• Tidak ada hasil yang ditemukan

SAMPLE7. Membuat generalisasi dan kesimpulan

Setelah tafsiran diberikan, maka peneliti membuat gene-ralisasi dari temuan-temuannya dan selanjutnya memberi-kan beberapa kesimpulan. Generalisasi dari kesimpulan ini harus berhubungan dengan hipotesis yang ada. Dalam arti, apakah hipotesis benar dapat untuk diterima atau ditolak. 8. Membuat laporan ilmiah.

Langkah akhir dari suatu penelitian ilmiah yaitu mem-buat laporan ilmiah tentang hasil-hasil yang diperoleh dari kegiatan penelitian tersebut. Secara teknis, penulisan laporan ilmiah ini juga mengikuti aturan ataupun teknik yang ada.

D. UNSUR-UNSUR DALAM PROSES

KEILMUAN

Proses keilmuan secara ringkas sebagai suatu proses yang melibatkan lima komponen informasi utama yang di-transformasi dari satu komponen ke komponen yang lain dan dikendalikan oleh enam perangkat metode. Namun se-cara ringkas dapat diuraikan sebagai berikut.

Pada tahap awal orang (peneliti) bekerja untuk mela-kukan pengamatan-pengamatan dengan memperoleh hasil yang disebut dengan hasil pengamatan. Hasil pe ngamatan ini bersifat individual, sangat spesifik, bersifat khusus dan tentu saja berwujud sejumlah butir-butir informasi yang ber-nilai istimewa. Hasil pengamatan ini haruslah disintesiskan ke dalam suatu format yang bersifat lebih umum, dan dise-butkan dengan generalisasi empiris. Genera lisasi yang demi-kian dicapai melalui pengukuran-pengukur an, peringkasan sampel, dan memperkirakan parameter.

me-SAMPLE

27

BAB 3  Metode Ilmiah

rupakan butir-butir informasi yang dapat disintesiskan lebih lanjut ke dalam teori melalui pembuatan konsep, penyusun-an proposisi, dpenyusun-an penatapenyusun-an proposisi-proposisi. Suatu teori, atau penyusunan suatu tipe informasi yang paling bernilai umum dan abstrak dapat ditransformasi lebih lanjut ke da-lam sejumlah hipotesis baru melalui metode logika yang disebut deduksi. Hipotesis-hipotesis ini agar dapat diman-faatkan le bih lanjut harus terlebih dahulu dibenahi menjadi

hipotesis empiris.

Adapun yang disebut dengan hipotesis empiris adalah suatu butir informasi yang dapat ditransformasi ke dalam se-jumlah hasil informasi melalui penafsiran ke dalam sese-jumlah hasil informasi melalui penafsiran ke dalam konsep-konsep yang bersifat operasional (merujuk ke gejala-gejala yang akan diamati), pembuatan instrumen-instrumen pengamat-an, pembuatan skala, dan penetapan sampel.

Apabila setelah semua langkah ini dikerjakan, dan se-orang (peneliti) memperoleh hasil-hasil observasi baru, maka ia dapat mentransformasi lagi hasil-hasil observasi ini ke dalam generalisasi-generalisasi empiris yang baru (yaitu dengan melalui pengukuran, peringkasan sampel, dan perki-raan parameter). Pada tahap ini hipotesis yang semula men-jadi bidang penyebab dikerjakannya penemuan generalisasi-generalisasi empirik tersebut. Dapat dikaji kembali untuk menjawab pertanyaan apakah sudah sesuai de ngan generali-sasi empiris yang ditemukan itu.

Kesesuaian hal yang demikian ini pada dasarnya meru-pakan usaha pengujian akan benar atau tidaknya hipotesis. Artinya, didukung tidaknya oleh hasil-hasil observasi (yang telah disentesiskan). Pengujian yang demikian kemungkin an untuk menghasilkan suatu informasi baru, yaitu suatu

ke-SAMPLE

putusan untuk menerima atau menolak kebenaran hipotesis yang sedang diuji itu. Pada akhirnya keputusan ini yang akan menentukan apakah suatu teori akan dikukuhkan (memper-oleh informasi), diubah, atau dibenarkan kembali (termodi-fikasi), atau bahkan tidak.

Dengan demikian, proses yang dipaparkan ditandai de-ngan:25

1. Terkadang berlangsung dengan cepat dan dapat selesai dalam jangka waktu pendek, akan tetapi kadang-kadang tidak demikian juga.

2. Terkadang terkesan dikerjakan sangat formal dengan menaati segala macam ketentuan prosedural secara for-mal, akan tetapi terkadang pula berlangsung secara sa-ngat informal, tidak disadari, bahkan secara intuitif. 3. Terkadang dikerjakan melalui interaksi sekian banyak

ilmuwan yang masing-masing mengambil peranan yang berbeda-beda, sebagai teoretisi direktur penelitian, pe-wawancara, ahli penyampelan, ahli analisis data, dan se bagainya. Akan tetapi, terkadang pula dikerjakan se-orang diri oleh sese-orang ilmuwan peneliti tanpa bantuan rekan/teman.

