• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGUKURAN KINERJA MANAJEMEN RANTAI PASOKAN DENGAN MENGGUNAKAN METODE SCOR Studi pada G Coffee Roastery, Yogyakarta. Skripsi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "PENGUKURAN KINERJA MANAJEMEN RANTAI PASOKAN DENGAN MENGGUNAKAN METODE SCOR Studi pada G Coffee Roastery, Yogyakarta. Skripsi"

Copied!
156
0
0

Teks penuh

(1)

PENGUKURAN KINERJA MANAJEMEN RANTAI PASOKAN DENGAN MENGGUNAKAN METODE SCOR

Studi pada G Coffee Roastery, Yogyakarta Skripsi

Diajukan Dalam Rangka untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Manajemen

Program Studi S1 Manajemen

Oleh:

Michael NIM: 142214181

PROGRAM STUDI S1 MANAJEMEN

JURUSAN MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA 2021

(2)

i

PENGUKURAN KINERJA MANAJEMEN RANTAI PASOKAN DENGAN MENGGUNAKAN METODE SCOR

Studi pada G Coffee Roastery, Yogyakarta Skripsi

Diajukan Dalam Rangka untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Manajemen

Program Studi S1 Manajemen

Oleh:

Michael NIM: 142214181

PROGRAM STUDI S1 MANAJEMEN

JURUSAN MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA 2021

(3)
(4)

iii

(5)

iv

MOTO DAN PERSEMBAHAN

Belajar dan belajar Jangan remehkan segala sesuatu Hidup bukan hanya untuk diri sendiri

Kenali, Pelajari, dan Perbaiki

Skripsi ini dipersembahkan kepada Bapak dan Ibuku tercinta, Atas curahan segala cinta dan perhatiaannya

(6)
(7)
(8)

vii

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan yang Maha Esa atas berkat dan rahmat-NYA sehigga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pengukuran Kinerja Supply Chain Management Menggunakan Metode SCOR Model pada G Coffee Roastery”. Penulisan skripsi ini diajukan untuk memenuhi salah satu syarat guna memperoleh gelar Sarjana Manajemen Program Studi Manajemen Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

Dalam penelitian ini penulis menyadari bahwa tanpa adanya bantuan, dukungan, bimbingan dari berbagai pihak skripsi ini tidak dapat terselesaikan dengan baik. Oleh sebab itu, dalam kesempatan ini penulis secara khusus menyampaikan ucapan terima kasih kepada:

1. Bapak T. Handono Eko Prabowo, Ph.D., selaku Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Sanata Dharma.

2. Bapak Patrick Vivid Adinata, M.Si., selaku Ketua Program Studi Manajemen, Fakultas Ekonomi Universitas Sanata Dharma.

3. Bapak Dr. Lukas Purwoto, M.Si selaku Dosen Pembimbing I dan Ima Kristina Yulita, M.Sc selaku Dosen Pembimbing II yang bersedia meluangkan waktu, tenaga, pikiran untuk memberikan bimbingan, mendukung, dan menasehati penulis dengan kesabaran dan kesungguhan hati dalam menyelesaikan skripsi ini.

4. Ibu dan Ayah yang terkasih karena selalu memberikan semangat, dukungan, pengertian dan perhatian selama perkuliahan ini, khususnya dalam menyelesaikan skripsi ini.

5. Pihak G Coffee Roastery yang telah mengizinkan penelitian ini.

6. Seluruh dosen dan Staff Sekretariat Fakultas Ekonomi Universitas Sanata Dharma yang telah membantu dan mendukung penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

7. Adik – adik saya yang selalu memberikan semangat dan dukungan selama saya mengerjakan penulisan skripsi ini.

(9)
(10)

ix DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PENGESAHAN ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA TULIS ... v

LEMBAR PERNYATAAN PUBLIKASI ... vi

KATA PENGANTAR ... vii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xv

DAFTAR LAMPIRAN... xv

ABSTRAK... xvii

BAB 1 PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan masalah ... 6

C. Tujuan penelitian ... 6

D. Manfaat penelitian ... 6

BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 8

A. Landasan Teori ... 8

1. Supply Chain Management ... 8

(11)

x

2. Konsep Supply Chain Management... 9

3. Tujuan Strategis Pada Supply Chain Management ... 13

4. Manfaat Supply Chain Management ... 15

5. Supply Chain Management Reference (SCOR) ... 18

6. Analytical Hierarchy Process (AHP) ... 23

B. Penelitian Sebelumnya ... 30

C. Kerangka Konseptual Penelitian ... 32

BAB III METODE PENELITIAN ... 34

A. Jenis Penelitian ... 34

B. Subjek dan Objek Penelitian ... 34

C. Waktu dan Lokasi Penelitian ... 34

D. Variabel Penelitian dan Atribut ... 35

E. Definisi Operasional dan Atribut ... 37

F. Populasi dan Sampel ... 38

D. Teknik Pengambilan Sampel ... 39

G. Sumber Data ... 39

1. Data Primer ... 40

2. Data sekunder ... 40

H. Teknik Pengambilan Data ... 40

I. Teknik Analisis Data ... 41

(12)

xi

BAB IV GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN ... 45

A. G Coffee Roastery ... 45

B. Pemetaan Proses Bisnis Dengan Pendekatan Meetode Supply Chain Operation Reference ... 47

BAB V ANALISIS DATA DAN PENJELASAN ... 50

A. Penyusunan Kuesioner Konstruk ... 50

B. Pengolahan Kuesioner Perbandingan Berpasangan ... 55

C. Konsistensi Hierarki ... 79

D. Penilaian Kinerja Rantai Pasok... 82

E. Analisis ... 87

F. Usulan ... 90

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ... 94

DAFTAR REFERENSI... 104 LAMPIRAN... 105

(13)

DAFTAR TABEL

Tabel I.1 Lima Negara Produsen Kopi Terbesar di Dunia – Musim Tanaman

2016-2017 (Dalam bungkus 60 kilogram) ... 3

Tabel I.2 Lima Negara Eksportir Kopi Terbesar di Dunia pada Musim 2016-2017 (Dalam bungkus 60 kilogram) ... 3

Tabel II.1 Enam Bagian Utama Perusahaan Manufaktur yang Terkait dengan Fungsi-fungsi Utama Supply Chain. ... 10

Tabel II.2 Lima Proses Utama Level 1 ... 19

Tabel II.3 Lima Dimensi Atribur Kerja SCOR ... 21

Tabel II.4 Indikator Nilai Performasi Kinerja ... 23

Tabel II.5 Tabel Skala Kepentingan ... 25

Tabel II.6 Random Consistency Index ... 28

Tabel III.1 Definsi Operasional ... 37

Tabel III.2 Random Consistency Index ... 43

Tabel V.1 Kuesioner Konstruk 1 ... 51

Tabel V.2 Kuesioner Konstruk 2 ... 52

Tabel V.3 Singkatan Penamaan ... 56

Tabel V.4 Matriks Proses Responden 1 ... 57

Tabel V.5 Normalisasi Variabel Respnden 1 ... 57

Tabel V.6. Perhitungan Bobot Variabel Responden 1 ... 58

Tabel V.7 Perhitungan Perkalian Matriks Variabel Responden 1 ... 58

Tabel V.8 Perhitungan Nilai Eigen Value Maximum ... 59

Tabel V.9 Random Consistency Index ... 60

(14)

xiii

Tabel V.10 Matriks Atribut Variabel Plan Responden 1 ... 61

Tabel V.11 Normalisasi Atribut Variabel Plan Responden 1 ... 61

Tabel V.12 Perhitungan Bobot Atribut Variabel Plan Responden 1 ... 61

Tabel V.13 Perhitungan Perkalian Matriks Atribut Variabel Plan Responden1 .. 62

Tabel V.14 Perhitungan Nilai Eigen Value Maximum Atribut Variabel Plan Responden 1 ... 62

Tabel V.15 Matriks Sub Atribut Plan Reliability Responden 1 ... 64

Tabel V.16 Normalisasi Sub Atribut Plan Reliability Responden 1 ... 64

Tabel V.18 Perhitungan Perkalian Matriks Sub Atribut Plan Reliability Responden 1 ... 65

Tabel V.19 Perhitungan Nilai Eigen Value Maximum Sub Atribut Plan Reliability Responden 1 ... 66

Tabel V.20 Matriks Gabungan Variabel ... 68

Tabel V.21 Normalisasi Matriks Gabungan Variabel ... 69

Tabel V.22 Perhitungan Bobot Matriks Gabungan Variabel ... 69

Tabel V.23 Perhitungan Perkalian Matriks Gabungan Variabel ... 70

Tabel V.24 Perhitungan Nilai Eigen Value Maximum Gabungan Variabel ... 70

Tabel V.25 Matriks Gabungan Atribut Variabel Plan ... 72

Tabel V.26 Normalisasi Matriks Gabungan Atribut Variabel Plan ... 73

Tabel V.27 Perhitungan Bobot Matriks Gabungan Atribut Variabel Plan ... 73

Tabel V.28 Perhitungan Perkalian Matriks Gabungan Atribut Variabel Plan ... 73

Tabel V.29 Perhitungan Nilai Eigen Value Maximum Gabungan Atribut Variabel Plan ... 74

