• Tidak ada hasil yang ditemukan

Saran

Dalam dokumen UNIVERSITAS INDONESIA (Halaman 92-150)

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN

5.2 Saran

Berdasarkan hasil pengamatan selama pelaksanaan PKPA di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo, berikut adalah beberapa saran yang dapat diberikan : 5.2.1 Gudang Perbekalan Farmasi Pusat

a. Menerjemahkan MSDS yang masih menggunakan bahasa asing ke dalam bahasa Indonesia agar memudahkan staf atau pegawai dalam memahami isi dari MSDS tersebut, sehingga penanganan yang dilakukan terhadap bahan tersebut tepat.

b. Membuat daftar nama obat-obat yang terdapat di dalam masing-masing lemari pendingin dan menempelkannya pada pintu lemari pendingin yang sesuai. Daftar tersebut juga perlu diperiksa dan diperbaharui secara berkala, sehingga data yang tersedia selalu ter-update sesuai dengan persediaan yang terdapat di dalamnya.

c. Menempelkan stiker high alert, sitostatika, dan LASA secara lebih teliti.

5.2.2 Satelit Farmasi IGD

a. Mengadakan printer etiket agar dapat mempercepat dan mempermudah petugas dalam melakukan proses dispensing obat.

b. Membuat daftar yang memuat keterangan untuk obat-obat oral yang perlu diminum sebelum atau sesudah makan sebagai panduan bagi AA dalam melengkapi informasi obat pada etiket. Dengan informasi cara penggunaan obat yang lengkap di etiket, diharapkan dapat mencegah terjadinya kesalahan penggunaan obat oleh pasien.

c. Diperlukan penambahan jumlah pekarya yang difokuskan untuk bertugas memelihara kebersihan rak penyimpanan perbekalan farmasi di Satelit IGD.

5.2.3 Ruang Rawat Inap Terpadu (Gedung A)

a. Sebaiknya informasi obat yang tertera dalam etiket dilengkapi dengan keterangan cara penggunaan obat (sebelum/setelah makan) agar pasien tidak salah dalam penggunaan obat.

b. Kegiatan PIO aktif dapat dilakukan secara lebih rutin dan tidak hanya ditujukan bagi pasien dan petugas medis RSCM, tetapi juga ditujukan bagi pengunjung RSCM, misalnya melalui pembuatan leaflet yang berisi informasi terkait penyakit HIV yang diberikan saat peringatan hari HIV sedunia.

c. Dapat dipertimbangkan pengadaan sistem alarm di komputer sebagai pengingat untuk perbekalan farmasi yang hampir kosong sehingga Apoteker atau AA dapat segera membuat defekta perbekalan farmasi tersebut.

5.2.4 Satelit Farmasi ICU

a. Diperlukan pengadaan pengeras suara untuk mempermudah petugas satelit melakukan pemanggilan keluarga pasien untuk pengurusan administrasi. b. Diperlukan penambahan fasilitas tangga untuk mempermudah menjangkau

lemari penyimpanan yang cukup tinggi di Satelit ICU.

c. Penggunaan sistem peresepan online untuk memudahkan proses dispensing obat dan meminimalisir terjadinya medication error.

d. Diperlukan penambahan AA untuk mengoptimalkan kinerja pelayanan kefarmasian di Satelit Farmasi ICU.

5.2.5 Satelit Farmasi Kirana

a. Perlu adanya sosialisasi mengenai aturan minum obat-obatan oral yang terdapat di Satelit Farmasi Kirana kepada petugas satelit sebagai panduan untuk melengkapi keterangan cara minum obat pada etiket yang akan diserahkan kepada pasien.

b. Penyusunan obat-obat LASA yang memiliki merk dagang sama dengan kekuatan berbeda harus lebih diperhatikan dan turut disesuaikan cara penyusunannya dengan ketentuan penyusunan obat LASA yang berlaku. c. Membuat daftar nama produk obat yang tersimpan di dalam lemari pendingin

dan lemari penyimpanan dengan pintu tertutup, serta meng-update daftar tersebut secara rutin. Hal tersebut bertujuan mempermudah pencarian barang yang terdapat di depo.

d. Menerapkan sistem sampling stok untuk dilakukan masing-masing petugas di depo farmasi, baik lantai 1 maupun lantai 3, untuk selalu mengecek kondisi kesesuaian jumlah stok pada kartu stok atau sistem IT dengan jumlah fisik stok di depo.

