• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II. PENELAAHAN PUSTAKA

E. Sampling

Pengujian validitas konten dilakukan oleh para ahli di bidang penelitian yaitu dua orang dokter dan seorang apoteker sebanyak lima kali. Pengujian reliabilitas dilakukan sebanyak tiga kali dengan metode uji Cronbach Alpha

menggunakan bantuan program statistik R 3.0.2 dengan single trial administration. Seleksi aitem dilakukan berdasarkan pada korelasi Point-Biserial

untuk aitem pengetahuan dan korelasi Pearson Product Moment untuk aitem sikap dan tindakan.

Penelitian ini menghasilkan instrumen yang terdiri dari 20 aitem pengetahuan (α: 0,618), 17 aitem sikap (α: 0,635), dan 14 aitem tindakan (α: 0,627) sehingga dapat disimpulkan bahwa kuesioner telah valid secara konten dan reliabel untuk digunakan.

Kata kunci: validasi, pengetahuan, sikap, tindakan, penyakit Asma.

xx

ABSTRACT

Validity and reliability are the essentials of instrument measurements. These must be held in order to have an exact and precise study conclusion. This study develops an instrument to measure a community's knowledge, attitudes and practice related to Asthma in order to produce a measurement instrument that is reliable and valid in content.

This study is an experimental study using cross-sectional design with a purposive sampling technique. The study is conducted in Catur Tunggal, Depok, Yogyakarta involving 180 respondents.

The validity content test is done by expert judgement in five times. They are one pharmacist and two doctors. The reliability test is done three times using the Cronbach Alpha method test with R 3.0.2 through single trial administration. Item selection is based on Point Biserial correlation for knowledge items meanwhile, the attitudes and practice used Pearson Product Moment correlation.

Result of this study shows the instrument with 20 items of knowledge (α: 0.618), 17 items of attitudes (α: 0.635), and 14 items of practice (α: 0.627), are valid in content and reliable to be used.

1

BAB I PENGANTAR A.Latar Belakang

Dewasa ini banyak ditemukan penelitian kesehatan yang menggunakan metode penelitian sosial. Bagian terpenting dari penelitian sosial adalah kuantifikasi perilaku menggunakan instrumen pengukuran yang valid dan reliabel sehingga menghasilkan kesimpulan yang cermat dan tepat. Salah satu instrumen pengukuran yang sering digunakan adalah kuesioner (Sugiyono, 2010).

Pengertian validitas berkaitan erat dengan permasalahan dan tujuan suatu pengukuran. Oleh karena itu, tidak ada konsep validitas yang berlaku umum. Suatu instrumen pengukuran dirancang hanya untuk tujuan yang khusus sehingga menghasilkan data yang valid hanya untuk tujuan tersebut (Azwar, 2012).

Reliabilitas menunjukkan konsistensi suatu instrumen dalam mengukur suatu hal. Instrumen yang sudah reliabel pun belum tentu memberikan hasil pengukuran yang selalu valid (Nursalim, 2008). Hal inilah yang mendasari ide penelitian untuk menghasilkan kuesioner yang valid dan reliabel sehingga menjadi tes siap pakai.

Instrumen pengukuran pada penelitian sosial kesehatan umumnya meneliti satu topik yang sedang menjadi perhatian pemerintah dan masyarakat. Salah satu contoh topik kesehatan yang diangkat di penelitian ini adalah Asma. Organisasi kesehatan Dunia (WHO) mengatakan bahwa sebanyak 100-157 juta penduduk di dunia menderita Asma dan terus bertambah sebanyak 187 ribu orang per tahun dengan episode kejadian per orang 3-6 kali per tahun. Indonesia

memiliki prevalensi nasional sebesar 4% berdasarkan laporan Riset Kesehatan Dasar yang dilakukan oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Pemerintah dan Kesehatan pada tahun 2007. Berdasarkan data Sistem Informasi Rumah Sakit 2007 terlihat jelas pasien Asma di Indonesia 87.705 orang untuk kasus rawat jalan dan 25.948 untuk rawat inap. Dari data tersebut dapat dikatakan bahwa Asma masih menjadi masalah kesehatan dan memiliki tingkat kematian yang cukup tinggi apabila penderita tidak dapat mengatasi serangan Asma. Pengatasan serangan Asma akan berhasil jika didukung pengetahuan yang cukup. Tingkat pengetahuan masyarakat di Indonesia sangat beragam sehingga tidak dapat disamaratakan bahwa seluruh masyarakat telah memiliki pengetahuan yang cukup mengenai Asma. Dengan demikian, pemberian materi edukasi kepada masyarakat melalui sosialisasi masih di butuhkan pada saat ini.