(15)

xiv

Tabel V.30 Matriks Gabungan Sub Atribut Plan Reliability ... 76

Tabel V.31 Normalisasi ... 76

Tabel V.32 Perhitungan Bobot Matriks Gabungan Atribut Sub Atribut Plan Reliability ... 77

Tabel V.33 Perhitungan Perkalian Matriks Gabungan Sub Atribut Plan Reliability ... 77

Tabel V.34 Perhitungan Nilai Eigen Value Maximum Sub Atribut Plan Reliability ... 78

Tabel V.35 Konsistensi Hierarki Variabel ... 79

Tabel V.36 Bobot Global ... 81

Tabel V.37 Hasil Penilaian Akhir ... 83

Tabel V.38 Hasil Penilaian Akhir ... 86

Tabel V.39 Prioritas Variabel ... 88

Tabel V.40 Prioritas Sub Atribut ... 89

Tabel V.41 Sistem Monitoring Indikator Performansi ... 90

Tabel V.42 Tabel Prioritas Perbaikan ... 91

(16)

xv

DAFTAR GAMBAR

Gambar II.1 Aspirasi Pelanggan dan Kemampuan Strategis Supply Chain ... 15

Gambar II.2 Kerangka Konseptual ... 33

Gambar IV.1 Struktur Organisasi G Coffee Roastery ... 46

Gambar IV.2 Proses bisnis alur barang G Coffee Roastery ... 48

(17)

xvi

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Transkrip Wawancara... 105 Lampiran 2 Kuesioner... 108 Lampiran 3 Olah Data Metode AHP Menggunakan MS. Excel... 116

(18)

xvii ABSTRAK

PENGUKURAN KINERJA MANAJEMEN RANTAI PASOKAN MENGGUNAKAN METODE SCOR

Pada G Coffee Roastery Michael

Universitas Sanata Dharma Yogyakarta

2021

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui struktur manajemen rantai pasokan, kinerja rantai pasok jika dianalisis dengan scor model level 1-3, dan memberikan usulan alternatif-alternatif solusi atas masalah rantai pasokan dari pengukuran kinerja manajemen rantai pasok pada G Coffee Roastery. Penelitian ini menggunakan Supply Chain Operation Reference level 1-3 sebagai materi penentuan key performance indicator. Penelitian ini menggunakan Analytical Hierarchy Process untuk menentukan prioritas kegiatan rantai pasok. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa G Coffee Roastery memiliki nilai kinerja rantai pasok sebesar 98,08. Atribut kinerja terpenting terdapat pada proses return. Setiap proses memiliki atribut prioritas yang berbeda-beda. Variabel plan memprioritaskan reliability, variabel source memprioritaskan reliability, variabel make memprioritaskan agility, variabel deliver memprioritaskan responsiveness, dan variabel return memprioritaskan reliability.

Kata kunci: pengukuruan kinerja rantai pasok, Supply Chain Operations Reference, Analytical Hierarchy Process

(19)

xviii ABSTRACT

MEASURMENT OF SUPPLY CHAIN MANAGEMENT PERFORMANCE USING SCOR METHOD

In G Coffee Roastery Michael

Sanata Dharma University Yogyakarta

2021

The purpose of this research is to know the structure of supply chain management, supply chain performance whis is measured with supply chain operation reference level 1-3, and the alternative solution on supply chain issue in G Coffee Roastery.

This research applies analytical hierarchy process to determine the task priority in the supply chain process. The result of this research shows G Coffee Roastery has performance value of 98,08. the most important performance attribute is on return process. Each process has different priority attributes; plan variables prioritize on the reliability, source variables prioritzes on the reliability, make variables prioritizes on the agility, deliver variables prioritizes on the responsiveness, return variables prioritizes on the reliability.

Keywords: supply chain performance measurement, supply chain operation reference, analitycal hierarchy process

(20)

1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Tanaman kopi adalah pohon kecil yang bernama purpegenus coffea dari familia Rubiaceae. Tanaman kopi, yang umumnya berasal dari benua Afrika, termasuk familia Rubiacecae dan jenis kelamin Coffea. Kopi bukan produk homogeni; ada banyak varietas dan beberapa cara pengolahannya. Kopi secara umum diklasifikasikan ke dalam 4 jenis kelompok besar, yaitu Caffea Canephora (lebih dikenal dengan dengan kopi Robusta), Coffea Arabica, Coffea Exelsa, Coffea Liberica. Jenis Coffea Arabica adalah yang paling menonjol dalam kualitas dan kuantitas dari segi produksi, andilnya dalam pasokan dunia tak kurang dari 70%. Jenis Robusta yang mutunya di bawah Arabika, mengambil 24% produksi dunia, sedangkan Liberica dan Exelsa masing-masing 3%.

Tanaman kopi tercatat masuk ke Indonesia pada tahun 1696, ketika Admiral Pieter van de Broecke mengadakan perdagangan dengan bangsa Arab.

Adimiral Pieter tertarik dengan rasa minuman yang di Arab dinamakan Qahwah (air hitam). Dalam tahun 1699 kiriman pohon-pohon kopi Arabica tiba di Jawa dari Malabar, India. Bibitnya dibawa ke Indonesia untuk pertama kalinya oleh seorang Belanda bernama Zwaardkroon dari perkebunan koi India di pantai Malabar ke perkebunan Kedawung di daerah Jakarta. Bibit-bibit itu disebarkan ke daerah-daerah di pulau Jawa dan Sumatera, bahkan kemudian juga ke Sulawesi, Bali dan Timor. Sejak itu mulailah berkembang tanaman

(21)

kopi, yang diusahakan perkebunan besar maupun perkebunan rakyat. Pohon- pohon ini menjadi induk dari hampir semua kopi yang ditanam di kepulauan Indonesia selama 200 tahun sesudahnya.

Kopi merupakan salah satu komoditas yang sangat penting di Indonesia.

Industri pengolahan kopi nasional mampu memberikan kontribusi signifikan terhadap devisa negara Indonesia dari nilai ekspor yang mencapai USD 1.175.393,1 (Ribu USD) pada tahun 2017 (Sumber : Badan Pusat Statistik (bps.go.id). Wilayah subtropis dan tropis merupakan lokasi yang baik untuk budidaya kopi. Oleh karena itu, negara-negara yang mendominasi produksi kopi dunia berada di wilayah Amerika Selatan, Afrika, dan Asia Tenggara.

Kopi adalah komoditi yang diperdagangkan di bursa-bursa komoditi dan futures, yang paling penting di London dan New York. Dua tabel yang

mengindikasikan lima negara produsen kopi utama dunia (Tabel I.1) dan lima negara eksportir kopi utama dunia (Tabel I.2).

Berdasarkan jumlah produksi kopi di dunia, terdapat 5 negara dengan jumlah produksi terbesar di dunia. Brasil sebagai negara produsen kopi terbesar di dunia, Indonesia berada pada posisi ke 4 sebagai produsen kopi terbesar di dunia pada tahun 2017. Sebagian besar kopi yang dihasilkan oleh negara produsen kopi diekspor ke negara yang tidak bisa memproduksi kopi. Brasil sebagai negara pengekspor kopi terbesar di dunia, sedangkan Indonesia berada pada posisi ke 4 sebagai negara pengeskpor kopi di dunia pada tahun 2017.

Vietnam sebagai saingan Indonesia sebagai produsen kopi di bagian wilayah

(22)

Asia Tenggara. Indonesia masih kalah dengan Vietnam dalam jumlah untuk memproduksi kopi.

Tabel I.1

Lima Negara Produsen Kopi Terbesar di Dunia – Musim Tanaman 2016- 2017 (Dalam bungkus 60 kilogram)

No Negara Jumlah

(Ton)

1 Brasil 55.000.000

2 Vietnam 25.500.000

3 Kolombia 14.500.000

4 Indonesia 11.491.000

5 Etiopia 6.600.000

(Sumber : International Coffee Organization; www.indonesia- investments.com, diakses tanggal 26 Juni 2019)

Tabel I.2

Lima Negara Eksportir Kopi Terbesar di Dunia pada Musim 2016-2017 (Dalam bungkus 60 kilogram)

No Negara Jumlah

(Ton)

1 Brasil 34.500.000

2 Vietnam 23.200.000

3 Kolombia 12.800.000

4 Indonesia 6.891.000

5 Honduras 5.589.000

(Sumber : International Coffee Organization; www.indonesia- investments.com, diakses tanggal 26 Juni 2019)

Manajemen rantai pasokan merupakan salah satu kunci keunggulan persaingan bagi perusahaan. Pada jaman sekarang ini persaingan bisnis semakin ketat, maka perusahaan harus mengatur dan menentukan strategi yang tepat digunakan apabila ingin dapat bersaing dengan perusahaan pesaing.

