• Tidak ada hasil yang ditemukan

SAMPEL DAN SAMPLING

Dalam dokumen 3-2Metodologi Nursalam EDISI 4-21 NOV (Halaman 183-189)

Sampel terdiri atas bagian populasi terjangkau yang dapat dipergunakan sebagai subjek

penelitian melalui sampling. Sedangkan sampling adalah proses menyeleksi porsi dari populasi yang dapat mewakili populasi yang ada.

Sampel

a. Syarat-syarat sampel

Pada dasarnya ada dua syarat yang harus dipenuhi saat menetapkan sampel, yaitu representatif (mewakili) dan (2) sampel harus cukup banyak.

1) Representatif

Sampel yang representatif adalah sampel yang dapat mewakili populasi yang ada. Untuk memperoleh hasil/kesimpulan penelitian yang menggambarkan keadaan populasi penelitian, maka sampel yang diambil harus mewakili populasi yang ada. Untuk itu dalam “sampling” harus direncanakan dan jangan asal saat mengambil sampel. Misalnya, kita ingin meneliti hubungan antara pengetahuan klien dan ketaatan diet pada klien diabetes. Dasar pendidikan klien ada yang tidak sekolah, tidak lulus SD, Lulus SD, SMP, SMU, akademi, perguruan tinggi, dan lain-lain. Semua tingkat pendidikan tersebut harus terdapat dalam sampel. Istilahnya terwakili dalam sampel penelitian kalau semua tingkat pendidikan klien yang ada dalam populasi telah terwakili.

2) Sampel harus cukup banyak

Semakin banyak sampel, maka hasil penelitian mungkin akan lebih representatif. Meskipun keseluruhan lapisan populasi telah terwakili, kalau jumlahnya kurang memenuhi, maka kesimpulan hasil penelitian kurang atau bahkan tidak bisa memberikan gambaran tentang populasi yang sesungguhnya. Sebenarnya tidak ada pedoman umum yang digunakan untuk menentukan besarnya sampel untuk suatu penelitian. Besar kecilnya jumlah sampel sangat dipengaruhi oleh rancangan dan ketersediaan subjek dari penelitian itu sendiri. Polit dan Hungler (1999) menyatakan bahwa semakin besar sampel yang dipergunakan semakin baik dan representatif hasil yang diperoleh. Dengan kata lain semakin besar sampel, semakin mengurangi angka kesalahan. Prinsip umum yang berlaku adalah sebaiknya dalam penelitian digunakan jumlah sampel sebanyak mungkin. Namun demikian, penggunaan sampel sebesar 10%–20% untuk subjek dengan jumlah lebih dari 1000 dipandang sudah cukup. Makin kecil jumlah populasi, persentasi sampel harus semakin besar. Terdapat beberapa rumus yang dapat dipergunakan untuk menentukan besar sampel.

PENENTUAN BESAR SAMPEL n = N.z2 p.q. d2 (N-1) + z2 . p.q = 48 (1,96)2 .05 . 0.5 (0,05) (48 – 1) + (1,96)2 . 0,5 . 0,5 = 42,7 = 43 responsden • Populasi infinit (populasi tidak diketahui) n Z .p.q d2 = a2 Keterangan: n = perkiraan besar sampel N = perkiraan besar populasi z = nilai standar normal untuk α = 0,05 (1,96) p = perkiraan proporsi, jika tidak diketahui dianggap 50% q = 1 – p (100% – p) d = Tingkat kesalahan yang dipilih (d = 0,05) atau N n = 1 + N (d)2

Keterangan (untuk prediksi):

n = Besar sampel

N = Besar populasi

d = Tingkat signifikansi (p)

Penentuan dengan rumus tersebut di atas tidak mutlak, khususnya jika tujuan penelitian tidak untuk generalisasi.

b. Kriteria sampel: inklusi dan eksklusi

Penentuan kriteria sampel sangat membantu peneliti untuk mengurangi bias hasil penelitian, khususnya jika terhadap variabel-variabel kontrol ternyata mempunyai pengaruh terhadap variabel yang kita teliti. Kriteria sampel dapat dibedakan menjadi dua bagian, yaitu: inklusi dan eksklusi (Nursalam, 2008)

1) Kriteria inklusi

Kriteria inklusi adalah karakteristik umum subjek penelitian dari suatu popolusi target yang terjangkau dan akan diteliti. Pertimbangan ilmiah harus menjadi pedoman saat menentukan kriteria inklusi. Misalnya, kita akan meneliti tentang pengaruh mobilisasi pada klien pascaoperasi terhadap percepatan peristaltik usus, maka yang menjadi bahan pertimbangan dalam kriteria inklusi adalah jenis anestesi yang digunakan dan umur klien, karena kedua faktor tersebut sangat memengaruhi hasil dari intervensi yang dilakukan.