Pemberian materi edukasi kepada masyarakat sebaiknya tepat sasaran. Informasi mengenai kondisi masyarakat mutlak dibutuhkan sebagai bahan pertimbangan dalam perumusan pokok bahasan materi edukasi. Informasi ini dapat diperoleh dari hasil pengukuran menggunakan instrumen kuesioner yang telah valid secara konten dan reliabel. Dari penelusuran yang dilakukan peneliti, belum ditemukan instrumen pengukuran tingkat pengetahuan, sikap, dan tindakan masyarakat terkait penyakit Asma siap pakai yang telah valid secara konten dan reliabel. Hal inilah yang mendorong dilaksanakannya penelitian pengembangan instrumen pengukuran tingkat pengetahuan, sikap, dan tindakan masyarakat terkait penyakit Asma.

1. Permasalahan

Permasalahan yang muncul dalam penelitian ini adalah : a. Apakah instrumen yang disusun valid secara konten? b. Apakah instrumen yang disusun reliabel?

c. Seperti apakah formulasi instrumen yang valid secara konten dan reliabel?

2. Keaslian Penelitian

Berdasarkan hasil pencarian peneliti, ditemukan bahwa belum ada penelitian yang membahas hal ini secara khusus sebelumnya. Berikut beberapa penelitian yang terkait dengan penelitian ini :

a. “Hubungan antara Pengetahuan tentang Penyakit Asma dengan Sikap Penderita dalam Perawatan Asma pada Pasien Rawat jalan di Balai Besar Kesehatan Paru Masyarakat”. Penelitian Sulfan Fairawan (2008) ini membahas mengenai sikap pasien yang mengalami sakit paru berdasarkan pengetahuan terkait penyakit Asma. Dilakukan dengan deskriptif korelatif menggunakan rancangan cross-sectional dan metode

accidental sampling. Perbedaan dengan penelitian yang akan dilaksanakan ini antara lain jenis penelitian eksperimental dengan rancangan cross-sectional dan metode purposive sampling. Objek dan lokasi penelitian berbeda yaitu kuesioner sebagai objek dan lokasi di Kelurahan Catur Tunggal. Variabel bebas adalah kuesioner dan variabel terikat adalah validitas konten dan reliabilitas. Tujuan penelitian ini adalah menghasilkan instrumen pengukuran yang valid secara konten dan reliabel.

b. “Hubungan antara Pengetahuan dan Sikap Ibu tentang Asma dengan Frekuensi Kekambuhan Asma pada Anak”. Penelitian oleh Suryani

(2008) di Surabaya. Jenis penelitian adalah cross-sectional dengan rancangan studi analitik dan bertujuan mencari hubungan antara dua variabel. Hasil penelitian membuktikan keberadaan hubungan antara tingkat pengetahuan dengan frekuensi kekambuhan Asma. Perbedaan dengan penelitian yang akan dilaksanakan ini antara lain jenis penelitian eksperimental dengan rancangan cross-sectional dan metode purposive sampling. Objek dan lokasi penelitian berbeda yaitu kuesioner sebagai objek dan lokasi di Kelurahan Catur Tunggal, responden penelitian adalah masyarakat di Kelurahan Catur Tunggal. Variabel bebas adalah kuesioner dan variabel terikat adalah validitas konten dan reliabilitas. Tujuan penelitian ini adalah menghasilkan instrumen pengukuran yang valid secara konten dan reliabel.

Selama ini belum ada penelitian seperti penelitian yang akan dilakukan yaitu “Pengembangan Instrumen Pengukuran Tingkat Pengetahuan, Sikap, dan Tindakan Masyarakat terkait Penyakit Asma”.

3. Manfaat Penelitian

a.Manfaat teoretis. Instrumen dapat memberikan kontribusi aitem untuk setiap domain pengukuran yaitu pengetahuan, sikap dan tindakan masyarakat terkait penyakit Asma sehingga memberikan hasil pengukuran yang lebih komprehensif.

b.Manfaat praktis. Instrumen yang dihasilkan dapat digunakan untuk pengukuran tingkat pengetahuan, sikap, dan tindakan terkait penyakit Asma. Hasil pengukuran dengan menggunakan instrumen ini dapat dijadikan bahan untuk penyusunan materi edukasi kepada masyarakat mengenai penyakit Asma.

B. Tujuan Penelitian 1. Tujuan umum

Menyusun instrumen pengukuran tingkat pengetahuan, sikap, dan tindakan masyarakat terkait penyakit Asma yang valid secara konten dan reliabel.

