuahkan lingkungan saling berinteraksi dalam kehidupan dan menimbulkan tanggung jawab bersama pada lingkungan untuk dipelihara dan dilestarikan. (Parwati Soepangat,2002:85-88)

Keselarasan Alam

Pentingnya menjaga keselarasan dengan alam sering dinamai ahimsa, seperti ditulis Dian Maya Safitri dengan merujuk kepada Ian Harris, Professor bidang Kajian Buddha (Buddhist Studies) di Universitas Cumbria dalam buku Ecological Buddhism (2003) yang mengemukakan konsep tentang ahimsa (keharmonisan, tanpa kekerasan, tidak merusak) terhadap dunia tumbuhan sebagai bagian penting dari dhamma (ajaran Buddha) yang akan menentukan jalan menuju nibbana (pembebasan), telah menginspirasi anggota sangha (komunitas Biksu) dan orang awam untuk berbuat baik terhadap alam. (Kompas, 31/12/2010)

Dalam upaya menciptakan Tanah Sunda sebagai green province dengan agenda Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW), Provinsi Jawa Barat perlu melibatan semua komponen untuk menjaga alam ini tanpa menitikberatkan terhadap Pemerintah. Para karuhun urang selalu memberikan dongeng-dongeng untuk tetap menjaga keberadaan hutan, alam sekitar supaya dijaga, dipelihara, dilestarikan dan mendapatkan perhatian lebih sekaligus larangan (pamali) untuk tidak merusaknya.

Mari kita tengok dari beberapa cerita-cerita; macan putih Sancang (Garut), Cipatujah (Tasikmalaya) Badak Cihea dan Bojonglarang (Cianjur), Banteng Cikepuh (Sukabumi) dan Lebak Siliwangi (Bandung) supaya menumbuhkan kecintaan kita terhadap alam sekitar.

Kiranya, petuah Buddha Gotama di khotbah terakhir di Hutan Sala milik Suku Malla, di antara Pohon Sala besar di dekat Kusinara perlu kita renungkan sejenak untuk mempengingati Waisak ini.

"Ajaranku yang terpenting adalah: Anda harus bisa menaklukkan diri sendiri. Jauhkan keserakahan dan nafsu keinginan. Berjalan di tempat yang benar menjalankan hidup suci. Dengan kejujuran dan kebenaran. Selalu mengingat: Kehidupan dan tubuh ini sangat singkat dan semtara. Bilamana dapat merenungkan sedemikan rupa Anda akan bisa menjaukan keserakahan dan nafsu keinginan, dendam dan amanah. Anda bisa menjauhkan kejahatan." (pasal 4)

"Para siswaku: Sewaktu Anda mengetahui diri sendiri telah terangsang oleh keserakahan dan nafsu keinginan. Anda harus berjuang keras untuk mengendalikannya. Anda dapat menjadi majikan bagi diri Anda sendiri. Jangan sampai diperbudak oleh nafsu keinginan" (pasal 6)

Semoga tibanya Dharmasanti 2555 ini dapat menyelamatkan hutan, lingkungan, alam Pasundan dengan berangkat dari kebiasaan memelihara kearifan dan keharmonisan alam sebab ajaran Buddha membabarkan pentingnya menjaga kelestarian, keharmonisa alam supaya bisa menyelaraskan manusia sebagai petanda orang dewasa. Selamat Hari Raya Waisak 2555. Sabbe satta bhavantu sukhitata. Semua mahkluk berbahagia. Sadha, sadha, sadha. (*)

IBN GHIFARIE, Mahasiswa Pascasarjana UIN SGD Bandung Program Religious Studies.

D. Tulisan rohani terkait agama Hindu: Enam Cara Beragama menuju Tuhan

Oleh : Ibn Ghifarie | 09-Mei-2011, 20:24:19 WIB

KabarIndonesia - Dalam ajaran Hindu untuk menuju Tuhan diperlukanlah empat jalan. Pertama, jalan menuju Tuhan melalui pengetahuan (Jnaya Yoga). Untuk para pencari kehidupan rohani yang mempunyai kecenderungan intelektual yang kuat. Ide adalah yang paling penting. Jika orang merasa yakin terhadap sesuatu maka keyakinan itu benar-benar membawa perbedaan yang nyata dalam kehidupan mereka karena hidup mereka mengikuti garis pemikirannya. Seperti Buddha, Socrates.

Kedua, jalan menuju Tuhan melalui cinta (Bhakti Yoga). Sumbernya dari cinta yang berada di hati manusia. Bagaikan air gangga tiada putus-putus mengalir ke samudra kata Tuhan dalam Bhagavata Purana.

