• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB VI PENUTUP

6.1.2 Saran

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dijabarkan diatas dan kesimpulan dari penelitian ini, peneliti mencoba memberikan masukan atau saran kepada beberapa pihak , antara lain :

1. Untuk panti rehabilitasi narkoba yang menjadi objek penelitian ini, yaitu Panti Sosial Pamardi Putra “Insyaf” Sumatera Utara dan Klinik Pemulihan Adiksi Narkoba Medan Plus Lau Cih. Supaya kiranya dapat menerapkan model penanganan yang peneliti jabarkan pada kesimpulan. Dan menjadikan penelitian ini sebagai salah satu bahan untuk merancang model penanganan sosial yang efektif bagi penyalahguna relapse narkoba.

2. Untuk penyalahguna relapse narkoba, Tingkatkan progresifitas dalam menerima program panti rehabilitasi narkoba secara maksimal dalam hal

meningkatkan kesadaran diri dan perubahan pola pikir. Agar dapat membantu pemulihan dari ketergantungan terhadap narkoba dan tidak lagi mengalami relapse.

3. Untuk keluarga penyalahguna relapse narkoba, agar dapat memberikan kesempatan kembali kepada keluarganya yang mengalami relapse berupa kepercayaan dan pendampingan. Agar penyalahguna relapse narkoba tersebut dapat semakin meningkatkan kepercayaan dirinya (self-efficacy) dalam mempertahankan pemulihan dan melakukan penolakan terhadap narkoba (coping response).

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Model

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) , Model adalah Suatu pola (contoh, acuan, ragam, dan sebagainya) dari sesuatu yang akan dibuat atau dihasilkan.

2.2 Pelayanan Sosial

2.2.1 Pengertian Pelayanan Sosial

Manusia adalah makhluk sosial yang pada hakekatnya tidak dapat memenuhi kebutuhan hidupnya sendiri, ia pasti membutuhkan orang lain dan lingkungannya. Seiring dengan perkembangan tekhnologi maka banyak yang menjadi tuntutan kebutuhan hidup manusia. Dalam memenuhi kebutuhan hidupnya tersebut manusia mempunyai keterbatasan, oleh karena itu manusia membutuhkan pelayanan sosial, baik yang diberikan oleh perorangan, masyarakat, ataupun lembaga tertentu.

Menurut Sainsbury (1977), menyatakan bahwa dalam arti yang sangat luas, pelayanan-pelayanan sosial adalah pelayanan yang digunakan untuk semua(communal services) yang berkepentingan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan sosial dan mengurangi jenis-jenis masalah sosial tertentu khususnya kebutuhan-kebutuhan dan masalah-masalah yang memerlukan penerimaan publik secara umum atas tanggung jawab sosial dan yang tergantung pada pengorganisasian hubungan-hubungan sosial untuk pemecahananya. (Fahrudin. 2012:50)

Alfred J. Khan (1979) memberikan penjelasan lebih lanjut mengenai pengertian pelayanan sosial sebagai berikut:

“Pelayanan sosial terdiri dari program-program yang disediakan berdasarkan kriteria selain kriteria pasar untuk menjamin tingkatan dasar dari penyediaan kesehatan,pendidikan, kesejahteraan, untuk meningkatkan kehidupan masyarakat dan keberfungsian individual, untuk memudahkan akses pada pelayanan-pelayanan dan lembaga-lembaga pada umumnya, dan untuk membantu mereka yang berada dalam kesulitan dan kebutuhan.” (Fahrudin, 2012:51)

Defenisi di atas menjelaskan adanya kewajiban dan keyakinan masyarakat akan perlunya penyediaan fasilitas pemenuhan kesejahteraan masyarakat dan peningkatan kemampuan setiap warga negara untuk menjangkau dan menggunakan setiap pelayanan yang sudah menjadi haknya. Disamping itu pelayanan sosial hanya diberikan kepada sekelompok orang atau masyarakat yang memang secara sosial tidak dapat atau terhambat dalam menjalankan fungsinya.

