• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN

1.2 Rumusan Masalah

1.2.1 Apakah jenis-jenis stresor yang dihadapi mahasiswa tahun pertama Fakultas Kedokteran Universitas Udayana?

1.2.2 Apakah gejala fisik dan mental yang dialami mahasiswa tahun pertama Fakultas Kedokteran Universitas Udayana dalam menghadapi stres dan gangguan penyesuaian?

1.3 Tujuan Penulisan

1.3.1 Mengetahui jenis-jenis stresor yang dihadapi mahasiswa tahun pertama Fakultas Kedokteran Universitas Udayana.

1.3.2 Mengetahui gejala fisik dan mental yang dialami mahasiswa tahun pertama Fakultas Kedokteran Universitas Udayana dalam menghadapi stres dan gangguan penyesuaian.

1.4 Manfaat Penulisan 1.4.1 Manfaat Praktis

Mengetahui jenis-jenis stresor yang dapat menimpa mahasiswa tahun pertama yang tengah menjalani masa transisi dari bangku SMA menuju sistem perkuliahan yang baru, serta gejala-gejala yang mungkin timbul ketika menghadapi stres serta gangguan penyesuaian tersebut.

1.4.2 Manfaat Akademis

Menambah wawasan medis masyarakat Fakultas Kedokteran Universitas Udayana mengenai stres serta gangguan penyesuaian.

5

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Stres

Stres dapat didefinisikan sebagai reaksi fisik dan mental terhadap perubahan, kejadian, serta suatu situasi tertentu di dalam kehidupan. Stres pada seseorang terjadi melalui cara dan sebab yang berbeda-beda. Reaksi terhadap stres yang muncul tersebut pun tentunya berbeda, sesuai dengan perspektif yang digunakan seseorang dalam menghadapi perubahan, kejadian serta situasi yang dihadapinya tersebut. Apabila sudut pandang yang digunakan bersifat negatif, maka kita akan cenderung merasakan distress, yang disertai rasa kewalahan tertekan serta merasa berada diluar kendali. Distress merupakan suatu bentuk stres yang sangat umum ditemui, sedangkan bentuk lainnya, dikenal sebagi eustress, suatu bentuk stres yang muncul ketika kita menggunakan sudut pandang positif dalam menilai suatu bentuk perubahan kejadian ataupun situasi, eustress dapat pula disebut sebagai stres yang baik. Eustress dapat berkembang dengan mudah menjadi distress, di samping hal itu, stresor yang bersifat positif terhadap sesorang, bisa saja berdampak negatif bagi orang lainnya (Mendonca G, 2008).

Eustress dan distress merupakan salah satu tipe umum stres, disamping eustress dan distress terdapat berbagai macam jenis stres lainnya, yang meliputi (Imeokparia dkk., 2013) :

1. Stres Akut

Stres akut merupakan suatu kondisi psikososial yang meningkat sebagai respon terhadap kejadian traumatik atau hal menakutkan yang terjadi.

Stres akut pertama dikemukanan oleh Walter Cannon pada tahun 1920-an sebagai suatu teori yang mengatakan bahwa hewan-hewan bereaksi terhadap ancaman dengan melibatkan keseluruhan sistem saraf simpatik, hal ini membuktikan perubahan fisiologikal membentuk sebagaian besar komponen respon stres akut.

2. Stres Kronis

Stres kronis dideskripsikan sebagai hal yang kronis akibat dari stresor yang muncul bertahan cukup lama. Stres ini merupakan tipe stres yang harus dihadapi seseorang dari hari ke hari, dimana hasil yang ditimbulkan dapat merusak tubuh, pikiran, maupun kehidupan. Pada individu yang sudah kehilangan harapan, maka seakan tidak lagi dapat ditemukan jalan keluar ketika stresor yang dihadapi terus menerus nampak tidak berkesudahan.

3. Stres Waktu

Stres waktu merupakan salah satu bentuk stres yang muncul akibat kekhawatiran seseorang terhadap waktu atau kekurangan waktu. Satu kekhawatiran yang muncul mengenai angka atau sesuatu yang harus dia lakukan, disertai ketakutan untuk gagal mencapai suatu hal yang penting.

