• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 1 PENDAHULUAN

B. Rumusan masalah

Mengacu pada latar belakang yang ada, maka rumusan masalah dapat diambil sebagai berikut :

1. Bagaimana struktur manajemen rantai pasokan perusahaan ?

2. Bagaimana analisis kinerja manajemen rantai pasokan dengan SCOR ? 3. Alternatif solusi apakah yang dapat dilakukan setelah diketahui kinerja

manajemen rantai pasokan dengan SCOR ? C. Tujuan penelitian

Berdasarkan perumusan masalah tersebut, maka tujuan penelitian ini sebagai berikut :

1. Mengkaji struktur manajemen rantai pasokan perusahaan

2. Melakukan pengukuran kinerja terhadap manajemen rantai pasok perusahaan dengan SCOR.

3. Memberikan alternatif-alternatif pemecahan atas masalah setelah diketahui pengukuran berserta saran dari kegiatan pengukuran dan analisis terhadap manajemen rantai pasokan perusahaan.

D. Manfaat penelitian

Manfaat yang diharapkan dapat diperoleh dari penelitian ini :

1. Bagi peneliti, dapat menambah dan memperluas pengetahuan maupun wawasan serta dapat mengaplikasikan teori yang telah diperoleh selama perkuliahan.

2. Bagi perusahaan, dengan penelitian ini diharapkan dapat membantu perusahaan mengetahui nilai performa rantai pasokan yang diukur dengan metode SCOR untuk memperbaiki rantai pasokan perusahaan.

3. Bagi peneliti selanjutnya, dengan penelitian ini diharapkan dapat menjadi wadah pengetahuan mengenai manajemen rantai pasokan dan pengukurannya dengan metode SCOR untuk peneliti selanjutnya yang tertarik untuk meneliti.

8 BAB II

KAJIAN PUSTAKA A. Landasan Teori

1. Supply Chain Management

Istilah supply chain management (SCM) pertama kali dikemukakan oleh (Oliver & Weber; Lambert et al. dalam Pujawan, 2005: 5). Kalau supply chain adalah jaringan fisiknya, yakni perusahaan-perusahaan yang terlibat dalam memasok bahan baku, memproduksi barang, maupun mengirimkannya ke pemakai akhir, SCM adalah metode, alat atau pendekatan atau metode yang terintegrasi dengan dasar semangat kolaborasi. Ada beberapa definisi tentang supply chain management dan rantai pasok.

Rantai pasokan adalah sekumpulan aktivitas (dalam bentuk entitas/fasilitas) yang terlibat dalam proses transformasi dan distribusi barang mulai dari bahan baku paling awal dari alam sampai produk jadi pada konsumen akhir. Eltram (1991) mendefinisikan supply supply chain management (SCM) sebagai pendekatan integratif dalam menangani masalah perencanaan dan pengawasan aliran material dari pemasok sampai ke pengguna akhir. Pendekatan ini ditujukan untuk pengelolaan dan pengawasan hubungan saluran distribusi secara kooperatif untuk kepentingan semua pihak yang terlibat, untuk mengefisiensikan pengguna sumber daya dalam mencapai tujuan kepuasan konsumen rantai pasokan. Rantai pasokan meliputi semua aktivitas yang terlibat dalam aliran dan transformasi barang dari tahapan bahan

mentah hingga ke pengguna akhir (end user), begitu juga dengan aliran informasi (Ballou, 2004).

Supply chain management adalah metode yang digunakan perusahaan untuk dapat mengintegrasikan proses bisnis perusahaan dari pembelian bahan baku hingga distribusi barang jadi, dengan meminimumkan biaya, memberikan kepuasan pelanggan dengan menempatkan distribusi, mengalokasikan dan mendistribusikan produk dan proses yang tepat (Widyarto, 2012). Rantai Pasok adalah suatu sistem terintegrasi yang mengkoordinasikan keseluruhan proses di organisasi/perusahaan dalam mempersiapkan dan menyampaikan produk/jasa kepada konsumen. Proses ini mencakup perencanaan (plan), sumber input bagi proses (source, misalnya pengiriman bahan mentah dari pemasok), proses transformasi input menjadi output (make), transportasi, distribusi, pergudangan (deliver), sistem informasi, dan pembayaran produk/jasa, sampai produk/jasa tersebut dikonsumsi oleh konsumen, serta layanan pengembalian produk/jasa (return) (Martiono, 2015: 2).