Kemudian Kahn bersama Kamermen menyatakan ada lima bentuk pelayanan dasar , yakni pendidikan, transfer penghasilan (yang sering disebut sebagai jaminan sosial), kesehatan, perumahan dan pelatihan kerja. Kahn dan Kamerman selanjutnya menyatakan bahwa sistem keenam yang baru muncul adalah pelayanan sosial personal (personal social services) atau disebut juga sebagai pelayanan sosial umum (general social services). (Fahrudin, 2012:50)

2.2.2 Pelayanan Sosial Personal

Pelayanan Sosial personal atau pelayanan sosial umum adalah program-program yang melindungi atau mengembalikan kehidupan keluarga , membantu

individu-individu mengatasi masalah-masalah yang berasal dari luar ataupun dari dalam diri, meningkatkan perkembangan, dan memudahkan akses melalui pemberian informasi, bimbingan, advokasi , dan beberapa jenis bantuan konkret. (Kahn (1979) dalam Fahrudin , 2012:53)

Pelayanan sosial personal berdasarkan bentuknya dapat dibedakan menjadi

pelayanan untuk “ keperluan-keperluan sosial publik “ (public social utilities) atau

“ pelayanan-pelayanan kasus “ (case services). Pelayanan keperluan-keperluan

sosial publik dapat dibedakan lagi menjadi pelayanan sosial yang disediakan berdasarkan pilihan pengguna pelayanan misalnya pusat kegiatan masyarakat, dan pelayanan berstatus atau sesuai kategori umur pengguna. Sedangkan pelayanan kasus adalah pelayanan yang diberikan berdasarkan hasil evaluasi atau diagnosis. Pelayanan-pelayanan seperti ini dimaksudkan untuk mengembalikan atau meningkatkan keberfungsian sosial dalam cara yang diindividualisasi.

Pelayanan sosial personal memiliki beberapa fungsi. Fungsi tersebut dapat dikelompokkan menjadi tiga golongan, yaitu :

1. Pelayanan-pelayanan untuk sosialisasi dan pengembangan.

2. Pelayanan-pelayanan untuk terapi, pertolongan, dan rehabilitasi, termasuk perlindungan sosial dan perawatan pengganti.

3. Pelayanan-pelayanan untuk mendapatkan akses, informasi, dan nasihat. (Kahn, dalam Fahrudin , 2012:55)

Pelayanan sosial personal yang tepat digunakan bagi penyalhguna narkoba adalah pelayanan kasus (case services). Dan sesuai fungsi dari pelayanan sosial personal yang tepat bagi penanganan penyalahguna narkoba adalah fungsi

pelayanan-pelayanan untuk terapi, pertolongan, dan rehabilitasi, termasuk perlindungan sosial dan perawatan pengganti.

2.3Penanganan Sosial

2.3.1 Pengertian Penanganan Sosial

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia , Penanganan adalah Nomina (kata benda) proses, cara, perbuatan menangani; penggarapan. Contoh kalimat dari kata penanganan adalah Penanganan kasus itu terkesan lambat.

Sedangkan sosial adalah segala hal yang berhubungan dengan interaksi individu dengan individu lainnya, yang secara sederhana didefinisikan dalam kamus besar bahasa Indonesia, bahwa sosial adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan masyarakat. Jadi Penanganan sosial adalah suatu proses , atau perbuatan menangani suatu hal yang terjadi di masyarakat, baik secara individu maupun kelompok masyarakat.

2.4Narkoba

2.4.1 Pengertian Narkoba

Napza adalah suatu istilah yang belum terlalu sering terdengar oleh masyarakat. Masyarakat pada umumnya lebih mengenal istilah ini dengan narkoba. NAPZA sendiri merupakan singkatan dari narkotika,psikotropika dan zat adiktif lainnya. Napza adalah istilah kedokteran untuk sekelompok zat yang jika dimasukkan kedalam tubuh menyebabkan ketergantungan dan berpengaruh pada kerja otak. Termasuk dalam hal ini adalah obat, bahan, atau zat, baik yang diatur undang-undang dan peraturan hukum lain maupun tidak, tetapi sering disalahgunakan, seperti alkohol, nikotin, kafein, dan juga inhalansia/solven. Pada penelitian ini digunakan istilah narkoba, karena telah populer di masyarakat, tetapi

ruang lingkupnya meliputi semua obat, bahan, dan zat yang menyebabkan ketergantungan.