Keunggulan bersaing pada jaman ini tidak hanya ditentukan oleh kemampuan perusahaan dalam menciptakan banyak barang persatuan waktu. Produktivitas memanglah penting, tetapi tidak cukup kuat untuk sebagai bekal untuk bersaing di pasar. Manajemen rantai pasokan yang efektif dapat memberikan

(23)

respon yang cepat kepada pasar dan mengurangi biaya. Untuk mengetahui seberapa efektif suatu rantai pasokan maka sebuah perusahaan harus melakukan pengukuran dan evaluasi. Perusahaan berusaha untuk meningkatkan daya saing melalui penyesuaian produk, kualitas yang tinggi, pengurangan biaya, dan kecepatan respon terhadap pasar.

Rantai pasokan adalah jaringan perusahaan-perusahaan yang secara bersama-sama bekerja untuk menciptakan dan mengantarkan suatu produk ke tangan pemakai akhir. Perusahaan-perusahaan tersebut tersebut biasanya termasuk suplier, pabrik, distributor, toko atau retail, serta perusahaan- perusahaan pendukung seperti perusahaan jasa logistik. Pada rantai pasokan biasanya ada 3 macam aliran yang harus dikelola. Pertama adalah aliran barang yang mengalir dari hulu ke hilir. Yang kedua adalah aliran uang dan sejenisnya yang mengalir dari hilir ke hulu. Yang ketiga adalah aliran informasi yang bisa terjadi dari hulu ke hilir atau sebaliknya.

Kerja sama antara perusahaan dan pemasok memainkan peran penting bagi terciptanya keefektifan rantai pasokan. Aspek kerja sama antara perusahaan dan pemasok didalam suatu rantai pasokan yang efektif ditentukan pula oleh besarnya penurunan untuk investasi persediaan, yang menjadikan perputaran suplai barang menjadi uang harus cepat. Aliran barang dan informasi yang terjadi diantara perusahaan dan pemasok harus berlangsung seefektif mungkin. Pemasok-pemasok yang dipilih oleh perusahaan harus dirangkai sebaik mungkin untuk menghindari pemasok terlambat dalam

(24)

pengadaan bahan baku bagi perusahaan dan tidak terjadinya transparasi harga tawar menawar antara pemasok dan perusahaan.

Kegiatan rantai pasokan yang dilakukan oleh perusahaan haruslah efektif, efisien dan mengalami peningkatan. Manajemen rantai pasokan mampu mengintegrasikan pengelolaan berbagai fungsi manajemen dalam suatu hubungan antar-perusahaan membentuk suatu sistem yang terpadu dan saling mendukung. Manajemen rantai pasokan menjadi sangat penting dalam keunggulan bersaing perusahaan. Oleh karena itu pengukuran kinerja dan evaluasi rantai pasokan perusahaan menjadi sangat penting untuk menentukan arah perbaikan untuk menciptakan keunggulan dalam bersaing. Dalam menciptakan keunggulan dalam bersaing, maka diperlukan penelitian untuk mengukur kinerja rantai pasokan pada perusahaan.

Penelitian ini dilakukan pada G Coffee Roastery, perusahaan yang terlibat dalam industri kopi yang berada di Yogyakarta. G Coffee Roastery berdiri sejak tahun 2016, perusahaan yang beroperasi mensuplai kopi yang sudah disangrai kepada coffee shop dan konsumen akhir. Produk yang ditawarkan kepada konsumen ada 2 jenis, blend coffee beans dan single origin.

Metode yang digunakan dalam pengukuran keefektifan kinerja rantai pasokan pada penelitian ini metode SCOR (Supply Chain Operation Reference) meliputi aktivitas rantai pasokan perusahaan yaitu dari hulu ke hilir.

Dengan dilakukannya pengukuran kinerja dan performansi rantai pasokan pada perusahaan akan diketahui kekurangan yang terjadi pada manajemen rantai pasokan perusahaan. Apabila terjadi kekurangan pada manajemen rantai

(25)

pasokan, maka dapat dilakukan improvement untuk memperbaiki kinerja dan performasi rantai pasokan. Tujuan sebenarnya dari improvement itu dilakukan adalah agar dapat tetap bersaing dan berusaha tetap diatas perusahaan pesaing yang bergerak di bidang yang sama.

B. Rumusan masalah

Mengacu pada latar belakang yang ada, maka rumusan masalah dapat diambil sebagai berikut :

1. Bagaimana struktur manajemen rantai pasokan perusahaan ?

2. Bagaimana analisis kinerja manajemen rantai pasokan dengan SCOR ? 3. Alternatif solusi apakah yang dapat dilakukan setelah diketahui kinerja

manajemen rantai pasokan dengan SCOR ? C. Tujuan penelitian

Berdasarkan perumusan masalah tersebut, maka tujuan penelitian ini sebagai berikut :

1. Mengkaji struktur manajemen rantai pasokan perusahaan

2. Melakukan pengukuran kinerja terhadap manajemen rantai pasok perusahaan dengan SCOR.

3. Memberikan alternatif-alternatif pemecahan atas masalah setelah diketahui pengukuran berserta saran dari kegiatan pengukuran dan analisis terhadap manajemen rantai pasokan perusahaan.

D. Manfaat penelitian

Manfaat yang diharapkan dapat diperoleh dari penelitian ini :

(26)

1. Bagi peneliti, dapat menambah dan memperluas pengetahuan maupun wawasan serta dapat mengaplikasikan teori yang telah diperoleh selama perkuliahan.

2. Bagi perusahaan, dengan penelitian ini diharapkan dapat membantu perusahaan mengetahui nilai performa rantai pasokan yang diukur dengan metode SCOR untuk memperbaiki rantai pasokan perusahaan.

3. Bagi peneliti selanjutnya, dengan penelitian ini diharapkan dapat menjadi wadah pengetahuan mengenai manajemen rantai pasokan dan pengukurannya dengan metode SCOR untuk peneliti selanjutnya yang tertarik untuk meneliti.

(27)

8 BAB II

KAJIAN PUSTAKA A. Landasan Teori

1. Supply Chain Management

Istilah supply chain management (SCM) pertama kali dikemukakan oleh (Oliver & Weber; Lambert et al. dalam Pujawan, 2005: 5). Kalau supply chain adalah jaringan fisiknya, yakni perusahaan-perusahaan yang terlibat dalam memasok bahan baku, memproduksi barang, maupun mengirimkannya ke pemakai akhir, SCM adalah metode, alat atau pendekatan atau metode yang terintegrasi dengan dasar semangat kolaborasi. Ada beberapa definisi tentang supply chain management dan rantai pasok.

Rantai pasokan adalah sekumpulan aktivitas (dalam bentuk entitas/fasilitas) yang terlibat dalam proses transformasi dan distribusi barang mulai dari bahan baku paling awal dari alam sampai produk jadi pada konsumen akhir. Eltram (1991) mendefinisikan supply supply chain management (SCM) sebagai pendekatan integratif dalam menangani masalah perencanaan dan pengawasan aliran material dari pemasok sampai ke pengguna akhir. Pendekatan ini ditujukan untuk pengelolaan dan pengawasan hubungan saluran distribusi secara kooperatif untuk kepentingan semua pihak yang terlibat, untuk mengefisiensikan pengguna sumber daya dalam mencapai tujuan kepuasan konsumen rantai pasokan. Rantai pasokan meliputi semua aktivitas yang terlibat dalam aliran dan transformasi barang dari tahapan bahan

(28)

mentah hingga ke pengguna akhir (end user), begitu juga dengan aliran informasi (Ballou, 2004).

Supply chain management adalah metode yang digunakan perusahaan untuk dapat mengintegrasikan proses bisnis perusahaan dari pembelian bahan baku hingga distribusi barang jadi, dengan meminimumkan biaya, memberikan kepuasan pelanggan dengan menempatkan distribusi, mengalokasikan dan mendistribusikan produk dan proses yang tepat (Widyarto, 2012). Rantai Pasok adalah suatu sistem terintegrasi yang mengkoordinasikan keseluruhan proses di organisasi/perusahaan dalam mempersiapkan dan menyampaikan produk/jasa kepada konsumen. Proses ini mencakup perencanaan (plan), sumber input bagi proses (source, misalnya pengiriman bahan mentah dari pemasok), proses transformasi input menjadi output (make), transportasi, distribusi, pergudangan (deliver), sistem informasi, dan pembayaran produk/jasa, sampai produk/jasa tersebut dikonsumsi oleh konsumen, serta layanan pengembalian produk/jasa (return) (Martiono, 2015: 2).

2. Konsep Supply Chain Management

Konsep supply chain merupakan konsep baru dalam melihat persoalan logistik. Dalam konsep baru ini, masalah logistik dilihat sebagai masalah yang lebih luas yang terbentang sangat panjang sejak dari bahan dasar sampai barang jadi yang dipakai konsumen akhir, yang merupakan mata rantai penyediaan barang. Beberapa elemen penting yang masuk dalam klasifikasi SCM di antaranya di tunjukkan pada tabel II.1 berikut.

(29)

Tabel II.1

Enam Bagian Utama Perusahaan Manufaktur yang Terkait dengan Fungsi- fungsi Utama Supply Chain.

Bagian Cakupan kegiatan antara lain Pengembangan

Produk

Melakukan riset pasar, merancang produk baru, melibatkan supplier dalam perancangan produk baru.