2. Konsep Supply Chain Management

Konsep supply chain merupakan konsep baru dalam melihat persoalan logistik. Dalam konsep baru ini, masalah logistik dilihat sebagai masalah yang lebih luas yang terbentang sangat panjang sejak dari bahan dasar sampai barang jadi yang dipakai konsumen akhir, yang merupakan mata rantai penyediaan barang. Beberapa elemen penting yang masuk dalam klasifikasi SCM di antaranya di tunjukkan pada tabel II.1 berikut.

Tabel II.1

Enam Bagian Utama Perusahaan Manufaktur yang Terkait dengan Fungsi-fungsi Utama Supply Chain.

Bagian Cakupan kegiatan antara lain Pengembangan

Produk

Melakukan riset pasar, merancang produk baru, melibatkan supplier dalam perancangan produk baru.

Pengadaan Memilih supplier, mengevaluasi kinerja supplier, melakukan pembelian bahan baku dan komponen, memonitor supply risk, membina dan memelihara hubungan dengan supplier.

Perencanaann &

Pengendalian

Demand planning, peramalan permintaan, perencanaan kapasitas, perencanaan produksi dan persediaan.

Operasi / Produksi Eksekusi produksi dan pengendalian kualitas.

Pengiriman / Distribusi

Perencanaan jaringan distribusi, penjadwalan pengiriman, mencari dan memelihara hubungan dengan perusahaan jasa pengiriman, memonitor service level di tiap pusat distribusi.

Pengembalian Merancang saluran pengembalian produk, penjadwalan pengambilan, proses disposal, penentuan harga refurbish, dan lain-lain.

Sumber : Supply Chain Management (Pujawan & Mahendrawathi, 2017 : 10) Seluruh klasifikasi yang disebutkan dalam tabel II.1 tersebut biasanya tercermin dalam bentuk pembagian departmen atau divisi pada perusahaan manufaktur. Pembagian tersebut sering dinamakan functional division karena mereka dikelompokkan sesuai dengan fungsinya. Melihat beberapa definisi yang di jelaskan di atas, dapat dikatakan bahwa supply chain adalah logistics network yang cukup luas dan kompleks. Dalam hubungan ini, ada beberapa pemain utama yang merupakan perusahaan perusahaan yang mempunyai kepentingan yang sama, yaitu :

a. Chain 1: Supplier

Jaringan bermula dari sini, yang merupakan sumber yang menyediakan bahan pertama, di mana mata rantai penyaluran barang akan dimulai. Bahan pertama di sini bisa dalam bentuk bahan baku, bahan mentah, bahan penolong, bahan dagangan, sub assemblies, suku cadang, dan sebagainya. Sumber pertama ini dinamakan suppliers. Dalam artinya yang murni, ini termasuk juga suppliers atau sub-suppliers. Jumlah supplier bisa banyak atau sedikit, tetapi suppliers biasanya berjumlah banyak sekali.

Inilah mata rantai yang pertama.

b. Chain 2 : Supplier, Manufacturer

Rantai pertama dihubungkan dengan rantai kedua, yaitu manufacture atau plants atau assembler atau fabricator atau bentuk lain yang melakukan perkerjaan membuat, fabrikasi, assembling, merakit, mengkonversikan, atau pun menyelesaikan barang (finishing). Hubungan dengan mata rantai pertama ini sudah mempunyai potensi untuk melakukan penghematan.

Misalnya inventories bahan baku, bahan setengah jadi, dan bahan jadi yang berada di pihak suppliers, manufacturer dan tempat transit merupakan target untuk penghematan ini. Tidak jarang penghematan sebesar 40% – 60%, bahkan lebih, dapat diperoleh dari inventory carrying cost di mata rantai ini.