Ketiga, jalan menuju Tuhan melalui kerja (Karma Yoga). Orang-orang yang berwatak aktif. “Ia yang bekerja tanpa perasaan lekat pada pekerjaannya dan menyerahkannya untuk Tuhan tidak ternola oleh akibatnya. Bagikan daun bunga teratai tidak ternoda oleh air di sekitarnya” Bhagavada-Gita,V:10.

Keempat, jalan menuju Tuhan melalui latihan psikologis (Raja Joga). Membawa orang ketarap yang luar biasa tinggi. Orang yang mempunyai kecenderungan pribadi pada ilmu pengetahuan. Ini merupakan jalan Tuhan melalui latihan-latihan psikologis.

Syaratnya memiliki dugaan kuat dari kita yang sesungguhnya jauh mengagumkan yang kita sadari dan hasrat untuk mengalami secara langsung jangkauanya sepenuhnya. Tujuannya untuk membuktikan keabsahan dari pandangan rangkap empat tentang manusia dengan cara membimbing si pencari kebenaran untuk secara pribadi langsung mengalami. Metodenya dengan mawas diri (Huston Smith, 2004:37-59)

Sejatinya, apa pun agamanya untuk dapat mencapai realitas mutlak, diperlukan enam cara pengalaman beragama. Ini dikemukakan oleh Dale Cannon, pakar Studi Agama dari Amerika Serikat dalam Six Ways of Being Religious; A Framework for Comparative Studies of Religion (Belmont-Washington:Wadsworth, 1996). Edisi Indonesia berjudul Enam Cara Beragama hasil terjemahan Djum’annuri, Sahiron yang diterbitkan oleh Direktorat PT.Agama Islam, 2002. pada tahun 2002.

Keenam cara beragama itu, adalah pertama, ritus suci (way of sacred rite). Prospek hidup menghadapai peristiwa-peristiwa penting tanpa pola arketipe yang diikuti, tanpa rasa ketepatan yang mendasar dan mutlak. Memotivasi cara ritus suci. Singkatnya, cara ritus suci berpusat pada pemakaian ritus suci sebagaimana ditunjukan oleh namanya. (h. 48)

Kedua, perbuatan benar (way of right action). Prospek (aktualisasi) pola-pola tingkahlau yang bertentangan dengan kesadaran tertib kosmik normatif (keadilan). Memotivasi cara perbuatan benar. Singkatnya, cara perbuatan benar ini memusatkan perhatian pada perbuatan, tingkah laku yang benar baik perorangan maupun masyarakat. (h. 54)

Ketiga, cara ketaatan (way of devotion). Pengalaman yang mengancam kemampuan emosional luar biasa seseorang untuk menanggungnya. Memotivasi cata ketaatan. Pendeknya, cara ketaatan dipusatkan pada ketaatan seperti diduga tetapi bukan sembarang ketaatan. (h. 58)

Keempat, mediasi samanik (way of shamanic mediation). Tanpa bantuan menghadapi krisis yang terjadi, pemecahannya mengatasi mengatasi sumber-sumber duniawi. Memotivasi cara mediassi samanik. Pendeknya, cara mediasi samanik menaruh perhatian pada usaha menghadapi tantangan-tantangan berat yang disebabkan oleh kehidupan. (h. 61)

Kelima, pencarian mistik (way of mystical). Kegelisahan karena kebaikan yang tidak riil dan tidak subtansial. Memotivasi pencarian mistik. Singkatnya, cara pencarian mistik usaha secara sadar dengan menggunakan disiplin aksetik dan meditatif untuk mengatasi batasan pengalaman kesadaran biasa. (h. 66)

Keenam, penelitian akal (way of reasoned inquiry). Hal-hal yang dipahami, sehingga jika tidak dijelaskan akan mengurangi kesadaran atas benda-benda keseluruhan. Memotivasi cara pencarian akal. Pendeknya, cara penelitian akal diarahkan pada usaha memahami benda-benda, bagaimana bersesuaian satu sama lain dan mengapa benda-benda itu merupakan cara keberadaannya, terutama untuk kepentingan diri sendiri, tetapi untuk kepentingan pemahaman orang lain. (h. 69)

Alhasil, perbuatan besar berpusat pada usaha memahami benda-benda, bagaimana bersesuaian dengan aturan mutlak dan normatif segala benda. Pasalnya, cara ketaatan disibukkan dengan usaha memusatkan apeksi seseorang dalam membentuk penyerahan diri sepenuh cinta kepada realitas mutlak sebagai pemberi rahmat dan kasih sayang. Mediasi samanik berusaha menyatu dengan realitas mutlak sebagai mediator (penghubung) intervensi supranaturalnya dalam urusan dunia dengan jalan masuk ke dalam kesadaran yang sudah diubah.