5.2.6 Satelit Farmasi Pusat

a. Perlu dilakukan sistem penyusunan obat secara bertingkat pada rak penyimpanan di satelit, sehingga kotak obat tidak saling menghalangi satu sama lain.

b. Perlu penambahan tenaga Apoteker klinis untuk menangani pelaksanaan verifikasi resep dan pemberian informasi obat kepada pasien secara lebih komprehensif.

b. Penggunaan resep elektronik (EHR) diharapkan dapat segera diaplikasikan di seluruh unit kerja, sehingga dapat membantu mempercepat proses pelayanan resep yang dilakukan pihak Satelit Farmasi Pusat.

5.2.7 Sub Instalasi Produksi

a. Perlu penambahan tenaga AA untuk meningkatkan kinerja kegiatan produksi di semua lokasi Sub Instalasi Produksi di RSCM.

b. Pada proses repacking serbuk non-steril, sebaiknya disediakan kertas puyer khusus yang dapat disegel menggunakan mesin press untuk lebih meningkatkan efisiensi proses pengerjaannya.

DAFTAR ACUAN

Departemen Kesehatan RI. (2008). Pedoman Pengelolaan Perbekalan Farmasi di

Rumah Sakit. Jakarta.

Menteri Kesehatan Republik Indonesia. (2004). Keputusan Menteri Kesehatan RI

Nomor 1197/Menkes/SK/X/2004 tentang Standar Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI.

Panitia Farmasi dan Terapi RSCM. (2012). Formularium Rumah Sakit Umum

Pusat Nasional Dr. Cipto Mangunkusumo. Jakarta.

Presiden Republik Indonesia. (1996). Peraturan Pemerintah Republik Indonesia

Nomor 32 Tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan. Jakarta.

Presiden Republik Indonesia. (2009a). Undang-Undang RI Nomor 36 Tahun 2009

tentang Kesehatan. Jakarta.

Presiden Republik Indonesia. (2009b). Undang-Undang RI Nomor 44 Tahun 2009

tentang Rumah Sakit. Jakarta.

Quick, J.D. [ed]. (1997). Managing Drug Supply: The Selection, Procurement,

Distribution, and Use of Pharmaceuticals 2nd ed. Connecticut: Kumarin

Press Inc.

Siregar, C.J.P. & Amalia. L. (2003). Farmasi Rumah Sakit: Teori dan Penerapan. Jakarta: EGC.

Lampiran 1. Struktur organisasi RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo Direktur Utama Direktur Medik dan Keperawatan Departemen Instalasi Farmasi UPT Direktur Pengembangan dan Pemasaran Instalasi promkes UPJM Direktur Keuangan Bagian Anggaran Bagian Perbendaharaan Bagian Akuntansi Direktur SDM dan Pendidikan Bagian Diklat Bagian SDM Bagian Hukor Instalasi Pendidikan Direktur Umum dan Operasional Bagian Administrasi

Bagian Aset dan Inventaris Bagian Teknik Pemeliharaan Sarana dan Prasarana Instalasi Medik ULP Unit Utilitas Komite Medik, Komite Etik, PPIRS, Kom

Lampiran 2. Struktur organisasi Instalasi Farmasi RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo Kepala Instalasi Farmasi Kepala Subinstalasi Perbekalan Farmasi Kepala Subinstalasi Produksi Kepala Subinstalasi Farmasi Klinis dan Pendidikan Pelatihan Pengembangan Kepala Subinstalasi Administrasi dan Keuangan

Lampiran 3. Struktur organisasi Sub Instalasi Produksi

Kepala Instalasi Farmasi

Kepala Sub Instalasi Produksi

Penanggung Jawab Produksi Steril dan

Non Steril

Pelaksana Produksi Non Steril

Pelaksana Repacking Sediaan Injeksi Serbuk

Penanggung Jawab Aseptik Dispensing Pelaksana Pencampuran Obat Sitostatika Pelaksana Pencampuran Obat Suntik Pelaksana Repacking Sediaan Injeksi Cair