Stres tipe ini sejujurya cukup sering dirasakan, sebagai contoh, siswa yang tengah dihadapkan pada tenggat waktu pengumpulan tugas, waktu ujian dan lain sebagainya, sehingga terjadi suatu ketegangan atau ketidakseimbangan didalam diri individu tersebut, sehingga muncul pemikiran apakah akan ada cukup waktu untuk menyelesaikan tugas-tugas tersebut. Manajemen waktu merupakan hal yang telah lama dilakukan dan

7

disebarluaskan sebagai salah satu penanganan efektif untuk menghadapi stres tipe ini.

4. Stres Anticipatory

Stres tipe ini merupakan tipe stres yang muncul akibat seseorang mengkhawatirkan masa depan. Terkadang, stres tipe ini dapat terfokus pada suatu kejadian spesifik, seperti misalnya seseorang yang akan melakukan presentasi, ujian yang akan datang, interview pekerjaan dan lain sebagainya. Stres tipe ini seringkali muncul akibat dipicu oleh rasa ketakutan akan gagal, seringkali seseorang berpikir bahwa penampilannya tidak sebaik yang seharusnya, hal inilah yang menyebabkan timbulnya stres. Visualisasi yang positif serta meditasi telah terbukti berguna didalam menangani stres tipe ini.

5. Stres Situasional

Stres situasional terjadi pada seseorang yang tengah menghadapi kejadian yang menakutkan yang dirasa berada diluar kontrol orang tersebut. Stres tipe ini bukan merupakan stres yang dapat diantisipasi oleh seseorang, hal ini dikarenakan sebagaian besar stresor muncul secara tiba-tiba yang menyebabkan seseorang menjadi berada dibawah tekanan dan merasakan perubahan hormonal dan detak jantung yang meningkat, yang menyebabkan seseorang dalam kondisi yang tidak memungkinkan untuk menyusun rencana guna mengatasi masalah yang timbul. Konflik telah teridentifikasi sebagai penyebab utama stres situasional dan diperlukan adanya kemampuan untuk menyelesaikan pertikaian atau konflik sebagai jalan keluar.

6. Stres Encounter

Stres tipe ini merupakan tipe stres yang seringkali dijumpai seseorang sebagai akibat dari kontak atau hubungan mereka dengan rekan kerja, beberapa orang yang disebabkan oleh profesi atau pekerjaan mereka diharuskan untuk memiliki interaksi dengan anggota atau rekan kerja lainnya yang memicu timbulnya stres pada orang tersebut, sebagai contoh beberapa kategori pekerjaan seperti dokter, psikolog, polisi dan lainnya, ketika terdapat rekan mereka yang meninggal, hal itu tentunya akan memengaruhi mereka secara tidak langsung.

7. Stres Traumatik

Stres tipe ini merupakan stres yang timbul akibat suatu kejadian, dimana trauma yang ditimbulkan masih tersimpan di dalam memori korban. Stres tipe ini bahkan dapat menyebabkan penurunan produktivitas dalam kehidupan seseorang.

Menurut Kirkcaldy (dalam Widjono 2006:190), stres akan muncul apabila ada tuntutan-tuntutan pada seseorang yang dirasakan menantang, menekan, membebani atau melebihi daya penyesuaian yang dimiliki individu. Ketika suatu peristiwa dalam kehidupan memiliki potensi stres yang tinggi, terlebih lagi stres tersebut dirasakan melebihi kapasitas adaptif seseorang maka hal tersebut diyakini dapat meningkatkan risiko seseorang untuk terserang suatu penyakit (Cohen, S.

and Deverts, D.J., 2012)

Menurut Lee (dalam Widjono 2006:190), faktor yang mempengaruhi stres adalah adanya ketidakmampuan individu untuk berinteraksi dengan lingkungan.

