• Tidak ada hasil yang ditemukan

10. Drs S. Alamsyah Sebayang

4.7. Pola Adaptasi keluarga amalgamasi di Desa Tengah

4.7.5. Terjadinya perubahan Bahasa dalam komunikasi

Dalam komunikasi antar budaya proses hubungan antara manusia merupakan suatu hal yang wajar dan alamiah. Seseorang akan mangalami akulturasi yang merupakan proses pertemuan unsur-unsur kebudayaan yang berbeda yang diikuti dengan percampuran unsur-unsur tersebut, namun perbedaan di antara unsur-unsur asing dengan yang asli masih tampak. Proses akulturasi

adalah suatu proses yang interaktif dan berkesinambungan yang berkembang dalam dan melalui komunikasi seorang etnis pendatang dengan lingkungan sosio-budaya yang baru. Komunikasi berperan penting dalam proses akulturasi (Lubis, 2012:176).

Hubungan antar budaya sangat penting untuk memahami komunikasi antar budaya dan komunikasi lintas budaya karena hal itu memperngaruhi budaya orang-orang untuk belajar berkomunikasi di dalam proses interaksi Edward T.Hall (dalam Lubis 2012:1) mengatakan budaya dan komunikasi tidak dapat dipisahkan. Oleh karena budaya tidak hanya menentukan siapa bicara dengan siapa, tentang apa dan bagaimana orang menyandi pesan, makna yang dimiliki untuk pesan dan kondisi-kondisinya untuk mengirim, memperthanakan dan menafsirkan pesan. Sebenarnya seluruh aktivitas perilaku manusia sangat bergantung kepada budaya tempat kita dibesarkan. Koensekuensinya, kebudayaan merupakan landasan komunikasi. Bila kebudayaan beranekaragam, maka beraneka ragam pula praktek komunikasi. Komunikasi dan budaya seperti dua sisi mata uang yang mana budaya menjadi bagian dari perilaku komunikasi dan pada gilirannya komunikasi pun turut menentuka, memelihara, mengembangkan atau mewariskan budaya.

Menurut Edward Sapir dan Benyamin Whorf, Bahasa tidak saja berperan sebagai suatu mekanisme untuk berlangusngnya komunikasi, tetapi juga sebagai pedoman ke arah kenyaataan sosial. Dengan kata lain, ahasa tidak saja menggambrakan presepsi, pemikiran dan pengalaman, tetapi juga dapat menentukan dan membentuknya (Lubis,2012:116).

Kehidupan keluarga yang mengalami Amalgamasi di Desa Tengah juga mengakibatkan terjadinya keanekaragaman bahasa didalamnya. Hal tersebut dikarenakan mengingat tingginya keanekaragaman budaya yang dimiliki masing-masing pasangan yang memiliki budaya yang berbeda. Meskipun demikian si manteki kuta sebagai etnis yang dominan di desa Tengah tersebut lebih mampu untuk mempertahankan dan menjaga kebudayaan mereka. Bahasa Karo/cakap karo hingga saat ini tetap dipelihara di tengah-tengah keluarga mereka. Berikut hasil wawancara dengan infroman:

“adi kalak karo kita mela nge la si eteh ngerana erbahasa karo, ia pe awelna labo teh na ngerana Karo, tapi adi I rumah me usur ku pake Bahasa Karo adi ngerana ras nande bapa, emaka nai nari pe aku dakam nande ras bapa ras senina kerina dakam i nge recakap karo nge kerina, e kin ngenca baci mpersada kit ape lang kai nari kin kapndu kebayakenta adi la adat ta e yah, e me tetap kupertahanken, adi diberuku e me kalak melayu ia, tapi enggo teh na cakap karo sebab kitik-kitik nari pe ia enggo je tading, e maka I rumah pe cakap karo kami.” (Hendri Keliat, Oktober 2016)

“( kalau kita orang karo pasti malu lah kalau tidak tahu bahasa karo, istriku pun awalnya dia gatau Bahasa karo, tapi di rumah selalu dia dengar aku ngomong Bahasa karo sama ibu dan bapakku, makanya dari dulu juga mama sama bapak sama saudara-saudaraku yang lain dia ajari ngomong karo, menurutku itu lah cuman yang bisa mempersatukan kita, apalagi coba kekayaan kita dalam adat kalua bukan itu. Makanya harus tetap kupertahankan. Kalua istriku dia kan orang melayu, tapi udah bisa dia Bahasa karo karena dia dari kecil juga udah tinggal di sini, makanya kalo dirumah kami ngomong sama sama pakai Bahasa Karo).”

Berdasarkan hasil wawancara dengan infroman di atas trlihat bahwa Bahasa Karo yang sering digunakan sebagai alat komunikasi dalam keluarga inti. Bahasa karo tersebut menjadi salah satu kekayaan bagi pak hendri keliat yang notebene sebagai etnis karo yang bermayoritas di desa Tengah, tetapi istrinya sebagai etnis pendatang menyesuaikan dirinya dengan keadaan yang tanpa ia sadari interaksinya dalam komunikasi di dalam keluarganya juga telah menggukan

Bahasa Karo sehari-hari. Hal itu menjadikan banyak etnis pendatang yang menikah dengan etnis asli di desa Tengah belajar cakap karo. Berikut hasil wawancara dari salah satu informan:

“ ya, awalnya juga pindah kesini aku kan karena menikah dengan orang sini, mestilah aku berbaur sama tetangga-tetangga,kutegok kebiasaan orang itu ngomong selalu pake Bahasa karo, kalo ku balas pake Bahasa Indonesia singkat aja orang itu jawab macam malas dia ngomong jadinya, cobak cakap karo langsung panjang bahasan kita jadinya haha memang orang ini kalo ngomong pake Bahasa karo terus, aku sering dengar dan suamiku pun dirumah kadang ga sengaja dia ngomong karo, kalok dulunya sering aku bingung dek, cuman ya dijelaskannya artinya apa hehehe, lama – lama karna udah sering pulak ku dengar ya tau lah aku sekarang, malah kadang pas aku mau ngomong Bahasa batak, jadi terikut Bahasa karonya, hahha ga sadar aku kadang kucampur-campur lah bahasanya.” (Modesta Rumapae, Oktober 2016).

Berdasarkan hasil wawancara dengan informan di atas terlihat bahwa interaksi individu dengan individu lainnya dalam menafsirkan sesuatu sebagai makna. Dengan demikian, manusia merupakan aktor yang sadar dan refleksif, yang menyatukan objek-objek yang diketahuinya melalui apa yang disebut Blummer ssebagai proses self-indication. Self-indocation adalah proses komunikasi yang sedang berjalan dimana individu mengetahui sesuatu, menilainya, memberikan makna, dan memutuskan untuk bertindak berdasarkan makna itu. Proses self-indocation ini terjadi dalam konteks sosial di mana individu mencoba mengantisipasi tindakan-tindakan orang lain dan menyesesuaikan tindakannya sebagaimana dia menafsirkan tindakan itu. Seperti halnya yang dilakukan oleh bu Modesta tanpa di sadarinya dia telah menyeseuaikan tindakannya dengan kebiasaan yang dilihatnya di desa Tengah, dimana ia memperankan dirinya di dalam suatu kondsi yang mengaharuskannya untuk

mempelajari Bahasa setempat demi memperoleh suatu bentuk komunikasi yang baik antara dirinya dengan keluarganya dan juga masyarakat sekitar.