• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III STATUS HUKUM HAK ATAS TANAH DAN/ATAU

B. Saat Terjadinya Bea Perolehan Hak atas Tanah dan

Sesuai dengan Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 bahwa bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Tanah sebagai bagian dari bumi yang merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa, disamping memenuhi kebutuhan dasar untuk papan dan lahan usaha, juga merupakan alat investasi yang sangat menguntungkan. Di samping itu, bangunan juga memberi manfaat ekonomi bagi pemiliknya. Oleh karena itu, bagi mereka yang memperoleh hak atas tanah dan bangunan, wajar menyerahkan sebagian nilai ekonomi yang diperolehnya kepada negara melalui pembayaran Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB).145

Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) adalah pajak yang dikenakan atas perolehan hak atas tanah dan/atau bangunan. Objek pajak BPHTB

143Thomas Sumarsan, Perpajakan Indonesia, (Jakarta : Penerbit Indeks, 2010), hal.27

144 Muhammad Rusjdi, PBB, BPHTB & Bea Meterai : Edisi Kedua, (Jakarta : PT. Indeks, 2008), hal.185 & 177.

145Iwan Mulyawan, op.cit., hal.1.

adalah perolehan hak atas tanah dan/atau bangunan yakni perbuatan atau peristiwa hukum yang mengakibatkan diperolehnya hak atas tanah dan/atau bangunan oleh orang pribadi atau badan. Perolehan hak atas tanah dan/atau bangunan meliputi:146

1. Pemindahan hak meliputi peristiwa hukum dan perbuatan hukum yang terjadi antar orang atau badan sebagai subjek hukum yang boleh memiliki suatu hak atas tanah dan bangunan karena : jual beli, tukar menukar, hibah, hibah wasiat, waris, pemasukan dalam Perseroan atau badan hukum lainnya, pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan, penunjukan pembeli dalam lelang, pelaksanaan putusan hakim yang mempunyai kekuatan hukum tetap, penggabungan usaha, peleburan usaha, pemekaran usaha dan hadiah;

2. Pemberian hak baru yaitu orang atau badan memperoleh hak tersebut langsung dari negara melalui pejabat yang berwenang (pejabat Badan Pertanahan Nasional) karena :

a. kelanjutan pelepasan hak, yaitu pemberian hak baru kepada kepada orang pribadi atau badan hukum dari negara atas tanah yang berasal dari pelepasan hak;

b. diluar pelepasan hak. yaitu pemberian hak baru atas tanah kepada orang pribadi atau badan hukum dari negara atau dari pemegang hak milik menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pemberian hak baru diluar pelepasan hak diberikan atas tanah negara yang tidak dikuasai oleh pihak manapun dan atas tanah hak milik yang dimiliki oleh orang pribadi.

Suatu perolehan hak atas tanah dan/atau bangunan pada dasarnya hasil dari proses peralihan hak. Hal ini dapat terjadi karena dua hal yaitu beralih dan dialihkan.

Yang dimaksud dengan dialihkan adalah suatu peralihan hak yang dilakukan dengan sengaja supaya hak tersebut terlepas dari pemilik asalnya dan menjadi milik pihak lain. Dengan kata lain terjadinya karena adanya suatu perbuatan hukum tertentu, seperti pemasukan ke dalam Perseroan (inbreng).147

146Harry Hartoyo & Untung Supardi, Membedah Pengelolaan Administrasi PBB & BPHTB, (Jakarta : Mitra Wacana Media, 2010), hal.3.

147K. Wantjik Saleh, Hak Anda Atas Tanah, (Jakarta : Ghalia Indonesia, 1982), hal. 180.

Perolehan hak atas tanah dan/atau bangunan melalui perbuatan hukum adalah perolehan hak atas tanah dan/atau bangunan dimana pemilik tanah dan/atau bangunan secara sadar melakukan perbuatan hukum mengalihkan hak atas tanah dan/atau bangunan miliknya kepada pihak lain yang akan menerima peralihan hak atas tanah dan/atau bangunan tersebut, seperti pemasukan ke dalam Perseroan Terbatas (inbreng).

Subjek Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan/atau Bangunan (BPHTB) adalah orang pribadi atau badan yang memperoleh hak atas tanah dan atau bangunan. Subjek yang memperoleh hak atas tanah dan bangunan mendapat keuntungan ekonomis dari pemilikan suatu tanah dan/atau bangunan sehingga dianggap wajar apabila diwajibkan untuk menyerahkan sebagian nilai ekonomi yang diperolehnya kepada negara melalui pembayaran Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB).