Belajar secara berkelanjutan seharusnya menjadi tugas seorang mahasiswa, maka

9

sebagai seorang mahasiswa seharusnya dapat menyesuaikan diri supaya tidak menimbulkan stres. Menurut Tyrer (dalam Kusuma dan Gusniarti, 2008:34), bahwa yang menentukan stres atau tidaknya individu adalah kemampuan menyesuaikan diri dengan perubahan-perubahan yang terjadi. Stimulus yang menyebabkan stres yaitu stimulus yang terlalu kuat melebihi kemampuan adaptasi. Stimulus yang menghasilkan respon yang bertentangan dan individu yang tidak dapat menguasai lingkungannya. Berdasarkan penjelasan diatas maka faktor yang mempengaruhi stres salah satunya adalah penyesuaian diri yang dimiliki oleh individu atau ketidakmampuan individu untuk berinteraksi dengan lingkungan (Dika Christyanti dkk., 2010).

Sumber utama timbulnya stres dapat dibagi menjadi lingkungan, fisiologikal, pikiran, serta stresor sosial. Dalam lingkungan, kita bisa menjumpai berbagai macam stresor yang dapat mempengaruhi seseorang, hal itu meliputi kebisingan, polusi, kemacetan, kepadatan, bahkan termasuk cuaca, sedangkan dalam fisiologikal, stresor-stresor tersebut dapat berupa penyakit, perubahan hormonal, tidur yang tidak adekuat ataupun nutrisi. Stres dapat pula ditimbulkan melalui pemikiran yang muncul dalam diri seseorang, dimana cara berpikir seseorang akan memengaruhi bagaimana respon yang timbul terhadap suatu masalah. Negative self-talk, bencana, serta perfeksionisme juga dapat berkontribusi terhadap peningkatan stres pada seseorang. Selain itu, faktor yang juga berperan sebagai sumber stres adalah stresor sosial. Stresor sosial dapat dipicu oleh berbagai macam hal, sebagai contoh, kematian pasangan, perceraian, perubahan kesehatan, perubahan kondisi keuangan, perubahan pekerjaan, perubahan aktivitas sosial dan lain sebagainya, sebagaimana yang dikemukakan

oleh Holmes dan Rahe dalam alat ukur stres mereka yang disebut sebagai “social readjustment rating scale”. Metode Holmes dan Rahe ini mengkategorikan stres ke dalam 4 kategori yang meliputi, stres minor, stres ringan, stres sedang serta stres mayor/berat (Siti Maryam, 2009).

Stresor-stresor yang dapat memicu terjadinya stres tersebut dapat ditemukan dalam berbagai bentuk dan kesempatan, serta dapat terjadi pada setiap orang, baik itu karyawan, pengusaha, bahkan mahasiswa. Mahasiswa di dalam realitanya, menghadapi berbagai bentuk tekanan yang dapat menjadi sumber stres, hal ini tentu saja tidak dapat dipungkiri mengingat banyaknya proses adaptasi yang harus dilewati seorang mahasiswa di dalam kehidupan perkuliahan.

Seringkali kehidupan seseorang yang dipenuhi oleh stres dikaitkan dengan kondisi atau status fisik dan mental yang buruk (Toussaint L., et al., 2016). Menurut Hardjana, gejala-gejala yang muncul yang diakibatkan oleh stres diantaranya (Dika Christyanti dkk., 2010) :

1. Gejala fisikal, antara lain tidur tidak teratur (insomnia), mudah lelah, diare, urat tegang;

2. Gejala emosional, antara lain gelisah, mudah marah dan merasa harga diri menurun;

3. Gejala intelektual, antara lain susah berkonsentrasi dan sulit atau lamban membuat keputusan;

4. Gejala interpersonal, antara lain kehilangan kepercayaan terhadap orang lain, mudah menyalahkan orang lain dan tidak peduli dengan orang lain.

11

2.2 Mahasiswa dan Lingkungannya

Kehidupan perkuliahan merupakan salah satu pengalaman yang paling mengesankan dalam kehidupan remaja. Perkuliahan merupakan saat dimana remaja menikmati lingkungan yang ada, memiliki banyak teman, dan menjalankan aktivitas-aktivitas akademis. Membicarakan mengenai kehidupan perkuliahan tentunya tidak terlepas dari keberadaan mahasiswa, mahasiswa sebagai pribadi yang terkait erat dengan suatu kehidupan perkuliahan, akan dibina dan dipersiapkan untuk menghadapi kehidupan dewasa selanjutnya (Lakyntiew Pariat dkk., 2014).