Lampiran 4. Contoh etiket

Etiket obat oral

Etiket alat kesehatan Contoh etiket

Etiket obat oral Etiket obat luar atau injeksi

alat kesehatan Etiket print dari sistem peresepan secara EHR

luar atau injeksi

dari sistem secara EHR

UNIVERSITAS INDONESIA

STABILITAS OBAT TERMOLABIL PADA SUHU RUANG

DARI DAFTAR KELAS TERAPI 1 – 15 FORMULARIUM

RSCM TAHUN 2013

TUGAS KHUSUS PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER

DI RSUPN DR. CIPTO MANGUNKUSUMO

Disusun Oleh

DIAN HERMAWATI, S.Farm.

1206312952

ANGKATAN LXXVI

FAKULTAS FARMASI

PROGRAM PROFESI APOTEKER

DEPOK

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i DAFTAR ISI ... ii DAFTAR TABEL ... iii DAFTAR LAMPIRAN ... iv BAB 1 PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1 1.2 Tujuan ... 2

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ... 3 2.1 Stabilitas Obat ... 3 2.2 Penyimpanan Obat ... 4

BAB 3 METODOLOGI PENGKAJIAN ... 6 3.1 Waktu dan Tempat ... 6 3.2 Metode Pengkajian ... 6

BAB 4 PEMBAHASAN ... 8 BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN ... 12

5.1 Kesimpulan ... 12 5.2 Saran ... 12

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1. Klasifikasi obat termolabil berdasarkan durasi stabilitasnya di suhu ruang ... 7

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Tabel stabilitas obat termolabil pada suhu ruang berdasarkan daftar obat kelas terapi 1 – 15 Formularium RSCM Tahun

2013 ... 16 Lampiran 2. Data obat termolabil berdasarkan hasil klasifikasi

durasi stabilitas penyimpanannya di suhu ruang ... 21 Lampiran 3. Rancangan isi buku panduan stabilitas obat termolabil

pada suhu ruang berdasarkan data dari kelas terapi

1 – 15 Formularium RSCM Tahun 2013 ... 23 Lampiran 4. Rancangan indeks untuk pembuatan buku panduan

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Produk-produk farmasi harus selalu tersimpan pada kondisi yang sesuai dengan kebutuhannya. Suatu produk obat yang disimpan pada kondisi yang tidak sesuai dapat kehilangan potensi atau berkurang efektivitasnya, bahkan dapat menjadi toksik. Hal ini dapat menyebabkan terjadinya reaksi tidak diharapkan yang berpotensi membahayakan bagi pasien. Berdasarkan data dari U.S Pharmacopeia’s MedMarx, terdapat sekitar 1000 laporan mengenai kesalahan pengobatan terkait penggunaan obat yang perlu penyimpanan pada suhu kulkas. Salah satu kasus melaporkan efek penggunaan vaksin varicella yang tidak disimpan secara tepat pada suhu kulkas, yaitu menyebabkan timbulnya vesikel yang terasa nyeri dan gatal pada kulit pasien (Coleiro, 2012; Parraga, Gomez-Lobon, Runnenberg, Melantuche, Sanchez, Latorre, 2011).

Kondisi penyimpanan obat yang ideal menjadi salah satu aspek penting untuk diperhatikan, terutama bagi suatu fasilitas pelayanan kesehatan seperti rumah sakit, yang menyediakan berbagai macam produk obat untuk digunakan kepada pasiennya. Hal tersebut mengingat bahwa dampak kerugian yang ditimbulkan dari tidak sesuainya kondisi penyimpanan obat tidak hanya pada segi klinis, melainkan juga pada segi ekonomis bagi pihak rumah sakit. Obat yang mengalami kerusakan tidak lagi dapat digunakan, sehingga harus dikembalikan kepada pihak supplier. Akan tetapi, tidak seluruh supplier dapat menerima pengembalian produk yang telah rusak. Pada kondisi demikian, obat tersebut harus dimusnahkan dan tentunya menjadi kerugian bagi pihak rumah sakit. Oleh karena itu, standar prosedur dan fasilitas yang terdapat di rumah sakit harus dapat memastikan bahwa kondisi suhu penyimpanan untuk produk-produk termolabil tetap terjaga (Parraga, Gomez-Lobon, Runnenberg, Melantuche, Sanchez, Latorre, 2011).