Napza atau narkoba dapat di definisikan sebagai zat alami atau buatan (kimia), bukan makanan, yang dapat mengubah struktur tubuh makhkuk hidup (Charles, dkk , 2008:6)

Napza atau narkoba dikenal di masyarakat sebagai bahan berbahaya. Berbahaya yang dimaksud adalah bahan yang tidak aman digunakan atau membahayakan dan penggunaannya bertentangan dengan hukum atau melanggar hukum (ilegal).Narkoba dapat berbahaya bila digunakan secara ilegal , namun bermanfaat bila digunakan secara legal dalam dunia kedokteran,farmasi,dan pengembangan ilmu pengetahuan yang tertuang dalam Undang-undang nomor 35 tahun 2009.

Dalam Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 menjelaskan bahwa pengertian Narkoba atau Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintetis maupun semi sintetis yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa nyeri dan dapat menimbulkan ketergantungan.

2.4.2 Jenis-jenis Narkoba 1. Narkotika

Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman baik sintesis maupun semi sintesis yang daoat menyebabkan penururunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri dan dapat menimbulkan ketergantungan.

Berdasarkan bahan asalnya Narkotika terbagi dalam 3 (tiga) golongan yaitu :

1. Alami

Yakni jenis zat/obat yang timbul dari alam tanpa adanya proses fermentasi, isolasi atau proses produksi lainnya. Di dalam undang-undang No.35 Tahun 2009 tentang narkotika yang berasal dari alam dan tidak boleh digunakan untuk terapi adalah golongan I terdiri dri :

a. Tanaman papaver soniferum L

b. Opium mentah, opium masak (candu, jicing, jicingko) c. Opium obat

d. Tanaman koka, daun koka, kokain mentah, kokaina,ekgonim (kerja alkoid koka berbeda dengan alkoid opium)

e. Heroin, morfin (alkoid opium yang telah diisolasi) f. Ganja, damar ganja

2. Semi Sintesis

Yakni zat yang diperoses sedemikian rupa melalui proses ekstrksi dan isolasi. Contohnya : Morfin, pethidin, dan lain-lain.Jenis obat ini menurut undang-undang No.35 Tahun 2009 tentang narkotika, termasuk dalam narkotika golongan II.

3. Sintesis

Jenis obat atau zat yang diproduksi secara sintesis untuk keperluan medis dan penelitian yang digunakan seagai penghilang rasa sakit (analgesik) seperti penekan batuk (antitusif). Contohnya : Kodein, Amfetamin, Deksamfetamin, Penthidin, Meperidin, Methadon, Dipipanon, Dekstropakasifen, LSD (Lisergik, Dietilamid).

Berdasarkan efek yang ditimbulkan terhadap manusia, narkotika terdapat 3 (tiga) jenis, yaitu :

1. Depressan (downer), Adalah jenis obat yang berfungsi mengurangi aktifitas, membuat pengguna menjadi tertidur atau tidak sadar diri.

2. Stimulan (upperi), Adalah jenis-jenis zat yang dapat merangsang fungsi tubuh dan meningkatkan pengguna menjadi tertidur atau tidak sadar secara berlebihan.

3. Halusinogen, Adalah zat kimia aktif atau obat yang dapat menimbulkan efek halusinasi, dapat merubah perasaan dan fikiran. (Nasution, Zulkarnain, 2014:2)

2. Psikotropika

Psikotropika adalah zat atau obat baik alamiah maupun sintesis bukan narkotika, yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada sktifitas mental dan perilaku.

Dalam bidang farmakologi, Psikotropika dibedakan dalam 3 (tiga) golongan, yaitu :

1. Golongan Psikostimulansi

Yaitu jenis zat yang menimbulkan rangsangan. Contohnya : Amfetamin (Shabu dan ekstasi), dan Desamfetamine.

2. Golongan Psikodepresan

Yaitu golongan obat tidur, penenang dan obat anti cemas, merupakan jenis obat yang mempunyai khasiat pengobatan yang jelas. Contohnya : Amobarbital, Pheno Karkital, Penti Karkital. Dalam Undang-undang No.5 Tahun 1997 tentang psikotropika, dimasukkan dalam golongan III.