Melihat kehidupan mahasiswa dalam perspektif yang lebih dekat, akan ditemukan tantangan demi tantangan. Tantangan inilah yang nantinya akan berkontribusi terhadap timbulnya stres dalam kehidupan mahasiswa, ketika tantangan tersebut tidak dapat diatasi maka dampaknya akan mempengaruhi kemampuan akademik, emosional dan juga interaksi sosial mahasiswa, terlebih lagi mahasiswa tahun pertama atau mahasiswa baru. Mahasiswa baru yang dihadapkan pada suatu bentuk sistem pembelajaran baru dalam kehidupan perkuliahan tentunya akan menemukan berbagai tantangan yang memaksa mereka untuk melakukan adaptasi (Sanjeev Kumar and J.P. Bhukar, 2013). Tantangan-tantangan tersebut dapat timbul akibat beberapa hal, diantaranya:

1. Peningkatan tuntutan akademik;

2. Perasaan sendiri di dalam lingkungan yang baru;

3. Perubahan dalam hubungan keluarga;

4. Tanggung jawab finansial;

5. Perubahan kehidupan sosial;

6. Paparan terhadap orang-orang baru, ide-ide serta permasalahan yang baru;

7. Kesadaran terhadap identitas seksual dan orientasi;

8. Persiapan terhadap kehidupan pasca kelulusan.

Tantangan-tantangan tersebut yang menuntut mahasiswa terutama mahasiswa baru untuk beradaptasi terhadap lingkungan yang baru, guna mencegah timbulnya stres. Sekalipun beberapa reaksi yang muncul terhadap stres tersebut merupakan bagian dari permasalahan emosional yang dalam dan serius, sebagaian besar lainnya merupakan permasalahan yang cenderung dapat ditangani melalui konseling sederhana ataupun dengan teknik memanajemen stres.

Penanganan ini sangat erat kaitannya dengan proses adaptasi yang terjadi, dimana proses adaptasi inilah yang akan menentukan apakah seseorang mahasiswa akan mampu menerima lingkungan barunya, atau justru akan mengalami gangguan penyesuaian (Mendonca G, 2008).

Gangguan penyesuaian adalah reaksi maladaptif jangka pendek terhadap apa yang disebut oleh orang awam sebagai nasib malang pribadi atau dalam istilah medis dikenal sebagai stresor psikososial. Gangguan penyesuaian diharapkan sembuh dengan spontan segera setelah stresor dihilangkan atau, jika stresor menetap, dicapai tingkat adaptif yang baru (Harold I. Kaplan dkk., 2010).

13

2.3 Gangguan Penyesuaian

Gangguan penyesuaian merupakan suatu kondisi yang seringkali dikaitkan dengan stres akut maupun stres kronis (Carta Mauro G dkk., 2009). Gangguan penyesuaian bersifat sementara dan bukan merupakan bagian dari gangguan psikotik. Gangguan ini berhubungan dengan kegagalan beberapa elemen dalam fungsi umum pasien yang diakibatkan oleh respon emosional atau perilaku terhadap stres maupun perubahan tertentu dalam kehidupan seseorang. (Ali Ismail, 2015)

Gangguan penyesuaian dicetuskan oleh satu atau lebih stresor. Beratnya stresor atau stresor-stresor tidak selalu meramalkan keparahan gangguan penyesuaian, beratnya stresor adalah fungsi yang kompleks dari konteks derajat, kuantitas, durasi, reversibilitas, lingkungan dan personal. Sebagai contoh, kematian orang tua memiliki dampak yang berbeda bagi orang yang berusia 10 tahun dibandingkan yang berusia 40 tahun (Harold I. Kaplan dkk., 2010).

Pada beberapa kasus, stresor pencetus mungkin saja bersifat tunggal, seperti perceraian atau kehilangan pekerjaan ataupun bersifat multipel, seperti kematian orang yang penting yang bersamaan dengan penyakit fisik atau kehilangan pekerjaan yang dialami orang tersebut. Stresor mungkin juga bersifat rekuren, seperti kesulitan bisnis musiman atau kontinu, seperti penyakit kronis ataupun kondisi kemiskinan. Seringkali gangguan penyesuaian terjadi dalam lingkungan kelompok atau masyarakat, terutama pada stadium perkembangan tertentu, seperti misalnya, awal masuk sekolah, meninggalkan rumah, menikah, menjadi orang tua, pensiun dan lain sebagainya (Harold I. Kaplan dkk., 2010).