Dengan menggunakan konsep supplier partnering misalnya, penghematan tersebut diperoleh.

c. Chain 3 : Supplier, Manufacturer, Distribution

Barang sudah jadi yang dihasilkan oleh manufacturer sudah mulai harus disalurkan kepada pelanggan. Walaupun tersedia banyak cara untuk

penyaluran barang ke pelanggan, yang umum adalah melalui distributor dan ini biasanya ditempuh oleh sebagian besar supply chain. Barang dari pabrik melalui gudangnya disalurkan ke gudang distributor atau wholesaler atau pedagang besar dalam jumlah besar, dan pada waktunya nanti pedagang besar menyalurkan dalam jumlah yang lebih kecil kepada retailers atau pengecer.

d. Chain 4 : Supplier, Manufacturer, Distribution, Retail Outlets

Pedagang besar biasanya mempunyai fasilitas gudang sendiri atau dapat juga menyewa dari pihak lain. Gudang ini digunakan untuk menimbun barang sebelum disalurkan lagi ke pihak pengecer. Sekali lagi di sini ada kesempatan untuk memperoleh penghematan dalam bentuk jumlah inventories dan biaya gudang, dengan melakukan desain kembali pola-pola pengiriman barang baik dari gudang manufacturer maupun toko pengecer (retail outlets). Walaupun ada beberapa pabrik yang langsung menjual barang hasil produksinya kepada pelanggan, namun secara relatif jumlahnya tidak banyak dan kebanyakan menggunakan pola seperti di atas.

e. Chain 5 : Supplier, Manufacturer, Distribution, Retail Outlets, Customers Dari rak-raknya, para pengecer atau retailers ini menawarkan barangnya langsung kepada para pelanggan atau pembeli atau pengguna barang tersebut. Yang termasuk outlets adalah toko, warung, toko serba ada, pasar swalayan, toko koperasi, mall, club stores, dan sebagainya di mana pembeli akhir melakukan pembelian. Walaupun secara fisik dapat dikatakan bahwa ini merupakan mata rantai yang terakhir, sebetulnya masih ada satu

mata rantai lagi, yaitu dari pembeli (yang mendatangi retailer outlet tadi) ke real customers atau real user, karena pembeli belum tentu pengguna sesungguhnya. Mata rantai supply baru betul - betul berhenti setelah barang yang bersangkutan tiba di pemakai langsung (pemakai yang sebenarnya) barang atau jasa dimaksud.

3. Tujuan Strategis Pada Supply Chain Management

Strategi tidak dapat dilepaskan dari tujuan jangka panjang. Tujuan inilah yang diharapkan akan tercapai. Keputusan-keputusan jangka pendek dan di lingkungan lokal mestinya harus mendukung organisasi atau supply chain kearah tujuan-tujuan strategis tersebut. Tujuan-tujuan strategis tersebut perlu dicapai untuk membuat supply chain menang atau setidaknya bertahan dalam persaingan pasar. Untuk bisa memenangkan pasar, maka supply chain harus bisa menyediakan produk yang :

1. Murah 2. Berkualitas 3. Tepat waktu 4. Bervariasi

Keempat tujuan strategis tersebut sangat penting dimata pelanggan.

Namun perlu disadari bahwa tingkat kepentingan untuk masing-masing tujuan di atas berbeda-beda untuk tiap jenis produk dan segmen pelanggan. Ada produk yang dibeli oleh pelanggan dengan pertimbangan utama harga yang murah, sedangkan ada pelanggan yang membeli dengan kualitas sebagai pertimbangan utama. Ada jenis produk yang bisa unggul di pasar karena

mampu menciptakan jenis produk yang beragam, ada juga karena mudah atau cepat diperoleh.

Untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut, maka supply chain harus menerjemahkan tujuan-tujuan tersebut ke dalam kemampuan sumber daya yang dimiliki. Dalam konteks operasi supply chain, tujuan-tujuan tersebut bisa dicapai apabila memiliki kemampuan untuk :

1. Beroperasi secara efisien 2. Menciptakan kualitas 3. Cepat

4. Fleksibel 5. Inovatif

Masing-masing aspirasi pelanggan tersebut bisa didukung oleh satu atau beberapa kemampuan strategis suatu supply chain. Misalnya, aspirasi untuk mendapatkan produk yang murah tidak hanya didukung oleh kemampuan supply chain untuk beroperasi secara efisien, tetapi juga oleh kemampuannya menciptakan kualitas. Dalam konteks operasi, kemampuan menciptakan kualitas tidak selalu diasosiasikan dengan produk, tetapi juga proses. Filosofi manajemen kualitas β€œright the first time and every time” misalnya mengindikasikan bahwa manajemen kualitas juga besar perannya dalam mengurangi produk yang rusak atau yang harus dikerjakan ulang (rework).