Pengadaan Memilih supplier, mengevaluasi kinerja supplier, melakukan pembelian bahan baku dan komponen, memonitor supply risk, membina dan memelihara hubungan dengan supplier.

Perencanaann &

Pengendalian

Demand planning, peramalan permintaan, perencanaan kapasitas, perencanaan produksi dan persediaan.

Operasi / Produksi Eksekusi produksi dan pengendalian kualitas.

Pengiriman / Distribusi

Perencanaan jaringan distribusi, penjadwalan pengiriman, mencari dan memelihara hubungan dengan perusahaan jasa pengiriman, memonitor service level di tiap pusat distribusi.

Pengembalian Merancang saluran pengembalian produk, penjadwalan pengambilan, proses disposal, penentuan harga refurbish, dan lain-lain.

Sumber : Supply Chain Management (Pujawan & Mahendrawathi, 2017 : 10) Seluruh klasifikasi yang disebutkan dalam tabel II.1 tersebut biasanya tercermin dalam bentuk pembagian departmen atau divisi pada perusahaan manufaktur. Pembagian tersebut sering dinamakan functional division karena mereka dikelompokkan sesuai dengan fungsinya. Melihat beberapa definisi yang di jelaskan di atas, dapat dikatakan bahwa supply chain adalah logistics network yang cukup luas dan kompleks. Dalam hubungan ini, ada beberapa pemain utama yang merupakan perusahaan perusahaan yang mempunyai kepentingan yang sama, yaitu :

a. Chain 1: Supplier

(30)

Jaringan bermula dari sini, yang merupakan sumber yang menyediakan bahan pertama, di mana mata rantai penyaluran barang akan dimulai. Bahan pertama di sini bisa dalam bentuk bahan baku, bahan mentah, bahan penolong, bahan dagangan, sub assemblies, suku cadang, dan sebagainya. Sumber pertama ini dinamakan suppliers. Dalam artinya yang murni, ini termasuk juga suppliers atau sub-suppliers. Jumlah supplier bisa banyak atau sedikit, tetapi suppliers biasanya berjumlah banyak sekali.

Inilah mata rantai yang pertama.

b. Chain 2 : Supplier, Manufacturer

Rantai pertama dihubungkan dengan rantai kedua, yaitu manufacture atau plants atau assembler atau fabricator atau bentuk lain yang melakukan perkerjaan membuat, fabrikasi, assembling, merakit, mengkonversikan, atau pun menyelesaikan barang (finishing). Hubungan dengan mata rantai pertama ini sudah mempunyai potensi untuk melakukan penghematan.

Misalnya inventories bahan baku, bahan setengah jadi, dan bahan jadi yang berada di pihak suppliers, manufacturer dan tempat transit merupakan target untuk penghematan ini. Tidak jarang penghematan sebesar 40% – 60%, bahkan lebih, dapat diperoleh dari inventory carrying cost di mata rantai ini.

Dengan menggunakan konsep supplier partnering misalnya, penghematan tersebut diperoleh.

c. Chain 3 : Supplier, Manufacturer, Distribution

Barang sudah jadi yang dihasilkan oleh manufacturer sudah mulai harus disalurkan kepada pelanggan. Walaupun tersedia banyak cara untuk

(31)

penyaluran barang ke pelanggan, yang umum adalah melalui distributor dan ini biasanya ditempuh oleh sebagian besar supply chain. Barang dari pabrik melalui gudangnya disalurkan ke gudang distributor atau wholesaler atau pedagang besar dalam jumlah besar, dan pada waktunya nanti pedagang besar menyalurkan dalam jumlah yang lebih kecil kepada retailers atau pengecer.

d. Chain 4 : Supplier, Manufacturer, Distribution, Retail Outlets

Pedagang besar biasanya mempunyai fasilitas gudang sendiri atau dapat juga menyewa dari pihak lain. Gudang ini digunakan untuk menimbun barang sebelum disalurkan lagi ke pihak pengecer. Sekali lagi di sini ada kesempatan untuk memperoleh penghematan dalam bentuk jumlah inventories dan biaya gudang, dengan melakukan desain kembali pola-pola pengiriman barang baik dari gudang manufacturer maupun toko pengecer (retail outlets). Walaupun ada beberapa pabrik yang langsung menjual barang hasil produksinya kepada pelanggan, namun secara relatif jumlahnya tidak banyak dan kebanyakan menggunakan pola seperti di atas.

e. Chain 5 : Supplier, Manufacturer, Distribution, Retail Outlets, Customers Dari rak-raknya, para pengecer atau retailers ini menawarkan barangnya langsung kepada para pelanggan atau pembeli atau pengguna barang tersebut. Yang termasuk outlets adalah toko, warung, toko serba ada, pasar swalayan, toko koperasi, mall, club stores, dan sebagainya di mana pembeli akhir melakukan pembelian. Walaupun secara fisik dapat dikatakan bahwa ini merupakan mata rantai yang terakhir, sebetulnya masih ada satu

(32)

mata rantai lagi, yaitu dari pembeli (yang mendatangi retailer outlet tadi) ke real customers atau real user, karena pembeli belum tentu pengguna sesungguhnya. Mata rantai supply baru betul - betul berhenti setelah barang yang bersangkutan tiba di pemakai langsung (pemakai yang sebenarnya) barang atau jasa dimaksud.

3. Tujuan Strategis Pada Supply Chain Management

Strategi tidak dapat dilepaskan dari tujuan jangka panjang. Tujuan inilah yang diharapkan akan tercapai. Keputusan-keputusan jangka pendek dan di lingkungan lokal mestinya harus mendukung organisasi atau supply chain kearah tujuan-tujuan strategis tersebut. Tujuan-tujuan strategis tersebut perlu dicapai untuk membuat supply chain menang atau setidaknya bertahan dalam persaingan pasar. Untuk bisa memenangkan pasar, maka supply chain harus bisa menyediakan produk yang :

1. Murah 2. Berkualitas 3. Tepat waktu 4. Bervariasi

Keempat tujuan strategis tersebut sangat penting dimata pelanggan.

Namun perlu disadari bahwa tingkat kepentingan untuk masing-masing tujuan di atas berbeda-beda untuk tiap jenis produk dan segmen pelanggan. Ada produk yang dibeli oleh pelanggan dengan pertimbangan utama harga yang murah, sedangkan ada pelanggan yang membeli dengan kualitas sebagai pertimbangan utama. Ada jenis produk yang bisa unggul di pasar karena

(33)

mampu menciptakan jenis produk yang beragam, ada juga karena mudah atau cepat diperoleh.

Untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut, maka supply chain harus menerjemahkan tujuan-tujuan tersebut ke dalam kemampuan sumber daya yang dimiliki. Dalam konteks operasi supply chain, tujuan-tujuan tersebut bisa dicapai apabila memiliki kemampuan untuk :

1. Beroperasi secara efisien 2. Menciptakan kualitas 3. Cepat

4. Fleksibel 5. Inovatif

Masing-masing aspirasi pelanggan tersebut bisa didukung oleh satu atau beberapa kemampuan strategis suatu supply chain. Misalnya, aspirasi untuk mendapatkan produk yang murah tidak hanya didukung oleh kemampuan supply chain untuk beroperasi secara efisien, tetapi juga oleh kemampuannya menciptakan kualitas. Dalam konteks operasi, kemampuan menciptakan kualitas tidak selalu diasosiasikan dengan produk, tetapi juga proses. Filosofi manajemen kualitas “right the first time and every time” misalnya mengindikasikan bahwa manajemen kualitas juga besar perannya dalam mengurangi produk yang rusak atau yang harus dikerjakan ulang (rework).

Mengurangi pekerjaan ulang atau kerusakan akibat tidak melakukan proses dengan benar tentu sangat berpengaruh pada aspek finansial sebuah operasi.

Singkatnya, kualitas proses yang dijaga dengan baik akan banyak memberikan

(34)

penghematan, sehingga supply chain juga mampu menawarkan produk dengan harga yang lebih murah. Demikian juga kemampuan supply chain unuk menciptakan kualitas juga berpengaruh pada tujuan untuk menyediakan produk tepat waktu bagi pelanggan. kesalahan proses yang mengakibatkan reject dan rework tentu mengakibatkan waktu produksi lebih lama, sehingga mengurangi kemampuan supply chain untuk menyediakan produk yang tepat waktu.

Gambar II.1 mengilustrasikan hubungan antara empat aspirasi pelanggan dengan lima kemampuan strategis yang harus dimiliki oleh supply chain (Pujawan & Mahendrawathi 2017 : 34–37).

Gambar II.1 Aspirasi Pelanggan dan Kemampuan Strategis Supply Chain

(Sumber: Pujawan & Mahendrawathi, 2017; 36) 4. Manfaat Supply Chain Management

Secara umum penerapan konsep SCM dalam perusahaan akan memberikan manfaat yaitu kepuasan pelanggan, meningkatkan pendapatan, menurunnya biaya, pemanfaatan asset yang semakin tinggi, peningkatan laba, dan perusahaan semakin besar (Jebarus, 2001).

(35)

a. Kepuasan pelanggan.