Sekalipun pengendalian suhu penyimpanan produk obat termolabil telah dilakukan, beberapa kejadian tidak terduga dapat terjadi yang dapat mengakibatkan tidak terpenuhinya kondisi suhu penyimpanan tersebut.

listrik, atau kesalahan dalam prosedur transportasi produk termolabil. Apabila terjadi kondisi tersebut, maka pihak pengelola obat atau Apoteker di rumah sakit perlu mengetahui apakah suatu produk termolabil masih stabil dan dapat digunakan setelah terpapar suhu yang tidak sesuai selama periode waktu tertentu. Prediksi stabilitas obat termolabil pada suhu ruang tidak dapat dengan mudah ditentukan hanya berdasarkan sifat fisikokimia obat saja. Informasi tersebut juga seringkali tidak dapat diperoleh secara lengkap melalui label yang terdapat pada produk obat. Salah satu langkah yang paling mungkin dilakukan untuk dapat memperoleh informasi stabilitas obat kulkas pada suhu ruang adalah dengan melakukan survei secara langsung kepada pihak produsen obat (Cohen, Jellinek, Teperikidis, Berkovits, & Goldman, 2007).

Mengingat potensi dampak dari kesalahan penyimpanan obat termolabil, maka penyediaan informasi yang memuat data perkiraan kestabilan produk termolabil di rumah sakit menjadi hal yang penting untuk dilakukan. Terutama untuk rumah sakit dengan skala pelayanan yang besar, seperti RSCM. Diharapkan data tersebut dapat menjadi panduan bagi pihak pengelola obat atau Apoteker dalam memperkirakan kelayakan penggunaan suatu produk termolabil bagi pasien. Dengan demikian, RSCM dapat menjamin tersedianya pelayanan farmasi yang mengutamakan keselamatan pasien serta mencegah timbulnya kerugian finansial akibat kerusakan produk obat termolabil.

1.2 Tujuan

Pengumpulan data stabilitas obat termolabil ini bertujuan untuk :

a. Membuat data klasifikasi stabilitas obat termolabil pada suhu ruang berdasarkan daftar produk obat termolabil dalam kelas terapi 1 – 15 Formularium RSCM Tahun 2013.

b. Sebagai acuan dalam pembuatan buku panduan stabilitas obat-obat termolabil di lingkungan RSCM untuk mengantisipasi terjadinya penyimpangan suhu selama penyimpanan.

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Stabilitas Obat

Stabilitas adalah kemampuan dari suatu bahan aktif atau produk obat untuk mempertahankan sifat fisika, kimia, mikrobiologis, atau biofarmasi, dalam batas spesifikasinya selama masa penyimpanan bahan atau produk tersebut (ACCSQ-PPWG Meeting, 2005). Dengan kata lain, stabilitas adalah suatu kondisi ketika produk dapat mempertahankan sifatnya dalam batas spesifikasi yang telah ditentukan, sehingga sifat dan karakteristik produk tersebut selama periode penyimpanan dan penggunaannya tetap sama dengan sifat dan karakteristiknya pada saat pengemasan (Bajaj, Singla, & Sakhuja, 2012).

Stabilitas merupakan faktor penting untuk menjamin kualitas, keamanan, dan efikasi suatu produk obat. Suatu produk obat yang tidak terpenuhi kondisi kestabilannya dapat menghasilkan perubahan pada sifat fisika (seperti kekerasan, laju disolusi, pemisahan fase, dan sebagainya) atau sifat kimia (berupa terbentuknya hasil dekomposisi bahan yang berisiko tinggi) dari produk tersebut. Ketidakstabilan mikrobiologis pada produk obat steril juga dapat menimbulkan efek yang berbahaya (ACCSQ-PPWG Meeting, 2005).

