• Tidak ada hasil yang ditemukan

KAJIAN PUSTAKA 2.1. Interaksi Sosial

A. Bentuk-Bentuk Interaksi Sosial:

2.2. Teori Adaptasi Sosial A. Definisi adaptasi sosial A.Definisi adaptasi sosial

Adaptasi adalah suatu penyesesuaian pribadi terhadap lingkungan. Penyesesuaian ini dapat berarti mengubah diri pribadi sesuai dengan keadaan lingkungannya, jadi dapat berarti mengubah lingkungan sesuai dengan keadaan pribadi (Gerungan,1991:55). Menurut Suparlan, adaptasi itu sendiri pada hakekatnya adalah suatu proses untuk memenuhi syarat-syarat dasar untuk tetap melamgsungkan kehidupan.

Dalam proses kehidupan manusia sebagai anggota masyarakat, individu tidak dapat begitu saja melakukan tindakan yang dianggap sesuai dengan dirinya, karena individu tersebut mempunyai lingkungan diluar dirinya, baik lingkungan fisik maupun lingkungan social. Dan lingkungan ini mempunyai aturan dan norma-norma yang membatasi tingkah laku individu tersebut.

Penyesesuaian diri terhadap lingkungan fisik sering disebut dengan istilah adaptasi dan penyesesuaian diri dengan lingkungan sosial disebut dengan adjustment. Adaptasi lebih bersifat fisik, dimana orang berusaha menyesuaikan diri dengan lingkungan sekitarnya, karena hal ini lenih banyak berhubungan dengan diri orang tersebut. Tingkah lakunya tidak saja harus menyesuaikan diri dengan lingkungan fisik, tetapi juga dengan lingkungan sosialnya (adjustment). Dalam (Soekanto,2000:10-11) memberikan beberapa batasan pengertian dari adaptasi sosial, yaitu:

1. Proses mengatasi halangan-halangan dari lingkungan

2. Penyesuaian terhadap norma-norma untuk menyalurkan ketegangan 3. Proses perubahan untuk menyesuaikan dengan situasi yang berubah. 4. Mengubah agar sesuai dengan kondisi yang diciptakan.

5. Memanfaatkan sumber-sumber yang terbatas untuk kepentingan lingkungan.

6. Penyesuaian budaya dan aspek lainnya sebagai hasil seleksi ilmiah.

Dan batas-batasan tersebut, dapat disimpulkan bahwa adaptasi merupakan proses penyesuaian. Penyesuaian dari individu, kelompok maupun unit social terhadap norma-norma, proses perubahan, ataupun suatu kondisi yang diciptakan. Lebih lanjut tentang proses penyesuaian tersebut,

Aminuddin menjelaskan bahwa penyesuaian dilakukan dengan tujuan-tujuan tertentu (Aminuddin,2000:38) antara lain:

1. Mengatasi halangan-halangan dari lingkungan 2. Menyalurkan ketegangan social.

3. Mempertahankan kelanggengan kelompok atau unit social. 4. Bertahan hidup.

B. Pengertian adaptasi budaya

Adaptasi budaya terdiri dari dua kata yang masing-masing mempunyai makna yakni, kata adaptasi dan budaya, adaptasi adalah sebagaimana uraian di atas yaitu, kemampuan atau kecenderungan makhluk hidup dalam menyesesuaikan diri dengan lingkungan baru untuk dapat tetap hidup dengan baik. Adaptasi juga bias diartikan sebagai cara-cara yang dipakai oleh perantau untuk mengatasi rintangan-rintangan yang mereka hadapi dan untuk memperoleh keseimangan-keseimbangan positif dengan kondisi lata belakang perantau. Sedangkan kata budaya atau kebudayaan adalah segala daya dan kegiatan manusia untuk mengolaah dan mengubah alam. Dengan kata lain, kebudayaan mencakup semuanya yang didapat atau yang dipelajari dari pola-pola perilaku yang normative. Artinya, mencakup segala cara-cara atau pola-pola pikir, merasakan dan bertindak.