3. Golongan Sedativa

Yaitu jenis obat-obatan yang memiliki khasiat pengobatan yang jelas dan digunakan sangat luas dalam terapi. Contohnya : Fenibarbital, Bromazepam, Barbital, Klonazepam, Klordiazepam, Klordiazepoxide, Nitrazezam seperti BK, DUM, MG. (Nasution, Zulkarnain, 2014:12)

3.Bahan Adiktif

Bahan atau Zat adiktif adalah bahan-bahan aktif atau obat yang dalam organisme hidup menimbulkan kerja biologi yang apabila disalahgunakan dapat menimbulkan ketergantungan (adiksi) yakni keinginan untuk menggunakan kembali secara terus menerus. Contohnya : Inhalen, Alkohol, Tembakau/rokok, Zat yang mudah menguap (Lem Aica, Aibon, Thinner, Bensin, Spirtus), Zat yang menimbulkan halusinasi , beberapa jenis jamur, kecubung, kotoran kerbau/sapi. Bahan-bahan ini akan berefek kepada pengguna jika digunakan dengan dosis yang berlebihan. (Nasution, Zulkarnain, 2014:14)

2.4.3 Penyalahgunaan Narkoba

Penyalahgunaan narkoba adalah penggunaan narkoba yang dilakukan tidak untuk maksud pengobatan, tetapi karena ingin menikmati pengaruhnya. Karena pengaruhnya itulah narkoba disalahgunakan. (Martono, Lydia Harlina dan Satya Juana, 2008:15)

Ada beberapa pola dan tahapan penyalahgunaan narkoba, yaitu sebagai berikut:

1. Pola Coba-coba, Karena iseng atau ingin tahu. Pengaruh kelompok sebaya sangat besar, yaitu teman dekat atau orang lain yang menawarkan atau membujuk untuk memakai narkoba.

2. Pola pemakaian sosial, yaitu pemakaian narkoba untuk kepentingan pergaulan (kumpul, acara tertentu) dan keinginan untuk diakui atau diterima dikelompoknya.

3. Pola pemakaian situasional, yaitu karena situasi tertentu, seperti kesepian dan stres. Tahapan ini juga disebut tahap instrumental. Karena dari pemakaian sebelumnya disadari bahwa narkoba dapat menjadi alat untuk mempengaruhi atau memanipulasi emosi dan suasana hatinya. Disini pemakaian narkoba telah mempunyai tujuan, yaitu sebagai cara mengatasi masalah (compensatory use). Pada tahap ini pemakai berusaha memperoleh narkoba secara aktif.

4. Pola habituasi (kebiasaan), telah mencapai tahap pemakaian teratur atau sering. Terjadi perubahan fatal tubuh dan gaya hidup. Kebiasaan, pemakaian, pembicaraan, dan lain-lainnya berubah. Pengguna menjadi lebih sensitif, mudah tersinggung, pemarah, sulit tidur, atau berkonsentrasi, sebab narkoba mulai menjadi bagian dari kehidupannya. Minat dan cita-cita semula menjadi hilang. Lebih suka menyendiri daripada berkumpul bersama keluarga.

5. Pola ketergantungan (kompulsif) dengan gejala khas, yaitu timbulnya toleransi dan atau gejala putus zat. Ia berusaha untuk selalu memperoleh narkoba dengan berbagai cara. Ia tidak dapat lagi mengendalikan diri dalam penggunaannya, sebab narkoba telah menjadi pusat kehidupannya. Hubungan dengan keluarga dan teman menjadi rusak. Pada pemakaian beberapa jenis narkoba seperti putaw ketergantunga terjadi dengan sangat cepat. (Martono, Lydia Harlina dan Satya Juana, 2008:15)

1. Penyebab Penyalahgunaan Narkoba

Terjadinya penyalahgunaan narkoba merupakan suatu masalah sosial yang sangat kompleks serta sangat terkait dengan berbagai faktor. Setidaknya , masalah penyalahgunaan narkoba, tidak hanya diakibatkan oleh individu penyalahguna itu sendiri, melainkan juga dipengaruhi oleh faktor lingkungan dan ketersediaan obat-obatan yang tergolong kategori narkoba atau NAPZA tersebut. Adapun faktor-faktor penyalahgunaan terbagi menjadi tiga, yaitu :

1. Faktor Individu

Faktor individu merupakan salah satu bagian dari penyebab terjadinya penyalahgunaan narkoba. Hal ini biasanya dapat dilihat dari kecenderungan sifat seseorang yang memiliki rasa keingintahuan yang tinggi atau penasaran, yang diawali dengan coba-coba.