Mengurangi pekerjaan ulang atau kerusakan akibat tidak melakukan proses dengan benar tentu sangat berpengaruh pada aspek finansial sebuah operasi.

Singkatnya, kualitas proses yang dijaga dengan baik akan banyak memberikan

penghematan, sehingga supply chain juga mampu menawarkan produk dengan harga yang lebih murah. Demikian juga kemampuan supply chain unuk menciptakan kualitas juga berpengaruh pada tujuan untuk menyediakan produk tepat waktu bagi pelanggan. kesalahan proses yang mengakibatkan reject dan rework tentu mengakibatkan waktu produksi lebih lama, sehingga mengurangi kemampuan supply chain untuk menyediakan produk yang tepat waktu.

Gambar II.1 mengilustrasikan hubungan antara empat aspirasi pelanggan dengan lima kemampuan strategis yang harus dimiliki oleh supply chain (Pujawan & Mahendrawathi 2017 : 34–37).

Gambar II.1 Aspirasi Pelanggan dan Kemampuan Strategis Supply Chain

(Sumber: Pujawan & Mahendrawathi, 2017; 36) 4. Manfaat Supply Chain Management

Secara umum penerapan konsep SCM dalam perusahaan akan memberikan manfaat yaitu kepuasan pelanggan, meningkatkan pendapatan, menurunnya biaya, pemanfaatan asset yang semakin tinggi, peningkatan laba, dan perusahaan semakin besar (Jebarus, 2001).

a. Kepuasan pelanggan.

Konsumen atau pengguna produk merupakan target utama dari aktivitas proses produksi setiap produk yang dihasilkan perusahaan. Konsumen atau pengguna yang dimaksud dalam konteks ini tentunya konsumen yang setia dalam jangka waktu yang panjang. Untuk menjadikan konsumen setia, maka terlebih dahulu konsumen harus puas dengan pelayanan yang disampaikan oleh perusahaan.

b. Meningkatkan pendapatan.

Semakin banyak konsumen yang setia dan menjadi mitra perusahaan berarti akan turut pula meningkatkan pendapatan perusahaan, sehingga produk-produk yang dihasilkan perusahaan tidak akan terbuang percuma, karena diminati konsumen.

c. Menurunnya biaya.

Pengintegrasian aliran produk dari perusahan kepada konsumen akhir berarti pula mengurangi biaya-biaya pada jalur distribusi.

d. Pemanfaatan asset semakin tinggi.

Aset terutama faktor manusia akan semakin terlatih dan terampil baik dari segi pengetahuan maupun keterampilan. Tenaga manusia akan mampu memberdayakan penggunaan teknologi tinggi sebagaimana yang dituntut dalam pelaksanaan Supply Chain Management.

e. Peningkatan laba.

Dengan semakin meningkatnya jumlah konsumen yang setia dan menjadi pengguna produk, pada gilirannya akan meningkatkan laba perusahaan.

f. Perusahaan semakin besar.

Perusahaan yang mendapat keuntungan dari segi proses distribusi produknya lambat laun akan menjadi besar, dan tumbuh lebih kuat.

Keenam manfaat yang sudah dijelaskan seperti tersebut di atas merupakan manfaat tidak langsung. Menurut Jebarus (2001) manfaat langsung dari penerapan Supply Chain Management bagi perusahaan adalah :

a. Supply Chain Management secara fisik dapat mengkonversi bahan baku menjadi produk jadi dan mengantarkannya kepada konsumen akhir.