2. Tujuan khusus

Tujuan khusus pada penelitian ini sebagai berikut:

a. Melakukan uji validitas konten pada instrumen pengukuran tingkat pengetahuan, sikap, dan tindakan masyarakat terkait penyakit Asma. b. Melakukan uji reliabilitas pada instrumen pengukuran tingkat

pengetahuan, sikap, dan tindakan masyarakat terkait penyakit Asma. c. Menyusun formulasi instrumen pengukuran tingkat pengetahuan, sikap,

dan tindakan masyarakat terkait penyakit Asma yang valid secara konten dan reliabel.

6

BAB II

PENELAAHAN PUSTAKA A. Kuesioner

1. Pengertian

Kuesioner adalah instrumen pengumpulan data berbentuk pertanyaan atau pernyataan tertulis yang diajukan kepada sejumlah responden untuk mendapatkan tanggapan atau informasi. Instrumen ini cocok digunakan untuk mendapatkan data kelompok atau masyarakat yang berpopulasi besar dan bertebaran tempatnya (Notoatmodjo, 2010).

Pertanyaan maupun pernyataan pada kuesioner dapat berupa pertanyaan/ pernyataan tertutup atau terbuka. Kuesioner dapat diberikan secara langsung kepada responden, dikirim melalui pos atau media elektronik misalnya melalui internet (Sugiyono, 2010).

2. Penyusunan Kuesioner

Kuesioner menjadi sebuah instrumen kuesioner psikologis yang harus dirancang melalui tahapan tertentu untuk dapat digunakan sesuai dengan tujuan penelitian. Penyusunan kuesioner diawali dengan mengembangkan konsep mengenai variabel yang diteliti. Konsep ini dapat dikembangkan dari studi kualitatif maupun mengacu pada literatur yang sudah ada (Profetto-McGrath, Beck, Polit, dan Loiselle, 2010).

Sejumlah penelitian telah menjadi model yang menjelaskan langkah-langkah umum penyusunan kuesioner, berikut adalah langkah-langkah-langkah-langkah penyusunan kuesioner: (a) pendefinisian kuesioner, (b) penyusunan tabel

spesifikasi kuesioner, (c) pemilihan metode penskalaan, (d) penyusunan aitem-aitem, (e) review aitem dari pakar terkait dan revisi aitem, (f) perakitan aitem menjadi kuesioner, (g) uji coba kuesioner, (h) pelaksanaan analisis aitem dan seleksi aitem, dan (i) penyusunan pedoman kuesioner dan penerbitan kuesioner (Supratiknya, 2014).

Penyusunan kuesioner harus memenuhi konsep dasar yang mengacu pada teori variabel penelitian, antara lain (1) memiliki petunjuk jelas mengenai tujuan dan fungsi kuesioner dalam penelitian, (2) memiliki petunjuk jelas mengenai cara pengerjaan kuesioner, (3) menggunakan kalimat yang mudah dimengerti dan relevan dengan tipe kuesioner, (4) menghindari pernyataan bermakna ganda mau pun memberi sugesti kepada responden dalam menjawab, (5) pernyataan disusun secara logis dan sistematis, (6) merahasiakan identitas responden (Budiman dan Riyanto, 2013).

3. Syarat Kuesioner

Agar suatu kuesioner dapat berfungsi sebagai instrumen pengukuran, maka harus memiliki beberapa persyaratan yaitu (1) relevan dengan tujuan dan hipotesis penelitian; (2) mudah ditanyakan; (3) mudah dijawab; dan (4) data yang diperoleh mudah diolah (diproses) (Notoatmodjo, 2012).

Persyaratan kuesioner di atas dapat dipenuhi oleh peneliti dengan memperhatikan beberapa hal berikut ini: (a) keberadaan alinea pengantar dan petunjuk pengisian sebelum aitem pernyataan, (b) aitem pernyataan dirumuskan secara jelas, dan (c) untuk setiap pernyataan terbuka dan restruktur disediakan kolom untuk menuliskan jawaban dari responden (Sukmadinata, 2012).

Sebuah kuesioner dapat dikatakan baik apabila memenuhi lima persyaratan yaitu: (a) validitas, kuesioner dapat mengukur dengan tepat hasil yang hendak diukur, (b) reliabilitas, hasil pengukuran kuesioner dapat dipercaya, (c) objektivitas, hasil pengukuran kuesioner tidak dipengaruhi faktor tertentu, (d) praktibilitas, kuesioner bersifat praktis dan mudah dilakukan, dan (d) ekonomis, biaya pelaksanaan tidak mahal, tenaga sedikit dan waktu singkat (Widoyoko, 2012).