Secara umum , beberapa hal yang menjadi penyebab terjadinya penyalahgunaan narkoba dari dalam diri individu itu sendiri antara lain, faktor kepribadian yang terkait dengan gangguan cara berpikir, konsep diri, emosi dan perilaku. Kemudia yaitu , perkembangan usia , biasanya terjadi pada usia remaja yang secara kejiwaan mulai muncul perasaan ketidakpuasan, penasaran, dan cenderung ingin menonjolkan diri. Selanjutnya faktor pandangan atau persepsi yang keliru , berkaitan dengan munculnya keyakinan yang keliru yang menganggap enteng segala sesuatu yang membahayakan bahkan dianggap sebagai tantangan yang bisa diselesaikan dan dapat memberikan kepuasan. Sedangkan faktor yang terakhir yaitu faktor lemahnya pemahaman dan praktik keagamaan, terkait dengan rendahnya kecerdasan spiritual serta minimnya pengetahuan dan praktik keagamaan yang dilakukan oleh seorang individu.

2. Faktor Lingkungan

Faktor lingkungan menjadi bagian yang tidak bisa diabaikan dalam konteks pengaruhnya terhadap penyalahgunaan narkoba yang dilakukan oleh seorang individu. Setidaknya terdapat tiga bentuk lingkungan yang dapat mempengaruhi perilaku seseorang. Yaitu lingkungan keluarga, lingkungan sekolah/kerja, dan lingkungan masyarakat.

Beberapa pengaruh yang dapat menyebabkan remaja melakukan penyalhgunaan narkoba antara lain :

a. Komunikasi yang kurang dengan keluarga terdekat.

b. Orang tua terlalu sibuk dengan urusan pribadinya dan mengabaikan pendidikan dan perkembangan putra putrinya.

c. Lingkungan keluarga dan masyarakat yang memiliki norma dan aturan yang “longgar”.

d. Berteman dengan penyalahguna narkoba e. Disiplin sekolah/kerja yang rendah

f. Kurangnya aktifitas di sekolah, tempat kerja, maupun lingkungan masyarakat yang dapat menjadi wadah pengembangan dan penyaluran minat dan bakat, sehingga banyak waktu yang tidak dapat dimanfaatkan secara optimal.

g. Lemahnya penegakan hukum.

h. Tempat tinggal yang berada di lingkungan para penyalahguna narkoba. 3. Faktor Ketersediaan Narkoba

Tidak bisa dipungkiri bahwa ketersediaan dan mudahnya mendapatkan narkoba menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari penyebab terjadinya

penyalahgunaan narkoba. Beberapa pengaruh ketersediaan narkoba terhadap perilaku penyalahgunaan narkoba , antara lain :

a. Mudah mendapatkan jenis dari narkoba, membuat penyalahguna semakin penasaran

b. Adanya persepsi bahw dengan mengonsumsi narkoba dapat menyelesaikan segala persoalan. Anggapan ini mungkin saja benar, namun yang perlu diketahui bahwa hilangnya persoalan hanya sesaat dan tidak menyelesaikan masalah yang sesungguhnya.

c. Cara menggunakan narkoba yang sangat mudah , misalnya dihisap, disuntik, ditelan, dan sebagainya.

d. Peredaran atau distribusi narkoba oleh pengedar sudah masuk ke pelosok-pelosok wilayah , baik di lingkungan umum , maupun tempat-tempat pendidikan. (Rozak, 2006:23)

2. Masalah Penyalahgunaan Narkoba

Masalah penyalahgunaan narkoba meningkat dengan cepat di Indonesia, meskipun pemerintah dan masyarakat telah melakukan berbagai upaya. Ada beberapa hal yang menjadikan masalah itu perlu mendapatkan perhatian yang lebih sungguh-sungguh lagi, yaitu sebagai berikut:

1. Angka kejadian atau jumlah kasus meningkat secara cepat dalam deret ukur. Jumlah pasien RS Ketergantungan Obat (RSKO) Jakarta meningkat 6 kali lipat tahun 1993-1999. Kasusnya seperti gunung es, yang mencuat di atas permukaan laut, sedang bagian terbesar di bawahnya tidak tampak. Menurut WHO, jika terdata satu kasus, berarti ada sepuluh kasus di tempat itu.