Prognosis keseluruhan gangguan penyesuaian biasanya adalah baik dengan pengobatan dan tatalaksana yang sesuai. Sebagian besar pasien kembali ke tingkat fungsi sebelumnya dalam tiga bulan. Remaja biasanya memerlukan waktu yang lebih lama untuk pulih apabila dibandingkan orang dewasa. Terapi yang dapat diberikan pada pasien dengan gangguan penyesuaian dapat berupa psikoterapi maupun farmakoterapi (Harold I. Kaplan dkk., 2010).

2.4 Stres serta Gangguan Penyesuaian pada Proses Adaptasi Mahasiswa Baru

Mahasiswa baru merupakan individu yang dapat dikatakan sangat rentan terhadap terjadinya suatu bentuk stres, stres seakan menjadi jalan hidup mahasiswa, namun bagaimanapun, sangat berbahaya apabila stres tersebut tidak diatasi dengan baik, karena pada level tertentu stres tersebut dapat menyebabkan efek buruk serta perubahan kehidupan pada seorang mahasiswa serta menghasilkan kegagalan, stresor yang muncul dapat diakibatkan oleh berbagai macam hal, seperti misalnya ketika seorang individu dihadapkan pada suatu suasana yang baru, didalam lingkungan yang baru dan menjumpai hal-hal yang tidak pernah dihadapi sebelumnya, maka dengan mudah individu tersebut akan berhadapan dengan risiko stres, sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, stres yang bersifat positif diharapkan akan muncul di dalam kehidupan mahasiswa terutama mahasiswa baru, karena dengan munculnya stres yang bersifat positif maka mahasiswa akan mampu menjalani proses adaptasi, ketika proses adaptasi ini gagal dilakukan maka kemungkinan yang terjadi, mahasiswa baru memiliki risiko untuk mengalami gangguan penyesuaian, terlebih lagi apabila otak telah familiar dengan istilah stres, maka reaksi fisik akan dengan mudah dicetuskan

15

sehingga berdampak pada kerusakan memori, yang menuntun kearah reaksi mental selanjutnya ataupun perbuatan yang buruk (Sanjeev Kumar and J.P.

Bhukar, 2013).

Berbagai hal yang diupayakan untuk meredakan stres serta melakukan proses penyesuaian pada setiap individu umumnya berbeda-beda, namun secara garis besar, terdapat beberapa cara yang digunakan seorang individu di dalam menghadi stresor yang dijumpai, diantaranya adalah (Imeokparia dkk., 2013):

1. Menghindari Stresor

Stresor dalam konteks ini merupakan stresor yang memungkinkan terjadinya situasi yang penuh tekanan, dimana seseorang harus belajar untuk memahami batas kemampuan yang dimilikinya dan berpegang pada hal tersebut, misalnya seperti, menghindari seseorang yang menyebabkannya stres, dan lain sebagainya.

2. Merubah atau mengganti stresor

Dalam suatu kondisi, terkadang ditemukan suatu stresor yang tidak memungkinkan untuk dihindari, hal terbaik yang dapat dilakukan adalah merubah stresor tersebut, hal ini melibatkan cara seseorang di dalam berkomunikasi dan beraktivitas sehari-hari.

3. Beradaptasi terhadap stresor

Terkadang seseorang dapat dengan mudahnya beradaptasi terhadap stresor yang tidak dapat diubah, seseorang kadangkala mampu beradaptasi terhadap situasi yang penuh tekanan dengan memperoleh kembali kendali dengan merubah ekspektasi, standar, ide, dan juga perilakunya.