Pencarian mistik berusaha mencari kesatuan seluruh diri secara langsung dan disadari dengan realitas mutlak dengan menggunakan teknik-teknik asketik dan meditatif yang dirancang untuk mengatasi batas-batas yang tidak jelas dan dorongan-dorongan pengalaman biasa yang menggelisahkan dan seakan-akan dikemukakkan di jalan itu. Cara pemeliharaan akal bertujuan menyatukan akal dengan mina mutlak dalam mencari pemahaman yang dapat diterima akal tentang benda-benda dalam perspektif mutlak. (Dale Cannon, 2002; 85-86)

Dale Connon, berharap dengan enam cara bergama dan wawasan tentang perbedaan di pelbagai tradisi keagamaan, seseorang akan dapat terhindar dari rasa kealfaan dan berada pada posisi nyaman dalam mengapresiasi cara pengalaman beragama antara persamaan dan perbedaan yang mungkin terdapat berbagai praktif penghayatan keagamaan.

Kesiapan menemukan persamaan atau perbedaan dalam berkeyakinan agama serta kesiapan mempelajari arti penting ini dari sudut persamaan yang diakui dalam cara-cara beragama akan membuat kemungkinan-kemungkinan dialog konstruktif antar berbagai tradisi keagamaan. (Dale Cannon, 2002; 11-15) Dengan demikian, orang-orang yang berasal dari latar belakang iman yang berbeda dapat belajar satu sama lain apa yang serupa atau apa yang merasa dimiliki bersama dan yang tidak, tanpa kehawatiran terjebak pada praktik penyampuradukan iman atau mengingkari agama orang lain. Ini dapat menolong untuk mengembangkan dialog kontruktif antar subtradisi di satu tradisi keagamaan yang sama.

Mari kita menebar petuah Hans Kung, President of Global Ethic Foundation “Semua agama memberikan jawaban terhadap problem makna segala sesuatu mengenai kehidupan dan sejarahnya, dilihat dari realitas mutlak yang memiliki pengaruh kini dan di sini. Apakah ia dideskripsikan sebagai kebangkitan dalam agama Yahudi klasik, kehidupan abadi dalam Kristen, sorga dalam Islam, moksa dalam Hinduisme, nirvana dalam Buddhisme atau dalam Taoisme sebagai keabadian. Tepatnya, berhadapan dengan perasaan frustrasi serta pengalaman kegagalan dan penderitaan, agama-agama dapat membantu memberikan bimbingan melalui pemaknaan di balik peristiwa kematian. Kini dan di sini, sekurang-kurangnya di saat dukung moral mengalami kegagalan” (Hans Kung, 1991:53-60). (*)

IBN GHIFARIE, Mahasiswa Pascasarjana UIN SGD Bandung program Religious Studies dan bergiat di Institute for Religion and Future Analysis (IRFANI) Bandung.

E. Tulisan terkait etnik Tionghoa:

Kerukunan Antarumat Beragama di Kupang Oleh : Iwan Balla | 11-Feb-2013, 11:22:40 WIB

KabarIndonesia - Ratusan warga Tionghoa di Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT), Minggu, 10 Februari 2013 merayakan tahun baru Imlek dengan menggelar misa syukur bersama di Gereja Katedral yang dipimpin Uskup Agung Kupang, Mgr Petrus Turang.

Misa yang berlangsung hikmat, tidak hanya dihadiri etnis Tionghoa, namun warga lokal yang turut merayakan Imlek dengan busana khas Tionghoa.

Uskup Agung Kupang, Mgr Petrus Turang dalam kotbahnya meminta etnis Tionghoa untuk menjaga hubungan kasih dengan warga pribumi.

“Jagalah hubungan baik dengan sesama manusia, terutama warga pribumi,” pintanya.

Nuansa Tionghoa nampak dalam perayaan misa perayaan Imlek tersebut. Etnis Tionghoa yang menghadiri misa tersebut mengenakan busana khas mereka. Bahkan, ornamen dalam gereja pun bernuansa Tionghoa yang didominasi warna merah.

Di depan gereja Katedral mulai terasa suasana Imlek dengan hiasan lampion-lampion. Gereja Katedral mengkhususkan misa III pada hari Minggu ini bagi etnis Tionghoa yang merayakan Imlek.

Pastor Paroki Katedral Kupang, Romo Ambros Lajar membenarkan misa ke-III ini dikhususkan bagi etnik Tionghoa yang merayakan tahun baru Cina.

“Ini merupakan tradisi etnis Tionghoa yang telah dimasukan dalam gereja Katolik,” katanya.

Usai perayaan misa dilanjutkan pertunjukan dua Barongsai serta seekor naga atoin meto yang dimain etnis Tionghoa di depan gereja untuk merayakan Imlek. Pada saat bersamaan, etnis Tionghoa juga membagikan angpao bagi anak-anak yang menjadi rebutan. (*)

BAB IV

Dokumen terkait