Kegagalan untuk memenuhi persyaratan penyimpanan produk farmasi juga dapat menyebabkan perubahan pada produk tersebut, sehingga menjadi produk yang subpoten dan dapat berujung pada terjadinya kegagalan terapi. Banyak produk obat yang harus dibuang setiap tahunnya sebagai akibat dari kondisi penyimpanan yang tidak sesuai. Hal tersebut mengakibatkan kerugian uang dalam jumlah yang banyak. Kondisi penyimpanan yang tidak sesuai dapat terjadi karena berbagai alasan, di antaranya proses transportasi produk yang tidak sesuai, penyimpanan yang tidak sesuai selama penyimpanan atau penggunaan, dan terjadinya gangguan arus listrik. Ketika produk obat berada pada kondisi penyimpanan yang tidak sesuai dengan spesifikasi dari produsen, perlu dilakukan tindakan penanganan yang tepat. Tindakan tersebut tergantung pada tipe produk, nomor batch dan tanggal kedaluwarsa, serta lama waktu terpapar pada suhu di luar rentang suhu yang seharusnya. Beberapa produk obat dapat tetap bertahan

untuk digunakan lagi, sementara beberapa produk lainnya harus dibuang setelah terjadi kondisi tersebut (Therapeutic Research Center, 2008).

2.2 Penyimpanan Obat

Penyimpanan merupakan suatu kegiatan menyimpan dan memelihara dengan cara menempatkan perbekalan farmasi yang diterima pada tempat yang dinilai aman dari pencurian serta gangguan fisik yang dapat merusak mutu obat. Tujuan dari kegiatan penyimpanan antara lain (Departemen Kesehatan RI, 2008) : a. Memelihara mutu sediaan farmasi,

b. Menghindari penggunaan yang tidak bertanggung jawab, c. Menjaga ketersediaan, dan

d. Memudahkan pencarian dan pengawasan.

Penyimpanan merupakan suatu aspek penting dari sistem pengendalian obat secara menyeluruh. Pengendalian lingkungan yang tepat, meliputi suhu, cahaya, kelembapan, kondisi sanitasi, ventilasi, dan pemisahan, harus dipelihara apabila obat-obatan disimpan di rumah sakit. Daerah penyimpanan harus aman, perlengkapan dan peralatan yang digunakan untuk penyimpanan harus tersedia lengkap. Pengaturan penyimpanan dibuat sedemikian rupa agar obat-obatan dapat diakses dengan mudah oleh personel yang berwenang (Siregar & Amalia, 2003). Menurut persyaratan yang ditetapkan, pengaturan perbekalan farmasi dilakukan dengan memperhatikan hal-hal berikut (Departemen Kesehatan RI, 2004) :

a. Dibedakan menurut bentuk sediaan dan jenisnya, b. Dibedakan menurut suhu dan kestabilannya, c. Mudah atau tidaknya meledak atau terbakar, dan d. Tahan atau tidaknya terhadap cahaya.

Selain itu, metode penyimpanan dapat dilakukan berdasarkan kelas terapi atau menurut alfabetis, dengan menerapkan prinsip First Expired First Out (FEFO) dan First In First Out (FIFO) dan disertai sistem informasi yang selalu menjamin ketersediaan perbekalan farmasi sesuai kebutuhan (Departemen Kesehatan RI, 2008).

Beberapa ketentuan yang berlaku terkait penyimpanan obat adalah sebagai berikut (Departemen Kesehatan RI, 1979) :

a. Obat yang mudah menguap atau terurai harus disimpan dalam wadah tertutup rapat.

b. Obat yang mudah lembap harus disimpan dalam wadah tertutup rapat berisi kapur tohor.

c. Obat yang dapat menyerap karbondioksida harus disimpan dalam wadah dengan pertolongan kapur tohor atau zat lain yang cocok.

d. Obat yang disimpan terlindung dari cahaya berarti harus disimpan dalam wadah inaktinik, sedangkan obat yang disimpan sangat terlindung dari cahaya berarti harus disimpan terlindung dari cahaya dan wadah tersebut masih harus dibungkus dengan kertas hitam atau kertas lain yang tidak tembus cahaya. e. Obat yang bersifat termolabil atau mudah rusak apabila terpapar panas,

disimpan sesuai dengan suhu yang tertera pada kemasan sediaan.

