• Tidak ada hasil yang ditemukan

OBJEKTIF DAN BIOGRAFI PENGARANG

2.2 Unsur-Unsur Pembangun Novel

2.2.1 Unsur Intrinsik

Unsur instrinsik adalah unsur-unsur yang membangun karya sastra itu sendiri atau dapat juga dikatakan unsur-unsur yang secara langsung membangun cerita. Adapun unsur pembentuk yang dibangun oleh unsur instrinsik sebagai berikut:

a. Tema

Tema adalah ide, gagasan, pandangan hidup pengarang yang melatarbelakangi ciptaan karya sastra. Karena sastra merupakan refleksi kehidupan masyarakat, maka tema yang diungkapkan dalam karya sastra sangat beragam. Tema bisa berupa persoalan moral, etika, agama, sosial, budaya, teknologi, tradisi yang terkait erat dengan masalah kehidupan. Namun, tema bisa berupa pandangan pengarang, ide, atau keinginan pengarang yang mensiasati persoalan yang muncul.

Istilah tema menurut Scharbach dalam Aminuddin (2000:91) berasal dari bahasa latin yang berarti tempat meletakkan suatu perangkat. Disebut demikian karena tema adalah ide yang mendasari suatu cerita sehingga berperan juga sebagai pangkal tolak pengarang dalam memaparkan karya fiksi yang diciptakannya. Sebab itulah penyikapan terhadap tema yang diberikan pengarangnya dengan pembaca umumnya terbalik. Seorang pengarang harus memahami tema cerita yang akan dipaparkan sebelum melaksanakan proses kreatif penciptaan, sementara pembaca baru dapat memahami tema bila mereka

telah selesai memahami unsur-unsur signifikan yang menjadi media pemapar tema tersebut.

Sedangkan Brooks dalam Aminuddin (2000:92) mengungkapakan bahwa dalam mengapresiasikan tema suatu cerita, apresiator harus memahami ilmu-ilmu humanitas karena tema sebenarnya merupakan pendalaman dan hasil kontemplasi pengarang yang berkaitan dengan masalah kemanusiaan serta masalah lain yang bersifat universal. Tema dalam hal ini tidaklah berada di luar cerita, tetapi inklusif di dalamnya. Akan tetapi, keberadaan tema meskipun inklusif di dalam cerita tidaklah terumus dalam satu dua kalimat secara tersurat, tetapi tersebar di balik keseluruhan unsur-unsur signifikan atau media pemapar prosa fiksi. Dalam upaya memahami tema, pembaca perlu memperhatikan langkah berikut secara cermat:

1. Memahami setting dalam prosa fiksi yang dibaca.

2. Memahami penokohan dan perwatakan para pelaku dalam prosa fiksi yang dibaca.

3. Memahami satuan peristiwa, pokok pikiran serta tahapan peristiwa dalam prosa fiksi yang dibaca.

4. Memahami plot atau alur cerita dalam prosa fiksi yang dibaca.

5. Menghubungkan pokok-pokok pikiran yang satu dengan lainnya yang disimpulkan dari satuan-satuan peristiwa yang terpapar dalam suatu cerita.

6. Menentukan sikap penyair terhadap pokok-pokok pikiran yang ditampilkannya.

7. Mengidentifikasi tujuan pengarang memaparkan ceritanya dengan bertolak dari satuan pokok pikiran serta sikap penyair terhadap pokok pikiran yang ditampilkannya.

8. Menafsirkan tema dalam cerita yang dibaca serta menyimpulkannya dalam satu dua kalimat yang diharapkan merupakan ide dasar cerita yang dipaparkan pengarangnya.

Dalam novel “Strategi Hideyoshi : Another Story of the Swordless Samurai” ini mengangkat tema yang menceritakan tentang pengungkapan nilai-nilai kesuksesan dan keberhasilan seorang Toyotomi Hideyoshi menjadi seorang Shogun Jepang. Berawal dari perbincangan dua orang pemuda yang berasal dari Desa Miwa yaitu Jiro dan Gonsuke, yang ingin memperoleh nasihat dan petuah bagaimana mencapai sebuah jalan kesuksesan. Dan kemudian tercetuslah ide mereka untuk belajar dari Toyotomi Hideyoshi, seorang samurai tertinggi yang mereka anggap telah berhasil mencapai kesuksesannya dari seorang petani miskin, tidak berpendidikan dan tidak ahli ilmu beladiri namun dapat menjalani rangkaian usaha dan kerja keras untuk menjadi seorang Shogun.