Budaya berkenaan dengan cara manusia hidup. Manusia belajarberfikir merasa, mempercayai dan mengusahakan apa yang patut menurut budayanya. Bahasa persahabatan, kebiasaan makan, praktek komunikasi, tindakan-tindakan sosial, kegiatan-kegiatan ekonomi, politik dan teknologi, semua itu berdasarkan pola-pola budaya.Budaya menampakkan diri dalam pola-pola Bahasa dan dalam

bentuk-bentuk kegiatan dan perilaku yang berfungsi sebagai model-model bagi tindakan-tindakan penyesuaian diri dan gaya komunikasi yang memungkinkan orang-orang tinggal dalam suatu masyarakat di suatu lingkungan geografis tertentu pada suatu tingkat perkembangan teknis tertentu dan pada suatu saat tertentu.

Pada masyarakat multikultural adaptasi budaya di mulai dari penyeseuaian cara hidup yang berbeda, Bahasa, adat dan agama yang berbeda. Dimana di dalam sebuah masyarakat yang berlatar belakang budaya yang berbeda secara tidak langsung akan mengintegrasikan dirinya ke dalam suatu proses adaptasi yang berlangsung lama. Menurut Georg Simmel, munculnya masyarakat dikenal dengan istilh vergesellschaftung yang secara harafiah berrati “proses terjadinya masyarakat” atau disebut juga dengan istilah Sosiasi. Jadi munculnya masyarakat terjadi karena adanya interaksi timbal balik yangberupa adaptasi antar masyarakat suku asli dengan suku pendatang yang mana dalam proses tersebut individu akan saling berhubungan dan saling mempengaruhi.

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Struktur masyarakat Indonesia yang terdiri dari berbagai perbedaan latar belakang sosiokultural seperti ras, suku bangsa, agama yang diwujudkan dalam ciri-ciri fisik, adat istiadat, bahasa daerah, dan paham keagamaan merupakan kenyataan yang mau tidak mau harus diterima oleh seluruh rakyat Indonesia. Indonesia memiliki budaya yang beraneka ragam serta memiliki lima agama (keyakinan) yang di anut oleh setiap masyarakat di Indonesia yakni, Islam, Kristen Protestan, Kristen Khatolik, Hindu dan Budha.Kemajemukan bangsa Indonesia merupakan salah satu kekayaan bangsa Indonesia yang jarang dimiliki oleh Negara-negara lainnya di Dunia. Masing-masing suku di Indonesia mempunyai adat istiadat dan kebudayaan khusus tersendiri yang menjadi identitasnya.Kondisi keanekaragaman ini ternyata menjadi faktor penting dalam pembentukan negara nasional Indonesia, yang kemudian melahirkan rumusan konsep Bhineka Tunggal Ika.

Walaupun berbeda-beda suku bangsa tetapi tetap satu jua itulah landasan hidup dari bangsa Indonesia, yang dimana memiliki makna bahwa masyarakat Indonesia menghormati setiap perbedaan yang dimiliki oleh setiap suku bangsa yang ada didalamnya. Budaya dan kebiasaan yang khas pada suatu suku bangsa merupakan salah satu ciri untuk membedakan antara suku bangsa dengan suku bangsa yang lain. Kekhasan itu dapat dianggap sebagai kebudayaan dari suku bangsa yang bersangkutan. Keberagaman masyarakat Indonesia pada dasarnya

adalah sebuah potensi untuk membentuk identitas kita sebagai bangsa Indonesia (Wirautomo,2012:87).

Kebudayaan suku bangsa salah satunya adalah tingkah laku dan perilaku manusia baik dalam kehidupan sehari-hari, maupun cara ia berhubungan dengan orang lain, karena hal tersebut menimbulkan interaksi. Setiap tindakan yang ditunjukkan dari setiap suku bangsa yang berbeda biasanya akan menimbulkan pola interaksi yang berbeda pula, dan juga dengan latar belakang budaya yang mereka miliki masing-masing.