Penyimpanan untuk produk obat termolabil harus disesuaikan dengan suhu yang tertera pada kemasan sediaan, yaitu sebagai berikut (Departemen Kesehatan RI, 1995) :

a. Suhu kamar berarti disimpan pada suhu 15o – 30o C. b. Suhu sejuk berarti disimpan pada suhu 8o – 15o C. c. Suhu dingin berarti disimpan pada suhu 2o – 8o C.

d. Suhu lewat dingin atau beku berarti disimpan pada suhu -20o - -10o C.

Sementara itu, berdasarkan U.S. Pharmacopeia 32 – NF 27, kriteria suhu penyimpanan obat adalah sebagai berikut :

a. Suhu kamar adalah suhu ruangan yang terkontrol antara 20° – 25° C, namun selama transportasi, suhu obat dapat berada antara 15° – 30° C.

b. Suhu sejuk adalah suhu antara 8° – 15° C. c. Suhu kulkas adalah suhu antara 2° – 8° C. d. Suhu freezer adalah suhu antara -25° – -10° C.

Tanggal kedaluwarsa dari obat yang tidak stabil harus diperhatikan. Suatu metode untuk mendeteksi dan penempatan yang sesuai untuk obat yang kedaluwarsa, rusak, atau ditarik kembali juga harus tersedia (Siregar & Amalia, 2003).

BAB 3

METODOLOGI PENGKAJIAN

3.1 Waktu dan Tempat

Pengumpulan dan pengkajian data stabilitas obat termolabil dilakukan sejak bulan April hingga Juni 2013 dan bertempat di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo.

3.2 Metode Pengkajian

Metode yang digunakan untuk melakukan pengkajian tugas khusus ini adalah dengan melalui tahapan-tahapan kerja sebagai berikut :

a. Pengelompokan data obat

Penulis memperoleh data obat-obat yang terdapat pada Formularium RSCM Tahun 2013. Dari keseluruhan formularium, diambil nama obat-obatan yang berasal dari kelas terapi 1 – 15 untuk pencarian data lebih lanjut. Selanjutnya, dilakukan pencarian data suhu penyimpanan untuk produk obat dari kelas terapi tersebut. Data diperoleh dengan cara melakukan studi literatur melalui media internet, buku monograf produk, serta pengecekan langsung keterangan yang terdapat pada kemasan atau brosur obat yang terdapat di gudang atau satelit farmasi RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo. Setelah seluruh data tersebut terkumpul, dilakukan pengelompokan terhadap produk obat-obat termolabil untuk pencarian data kestabilannya pada suhu ruang. Produk obat termolabil yang dimaksud adalah produk-produk yang memerlukan penyimpanan pada suhu kulkas, yaitu suhu antara 2o – 8o C.

b. Pengumpulan data stabilitas obat termolabil

Pengumpulan data dilakukan dengan mencari informasi terkait periode penyimpanan maksimal produk obat termolabil pada suhu ruang. Suhu ruang yang dimaksud di sini adalah suhu antara 20o – 25o C dengan toleransi penyimpangan suhu yang ditolerir antara 15o – 30o C (USP Convention, 2008). Data diperoleh melalui studi literatur dari data monografi produk, informasi pada kemasan atau brosur sediaan obat, serta jurnal ilmiah. Produk-produk obat yang data

berdasarkan nama produsen. Pihak produsen produk-produk tersebut dihubungi untuk menanyakan secara langsung mengenai stabilitas produk ketika disimpan pada suhu ruang. Data stabilitas produk yang digunakan adalah data yang disertai dengan informasi tertulis dari pihak produsen, sehingga dapat menjamin keakuratan data tersebut.

c. Pengelompokan obat termolabil berdasarkan data stabilitas yang diperoleh Berdasarkan data stabilitas obat termolabil pada suhu ruang yang diperoleh, dilakukan pengelompokan produk berdasarkan periode stabilitasnya. Pengelompokan dilakukan berdasarkan klasifikasi berikut :

Tabel 3.1. Klasifikasi obat termolabil berdasarkan durasi stabilitasnya di suhu ruang

Klasifikasi Stabilitas

A Stabil ≥ 28 hari pada suhu 25° C

B Stabil ≥ 7 hari dan < 28 hari pada suhu 25° C C Stabil ≥48 jam dan < 7 hari pada suhu 25° C D Stabil <48 jam pada suhu 25° C