Dikisahkan selanjutnya bahwa Toyotomi Hideyoshi menerima mereka sebagai murid dan membuka sebuah pertemuan di Kuil Songaji. Disinilah sosoknya mulai menjadi tokoh utama yang menjadi sentral pembahasan seluruh cerita. Ia menceritakan berbagai kisah perjalanan hidupnya dan kerja keras yang dilakukannya untuk mencapai kesuksesannya tersebut. Tak hanya ia yang bercerita, para muridnya pun berbagi kisah tentang perjuangan dan kerja keras seseorang yang mencapai kesuksesan mereka.

Dalam novel tersebut dikisahkan sepanjang perjalanan kisah hidupnya, Toyotomi Hideyoshi merangkum kiat-kiat kesuksesannya menjadi 5 bagian, yaitu: (1). Terbayangkan berarti terjangkau. (2).Rasa syukur mengundang keberuntungan. (3). Kenali bakatmu. (4).Usaha menentukan hasil. (5). Kerjasama melahirkan keberhasilan.

b. Plot / Alur Cerita

Salah satu elemen terpenting dalam membentuk karya fiksi adalah plot. Dalam analisis cerita plot sering juga disebut dengan alur. Alur atau plot pada karya sastra pada umumnya adalah rangkaian cerita yang dibentuk oleh tahapan-tahapan peristiwa sehingga menjalin suatu cerita yang dihadirkan oleh para pelaku dalam suatu cerita. Tahapan peristiwa yang menjalin suatu cerita bisa terbentuk dalam rangkaian peristiwa yang berbagai macam (Aminuddin, 2000:83).

Menurut Suroto (1989:89), alur atau plot ialah jalan cerita yang berupa peristiwa-peristiwa yang disusun satu persatu dan saling berkaitan menurut sebab akibat dari awal sampai akhir cerita. Dari pengertian tersebut jelas bahwa setiap cerita tidak berdiri sendiri.

Dalam cerita fiksi atau cerpen urutan peristiwa dapat beraneka ragam. Montage dan Henshaw dalam Aminuddin (2000:84) menjelaskan bahwa tahapan peristiwa dalam plot / alur suatu cerita dapat tersusun dalam tahapan-tahapan sebagai berikut:

1. Exposition : yakni tahap awal yang berisi penjelasan tentang tempat terjadinya peristiwa serta perkenalan dari setiap pelaku yang mendukung cerita.

2. Inciting force: yakni tahap ketika timbul kekuatan, kehendak maupun perilaku yang bertentangan dari pelaku.

3. Rising action : yakni situasi panas karena pelaku-pelaku dalam cerita mulai berkonflik.

4. Crisis: yakni situasi semakin panas dan para pelaku sudah diberi gambaran nasib oleh pengarangnya.

5. Climax: yakni situasi puncak ketika konflik berada dalam kadar yang paling tinggi hingga para pelaku itu mendapatkan kadar nasibnya sendiri-sendiri.

6. Falling action: yakni kadar konflik sudah menurun sehingga ketegangan dalam cerita sudah mulai mereda sampai menuju conclusion atau penyelesaian cerita.

Dalam pengertiannya elemen plot / alur hanyalah didasarkan pada paparan mulai peristiwa, berkembangnya peristiwa yang mengarah pada konflik yang memuncak, dan penyelesaian terhadap konflik.

Berdasarkan fungsi plot dalam membangun nila estetik cerita, maka identifikasi dan penilaian terhadap keberadaan plot menjadi sangat beraneka ragam. Keberagaman tersebut paling tidak dapat dilihat dari tiga prinsip utama analisis plot yang meliputi:

1. Plots of action, analisis proses perubahan peristiwa secara lengkap, baik muncul secara bertahap maupun tiba-tiba pada situasi yang dihadapi tokoh utama, dan sejauh mana urutan peristiwa yang dianggap sudah tertulis itu, berpengaruh terhadap perilaku dan pemikiran tokoh yang bersangkutan dalam menghadapi situasi tersebut.