Konsumen atau pengguna produk merupakan target utama dari aktivitas proses produksi setiap produk yang dihasilkan perusahaan. Konsumen atau pengguna yang dimaksud dalam konteks ini tentunya konsumen yang setia dalam jangka waktu yang panjang. Untuk menjadikan konsumen setia, maka terlebih dahulu konsumen harus puas dengan pelayanan yang disampaikan oleh perusahaan.

b. Meningkatkan pendapatan.

Semakin banyak konsumen yang setia dan menjadi mitra perusahaan berarti akan turut pula meningkatkan pendapatan perusahaan, sehingga produk-produk yang dihasilkan perusahaan tidak akan terbuang percuma, karena diminati konsumen.

c. Menurunnya biaya.

Pengintegrasian aliran produk dari perusahan kepada konsumen akhir berarti pula mengurangi biaya-biaya pada jalur distribusi.

d. Pemanfaatan asset semakin tinggi.

Aset terutama faktor manusia akan semakin terlatih dan terampil baik dari segi pengetahuan maupun keterampilan. Tenaga manusia akan mampu memberdayakan penggunaan teknologi tinggi sebagaimana yang dituntut dalam pelaksanaan Supply Chain Management.

e. Peningkatan laba.

Dengan semakin meningkatnya jumlah konsumen yang setia dan menjadi pengguna produk, pada gilirannya akan meningkatkan laba perusahaan.

(36)

f. Perusahaan semakin besar.

Perusahaan yang mendapat keuntungan dari segi proses distribusi produknya lambat laun akan menjadi besar, dan tumbuh lebih kuat.

Keenam manfaat yang sudah dijelaskan seperti tersebut di atas merupakan manfaat tidak langsung. Menurut Jebarus (2001) manfaat langsung dari penerapan Supply Chain Management bagi perusahaan adalah :

a. Supply Chain Management secara fisik dapat mengkonversi bahan baku menjadi produk jadi dan mengantarkannya kepada konsumen akhir.

Manfaat ini menekankan pada fungsi produksi dan operasi dalam sebuah perusahaan. Dalam fungsi ini dilakukan penggunaan dari seluruh sumber daya yang dimilki dalam sebuah proses transformasi yang terkendali, untuk memberikan nilai pada produk yang dihasilkan sesuai dengan kebijaksanaan perusahaan dan mendistribusikannya kepada konsumen yang dibidik.

b. Supply Chain Management berfungsi sebagai mediasi pasar, yaitu memastikan apa yang dipasok oleh rantai suplai mencerminkan aspirasi pelanggan atau konsumen akhir tersebut. Dalam hal ini fungsi pemasaran yang akan berperan. Melalui pelaksanaan Supply Chain Management, pemasaran dapat mengidentifikasi produk dengan karakteristik yang diminati konsumen. Selanjutnya fungsi ini harus mampu mengidentifikasi seluruh atribut produk yang diharapkan konsumen tersebut dan mengkomunikasikan kepada perancang produk. Apabila seleksi rancangan produk sudah dilakukan dan dilakukan pengujian maka

(37)

produk dapat diproduksi. Sehingga Supply Chain Management akan berperan dalam memberikan manfaat seperti point 1 tersebut.

5. Supply Chain Management Reference (SCOR)

a. Model SCOR (Supply Chain Operation of Reference)

Menurut Pujawan & Mahendrawathi (2017 : 280), SCOR adalah suatu model acuan dari operasi supply chain. Model ini mengintegrasikan tiga elemen utama dalam manajemen yaitu business process reeingineering, benchmarking, dan process measurement ke dalam kerangka lintas fungsi dalam supply chain. Ketiga elemen tersebut memiliki fungsi sebagai berikut :

1) Business process reeingineering pada hakikatnya menangkap proses kompleks yang terjadi saat ini dan mendefinisikan proses yang diinginkan.

2) Benchmarking adalah kegiatan untuk mendapatkan data kinerja operasional dari perusahaan sejenis. Target internal kemudian ditentukan berdasarkan kinerja best in class yang diperoleh.

3) Process measurement berfungsi untuk mengukur, mengendalikan, dan memperbaiki proses-proses supply chain.

b. Pembagian Level

SCOR model memiliki peran penting dalam kerangka penilaian kinerja Supply Chain Management. Tidak hanya menghasilkan struktur dan acuan yang terdefinisi dengan baik untuk mengukur kinerja dari

(38)

desain rantai pasok, namun juga pendekatan benchmark untuk analisis gap dan pendekatan best practice untuk melakukan perbaikan.

Pujawan & Mahendrawathi (2017 : 280) membagi proses SCOR menjadi tiga hirarki proses. Tiga hirarki tersebut menunjukkan bahwa SCOR melakukan dekomposisi proses dari yang umum ke yang detail.

Tiga level tersebut adalah :

1) Level 1 adalah level tertinggi yang memberikan definisi umum dari lima proses utama (plan, source, make, dan return) . Supply Chain Council (2008) menjelaskan lima proses utama level 1 dalam rantai pasok ke dalam tabel II.2.

Tabel II.2

Lima Proses Utama Level 1

Prosess SCOR Definisi

Plan Proses-proses yang menyeimbangkan permintaan (demand) agregat dan supply dengan tujuan untuk mengembangkan sejumlah tindakan yang dapat memenuhi optimal kebutuhan pengiriman (delivery), produksi, dan sumber yang ada (sourcing) secara optimal

Source Proses-proses pembelian barang dan jasa yang ditunjukan untuk memenuhi perencanaan atau actual demand

Make Proses-proses yang mentranformasikan produk menjadi keadaan akhir untuk memenuhi perencanaan atau actual demand Deliver Proses-proses yang menyediakan produk

jadi/jasa untuk memenuhi perencanaan atau actual demand, khususnya mencakup order management, serta manajemen transportasi dan distribusi

Return Proses-proses yang diasosiasikan dengan pengembalian penerimaan returned products.

Proses ini diperluas hingga ke bagian delivery consumer support.

Sumber: Supply Chain Council (2008)

(39)

2) Level 2 dikatakan sebagai configuration level tempat supply chain perusahaan bisa dikonfigurasi berdasarkan sekitar 30 proses inti.

Perusahaan bisa membentuk konfigurasi saat ini maupun yang diinginkan. Menurut Supply Chain Council (2008), pemetaan level 2 merupakan tahap konfigurasi dari proses-proses rantai pasok yang ada dalam tiga kategori utama, yaitu :

a) Planning, adalah suatu proses yang menyelaraskan sumber-sumber daya perusahaan untuk memenuhi keperluan-keperluan akan permintaan (excepted demand). Proses yang dilakukan dalam perencanaan antara lain : Penyeimbangan aggregate supply dan permintaan, mempertimbangkan time horizon perencanaan yang konsisten dan memberikan kontribusi akan waktu respon dan rantai pasok.

b) Execution, adalah suatu proses yang dipicu oleh suatu permintaan terencana ataupun permintaan aktual ke dalam bentuk proses tranformasi material. Proses-proses eksekusi :

(1) Keterlibatan operasional secara umum (penjadwalan, transformasi produk, perpindahan produk ke proses berikutnya).

(2) Memberikan kontribusi dalam order fulfillment cycle time.

c) Enable, adalah suatu proses dalam menyiapkan, memelihara, dan mengendalikan jaringan informasi sehingga proses planning dan execution saling berkait.

(40)

3) Level 3 dinamakan proses elemen level, mengandung definisi elemen proses, input, output, metrik masing-masing elemen proses, serta referensi (benchmarking dan best practice). Supply Chain Council (2008) mendefinisikan pemetaan level 3 sebagai kemampuan perusahaan untuk bersaing pada pasar yang dipilih, sesuai dengan sistem rantai pasok perusahaan yang telah didefinisikan. Pada level ini memperlihatkan bahwa proses ini dibagi ke dalam bentuk informasi input, output, dan throughput yang terdiri dari:

a) Definisi proses elemen

b) Informasi input dan output proses elemen c) Proses metrik pengukuran kerja

d) Best practicies

e) Kemampuan sistem yang diperlukan untuk menerapkan best practicies

f) Sistem dan alat bantu dalam melakukan fine turning pada level strategi operasi

c. Atribut Kinerja dan Metrik Pada Model SCOR

Pujawan mengatakan bahwa SCOR yang digunakan untuk mengukur kinerja suatu rantai pasokan (Pujawan & Mahendrawathi, 2017), menggunakan beberapa dimensi umum, yaitu Reliability, Responsiveness, Agility, Cost dan Asset. Penjelasan dari masing masing dimensi tersebut bisa dilihat pada tabel II.3 berikut :

Tabel II.3

Lima Dimensi Atribur Kerja SCOR

Atribut Kinerja Definisi

(41)

Reliability Kemampuan untuk melaksanakan pekerjaan sesuai yang diharapkan:

tepat waktu, kualitas sesuai standar yang diminta, dan jumlah yang diminta Responsiveness Kecepatan dalam melaksanakan

pekerjaan, antara lain diukur dalam siklus waktu pemenuhan pesanan Agility Kemampuan untuk merespons

perubahan eksternal dalam rangka tetap kompetitif di pasar. Alat ukurnya,

antara lain fleksibilitas dan adaptabilitas

Costs Biaya untuk menjalankan proses- proses supply chain. Mencakup biaya

tenaga kerja, biaya material, baya transportasi, dan biaya penyimpanan.