4. Terkadang dikerjakan semata-mata dalam khayalan si ilmuwan, akan tetapi terkadang juga dikerjakan secara faktual dalam kenyataan.

Dari uraian di atas, jelaslah bahwa sekalipun proses-proses keilmuan itu digambarkan sebagai suatu proses-proses yang berlangsung secara prosedural, beraturan, dan tampak selalu sistematis, namun dalam pelaksanaannya tidak dimaksud-kan untuk selalu dikerjadimaksud-kan dengan terlalu ketat dengan

tan-25 Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 1996), hlm. 60.

SAMPLE

29

BAB 3  Metode Ilmiah

pa mempertimbangkan fleksibilitas.

Selanjutnya dalam proses pendekatan ilmiah tersebut berlaku beberapa asumsi dan batasan-batasan sebagai ber-ikut:26

1. Terdapatnya keteraturan (regulanty) dari urutan (order) dalam proses kejadian dalam kenyataan. Seorang ilmuan pemikirannya tidak berpola pada kejadian-kejadian yang tidak teratur, baik mengenai bentuk susunan mau-pun sifat-sifatnya, karena kejadian-kejadian seperti itu akan sulit dipelajari.

2. Terjadinya suatu kejadian selalu ada kaitannya dengan tergantung dari kejadian lain yang mendahuluinya

(an-tecedent event). Tidak ada kejadian tanpa sebab. Asumsi

ini disebut dengan determinism. Untuk menjelaskan

de-terminism tersebut diperlukan keterangan-keterangan

yang rasional. Lazimnya bersifat probabilistik atau sto-kastik (stochastic), yaitu berlaku atas dasar teori perhi-tungan kemungkinan. Menurut pemikiran ini, suatu kejadian tidak mutlak terjadi atau tidak mungkin tidak terjadi. Biasanya kejadian itu kemungkinan terjadinya dapat dinyatakan di antara: 0-100%, yaitu di antara ke-mustahilan dan kepastian. Demikian pula hubungan antara dua atau lebih kejadian, selalu dinyatakan berada dalam batas-batas kemungkinannya.

3. Adanya kontinuitas dalam proses penelitian. Hal-hal yang terjadi yang menjadi masalah dan belum terpecah-kan sekarang tentu aterpecah-kan dapat diselesaiterpecah-kan atau dijelas-kan di kemudian hari. Hal ini menunjukdijelas-kan perlunya pengertian tentatif terhadap fenomena alam dan sosial,

SAMPLE

karena akan mungkin koreksi dari penyempurnaan di kemudian hari secara kronologis melalui kejadian-ke-jadian empiris. Kekejadian-ke-jadian itu disebut sebagai

discoverabil-ity dan vanabildiscoverabil-ity dalam penelitian dari pengembangan

ilmu pengetahuan.

4. Pengetahuan yang didapat dari penelitian harus dapat dikomunikasikan. Untuk itu perlu diperhatikan kaidah-kaidah sebagai berikut:

a. Hasil-hasil pengamatan harus dapat dinyatakan da-lam pernyataan-pernyataan yang jelas dari objektif, menggambarkan sedapat mungkin kejadian yang senyatanya.

b. Peneliti harus menunjukkan kejujuran dari sporti-vitasnya, tidak mengakui hak karya orang lain baik sebagian maupun keseluruhannya tanpa sepengeta-huan atau seizin yang bersangkutan dalam penu-lisan-pe nulisan.

c. Seorang ilmuwan harus berpartisipasi aktif dalam pro ses perkembangan ilmu pengetahuan menurut tata laksana dari kode etik yang ada.

SAMPLE

Perang Dunia Kedua yang menyejarah dalam catatan peperangan dunia tidak saja berimplikasi hanya kepada di-mensi kekuasaan, tetapi juga memberikan dampak pe ngaruh kepada dimensi-dimensi kehidupan lainnya. Satu bagian dari dimensi tersebut adalah hukum, yang setidaknya mengalami perkembangan dalam berbagai bagiannya seba gai berikut:27

1. Profesi hukum yang ruang lingkup kerjanya kini sema-kin meluas dibandingkan dengan waktu sebelumnya, terutama karena pihak-pihak yang memerlukan pela-yanan hukum semakin membesar jumlah dan lingkup masalahnya, serta meliputi semua lapisan masyarakat. 2. Hukum yang bagi kebanyakan orang semula dipandang

tidak lebih dari sekumpulan undang-undang dan hanya merupakan suatu bidang studi yang mempelajari ten-tang undang-undang atau peraturan-peraturan, seka-rang telah menjadi suatu (disiplin) ilmu yang dirasakan

27 Adam Podgorecki dan Chnstopher j. Whelan, (ed.), Pendekatan Sosiologis

Terhadap Hukum, (Jakarta: Bina Aksara, 1987), hlm. 6, dalam Bambang Sunggono, Metodologi …, hlm. 67.