Manfaat ini menekankan pada fungsi produksi dan operasi dalam sebuah perusahaan. Dalam fungsi ini dilakukan penggunaan dari seluruh sumber daya yang dimilki dalam sebuah proses transformasi yang terkendali, untuk memberikan nilai pada produk yang dihasilkan sesuai dengan kebijaksanaan perusahaan dan mendistribusikannya kepada konsumen yang dibidik.

b. Supply Chain Management berfungsi sebagai mediasi pasar, yaitu memastikan apa yang dipasok oleh rantai suplai mencerminkan aspirasi pelanggan atau konsumen akhir tersebut. Dalam hal ini fungsi pemasaran yang akan berperan. Melalui pelaksanaan Supply Chain Management, pemasaran dapat mengidentifikasi produk dengan karakteristik yang diminati konsumen. Selanjutnya fungsi ini harus mampu mengidentifikasi seluruh atribut produk yang diharapkan konsumen tersebut dan mengkomunikasikan kepada perancang produk. Apabila seleksi rancangan produk sudah dilakukan dan dilakukan pengujian maka

produk dapat diproduksi. Sehingga Supply Chain Management akan berperan dalam memberikan manfaat seperti point 1 tersebut.

5. Supply Chain Management Reference (SCOR)

a. Model SCOR (Supply Chain Operation of Reference)

Menurut Pujawan & Mahendrawathi (2017 : 280), SCOR adalah suatu model acuan dari operasi supply chain. Model ini mengintegrasikan tiga elemen utama dalam manajemen yaitu business process reeingineering, benchmarking, dan process measurement ke dalam kerangka lintas fungsi dalam supply chain. Ketiga elemen tersebut memiliki fungsi sebagai berikut :

1) Business process reeingineering pada hakikatnya menangkap proses kompleks yang terjadi saat ini dan mendefinisikan proses yang diinginkan.

2) Benchmarking adalah kegiatan untuk mendapatkan data kinerja operasional dari perusahaan sejenis. Target internal kemudian ditentukan berdasarkan kinerja best in class yang diperoleh.

3) Process measurement berfungsi untuk mengukur, mengendalikan, dan memperbaiki proses-proses supply chain.

b. Pembagian Level

SCOR model memiliki peran penting dalam kerangka penilaian kinerja Supply Chain Management. Tidak hanya menghasilkan struktur dan acuan yang terdefinisi dengan baik untuk mengukur kinerja dari

desain rantai pasok, namun juga pendekatan benchmark untuk analisis gap dan pendekatan best practice untuk melakukan perbaikan.

Pujawan & Mahendrawathi (2017 : 280) membagi proses SCOR menjadi tiga hirarki proses. Tiga hirarki tersebut menunjukkan bahwa SCOR melakukan dekomposisi proses dari yang umum ke yang detail.

Tiga level tersebut adalah :

1) Level 1 adalah level tertinggi yang memberikan definisi umum dari lima proses utama (plan, source, make, dan return) . Supply Chain Council (2008) menjelaskan lima proses utama level 1 dalam rantai pasok ke dalam tabel II.2.

Tabel II.2

Lima Proses Utama Level 1

Prosess SCOR Definisi

Plan Proses-proses yang menyeimbangkan permintaan (demand) agregat dan supply dengan tujuan untuk mengembangkan sejumlah tindakan yang dapat memenuhi optimal kebutuhan pengiriman (delivery), produksi, dan sumber yang ada (sourcing) secara optimal

Source Proses-proses pembelian barang dan jasa yang ditunjukan untuk memenuhi perencanaan atau actual demand

Make Proses-proses yang mentranformasikan produk menjadi keadaan akhir untuk memenuhi perencanaan atau actual demand Deliver Proses-proses yang menyediakan produk

jadi/jasa untuk memenuhi perencanaan atau actual demand, khususnya mencakup order management, serta manajemen transportasi dan distribusi

Return Proses-proses yang diasosiasikan dengan pengembalian penerimaan returned products.

Proses ini diperluas hingga ke bagian delivery consumer support.

Sumber: Supply Chain Council (2008)

2) Level 2 dikatakan sebagai configuration level tempat supply chain perusahaan bisa dikonfigurasi berdasarkan sekitar 30 proses inti.