Alat ukurnya, antara lain Cost of Goods Sold.

Asset Management Efficiency (Assets)

Kemampuan untuk memanfaatkan aset secara produktif, antara lain ditunjukkan dengan tingkat persediaan

barang yang rendah utilisasi (Sumber: Pujawan & Mahendrawathi, 2017; 282-283) d. Perhitungan Normalisasi

Perhitungan nilai kinerja rantai pasok dilakukan mengacu pada data nilai pada tiap-tiap indikator yang menggambarkan kegiatan rantai pasok perusahaan yang diperoleh dari data yang dimiliki perusahaan.

Mekanisme perhitungan nilai kinerja rantai pasok dilakukan dengan menghitung nilai normalisasi dari tiap-tiap indikator. Pehitungan nilai normalisasi dilakukan untuk menyamakan nilai dan skala yang berbeda (Sumiati, 2012). Proses normalisasi dapat diukur dengan menggunakan rumus normalisasi Snorm De Boer :

Large better : 𝑆𝑛𝑜𝑟𝑚 = 𝑆𝑖−𝑆𝑚𝑖𝑛

𝑆𝑚𝑎𝑥−𝑆𝑚𝑖𝑛

(42)

Lower better : 𝑆𝑛𝑜𝑟𝑚 = 𝑆𝑚𝑎𝑥−𝑆𝑖

𝑆𝑚𝑎𝑥−𝑆𝑚𝑖𝑛

Keterangan :

Snorm : Nilai indikator setelah dilakukan normalisasi Si : Nilai indikator aktual yang tercapai

Smax : Nilai performansi terbaik dari indikator Smin : Nilai performansi terburuk dari indicator

Tabel II.4 Indikator Nilai Performasi Kinerja Nilai Kinerja Indikator performansi

< 40 Poor

40 – 50 Marginal

50 – 70 Average

70 – 90 Good

> 90 Excellent

(Sumber : Performance measurement and Improvement Trienekens dan Improvement in Supply Chain Hvolby, 2000 dalam Sumiati, 2012) 6. Analytical Hierarchy Process (AHP)

Metode AHP dikembangkan oleh Thomas L. Saaty, seorang ahli matematika. Metode ini adalah sebuah kerangka untuk mengambil keputusan dengan efektif atas persoalan yang kompleks, dengan cara menyederhanakan dan mempercepat proses pengambilan keputusan dengan memecahkan persoalan tersebut ke dalam bagian – bagiannya, menata bagian atau variabel ini dalam suatu susunan hierarki, memberi nilai numerik pada pertimbangan subjektif tentang pentingnya tiap variabel dan mensintesis berbagai pertimbangan ini untuk menetapkan variabel yang mana memiliki prioritas paling tertinggi dan bertindak untuk mempengaruhi hasil pada situasi tersebut. Metode AHP ini membantu memecahkan persoalan yang kompleks dengan menstruktur suatu hierarki kriteria, pihak

(43)

yang berkepentingan, hasil dan dengan menarik pertimbangan guna mengembangkan bobot atau prioritas (Saaty, 1993)

Proses hierarki adalah suatu model yang memberikan kesempatan bagi perorangan atau kelompok untuk membangun gagasan-gagasan dan mendefenisikan persoalan dengan cara membuat asumsi mereka masing- masing dan memperoleh pemecahan yang diinginkan darinya. Ada dua alasan utama untuk menyatakan suatu tindakan akan lebih baik dibandingkan tindakan lain. Alasan pertama adalah pengaruh-pengaruh tindakan tersebut kadang-kadang tidak dapat dibandingkan karena satu ukuran atau bidang yang berbeda dan yang kedua pengaruh-pengaruh tindakan tersebut menyatakan bahwa tindakan tersebut kadang-kadang saling bentrok, artinya perbaikan pengaruh tindakan tersebut yang satu dapat dicapai dengan pemburukan lainnya. Kedua alasan tersebut akan menyulitkan dalam membuat ekuivalensi antar pengaruh sehingga diperlukan suatu skala luwes yang disebut prioritas.

a. Prinsip dasar Analytical Hierarchy Process

Dalam menyelesaikan analytical hierarchy process ada beberapa prinsip yang harus dipahami, di antaranya adalah (Kusrini, 2007: 133- 134):

1) Membuat hierarki

Sistem yang kompleks bisa dipahami dengan memecahnya menjadi elemen-elemen pendukung dan menyusun elemen secara hierarki.

(44)

2) Penilaian / pertimbangan (comparative judgements)

Kriteria dan alternatif dilakukan dengan perbandingan berpasangan. Menurut Saaty (1998), untuk berbagai persoalan, skala 1 sampai 9 adalah skala terbaik untuk mengekspresikan pendapat. Nilai dan definisi pendapat kualitatif dari skala perbandingan Saaty bisa diukur menggunakan Tabel II.5.

Tabel II.5

Tabel Skala Kepentingan Intensitas

Kepentingan

Keterangan

1 Kedua Elemen Sama penting

3 Elemen sedikit lebih penting dibandingkan elemen lain

5 Elemen lebih penting dibandingkan elemen lain 7 Satu elemen jauh lebih penting dibandingkan

elemen lain

9 Satu Elemen mutlak lebih penting dibandingkan elemen lain

2,4,6,8 Nilai-nilai antara dua nilai pertimbangan yang berdekatan.

(Sumber : Kusrini, 2007) 3) Menentukan prioritas

Untuk setiap kriteria dan alternatif, perlu dilakukan perbandingan berpasangan (pairwise comparisons). Nilai-nilai perbandingan relatif dari seluruh alternatif kriteria bisa disesuaikan dengan judgement yang telah ditentukan untuk menghasilkan bobot dan prioritas. Bobot dan prioritas dihitung dengan memanipulasi matriks atau melalui penyelesaian persamaan metematika.

4) Konsistensi Logika

(45)

Terdapat dua makna pada konsistensi. Pertama, objek-objek yang serupa dapat dikelompokkan sesuai dengan keseragaman dan relevansi. Contohnya, semangka dan bola dapat dikelompokkan dalam himpunan yang seragam jika kriterianya adalah bulat, namun akan berbeda jika kriterianya adalah rasa. Kedua, mengenai tingkat hubungan antara objek-objek yang didasarkan pada kriteria tertentu.

Contohnya, jika manis merupakan kriteria dan madu dinilai 5 kali lebih manis dibanding gula, dan gula dinilai 2 kali lebih manis dibanding sirup, maka seharusnya madu dinilai 10 kali manis dibanding sirup. Jika madu hanya dinilai 4 kali manisnya sirup, maka penilain tak konsisten dan proses harus diulang jika ingin memperoleh penilaian yang lebih tepat (Mulyono, 1996).

b. Tahapan Analitycal Hierarchy Process

Tahapan-Tahapan pengambilan keputusan dengan metode AHP adalah sebagai berikut (Kusrini, 2007 : 135-136) :

1) Definisi Masalah

Mendefenisikan masalah dan menentukan solusi yang diinginkan, lalu menyusun hierarki dari permasalahan yang dihadapi.

Penyusunan hierarki dengan menetapkan tujuan yang merupakan sasaran sisem secara keseluruhan pada level teratas.

2) Penentuan Prioritas

Menentukan prioritas elemen. Langka pertama dalam menentukan prioritas elemen adalah membuat perbandingan

(46)

pasangan, yaitu membandingkan elemen secara berpasangan sesuai kriteria yang diberikan. Langka kedua, matriks perbandingan berpasangan diisi menggunakan bilangan untuk merepresentasikan kepentingan relatif dari suatu elemen terhadap elemen yang lainya.

3) Sintesis.

Pertimbangan-pertimbangan terhadap perbandingan berpasangan disintesis untuk memperoleh keseluruhan prioritas. Hal- hal yang dilakukan dalam langkah ini. Pertama, menjumlahkan nilai- nilai dari setiap kolom pada matriks. Kedua, membagi setiap nilai dari kolom dengan total kolom yang bersangkutan untuk memperoleh normalisasi matriks. Ketiga, menjumlahkan nilai-nilai dari setiap baris dan membaginya dengan jumlah elemen untuk mendapatkan nilai rata-rata.

4) Mengukur konsistensi.

Dalam membuat keputusan, penting untuk mengetahui seberapa baik konsistensi yang ada karena kita tidak menginginkan keputusan berdasarkan pertimbangan dengan konsistensi yang rendah. Hal-hal yang dilakukan dalam langkah ini adalah :

a) Kalikan setiap nilai pada kolom pertama dengan prioritas relatif elemen pertama, nilai pada kolom kedua dengan prioritas elemen kedua, dan seterusnya.

b) Jumlahkan setiap baris.

(47)

c) Hasil dari penjumlahan baris dibagi dengan elemen prioritas relatif yang bersangkutan.

d) Jumlahkan hasil bagi di atas dengan banyaknya elemen yang ada, hasilnya disebut

λ maks.