2. Angka kekambuhan dari pecandu yang pernah dirawat pada berbagai pusat terapi dan rehabilitasi semakin tinggi.

3. Angka kematian semakin meningkat. Di Jakarta, contohnya, 2-3 orang meninggal perhari karena penyalhgunaan narkoba. Angka itu belum menggambarkan data sebenarnya. Sering penyebab kematian sebenarnya tak diungkap, karena rasa malu keluarga.

4. Bahaya penyakit menular hepatitis B/C dan HIV/AIDS. 80% pengguna narkoba dengan jarun suntik dilaporkan menderita hepatitis B/C, dan 40-50% tertular HIV. Penyebabnya adalah jarum suntik tidak steril dan digunakan secara bergantian. Dari pecandu pengidap HIV atau hepatitis, terjadi penularan kepada sesama pecandu dan pasangan seksualnya. Penyakit AIDS merusak sistem kekebalan tubuh. Hepatitis B/C menyebabkan kerusakan hati dan kanker.

5. Besarnya kerugian sosial-ekonomi yang harus ditanggung. Pecandu berusaha mencari narkoba yang dibutuhkan dengan berbohong, menjual barang-barang milik pribadi atau keluarga/orang lain, mencuri, merampok, dan sebagainya. Masih pula ditambah beban biaya perawatan yang harus ditanggung oleh keluarga. Negara juga harus mengeluarkan biaya besar untuk menanggulanginmasalah itu serta menyediakan sarana dan prasarananya. (Martono, Lydia Harlina, 2008:1)

3. Akibat Penyalahgunaan Narkoba 1) Bagi Diri Sendiri

a. Terganggunya fungsi otak dan perkembangan normal pada remaja  Daya ingat menurun, menjadi mudah lupa;

 Perhatian sehingga sulit berkonsentrasi;

 Persepsi sehingga memberi perasaan semu/khayal;

 Motivasi sehingga keinginan dan kemampuan belajar merosot, persahabatan rusak, serta minat dan cita-cita semula padam.

b. Intosikasi (Keracunan), yakni gejala yang timbul akibat pemakaian narkoba dalam jumlahyang cukup, berpengaruh pada tubuh dan perilakunya. Gejalanya tergantung pada jenis, jumlah, dan cara penggunaan. Istilah yang sering dipakai pecandu adalah pedauw, fly, mabuk, teler, dan high.

c. Overdosis (OD), yang dapat menyebabkan kematian karena terhentinya pernapasan atau pendarahan di otak. OD terjadi karena toleransi sehingga perlu dosis yang lebih besar, atau karena sudah lama berhenti pakai, lalu memakai lagi dengan dosis yang dahulu digunakan.

d. Gejala Putus Zat, yakni gejala ketika dosis yang dipakai berkurang atau dihentikan pemakaiannya. Berat atau ringannya gejala tergantung pada jenis, zat, dosis, dan lama pemakaian.

e. Berulang Kali Kambuh, yakni ketergantungan menyebabkan craving (rasa rindu pada narkoba), walaupun telah berhenti pakai.Narkoba dan perangkatnya, kawan-kawan, suasana, dan tempat-tempat penggunaannya dahulu mendorongnya untuk memakai narkoba kembali. Itulah sebabnya pecandu akan berulang kali kambuh.

f. Gangguan Kesehatan, yakni gangguan atau kerusakan atau gangguan fungsi organ tubuh seperti hati, jantung, paru, ginjal, kelenjar endoktrin, alat

reproduksi; infeksi (heptitis B/C (80%), HIV/AIDS (40-50%), penyakit kulit dan kelamin; kurang gizi, penyakit kulit, dan gigi berlubang.

g. Kendornya nilai-nilai, yakni mengendornya nilai-nilai kehidupan, gama dan sosial , seperti perilaku seks bebas dengan akibatnya (penyakit kelamin, kehamilan yang tidak diinginkan). Sopan santun hilang. Ia menjadi Asosial, mementingkan diri sendiri, dan tidak memperdulikan kepentingan orang lain.