4. Mampu menerima stresor

Beberapa jenis stresor kadang tidak bisa dihindari sekaligus tidak dapat diubah, seperti halnya kehilangan seseorang yang dicintainya, sakit yang bersifat serius, bencana nasional, gagal dalam ujian dan lain sebagainya, satu-satunya hal yang dapat dilakukan seorang individu yang menghadapi hal tersebut adalah dengan menerima stresor tersebut, hal ini dikarenakan ketiadaan kemampuan untuk merubah situasi yang ada.

Perbedaan cara di dalam menghadapi stresor ini akan menghasilkan luaran yang berbeda-beda bagi setiap individu yang menjalaninya, dimana nantinya hal ini akan berpengaruh terhadap berbagai aspek yang dijalani oleh individu atau mahasiswa tersebut, seperti misalnya penyesuain diri terhadap tuntutan akademik pada mahasiswa tersebut, dimana dalam penelitian yang dilakukan di beberapa negara, kultur serta etnis, dikatakan bahwa wanita dua kali lebih besar kemungkinan untuk berkembangnya sebuah depresi yang berkaitan dengan anxietas, hal ini disebabkan akibat hubungan erat antara depresi dan anxietas, sebagaimana stres berkepanjangan berkaitan dengan depresi (Sanjeev Kumar and J.P. Bhukar, 2013).

17 BAB III

KERANGKA BERPIKIR DAN KONSEP PENELITIAN 3.1 Kerangka Berpikir

Berdasarkan latar belakang dan tinjauan pustaka, dapat disusun kerangka berpikir sebagai berikut :

1. Stres merupakan reaksi fisik dan mental terhadap perubahan, kejadian, serta suatu situasi tertentu didalam kehidupan, yang dapat menimpa setiap orang, termasuk didalamnya seorang mahasiswa, stres yang terjadi pada setiap orang timbul akibat stresor yang berbeda-beda, baik stresor yang bersifat tunggal, ataupun jamak (Dika Christyanti dkk., 2010).

2. Mahasiswa tahun pertama, merupakan individu yang tengah menghadapi proses perubahan di dalam kehidupannya, proses tersebut bermula dari perubahan status dari seorang siswa menjadi mahasiswa, dimana tentunya, individu tersebut akan mengalami banyak perubahan didalam lingkungannya, perubahan inilah yang berpotensi menjadi sumber stres bagi mahasiswa baru (Imeokparia dkk., 2013).

3. Rentannya potensi stres yang terjadi pada mahasiswa baru yang tengah menjalani tahun pertama kehidupan perkuliahan, menuntut mahasiswa baru untuk menyesuaikan diri terhadap perubahan yang dihadapi, proses penyesuaian ini sangat diperlukan untuk mencegah mahasiswa tersebut mengalami gangguan penyesuaian, metode yang digunakan tentunya akan berbeda bagi setiap individu (Imeokparia dkk., 2013).

3.2 Konsep Penelitian

STRES

(dapat dihadapi setiap orang)

MAHASISWA TAHUN PERTAMA (rentan terhadap stres)

 Perubahan status

 Perubahan metode belajar

 Tuntutan akademik

 Perubahan finansial

 Pergaulan baru EUSTRESS &

DISTRESS

 Menghindari stresor

 Mengubah stresor

 Beradaptasi terhadap stresor

 Menerima stresor

PROSES ADAPTASI GANGGUAN

PENYESUAIAN

19

BAB IV

METODE PENELITIAN

4.1 Rancangan Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian observasional yang menggunakan desain studi deskriptif cross sectional.

4.2 Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, Denpasar, Bali.

4.3 Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan dalam 2 tahap, yaitu tahap pembuatan proposal serta tahap penelitian. Pembuatan proposal dimulai sejak Oktober 2015 sampai dengan Januari 2016, sedangkan pelaksanaan penelitian, pengumpulan, pengolahan dan pembuatan laporan hasil penelitian dilakukan pada Maret 2016 hingga November 2016.

4.4 Populasi Penelitian 4.4.1 Populasi Target

Populasi target yang digunakan pada penelitian ini adalah mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, Denpasar Bali.

4.4.2 Populasi Terjangkau

Populasi terjangkau yang digunakan pada penelitian ini adalah mahasiswa Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, Denpasar Bali.

4.4.3 Populasi Sampel

Populasi sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah mahasiswa tahun pertama Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, Denpasar Bali.