Perusahaan bisa membentuk konfigurasi saat ini maupun yang diinginkan. Menurut Supply Chain Council (2008), pemetaan level 2 merupakan tahap konfigurasi dari proses-proses rantai pasok yang ada dalam tiga kategori utama, yaitu :

a) Planning, adalah suatu proses yang menyelaraskan sumber-sumber daya perusahaan untuk memenuhi keperluan-keperluan akan permintaan (excepted demand). Proses yang dilakukan dalam perencanaan antara lain : Penyeimbangan aggregate supply dan permintaan, mempertimbangkan time horizon perencanaan yang konsisten dan memberikan kontribusi akan waktu respon dan rantai pasok.

b) Execution, adalah suatu proses yang dipicu oleh suatu permintaan terencana ataupun permintaan aktual ke dalam bentuk proses tranformasi material. Proses-proses eksekusi :

(1) Keterlibatan operasional secara umum (penjadwalan, transformasi produk, perpindahan produk ke proses berikutnya).

(2) Memberikan kontribusi dalam order fulfillment cycle time.

c) Enable, adalah suatu proses dalam menyiapkan, memelihara, dan mengendalikan jaringan informasi sehingga proses planning dan execution saling berkait.

3) Level 3 dinamakan proses elemen level, mengandung definisi elemen proses, input, output, metrik masing-masing elemen proses, serta referensi (benchmarking dan best practice). Supply Chain Council (2008) mendefinisikan pemetaan level 3 sebagai kemampuan perusahaan untuk bersaing pada pasar yang dipilih, sesuai dengan sistem rantai pasok perusahaan yang telah didefinisikan. Pada level ini memperlihatkan bahwa proses ini dibagi ke dalam bentuk informasi input, output, dan throughput yang terdiri dari:

a) Definisi proses elemen

b) Informasi input dan output proses elemen c) Proses metrik pengukuran kerja

d) Best practicies

e) Kemampuan sistem yang diperlukan untuk menerapkan best practicies

f) Sistem dan alat bantu dalam melakukan fine turning pada level strategi operasi

c. Atribut Kinerja dan Metrik Pada Model SCOR

Pujawan mengatakan bahwa SCOR yang digunakan untuk mengukur kinerja suatu rantai pasokan (Pujawan & Mahendrawathi, 2017), menggunakan beberapa dimensi umum, yaitu Reliability, Responsiveness, Agility, Cost dan Asset. Penjelasan dari masing masing dimensi tersebut bisa dilihat pada tabel II.3 berikut :

Tabel II.3

Lima Dimensi Atribur Kerja SCOR

Atribut Kinerja Definisi

Reliability Kemampuan untuk melaksanakan pekerjaan sesuai yang diharapkan:

tepat waktu, kualitas sesuai standar yang diminta, dan jumlah yang diminta Responsiveness Kecepatan dalam melaksanakan

pekerjaan, antara lain diukur dalam siklus waktu pemenuhan pesanan Agility Kemampuan untuk merespons

perubahan eksternal dalam rangka tetap kompetitif di pasar. Alat ukurnya,

antara lain fleksibilitas dan adaptabilitas

Costs Biaya untuk menjalankan proses-proses supply chain. Mencakup biaya

tenaga kerja, biaya material, baya transportasi, dan biaya penyimpanan.

Alat ukurnya, antara lain Cost of Goods Sold.

Asset Management Efficiency (Assets)

Kemampuan untuk memanfaatkan aset secara produktif, antara lain ditunjukkan dengan tingkat persediaan

barang yang rendah utilisasi (Sumber: Pujawan & Mahendrawathi, 2017; 282-283) d. Perhitungan Normalisasi

Perhitungan nilai kinerja rantai pasok dilakukan mengacu pada data nilai pada tiap-tiap indikator yang menggambarkan kegiatan rantai pasok perusahaan yang diperoleh dari data yang dimiliki perusahaan.