5) Consistency Index

Hitung Consistency Index (CI) dengan rumus.

CI =λmaks − n n − 1 Di mana n = banyaknya elemen.

6) Consistency Ratio

Hitung rasio konsistensi / Consistency Ratio (CR) dengan rumus : 𝐶𝑅 = 𝐶𝐼

𝑅𝐼 Di mana CR = Consistency Ratio

CI = Consistency Index

RI = Random Consistency Index 7) Konsistensi Hierarki

Memeriksa konsistensi hierarki. Jika nilainya lebih dari 10%, maka penilaian data judgement harus diperbaiki. Namun jika rasio konsistensi (CI/RI) kurang atau sama dengan 0,1 maka hasil perhitungan bisa dinyatakan benar. Daftar Random Consistency Index (RI) bisa dilihat dalam tabel II.6.

Tabel II.6

Randon Consistency Index

(48)

Random Consistency Index (RI)

n 2 3 4 5 6 7 8 9 10

RI 0 0,58 0,9 1,12 1,24 1,32 1,41 1,45 1,51 Sumber : (Saaty T.J, 1990)

Apabila nilai CR yang dihasilkan lebih besar dari standar, maka penilaian yang dilakukan tidak konsisten sehingga perlu dilakukan penyebaran ulang kuesioner matriks parbandingan berpasangan.

c. Kelebihan dan kekurangan Analitycal Hierarchy Process

Kelebihan-kelebihan menggunakan AHP dibandingkan dengan yang lainnya adalah :

1) Struktur hierarki, sebagai konsekuensi dari kriteria yang dipilih, sampai pada kriteria yang paling dalam.

2) Memperhitungkan validitas sampai dengan batas toleransi inkonsistensi berbagai kriteria dan alternatif yang dipilih oleh para pengambil keputusan.

3) Memperhitungkan daya tahan atau ketahanan output analisis sensitivitas pengambilan keputusan.

4) Kemudahan pengukuran kriteria dan sintesis pemikiran berbagai sudut pandang responden dan pengujian konsistensi untuk memvalidasi keputusan.

5) Dapat menyelesaikan masalah yang kompleks yang strukturnya tidak beraturan hingga yang tidak berstruktur sekalipun.

6) Metode AHP memiliki keunggulan dari segi proses pengambilan keputusan dan akomodasi untuk atribut – atribut baik kuantitatif maupun kualitatif.

(49)

7) Memberikan hasil yang lebih konsistensi dibandingkan metode lainnya.

8) Memiliki sistem yang lebih mudah dipahami dan digunakan.

Kelemahan – kelemahan penggunaan metode AHP antara lain adalah :

1) Responden yang dilibatkan harus memiliki pengetahuan yang cukup tentang permasalahan (expert) dan AHP (Analitycal Hierarchy Process) itu sendiri.

2) AHP (Analitycal Hierarchy Process) tidak dapat diterapkan pada suatu perbedaan sudut pandang yang sangat tajam / ekstrim dikalangan responden.

B. Penelitian – Penelitian Sebelumnya

1. Wigaringtyas (2013) dengan judul “Pengukuran Kinerja Supply Chain Management Dengan Pendekatan Supply Chain Operation Reference (SCOR)” (Studi Kasus: UKM Batik Sekar Arum, Pajang, Surakarta).

a. Proses yang ada pada perusahaan antara lain Plan, Source, Make, Deliver, dan Return. Berdasarkan kuesioner penentuan indikator, seluruh Key Performance Indicator (KPI) yang ada berjumlah 24 KPI.

b. Penyamaan skor pada tiap indikator dihitung menggunakan normalisasi Snorm De Boer dengan mempetimbangkan nilai kinerja aktual, maksimum, dan minimum.

(50)

c. Pembobotan dengan Analytical Hierarchy Process (AHP).

Pembobotan ini menunjukkan bahwa bobot terbesar untuk perbandingan berpasangan antar proses adalah Source sebesar 0,375.

Selain pembobotan antar proses, perlu dilakukan pembobotan untuk dimensi dan KPI dari masing-masing proses karena hasil dari bobot tersebut digunakan kembali untuk memperoleh nilai kinerja SCM.

Hasil perkalian tersebut adalah nilai kinerja masing-masing indikator yang menunjukkan bahwa nilai kinerja tertinggi pada proses Source, sedangkan nilai terendah adalah Plan.

d. Nilai kinerja SCM diperoleh dari penjumlahan nilai kinerja masing- masing proses. Adapun nilai kinerja SCM tersebut adalah 74,06.

Nilai ini menunjukkan bahwa pencapaian kinerja SCM perusahaan tergolong kategori Good namun dapat dilakukan perbaikan khususnya untuk indikator yang memiliki kinerja rendah.

2. Witana (2012) dengan judul “Pengukuran Performansi Supply Chain dengan Menggunakan Metode SCOR (Supply Chain Operations Reference)” studi kasus PT. X.

a. Proses bisnis perusahaan yang ada saat ini sudah berjalan dengan baik.

Tetapi ada beberapa yang harus diperbaiki, yakni penetapan standar mengenai produk cacat yang ditetapkan PT. X dan customer, penekanan pada supplier agar memberikan pemberitahuan kepada PT.

X apabila akan terjadi keterlambatan atau pesanan.

(51)

b. Dalam penyusunan metrik pengukuran, diperlukan beberapa tahap hingga dapat terbentuk kinerja dan performansi supply chain. Tahap- tahap penyusunan metrik yaitu penyusutan metrik dan validasi metrik.

c. Perhitungan yang dilakukan untuk mendapatkan nilai akhir performansi supply chain adalah sebagai berikut :

1) Perhitungan nilai aktual 2) Perhitungan nilai normalisasi

3) Pembobotan berpasangan dengan Metode AHP dan di bantu dengan software Expert Choice 11.5.

4) Hasil perhitungan normolisasi dikalikan dengan hasil pembobotan berpasangan.

d. Hasil pengukuran kinerja dan performansi supply chain pada setiap proses, sebagai berikut plan 0,254, source 0,104, make dari pengukuran supply chain bernilai 92,81. Nilai tersebut menggambarkan kinerja supply chain pada PT. X sudah berjalan dengan baik.

C. Kerangka Konseptual Penelitian

Kerangka konseptual dalam penelitian ini pada gambar II.2 yang menggambarkan untuk mengukur kinerja rantai pasokan menggunakan variabel kinerja rantai pasokan yaitu plan, source, make, delivery, dan return yang memiliki atribut kinerja yaitu reliability, responsiveness, agility, cost, dan asset.

(52)

• Reliability

• Responsiveness

• Agility

• Cost

Plan

Gambar II.2 Kerangka Konseptual Kinerja Rantai

Pasok

• Reliability

• Responsiveness

• Agility

• Cost

Deliver

• Reliability

• Responsiveness

• Agility

• Cost

Source

• Reliability

• Responsiveness

• Agility

• Cost

Make

• Reliability

• Responsiveness

• Agility

• Cost

Return

(53)

34 BAB III

METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang dilakukan yang dilakukan pada penelitian ini adalah penelitian ex post facto. Pengertian ex post facto memiliki arti dari apa dikerjakan setelah pernyataan penelitian ini disebut sebagai penelitian sesudah kejadian.

Penelitian ini juga sering disebut after the fact atau sesudah fakta dan ada pula peneliti yang menyebutnya sebagai retrospective study atau studi penelusuran kembali (Sukardi 2012: 165). Donald Ary (1982) juga menyatakan bahwa penelitian ex post facto merupakan penemuan empiris yang dilakukan secara sistematis, peneliti tidak melakukan kontrol terhadap variabel-variabel bebas karena manifestasinya sudah terjadi.

B. Subjek dan Objek Penelitian 1. Subjek Penelitian

Subjek penelitian ini adalah G Coffee Roastery.

2. Objek Penelitian

Objek penelitian ini adalah lima proses utama dalam manajemen rantai pasokan dengan metode pengukuran SCOR yaitu plan, source, make, deliver, dan return.

C. Waktu dan Lokasi Penelitian 1. Waktu Penelitian

Waktu penelitian ini dilakukan pada bulan Juni 2020 sampai dengan Maret 2021.

(54)

2. Lokasi Penelitian

G Coffee Roastery, Jl. Pandean Sari No.III, Candok, Condongcatur, Kec.

Depok, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta 55281 D. Variabel Penelitian dan Atribut

Variabel penelitian merupakan atribut atau sifat orang, objek, atau kegiatan yang mempunyai variasi nilai tertentu yang diputuskan peneliti untuk diteliti.

Disebut variabel karena nilainya bervariasi. Varibel adalah sesuatu yang dapat membedakan atau mengubah nilai. Nilai dapat berbeda pada waktu yang berbeda untuk objek atau orang yang sama, atau dapat berbeda dalam waktu yang sama untuk objek atau orang yang berbeda (Kuncoro, 2013:49).