Subjek BPHTB yang dikenakan kewajiban membayar Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) menjadi wajib pajak.148

Perolehan hak karena pemasukan dalam pendirian Perseroan Terbatas, yaitu perolehan hak atas tanah dan/atau bangunan sebagai hasil pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan dari orang pribadi kepada Perseroan Terbatas sebagai penyertaan modal pada pendirian Perseroan Terbatas. Maksud dari pengalihan hak ini adalah sebagai penyertaan modal pada pendirian Perseroan sebagai modal awal Perseroan.

Perolehan hak karena pemasukan dalam Perseroan mengakibatkan hak pemilikan atas tanah dan/atau bangunan dimaksud beralih dari pemilik lama kepada Perseroan dan

148Bohari, op.cit., hal.104.

membawa konsekuensi hukum tanah dan/atau bangunan tersebut menjadi milik Perseroan tersebut. Dalam hal ini yang menjadi subjek Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) adalah Perseroan Terbatas yang memperoleh hak atas tanah dan/atau bangunan diwajibkan untuk membayar Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB)149

Saat terutangnya Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) atas perolehan hak atas tanah dan/atau bangunan karena pemasukan (inbreng) ke dalam pendirian Perseroan Terbatas adalah sejak tanggal dibuat dan ditandatanganinya Akta Pemasukan ke dalam Perusahaan dihadapan PPAT setempat yang berwenang.150Adanya akta otentik merupakan suatu persyaratan mutlak tentang terjadinya perolehan hak atas tanah dan/atau bangunan. Tanpa adanya akta otentik maka secara hukum tidak ada perolehan hak atas tanah dan/atau bangunan sehingga tidak ada BPHTB yang terutang dan tidak ada wajib pajak yang harus membayar BPHTB tersebut. Yang mana untuk dapat ditandatangani oleh pejabat yang berwenang sehingga menjadi akta yang bersifat otentik, pajak harus terlebih dahulu dibayar oleh wajib pajak.

Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) / notaris hanya dapat menandatangani akta pemindahan hak atas tanah dan/atau bangunan setelah wajib pajak menyerahkan bukti pembayaran pajak BPHTB dan kepala kantor bidang pertanahan hanya dapat

149 B. Boediono, Perpajakan Indonesia : Teori Perpajakan, Kebijaksanaan Perpajakan, Pajak Luar Negeri, (Jakarta : Diadit Media, 2001), hal.539 & 536-537.

150 Pasal 90 ayat (1) huruf (f) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 130, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5049.

melakukan pendaftaran hak atas tanah atau pendaftaran peralihan hak atas tanah setelah wajib pajak menyerahkan bukti pembayaran pajak BPHTB. Dengan kata lain, pejabat yang berwenang tidak boleh melakukan kewenangannya masing-masing sebelum wajib pajak melunasi BPHTB terutang.151

Umumnya pembayaran BPHTB dilakukan sehari sebelum penandatanganan akta atau pada hari yang sama dengan saat ditandatanganinya akta. Pembayaran BPHTB yang dilakukan pada hari yang sama dengan saat ditandatanganinya akta biasanya dilakukan pada pagi hari sebelum penandatanganan akta dan bukti pembayaran BPHTB segera dibawa kepada pejabat yang berwenang yang kemudian melakukan penandatanganan akta otentik sesuai dengan aturan yang ditentukan.152

Dengan demikian, Perseroan sebagai pihak yang menerima perolehan hak atas tanah dan/atau bangunan adalah wajib pajak BPHTB yang diwajibkan membayar BPHTB sebelum penandatanganan Akta Pemasukan ke dalam Perusahaan dihadapan PPAT karena PPAT dilarang untuk menandatangani akta peralihan hak atas tanah dan/atau bangunan sebelum wajib pajak melunasi Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) sebagaimana mestinya.153 dan kepala kantor bidang pertanahan hanya dapat melakukan pendaftaran peralihan hak atas tanah setelah wajib pajak

151 Pasal 91 ayat (1) dan ayat (3) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 130, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5049.

152Muhammad Syafei, SH, Notaris/PPAT Kota Medan, Wawancara tanggal 14 Mei 2014.

153 Marihot Pahala Siahaan, Kompilasi Peraturan Di Bidang BPHTB, Panduan Dalam Penyusunan Aturan Pelaksanaan Peraturan Daerah Tentang BPHTB, (Jakarta : Graha Ilmu, 2010), hal. vii.

menyerahkan bukti pembayaran Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB).154

C. Hambatan Inbreng Tanah dan/atau Bangunan ke dalam Pendirian Perseroan