B.Validitas 1. Pengertian

Validitas adalah suatu indeks yang menunjukkan instrumen tersebut benar-benar mengukur variabel yang diukur berdasarkan tujuan penelitian (Notoatmodjo, 2010).

Instrumen yang valid mempunyai hasil pengukuran yang mendekati keadaan sebenarnya dengan galat (error) pengukuran yang dapat diabaikan. Sebuah instrumen yang telah valid bersifat spesifik karena hanya dapat digunakan untuk mengukur suatu pokok bahasan tertentu (Azwar, 2011).

2. Validitas Konten

Validitas dikategorikan menjadi validitas isi (content validity), validitas konstruk (construct validity), dan validasi berdasarkan kriteria (criterion-related validity). Dalam konsep validitas isi terdapat validitas tampang (face validity) dan validitas logis (logical validity). Validitas tampang tidak memiliki evidensi yang berkaitan dengan statistik karena hanya sekedar penerimaan responden terhadap fungsi pengukuran kuesioner dan tidak berarti tanpa dukungan dari bukti validitas

lain. Validitas logis merupakan penilaian kelayakan tampilan setiap aitem yang kemudian dianalisis lebih dalam dengan maksud menilai kelayakan isi aitem sebagai uraian dari indikator pokok bahasan yang diukur (Azwar, 2012).

Validitas isi sebuah instrumen ditentukan oleh sejauh mana isi instrumen tersebut mampu mewakili semua aspek yang dianggap sebagai aspek kerangka konsep. Apabila sebuah variabel yang hendak diukur memiliki 5 (lima) aspek dan pembuat kuesioner hanya memasukkan tiga aspek dari kerangka konsep yang ada, maka instrumen tersebut tidak memiliki validitas isi yang tinggi (Effendi dan Tukiran, 2012).

Validitas konten berpedoman pada penilaian dari pihak yang memiliki keahlian di bidangnya (expert judgement). Para ahli menganalisis aitem dalam instrumen dan melihat kemampuan aitem untuk merepresentasikan keseluruhan konten dengan proporsi yang sesuai (Profetto-McGrath dkk., 2010).

Prosedur pengujian validitas konten sebaiknya melibatkan minimal dua orang yang ahli dalam bidangnya. (Waltz, Strickland, dan Lenz, 2010).

C.Reliabilitas 1. Pengertian

Reliabilitas adalah ukuran suatu kestabilan dan konsistensi subjek penelitian dalam menjawab setiap item dalam kuesioner (Azwar, 2011).

Namun sayangnya, reliabilitas jarang ada yang bersifat konsisten sepenuhnya. Hal ini terjadi karena hanya sedikit karakter psikologis maupun fisik yang dapat diukur secara konsisten, walaupun pengukuran hanya berada dalam jeda waktu yang sangat pendek (Gregory, 2013).

Reliabilitas dipercaya sebagai derajat kepercayaan terhadap sebuah instrumen. Apabila sebuah instrumen memiliki reliabilitas yang baik maka instrumen tersebut telah layak digunakan untuk penelitian karena terbukti andal dan dapat dipercaya. Keandalan dan keterpercayaan instrumen pengukuran dapat dilihat berdasarkan hasil pengukuran yang konsisten dan tak berubah dalam pengukuran yang dilakukan berulang kali (Notoatmodjo, 2012).

2. Pengujian Reliabilitas dengan Metode Cronbach-Alpha

Secara umum analisis reliabilitas melibatkan dua rangkaian skor atau hasil pengukuran, kemudian menghitung koefisien korelasi antara kedua rangkaian skor tersebut. Dua rangkaian skor yang dimaksud dapat diperoleh dengan membelah skor hasil satu kali administrasi menjadi dua rangkaian skor. Reliabilitas konsistensi internal memiliki dua metode pembelahan yaitu metode belah dua dan metode pembelahan sebanyak aitem. Metode pembelahan sebanyak aitem disebut juga metode berbasis kovarians aitem, telah diakui menghasilkan estimasi reliabilitas yang setara dan koefisien yang dihasilkan disebut koefisien

Alpha (Supratiknya, 2014).

Koefisien Alpha menunjukkan kecenderungan tiap aitem yang menunjukkan hubungan yang positif dan selaras. Suatu kuesioner yang memiliki konsistensi internal yang tinggi cenderung menunjukkan hasil pengukuran yang stabil (Gregory, 2013).

Nilai Alpha yang rendah dapat disebabkan karena aitem pernyataan yang sedikit, korelasi yang rendah antaraitem atau konstruksi kuesioner yang heterogen. Jika penyebab yang ditemukan berupa korelasi yang rendah antaraitem, maka

beberapa aitem sebaiknya direvisi atau dihilangkan dari kuesioner. Aitem yang harus dihilangkan dapat ditemukan dengan melihat nilai koefisien korelasi aitem yang paling rendah dan atau mendekati 0 (nol) (Tavakol dan Dennick, 2011).