4.5 Sampel

4.5.1 Jumlah Sampel

Jumlah sampel yang digunakan pada penelitian ini yaitu mahasiswa tahun pertama kelas reguler Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, Denpasar, Bali.

4.5.2 Cara Pengambilan Sampel

Teknik yang digunakan dalam pengambilan sampel adalah cluster sampling.

Berdasarkan teknik pengambilan sampel ini, populasi sampel yang terpilih dan memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi dimasukkan ke dalam proses penelitian. Cluster sampling telah dilakukan pada kelas reguler program studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Udayana yang diharapkan dapat mewakili populasi sampel secara keseluruhan. Validitas

21

penelitian ini dapat ditentukan dari jumlah sampel yang didapat dari teknik cluster sampling, apakah sudah mencapai sampel minimum atau belum.

Penentuan jumlah sampel minimum dalam penelitian ini ditentukan dengan menggunakan rumus yang memerlukan 3 informasi berupa proporsi penyakit atau keadaan yang akan dicari, yaitu P (dari pustaka); tingkat ketepatan absolut yang dikehendaki, yaitu d (ditetapkan); dan tingkat kemaknaan, yaitu α (ditetapkan). Untuk simple random sampling rumus yang digunakan :

Zα2 P Q n = --- (1)

d2 Keterangan :

n = Jumlah sampel minimal yang diperlukan Za = 1.96

P = Proporsi variabel yang dikehendaki  berdasarkan literatur yaitu hasil penelitian Shen, Y. et al (2012) adalah 68,4% (0,684)

Q = 1-P = 1-0,684 = 0,316

d = presisi (besar penyimpangan yang dapat ditolerir)  10% (0,1) Dengan demikian akan diperoleh penentuan besar sampel yaitu:

(1,96)2 x 0,684 x 0,316 n = --- (2)

(0,1)2 0,83

n = --- (3) = 83 0,01

Perhitungan kemungkinan drop out dari sampel ditentukan sebesar kurang lebih 10%. Peneliti melakukan pertambahan sampel setelah perhitungan estimasi drop out adalah sebanyak 10 orang subjek (± 10% dari jumlah minimum sampel). Total minimum sampel yang dibutuhkan untuk mencapai validitas dalam penelitian ini adalah sebanyak 93 orang.

4.5.3 Kriteria Inklusi dan Eksklusi

4.5.3.1 Kriteria Inklusi :

 Mahasiswa tahun pertama program studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Udayana.

 Bersedia menjadi subjek penelitian.

23

4.5.3.2 Kriteria Eksklusi

 Mahasiswa yang sudah pernah menempuh pendidikan perkuliahan di tempat lain.

 Mahasiswa tahun pertama program studi selain Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Udayana.

 Menolak berpartisipasi di dalam penelitian.

 Mahasiswa dengan alat bantu dalam tubuhnya.

4.6 Identifikasi Variabel

Variabel yang telah diteliti dalam penelitian ini meliputi stres, gangguan penyesuaian, mahasiswa tahun pertama, jenis kelamin, usia.

4.7 Definisi Operasional Variabel

1. Stres adalah suatu bentuk interaksi antara individu dengan lingkungannya yang dinilai sebagai sesuatu yang membebani atau melampaui kemampuan yang dimilikinya, serta mengancam kesejahteraan. Stres di dalam penelitian ini akan terbagi ke dalam tiga aspek, yaitu aspek lingkungan dan akademik, aspek fisik, serta aspek emosi.

2. Gangguan penyesuaian adalah reaksi maladaptif individu terhadap suatu stresor tertentu yang nampak dari penurunan yang signifikan dalam fungsi sosial, pekerjaan, ataupun akademis individu.

3. Mahasiswa tahun pertama adalah mahasiswa yang baru saja bergabung dalam Fakultas Kedokteran Universitas Udayana dan tengah menjalani tahun pertama kehidupan perkuliahan.

3. Mahasiswa tahun pertama adalah mahasiswa yang baru saja bergabung dalam Fakultas Kedokteran Universitas Udayana dan tengah menjalani tahun pertama kehidupan perkuliahan.

Dokumen terkait