2) Kriteria ekslusi

Kriteria ekslusi adalah menghilangkan/mengeluarkan subjek yang memenuhi kriteria inklusi dari studi karena pelbagai sebab, antara lain:

•  Terdapat  keadaan  atau  penyakit  yang  mengganggu  pengukuran  maupun  interpretasi hasil. Misalnya, dalam studi komparatif (kasus kontrol) yang mencari hubungan suatu faktor risiko dengan kejadian penyembuhan luka pascaoperasi laparastomi, maka subjek dengan kelainan imunologis tidak boleh diikutsertakan dalam kelompok kasus.

•  Terdapat keadaan yang mengganggu kemampuan pelaksanaan, seperti subjek  yang tidak mempunyai tempat tinggal tetap sehingga sulit ditindaklanjuti. •  Hambatan etis

•  Subjek menolak berpartisipasi

Penetapan kriteria sampel (inklusi dan eksklusi) diperlukan dalam upaya untuk mengendalikan variabel penelitian yang tidak diteliti, tetapi ternyata berpengaruh terhadap variabel dependen.

Sampling

Sampling adalah proses menyeleksi porsi dari populasi untuk dapat mewakili populasi. Teknik sampling merupakan cara-cara yang ditempuh dalam pengambilan sampel, agar memperoleh sampel yang benar-benar sesuai dengan keseluruhan subjek penelitian (Sastroasmoro & Ismail, 1995 & Nursalam, 2008). Cara pengambilan sampel dapat digolongkan menjadi dua, yaitu: probability sampling dan nonprobability sampling.

a. Probability sampling

Prinsip utama probability sampling adalah bahwa setiap subjek dalam populasi mempunyai kesempatan untuk terpilih atau tidak terpilih sebagai sampel. Setiap bagian populasi mungkin berbeda satu dengan lainnya tetapi menyediakan populasi parameter, mempunyai kesempatan menjadi sampel yang representatif. Dengan menggunakan sampling random, peneliti tidak bisa memutuskan bahwa X lebih baik dari pada Y untuk penelitian. Demikian juga, peneliti tidak bisa mengikutsertakan orang yang telah dipilih sebagai subjek karena mereka tidak setuju atau tidak senang dengan subjek atau sulit untuk dilibatkan.

1) Simple random sampling

Pemilihan sampel dengan cara ini merupakan jenis probabilitas yang paling sederhana. Untuk mencapai sampling ini, setiap elemen diseleksi secara acak. Jika sampling frame kecil, nama bisa ditulis pada secarik kertas, diletakkan di kotak, diaduk, dan diambil secara acak setelah semuanya terkumpul. Misalnya, kita ingin mengambil sampel 30 orang dari 100 populasi yang tersedia, maka secara acak kita mengambil 30 sampel melalui lemparan dadu atau pengambilan nomor yang telah ditulis.

2) Stratified random sampling

Stratified artinya strata atau kedudukan subjek (seseorang) di masyarakat. Jenis sampling ini digunakan peneliti untuk mengetahui beberapa variabel pada populasi yang merupakan hal yang penting untuk mencapai sampel yang representatif. Misalnya, jika kita merencanakan ada 100 sampel, peneliti mengelompokkan 25

subjek dengan tingkat pendidikan: tidak sekolah dan SD tidak tamat; dasar (SD dan SMP); SLTA; dan perguruan tinggi. Pada jenis sampling ini harus diyakinkan bahwa semua variabel yang diidentifikasi akan mewakili populasi.

3) Cluster sampling

Cluster berarti pengelompokan sampel berdasarkan wilayah atau lokasi populasi. Jenis sampling ini dapat dipergunakan dalam dua situasi. Pertama jika simple random sampling tidak memungkinkan karena alasan jarak dan biaya; kedua peneliti tidak mengetahui alamat dari populasi secara pasti dan tidak memungkinkan menyusun sampling frame. Misalnya, peneliti ingin meneliti anak yang mengalami stres hospitalisasi. Maka peneliti mengambil sampel pada klien anak berdasarkan tempat klien dirawat (di rumah sakit A, B, C) yang mempunyai karakteristik yang berbeda.