D.Seleksi Aitem 1. Seleksi Aitem dalam Penyusunan Instrumen

Prinsip dasar seleksi aitem adalah memilih aitem yang menunjukkan fungsi yang selaras dengan fungsi pengukuran kuesioner. Keberadaan aitem-aitem yang selaras dan saling mendukung akan menghasilkan konsistensi internal yang semakin baik nilainya. Prosedur dalam proses seleksi aitem mempertimbangkan koefisien korelasi aitem total, indeks reliabilitas aitem, dan indeks validitas aitem (Azwar, 2012).

2. Seleksi Aitem dengan Korelasi Aitem Total

Koefisien korelasi aitem total disebut juga sebagai parameter daya beda aitem, di mana koefisien ini menunjukkan kemampuan aitem untuk memberikan gambaran mengenai perbedaan individual responden. Aitem yang fungsinya selaras dengan fungsi kuesioner berarti memiliki kemampuan atau daya untuk membedakan individu pada aspek yang diukur oleh kuesioner yang bersangkutan. Uji korelasi aitem total menghasilkan koefisien korelasi yang beragam sesuai dengan kemampuan aitem tersebut untuk mengukur pokok bahasan yang sesuai (Supratiknya, 2014).

Metode uji korelasi yang digunakan sangat tergantung pada sifat penskalaan distribusi skor aitem dan skor kuesioner itu sendiri. Bagi kuesioner yang menghasilkan skor interval, sebagaimana kebanyakan skala non-kognitif,

dapat menggunakan uji korelasi Pearson Product Moment. Berpedoman pada hasil skor untuk skala Likert yang merupakan skor interval, maka untuk domain sikap dan tindakan menggunakan uji korelasi Pearson Product Moment. Jika koefisien korelasinya rendah mendekati nol berarti fungsi aitem tersebut tidak sesuai dengan fungsi ukur kuesioner dan aitem tersebut tidak memiliki daya diskriminasi. Bila koefisien korelasi yang dimaksud ternyata berharga negatif, artinya terdapat cacat serius pada aitem yang bersangkutan. Sedangkan untuk domain pengetahuan yang merupakan skala kognitif dengan distribusi skor dikotomi, dapat menggunakan uji korelasi Point-Biserial. Uji korelasi ini memiliki prinsip yang sama dengan Pearson Product Moment dalam hal pengukuran koefisien korelasi aitem total (Azwar, 2012).

E.Sampling

1. Pengertian

Sebuah penelitian membutuhkan suatu objek yang diteliti, di mana semua bagian objek yang diteliti disebut populasi dan sampel merupakan bagian atau perwakilan dari populasi. Selain menentukan populasi maka hal yang perlu dilakukan adalah mendefinisikan populasi tersebut. Populasi dibatasi secara spesifik sesuai dengan tujuan penelitian dan berdasarkan elemen penelitian yaitu faktor inklusi dan eksklusi. Populasi yang telah didefinisikan sedemikian rupa inilah yang disebut populasi sasaran (Eriyanto, 2008).

Sampel penelitian diambil menggunakan teknik tertentu yang disebut teknik sampling. Sebuah teknik sampling sangat penting dipertimbangkan

pemilihannya karena mempengaruhi validitas hasil penelitian (Notoatmodjo, 2010).

2. Metode Purposive Sampling

Terdapat dua metode dalam proses pengambilan sampel yaitu pengambilan sampel secara acak (random sampling) dan pengambilan sampel bukan acak (nonprobability sampling). Pengambilan sampel secara acak digunakan pada populasi yang homogen dan setiap anggota populasi memiliki peluang yang sama untuk dijadikan sampel. Sedangkan pengambilan sampel bukan acak digunakan pada penelitian dengan tujuan tertentu dan tidak semua individu pada populasi memiliki peluang yang setara untuk menjadi sampel (Sukmadinata, 2012).

Pada penelitian ini digunakan purposive sampling yang memiliki pengertian sebagai teknik penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu berdasarkan tujuan penelitian dan termasuk pada kelompok nonprobability sampling (Sugiyono, 2012).

Purposive sampling dilakukan bila diperlukan responden dengan kriteria khusus, misalnya harus lancar berbahasa Inggris, responden harus sarjana, responden harus wanita yang sudah menikah, dan sebagainya (Notoatmodjo, 2010).

F.Penyakit Asma

Dokumen terkait