1. Variabel Kinerja Rantai Pasokan (5 Proses Utama)

a. Plan, yaitu proses yang menyeimbangkan permintaan dan pasokan untuk menentukan tindakan terbaik dalam memenuhi kebutuhan pengadaan, produksi, dan pengiriman (Pujawan dan Mahendrawathi, 2017:280).

b. Scource, yaitu pengadaan barang maupun jasa untuk memenuhi permintaan. Proses yang dicakup termasuk penjadwalan pengiriman dari supplier, menerima, mengecek, dan memberikan otoriasasi pembayaran untuk barang yang dikirim suplier, memilih suplier, mengevaluasi suplier, dan sebagainya (Pujawan dan Mahendrawathi, 2017:280).

c. Make, yaitu proses untuk mentransformasi bahan baku/komponen menjadi produk yang diinginkan oleh pelanggan. Kegiatan make atau produksi bisa dilakukan atas dasar ramalan untuk memenuhi target stok (make-to-stock), atas dasar pesanan (make-to-order), atau engineer-to-

(55)

order. Proses yang terlibat di sini adalah penjadwalan produksi, melakukan kegiatan produksi dan melakukan pengetesan kualitas, mengelola barang setengah jadi (work-in-process), memelihara fasilitas produk, dan sebagainya (Pujawan dan Mahendrawathi, 2017:281).

d. Deliver, yaitu proses untuk memenuhi permintaan terhadap barang atau jasa. Biasanya meliputi order management, transportasi, dan distribusi.

Proses yang terlibat di antaranya menangani pesanan dari pelanggan, memilih perusahaan jasa pengiriman, manangani kegiatan pergudangan produk jadi, dan mengirim tagihan ke pelanggan (Pujawan dan Mahendrawathi, 2017:281).

e. Return, yaitu proses mengembalikan atau menerima pengembalian produk karena berbagai alasan. Kegiatan yang terlibat antara lain indentifikasi kondisi produk, meminta otoritas pengembalian cacat, penjadwalan pengembalian, dan melakukan pengembalian. Post-delivery costumer support juga merupakan bagian dari proses return (Pujawan dan Mahendrawathi 2017:281).

2. Atribut Kinerja SCOR

a. Reliability, yaitu kemampuan untuk melaksanakan pekerjaan sesuai yang diharapkan: tepat waktu, kualitas sesuai standar yang diminta, dan jumlah sesuai yang diminta (Pujawan dan Mahendrawathi 2017:282).

b. Responsiveness, yaitu kecepatan dalam melaksanakan pekerjaan, antara lain diukur dalam siklus waktu pemenuhan pesanan (Pujawan dan Mahendrawathi 2017:282).

(56)

c. Agility, yaitu kemampuan untuk merespon perubahan eksternal dalam rangka tetap kompetitif dipasar. Alat ukurnya, antara lain fleksibilitas dan adaptabilitas (Pujawan dan Mahendrawathi 2017:282).

d. Cost, yaitu biaya untuk menjalankan proses-proses supply chain.

Mencakup biaya tenaga kerja, biaya material, biaya transportasi, dan biaya penyimpanan. Alat ukurnya, antara lain Cost of Goods Sold (Pujawan dan Mahendrawathi 2017:283).

e. Asset Management Efficiency (Assets), yaitu kemampuan untuk memanfaatkan aset secara produktif, antara lain ditunjukkan dengan tingkat persediaan barang yang rendah dan utilisasi kapasitas yang tinggi (Pujawan dan Mahendrawathi 2017:283).

E. Definisi Operasional dan Atribut

Definisi operasional dan atribut dibuat untuk menguraikan variabel menjadi atribut-atribut yang dapat diukur. Definisi operasional tersebut dijelaskan pada tabel III.1 berikut.

Tabel III.1 Definsi Operasional

No Variabel Atribut Sub Atribut

1 Plan

Realibility

Pertemuan dengan pemasok Pertemuan dengan pelanggan Kesesuaian jadwal produksi Responsive

ness

Jangka waktu proses penjadwalan produksi Jangka waktu perhitungan biaya produk baru Cost Penyimpanan biaya

Asset Cash to cash cycle time

2 Source Realibility

Kualitas bahan baku

Ketepatan waktu pemenuhan bahan baku Ketepatan jumlah bahan baku

Service level yang dapat diberikan (terpenuhinya pesanan)

(57)

Jangka waktu pemesanan bahan baku Responsive

ness

Respon terhadap keluhan Ketersediaan supplier Cost Kompetitif harga Asset Inventory bahan baku

3 Make

Reliability Kesesuaian dengan spesifikasi produk Jumlah produk cacat

Agility Fleksibilitas dalam pembuatan produk Cost Kesesuaian biaya

Asset Lama masa pakai mesin (depresiasi)

4 Deliver Reliability

Tingkat pemenuhan pesanan setiap pengiriman Ketepatan jumlah produk dikirim

Ketepatan jenis barang dikirim

Kualitas produk setelah proses pengiriman Asset Lama masa pakai alat transportasi

5 Return

Reliability Tingkat reject pelanggan

Tingkat keluhan (complain) pelanggan Responsive

ness

Wanktu menanggapi keluhan (complain) Waktu penggantian produk reject

F. Populasi dan Sampel 1. Populasi

Populasi adalah kelompok elemen yang lengkap, yang biasanya berupa orang, objek, transaksi, atau kejadian di mana kita tertarik untuk mempelajarinya atau menjadi objek penelitian (Kuncoro, 2001). Populasi penelitian ini adalah keseluruhan yang berkaitan dalam kegiatan manajemen rantai pasokan di perusahaan G Coffee Roastery.

2. Sampel

Sampel adalah suatu himpunan bagian (subset) dari unit populasi.

Misalnya, suatu perusahaan sedang diaudit tingkat kesalahan dalam pencatatan rekeningnya. Dari pada mengamati semua rekening dalam suatu perusahaan yang jumlahnya, misalnya 5.500 rekening, seseorang auditor bisa saja memilih dan mengamati sampel hanya dari 100 rekening. Teknik

(58)

dalam pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah nonprobabilitas dengan menggunakan judgment sampling. Menurut Sugiyono (2012:218) non probability sampling adalah teknik pengambilan sampel yang tidak memberikan peluang atau kesempatan sama bagi setiap unsur atau anggota populasi untuk dipilih menjadi sampel. Judgment sampling adalah salah satu jenis purposive sampling selain quota sampling di mana peneliti memilih sampel berdasarkan penilaian terhadap beberapa karakteristik anggota sampel yang disesuaikan dengan maksud peneliti. Sampel di penelitian ini adalah CEO & Roaster, Akuntan, Marketing dan kegiatan yang menjadi indikator kinerja manajemen rantai pasokan.

D. Teknik Pengambilan Sampel

Teknik dalam pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah non probability dengan menggunakan judgment sampling. Menurut Sugiyono (2012:218) non probability sampling adalah teknik pengambilan sampel yang tidak memberikan peluang atau kesempatan sama bagi setiap unsur atau anggota populasi untuk dipilih menjadi sampel. Judgment sampling adalah salah satu jenis purposive sampling selain quota sampling di mana peneliti memilih sampel berdasarkan penilaian terhadap beberapa karakteristik anggota sampel yang disesuaikan dengan maksud peneliti yaitu:

G. Sumber Data

Sumber data dalam penelitian ini ada 2 yaitu data primer dan data sekunder.

Gambar

Tabel II.1
Gambar  II.1  mengilustrasikan  hubungan  antara  empat  aspirasi  pelanggan  dengan  lima  kemampuan  strategis  yang  harus  dimiliki  oleh  supply  chain  (Pujawan &amp; Mahendrawathi 2017 : 34–37)
Tabel II.2
Tabel II.3
+7

Referensi

Dokumen terkait

Penilaian kinerja manajemen rantai pasok antara pemasok, perusahaan dan pelanggan yang baik dapat diukur dengan salah satu model pengukuran kinerja SCM, yaitu model Supply

Penelitian ini akan membahas tentang penerapan model supply chain operations reference (SCOR) dan metode perbandingan berpasangan untuk pengukuran kinerja rantai pasok

Green supply chain management merupakan sebuah sistem yang mengintegrasikan proses bisnis dalam sebuah perusahaan dengan mitra pemasok dan jalur distribusi

Penilaian kinerja manajemen rantai pasok antara pemasok, perusahaan dan pelanggan yang baik dapat diukur dengan salah satu model pengukuran kinerja SCM, yaitu model Supply

PENGUKURAN KINERJA SUPPLIER DENGAN MENGGUNAKAN METODE SUPPLY CHAIN OPERATION REFERENCE (SCOR) - ANALYTICAL.. HIERARCHY

XYZ PPN Muara Angke Pengukuran kinerja rantai pasok cumi-cumi menggunakan metode Supply Chain Operation Reference SCOR dengan mengukur metrik kinerja yang ada pada rantai pasok

Kartu SCOR Atribut kinerja Matrik pengukuran kinerja Data aktual Data benchmark supply chain reliability Pemenuhan Pesanan PP % % Kinerja Pengiriman KP % % Kesesuaian dengan

Kesimpulan Berdasarkan pengukuran kinerja yang telah dilakukan pada supply chain PT Semen Tonasa Tahun 2019 menggunakan metode SCOR versi 10.0 dan gap analysis maka hasil yang