4) Systematic sampling

Pengambilan sampel secara sistematik dapat dilaksanakan jika tersedia daftar subjek yang dibutuhkan. Jika jumlah populasi adalah N= 1200 dan sampel yang dipilih= 50, maka setiap kelipatan 24 orang akan menjadi sampel (1200:50 = 24). Maka sampel yang dipilih didasarkan pada nomor kelipatan 24, yaitu sampel no. 24, 48, dan seterusnya.

b. Nonprobability sampling

1) Purposive sampling

Purposive sampling disebut juga judgement sampling. Adalah suatu teknik penetapan sampel dengan cara memilih sampel di antara populasi sesuai dengan yang dikehendaki peneliti (tujuan/masalah dalam penelitian), sehingga sampel tersebut dapat mewakili karakteristik populasi yang telah dikenal sebelumnya. Misal, kita ingin meneliti peran keluarga dalam perawatan klien skizofrenia di rumah, maka peneliti memilih subjek pada keluarga klien yang mempunyai anak dengan skizofrenia. 2) Consecutive sampling

Pemilihan sampel dengan consecutive (berurutan) adalah pemilihan sampel dengan menetapkan subjek yang memenuhi kriteria penelitian dimasukkan dalam penelitian sampai kurun waktu tertentu, sehingga jumlah klien yang diperlukan terpenuhi (Sastroasmoro & Ismail, 1995: 49). Jenis sampling ini merupakan jenis non-probability sampling yang terbaik dan cara yang agak mudah. Untuk dapat menyerupai probability sampling, dapat diupayakan dengan menambahkan jangka waktu pemilihan klien. Misalnya, terjadinya wabah demam berdarah selama kurun waktu tertentu di mana waktu tersebut menunjukkan terjadinya puncak insiden demam berdarah. Jenis sampling ini sering dipergunakan pada penelitian epidemiologi di komunitas. 3) Convinience sampling

Pemilihan sampel convinience adalah cara penetapan sampel dengan mencari subjek atas dasar hal-hal yang menyenangkan atau mengenakkan peneliti. Sampling ini dipilih apabila kurangnya pendekatan dan tidak memungkinkan untuk mengontrol bias. Subjek dijadikan sampel karena kebetulan dijumpai di tempat dan waktu

secara bersamaan pada pengumpulan data. Dengan cara ini, sampel diambil tanpa sistematika tertentu, sehingga tidak dapat dianggap mewakili populasi sumber, apalagi populasi target. Misalnya, pada waktu peneliti praktik di ruangan kebetulan menjumpai klien yang diperlukan (sesuai masalah penelitian), maka peneliti langsung menetapkan subjek tersebut untuk diambil datanya. Kemudian peneliti cuti dan tidak melanjutkan. Setelah beberapa lama, peneliti melanjutkan lagi pemilihan subjek, demikian seterusnya.

4) Quota sampling (Judgement sampling)

Teknik penentuan sampel dalam kuota menetapkan setiap strata populasi berdasarkan tanda-tanda yang mempunyai pengaruh terbesar variabel yang akan diselidiki. Kuota artinya penetapan subjek berdasarkan kapasitas/daya tampung yang diperlukan dalam penelitian. Misal, dalam suatu penelitian didapatkan adanya 50 populasi yang tersedia, peneliti menetapkan kuota 40 subjek untuk dijadikan sampel, maka jumlah tersebut dinamakan kuota.

DAFTAR PUSTAKA

Nursalam. 2008. Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan: Pedoman Skripsi, Tesis, dan Instrumen. Edisi 2. Jakarta: Salemba Medika.

Polit. DE & Hungler, BP. 1999. Nursing Research. Principles and Methods. 6th Ed. Philadelphia: JB Lippincott.

Polit DF & Back, CT. 2012. Nursing Research. Generating and Assessing Evidence for Nursing Practice. 9th Ed. Philadelphia: JB. Lippincott.

Sastroasmoro S. & Ismail S. 1995. Dasar-Dasar Metodologi Penelitian Klinis. Jakarta: Binarupa Aksara.

vARIABEL

Dalam dokumen 3-2Metodologi Nursalam EDISI 4-21 NOV (Halaman 183-189)