Manusia memiliki naluri untuk senantiasa berhubungan dengan sesamanya. Hubungan yang berkesinambungan tersebut menghasilkan pola pergaulan yang dinamakan pola interaksi sosial. Manusia memiliki sifat untuk digolongkan ke dalam manusia sebagai makhluk sosial artinya dituntut untuk menjalin hubungan sosial dengan sesamanya. Hubungan sosial merupakan suatu hubungan yang harus dilaksanakan, mengandung pegertian bahwa dalam hubungan itu setiap individu menyadari tentang kehadirannya di samping kehadiran individu lain. Dalam hubungan ini, secara lahiriah manusia sudah diciptakan berpasang-pasangan, dan tidak mampu hidup sendirian. Dimana, manusia akan secara alami memilih pasangan hidupnya untuk menemaninya dalam sebuah ikatan pernikahan. Melalui sebuah interaksi tersebut maka manusia mampu mengevaluasi dirinya dan pasangannya. Kehidupan masyarakat yang setiap harinya melakukan aktivitas guna kelangsungan hidup, dimana interaksi terjadi awalnya melalui kontak sosial dan komunikasi. Manusia senantiasa untuk bertemu dan berkomunikasi dengan lawan jenisnya atau orang disekitarnya. Arti penting komunikasi adalah bahwa seorang memberikan tafsiran pada perilaku orang lain (yang berwujud

pembicaraan, gerak-gerik, badaniah dan sikap) perasaan-perasaan yang ingin disampaikan oleh orang tersebut (Soekanto 1990:67).

Salah satu penelitian yang menunjukan kehidupan masyarakat multikultural yang beramalgamasi dalam penelitian yang dilakukan oleh Pepizon Mahasiswa Fakultas Ushuluddin Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta penelitiannya yang membahas tentang “relasi Amalgamasi dalam masyarakat multikultural di Kecamatan Batang Merangin, Kabupaten Kerinci Provinsi Jambi. Penelitian ini menceritakan tentang kehidupan suku kerinci dan suku jawa yang hidup bersama dengan suku pendatang yaitu suku minang. Terjalinnya hubungan sosial yang menimbulkan bentuk kerja sama antar masyarakat multikultural di batang merangin. Hubungan sosial yang digambarkan antara suku kerinci, suku jawa dan suku minang yang bersifat asosiatif menimbulkan relasi amalgamasi ditengah-tengah masyarakat yang berlatar belakang memiliki keyakinan agama yang sama yaitu agama Islam. Suku kerinci, suku jawa dan suku minang memandang kegiatan keagamaan disikapi dengan pandangan positif, dengan adanya pandangan positif tersebut mereka saling meleburkan budaya serta ikut berpartisipasi secara bersamaan dalam kegiatan keagamaan tersebut dengan memandang sama yang tanpa membedakan suku dan budaya maisng-masing.

Sumatera utara merupakan salah satu provinsi yang ada di Indonesia. Demikian halnya masyarakat di Sumatera utara memiliki kekayaan budaya yang beraneka ragam dalam bentuk adat istiadat, seni tradisional, dan Bahasa daerah. Sumatera utara memiliki 8 suku asli yang tersebar di 33 Kabupateb/kota yakni, Suku Batak Toba, Batak Karo, Batak Mandailing, Batak Angkola, Batak Simalungun, Batak Pakpak, dan Nias. Selain suku asli, juga terdapat Etnis

pendatang lainnya, seperti, etnis Minang, Jawa, Aceh, Bugis, Banten, dan beberapa etnis pendatang lainnya seperti, etnis Tionghoa, Arab, Tamil dan etnis lainnya yang membawa budaya serta adat istiadatnya sendiri-sendiri. Keseluruhan etnis memiliki nilai dan adat budaya masing-masing. Mulai dari adat istiadat, dan Bahasa yang berbeda. Keanekaragaman budaya ini menyebabkan berbagai dampak proses sosial yang dapat terjadi.