Mekanisme perhitungan nilai kinerja rantai pasok dilakukan dengan menghitung nilai normalisasi dari tiap-tiap indikator. Pehitungan nilai normalisasi dilakukan untuk menyamakan nilai dan skala yang berbeda (Sumiati, 2012). Proses normalisasi dapat diukur dengan menggunakan rumus normalisasi Snorm De Boer :

Large better : π‘†π‘›π‘œπ‘Ÿπ‘š = π‘†π‘–βˆ’π‘†π‘šπ‘–π‘›

π‘†π‘šπ‘Žπ‘₯βˆ’π‘†π‘šπ‘–π‘›

Lower better : π‘†π‘›π‘œπ‘Ÿπ‘š = π‘†π‘šπ‘Žπ‘₯βˆ’π‘†π‘–

π‘†π‘šπ‘Žπ‘₯βˆ’π‘†π‘šπ‘–π‘›

Keterangan :

Snorm : Nilai indikator setelah dilakukan normalisasi Si : Nilai indikator aktual yang tercapai

Smax : Nilai performansi terbaik dari indikator Smin : Nilai performansi terburuk dari indicator

Tabel II.4 Indikator Nilai Performasi Kinerja Nilai Kinerja Indikator performansi

< 40 Poor

40 – 50 Marginal

50 – 70 Average

70 – 90 Good

> 90 Excellent

(Sumber : Performance measurement and Improvement Trienekens dan Improvement in Supply Chain Hvolby, 2000 dalam Sumiati, 2012) 6. Analytical Hierarchy Process (AHP)

Metode AHP dikembangkan oleh Thomas L. Saaty, seorang ahli matematika. Metode ini adalah sebuah kerangka untuk mengambil keputusan dengan efektif atas persoalan yang kompleks, dengan cara menyederhanakan dan mempercepat proses pengambilan keputusan dengan memecahkan persoalan tersebut ke dalam bagian – bagiannya, menata bagian atau variabel ini dalam suatu susunan hierarki, memberi nilai numerik pada pertimbangan subjektif tentang pentingnya tiap variabel dan mensintesis berbagai pertimbangan ini untuk menetapkan variabel yang mana memiliki prioritas paling tertinggi dan bertindak untuk mempengaruhi hasil pada situasi tersebut. Metode AHP ini membantu memecahkan persoalan yang kompleks dengan menstruktur suatu hierarki kriteria, pihak

yang berkepentingan, hasil dan dengan menarik pertimbangan guna mengembangkan bobot atau prioritas (Saaty, 1993)

Proses hierarki adalah suatu model yang memberikan kesempatan bagi perorangan atau kelompok untuk membangun gagasan-gagasan dan mendefenisikan persoalan dengan cara membuat asumsi mereka masing-masing dan memperoleh pemecahan yang diinginkan darinya. Ada dua alasan utama untuk menyatakan suatu tindakan akan lebih baik dibandingkan tindakan lain. Alasan pertama adalah pengaruh-pengaruh tindakan tersebut kadang-kadang tidak dapat dibandingkan karena satu ukuran atau bidang yang berbeda dan yang kedua pengaruh-pengaruh tindakan tersebut menyatakan bahwa tindakan tersebut kadang-kadang saling bentrok, artinya perbaikan pengaruh tindakan tersebut yang satu dapat dicapai dengan pemburukan lainnya. Kedua alasan tersebut akan menyulitkan dalam membuat ekuivalensi antar pengaruh sehingga diperlukan suatu skala luwes yang disebut prioritas.

a. Prinsip dasar Analytical Hierarchy Process

Dalam menyelesaikan analytical hierarchy process ada beberapa prinsip yang harus dipahami, di antaranya adalah (Kusrini, 2007: 133-134):

1) Membuat hierarki

Sistem yang kompleks bisa dipahami dengan memecahnya menjadi elemen-elemen pendukung dan menyusun elemen secara hierarki.

2) Penilaian / pertimbangan (comparative judgements)

Kriteria dan alternatif dilakukan dengan perbandingan berpasangan. Menurut Saaty (1998), untuk berbagai persoalan, skala 1 sampai 9 adalah skala terbaik untuk mengekspresikan pendapat. Nilai dan definisi pendapat kualitatif dari skala perbandingan Saaty bisa

Kriteria dan alternatif dilakukan dengan perbandingan berpasangan. Menurut Saaty (1998), untuk berbagai persoalan, skala 1 sampai 9 adalah skala terbaik untuk mengekspresikan pendapat. Nilai dan definisi pendapat kualitatif dari skala perbandingan Saaty bisa