h. Gangguan perilaku/mental sosial, yakni acuh tak acuh , sulit mengendalikan diri, mudah tersinggunga, marah, menarik diri dari pergaulan, serta hubungan dengan keluarga/sesama terganggu. Terjadi perubahan mental:gangguan pemusatan perhatian, motivasi belajar/bekerja lemah, ide paranoid, dan gejala parkinson.

i. Masalah ekonomi dan hukum, yakni pecandu sering kali terlibat hutang, karena berusaha memenuhi kebutuhannya akan narkoba. Ia mencuri uang atau menjual barang-baranag milik pribadi atau keluarga. (Martono, Lydia Harlina dan Satya Juana, 2008:19)

2) Bagi Keluarga

Suasana nyaman dan tentram terganggu. Keluarga resah karena barang-barang berharga dirumah hilang. Anak berbohong, mencuri, menipu, tidak bertanggung jawab, hidup semaunya, dan berusaha menutupi perbuatan anak.

3) Bagi Masyarakat, Bangsa dan Negara

Masyarakat yang rawan narkoba tidak memiliki daya tahan dan kesinambungan pembangunan terancam. Negara menderita kerugian karena

masyarakatnya tidak produktif dan kejahatan meningkat; belum lagi sarana/prasarana yang harus disediakan untuk menanggulanginya.

2.5Rehabilitasi

Rehabilitasi merupakan suatu rangkaian proses pelayanan yang diberikan kepada penyalahguna/pecandu narkoba untuk melepaskannya dari ketergantungannya pada narkoba, sampai ia dapat menikmati kehidupan yang bebas narkoba.

Pada umumnya sebelum dilakukannya proses rehabilitasi , tahap pertama yang harus dilakukan adalah melakukan Detoksifikasi, yaitu melepaskan seseorang dari pengaruh langsung narkoba yang disalahgunakannya. Setelah dilakukan detoksifikasi , dilanjutkan dengan tahap rehabilitasi, yang meliputi rehabilitasi fisik, psikososial, sosial, spiritual, okupasional, dan edukasional.

2.5.1 Prinsip dalam Terapi Rehabilitasi

1. Dimungkinkan seorang pecandu pulih dari ketergantungan narkoba.

2. Program terapi harus memerhatikan berbagai ragam kebutuhan klien agar pulih;fisik, psikologis, spiritual, pendidikan, vokasional, dan hukum.

3. Waktu terapi yang cukup sangat penting, dengan konseling individu dan kelompok sebagai bagian yang tak terpisahkan dari terapi.

4. Keterlibatan keluarga, masyarakat setempat, tempat kerja dan kelompok pendukung akan membantu proses pemulihan pecandu.

5. Klien perlu senantiasa dipantau kebutuhan, masalah, dan kemajuannya.

6. Pecandu dengan gangguan kesehatan fisik dan gangguan kesehatan jiwa yang telah ada sebelumnya, perlu diterapi secara bersamaan.

7. Pemulihan bersifat jangka panjang dan relaps selalu mungkin terjadi.

8. Tim yang menolong pecandu (tenaga medis, konselor, pecandu yang pulih, yang dipilih dan terlatih) perlu menjalin hubungan dengan klien secara profesional, dipercaya, dan penuh perhatian, serta ampu menjaga kerahasiaan klien. (Martono, Lydia Harlina dan Satya Juana, 2008:92)

2.5.2 Komponen dan Tahapan Rehabilitasi

Secara umum ada beberapa komponen dan tahapan yang harus dilewati. Masing-masing tahapan tersebut memakan waktu bervariasi; ada yang seminggu, sebulan dan bahkan berbulan-bulan tergantung tingkat ketergantungan, tekat dan juga dukungan berbagai pihak terutama keluarga dalam seluruh proses tersebut. Adapun komponen dan tahapan rehabilitasi yang dikutip dari buku Rehabilitasi bagi korban narkoba antara lain :

1. Tahap Transisi

Penekanan dalam tahap ini lebih kepada informasi awal tentang narkoba , seperti latar belakang korban, lama ketergantungan, jenis obat yang dipakai, akibat-akibat ketergantungan dan berbagai informasi lainnya.

2. Rehabilitasi Intensif

Tahap ini menekankan proses penyembuhan secara psikis. Dimana

Dokumen terkait