Salah satu wilayah di Sumatera Utara yang terdapat berbagai macam Etnis dengan berbagai suku pendatang lainnya adalah kabupaten Deli Serdang Kecamatan Pancur Batu, Sumatera utara. Penduduk Deli Serdang terdiri dari suku Melayu 55%, suku Karo 30%, suku nias 40% , suku Jawa 18% selebihnya terdiri dari suku Batak Minang, Tionghoa. Mayarakat Kabupaten Deli Serdang pada umumnya menganut agama Islam, agama Islam merupakan agama mayoritas di Deli Serdang sebesar 78,22% baru kemudian di ikuti Kristen Protestan sebesar 16,82% dan Katolik sebesar 2,48%. Salah satu kecamatan di Kabupaten Deli Serdang yang terdapat berbagai etnis adalah Kecamatan Pancur Batu. Dimana, di Kecamatan Pancur Batu terdapat beberapa Etnis, yaitu: Etnis Karo, Etnis Batak toba, Etnis Jawa, Melayu dan etnis pendatang lainnya. Salah satu Desa yang terdapat berbagai macam etnis di Kecamatan Pancur Batu adalah Desa Tengah.

Desa Tengah adalah nama satu wilayah di Kecamatan Pancur Batu Kabupaten Deli Serdang merupakan ibukota dari Kecamatan Pancur Batu yang dimana letaknya persis ditengah kota Pancur batu dan menjadi wilayah yang strategis dimana menjadi pusat atau baromoeternya desa.Penduduk Desa Tengah berasal dari berbagai daerah yang berbeda-beda, dimana mayoritas penduduknya paling dominan adalah etnis Karo. Di samping itu terdapat juga beberapa etnis

lain yang bermukim di Desa Tengah yakni: Etnis Batak Toba, Etnis Jawa, Etnis Mandailing, Etnis minang, Etnis aceh, Etnis Melayu Tionghoa, dan India. Dengan latar belakang keyakinan agama yang berbeda-beda dimana mayoritas masayarakat di desa Tengah beragama Islam, Kristen Protestan, Krtisten Khatolik, Hindu dan Budha. Walaupun dengan latar belakang suku dan agama yang berbeda tetapi masyarakat di desa tengah sudah membaur dengan baik, baik etnis yang sudah menetap maupun etnis pendatang, Etnis pedatang di desa ini kedatangannya melalui tiga jalur, yang pertama, melalu imigrasi yang dimana mereka pindah karna di ajak oleh keluarga yang telah menetap di desa ini seperti melalui perkawinan. Kedua, melalui perdagangan dimana mereka berjualan di Desa Tengah untuk menafkahi keluarga dan pindah ke desa ini. Ketiga, melalui pengabdian tugas pegawai negeri sipil (PNS).

Dalam kehidupan sehari-hari masyarakat di Desa Tengah hidup saling berdampingan dapat dilihat dari mata pencaharian masyarakat yang berbeda-beda, yaitu, etnis Karo bermata pencaharian sebagai petani dan PNS, etnis jawa bermata pencaharian berdagang jamu, ataupun es keliling, etnis Batak bermata pencaharian petani dan PNS. Walaupun dengan berlatar belakang mata pencaharian yang berbeda beda, tetapi hubungan interaksi yang berlangsung antar etnis Karo dengan etnis pendatang saling membutuhkan satu sama lain. Dimana, etnis Karo sebagai penjual atau menyewakan lahannya dan membangun rumah kontrakan dan disewakan kepada etnis pendatang agar mereka menetap dan tinggal di desa ini dan membuka usaha dengan menyewa lahan mereka. Selain itu, dapat dilihat dari kebiasaan yang dilakukan di desa seperti bertani, dimana dalam masyarakat karo di kenal sebagai “aron” yang merupakan suatu pola kerja sama tolong-menolong

antar masyarakat suku Karo dengan etnis pendatang di Desa Tengah dalam mengerjakan sesuatu secara gotong-royong seperti menggarap sawah yang dibentuk berdasarkan kesepakatan bersama.