E Tidak stabil di luar kulkas (>8° C)

F Stabilitas tergantung pada batch masing-masing produk obat

[Sumber: Parraga, Gomez-Lobon, Runnenberg, Melantuche, Sanchez, & Latorre, 2011]

Setelah data stabilitas masing-masing produk termolabil ditemukan dan diklasifikasikan sesuai klasifikasi di atas, kemudian data tersebut disusun ke dalam format rancangan isi buku panduan stabilitas obat termolabil di suhu ruang sesuai daftar Formularium RSCM Tahun 2013.

BAB 4 PEMBAHASAN

Produk obat yang terdapat di dalam Formularium RSCM Tahun 2013 diketahui berjumlah 1716 produk. Berdasarkan pengelompokan obat dari kelas terapi 1 – 15 dalam daftar Formularium RSCM Tahun 2013, diperoleh 6 kelas terapi dengan 31 nama generik obat yang termasuk ke dalam kategori obat-obat termolabil. Dari 31 nama generik tersebut, terdapat 50 nama produk obat, atau sebanyak 2,91% dari seluruh jumlah produk obat di dalam Formularium, yang merupakan obat termolabil dan memerlukan penyimpanan pada suhu kulkas (2o – 8o C). Data stabilitas produk obat termolabil tersebut belum seluruhnya berhasil diperoleh. Tercatat sebanyak 30 nama produk obat (1,75%) telah diperoleh data stabilitasnya pada suhu ruang.

Setelah dilakukan pengumpulan data mengenai durasi stabilitas produk-produk obat termolabil pada suhu ruang, dilakukan pengelompokan berdasarkan klasifikasi obat termolabil yang telah disebutkan pada bab sebelumnya. Hasil klasifikasi yang diperoleh, antara lain terdapat produk dengan kategori A sebanyak 9 produk (0,52%), kategori B sebanyak 8 produk (0,47%), kategori C sebanyak 5 produk (0,29%), kategori D sebanyak 6 produk (0,35%), dan kategori F sebanyak 2 produk (0,12%). Secara lebih lengkap, data stabilitas produk obat termolabil berdasarkan kelas terapi Formularium RSCM Tahun 2013 dan berdasarkan klasifikasi durasi stabilitasnya dapat dilihat pada Lampiran 1 dan Lampiran 2.

Salah satu data stabilitas produk, yaitu Taxotere® injeksi, hanya menyatakan bahwa obat tersebut stabil pada suhu 2o – 25o C, namun tidak ditemukan penjelasan terkait durasi ketahanan obat tersebut pada suhu ruang. Meskipun demikian, produk tersebut dapat disimpan maksimal pada suhu 25o C dan selama memenuhi kriteria tersebut, maka produk obat tetap stabil hingga masa kedaluwarsa yang tertera pada kemasan produk. Oleh karena itu, Taxotere® injeksi dikelompokkan ke dalam kategori A.

Dengan adanya klasifikasi produk berdasarkan durasi stabilitasnya, kelayakan suatu produk obat termolabil untuk digunakan setelah terpapar pada

telah didefinisikan dengan jelas. Selain itu, klasifikasi tersebut dapat mempermudah pihak pengelola obat atau Apoteker di rumah sakit dalam menangani produk secara tepat jika terjadi penyimpangan suhu penyimpanan. Tindakan penanganan untuk produk obat termolabil dari masing-masing kategori berbeda, yaitu sebagai berikut (Parraga, Gomez-Lobon, Runnenberg, Melantuche, Sanchez, & Latorre, 2011) :

a. Produk obat dengan kategori A, B, dan C dapat diawasi dengan menempelkan label yang memuat informasi mengenai durasi produk tersebut berada pada suhu ruang dan hari terjadinya penyimpangan suhu penyimpanan tersebut. Selama belum melewati durasi stabilitas yang ditetapkan oleh pihak produsen, maka produk tersebut dapat tetap digunakan.

b. Produk obat dengan kategori D dapat tetap digunakan setelah terjadi satu kali

Dalam dokumen UNIVERSITAS INDONESIA (Halaman 92-150)