Hubungan kerja yang bersifat simbiosis multualisme yang terjadi di Desa Tengah antar masyarakat suku Karo dengan etnis pendatang menyebabkan proses integrasi sosial yang terjalin berjalan lancar dan harmonis. Sehingga, keharmonisan masyarakat sosiokultural yang terjalin di desa ini menimbulkan fenomena yaitu Amalgamasi yang terjadi antar Etnis karo dengan Etnis pendatang (Batak, Jawa, Melayu)

Tabel 1.2

Jumlah Keluarga perkawinan campuran (Amalgamasi) di desa Tengah: No. Etnis Karo dengan Jumlah KK

1. Jawa 16 KK

2. Batak 17 KK

3. Melayu 10 KK

Sumber:kantor kepala Desa Tengah

Fenomena Amalgamasi antar masyarakat multikultural yang terjadi di Desa Tengah adalah suatu bentuk proses Amalgamasi antara etnis asli yang dominan dengan etnis pendatang yang hidup berdampingan, dan saling berkesesuaian satu sama lain dengan latar belakang budaya yang berbeda. Etnis Karo yang merupakan masyarakat dominan di desa ini menyebabkan banyaknya masyarakat pendatang yang beramalgamasi dengan etnis Karo, yang dimana dalam penyesesuaianya etnis pendatang yang menikah dengan etnis Karo mengalami suatu bentuk interaksi dalam proses penyesesuaian diri mereka dalam adat istiadat suku Karo, yang dimana tradisi perkawinan yang telah di anut sejak zaman nenek

moyang pada Etnis Karo tentunya bertolak belakang dengan Amalgamasi yang dilakukan antara etnis Karo dengan Etnis pendatang.

Dimana etnis Karo dalam aturan adatnya memaknai perkawinan menjadi pertanda bahwa sesorang telah mempunyai hak untuk bicara dalam pertemuan adat maupun hak untuk mengadakan upacara adat. Perkawinan dianggap sakral oleh masyarakat Karo dimana laki-laki/perempuan dinikahkan dengan “impal” yang merupakan jodoh yang diwajibkan baginya, yang berasal dari marga ibunya (bagi anak laki-laki) atau disebut dengan “singumban nande” hal ini dilakukan untuk mempertahankan nilai adat dan menjaga silsilah merga yang telah diturunkan dari zaman nenek moyang. Untuk itu dalam pelaksanaannya Amalgamasi yang terjadi di Desa Tengah antara etnis Karo dengan suku lain, dimana laki-laki/perempuan yang beretnis Karo menikahi seseorang dari etnis Jawa, Batak atau Melayu, maka dalam ketentuan adat perkawinan Karo, seseorang tersebut akan “diberikan” Marga oleh keluarga suku Karo yang diberikan kepercayaan untuk itu. Dalam ketentuan ini, integrasi antar Etnis Karo dengan etnis pendatang yang telah diberikan marga dalam proses Amalgamasi tersebut, maka bagaimana pola adaptasi pelaku Amalgamasi yang terjadi didalam sebuah interaksi perkawinan yang berlatar belakang memiliki budaya dan agama yang berbeda.

Dalam proses Amalgamsi yang terjadi di Desa ini tentunya bukan hanya keluarga yang berbeda budaya saja tetapi juga berlatar belakang agama yang berbeda pula mengingat bahwa di Desa Tengah terdapat bermacam-macam kepercayaan yang dipegang teguh oleh masyarakatnya. Maka, dalam hal inilah peneliti tertarik untuk meneliti bagaimana pola adaptasi antar etnis Karo dengan

etnis Jawa, etnis Batak toba dan Melayu berinteraksi dalam Amalgamasi yang berlatar belakang budaya dan agama yang berbedadi Desa Tengah Kecamatan Pancur Batu.