2. Plots of character, proses perubahan perilaku atau moralitas secara lengkap dari tokoh utama kaitannya dengan tindakan emosi dan perasaan.

3. Plots of thought, proses perubahan secara lengkap kaitannya dengan perubahan pemikiran tokoh utama dengan segala konsekuensinya berdasarkan kondisi yang secara langsung dihadapi.

Perubahan perilaku, moral, pemikiran atau pandangan, dan konflik-konflik yang dialami oleh tokoh cerita serta peristiwa-peristiwa yang muncul memang seharusnya dijalani oleh para tokohnya. Dalam plots of action terjadi pada perilaku yang ingin mengabdi dan membela klannya dari musuh. Plots of character fokus utama terjadinya perubahan moral, karakter atau emosi tokoh cerita. Untuk mengetahui jalinan plots of character adalah dengan menganalisis setiap perubahan perilaku atau emosi dari tokoh. Pada plot of thought, penekanan utama yang menyebabkan perubahan emosi atau perasaan tokoh didasari pada situasi yang dihadapi secara langsung.

Menurut Hariyanto (2000:39), Jenis alur dapat dikelompokkan dengan menggunakan berbagai kriteria.

Berdasarkan kriteria urutan waktu:

1. Alur maju

Alur maju disebut juga alur kronologis, alur lurus atau alur progresif. Peristiwa-peristiwa ditampilkan secara kronologis, maju, secara runtut dari awal tahap, tengah hingga akhir.

2. Alur mundur

Alur mundur disebut juga alur tak kronologis, sorot balik, regresif, atau flash-back. Peristiwa-peristiwa ditampilkan dari tahap akhir atau tengah dan baru kemudian tahap awalnya.

Berdasarkan kriteria jumlah:

1. Alur tunggal

Dalam alur tunggal biasanya cerita drama hanya menampilkan seorang tokoh protagonis. Cerita hanya mengikuti perjalanan hidup tokoh tersebut.

2. Alur jamak

Dalam alur jamak, biasanya cerita drama menampilkan lebih dari satu tokoh protagonis. Perjalanan hidup tiap tokoh ditampilkan.

Berdasarkan kriteria hubungan antar peristiwa:

1. Alur erat

Alur erat disebut juga alur ketat atau padat. Dalam drama yang beralur cepat, susul menyusul, setiap bagian terasa penting dan menentukan.

2. Alur longgar

Alur longgar berbanding terbalik dengan alur ketat. Hubungan antar peristiwanya longgar, tersajikan secara lambat, dan diselingi berbagai peristiwa

tambahan. Pembaca atau penonton dapat meninggalkan atau mengabaikan adegan tertentu yang berkepanjangan dengan tanpa kehilangan alur utama cerita.

Berdasarkan kriteria cara pengakhirannya:

1. Alur tertutup

Dalam drama yang beralur tertutup, penampilan kisahnya diakhiri dengan kepastian atau secara jelas.

2. Alur terbuka

Dalam drama yang beralur terbuka, penampilan kisahnya diakhiri secara tidak pasti, tidak jelas, serba mungkin. Jadi akhir ceritanya diserahkan kepada imajinasi pembaca atau penonton.

Selanjutnya menurut Hariyanto (2000:38-39) Karya sastra yang lengkap mengandung cerita, pada umumnya mengandung delapan bagian alur. Bagian-bagian tersebut adalah:

1. Eksposisi

Eksposisi sering disebut sebagi paparan. Eksposisi adalah bagian karya sastra drama yang berisi keterangan mengenai tokoh serta latar. Biasanya eksposisi terletak pada bagian awal. Dalam tahapan ini pengarang memperkenalkan para tokoh dan memberikan gambaran peristiwa yang akan terjadi.

2. Rangsangan

Rangsangan adalah tahapan alur ketika muncul kekuatan, kehendak, kemauan, sikap, atau pandangan yang saling bertentangan.

3. Konflik atau tikaian

Bagian ini merupakan tahapan ketika suasana emosional memanas karena adanya pertentangan dua atau lebih kekuatan. Konflik dapat dikelompokkan menjadi empat, yaitu: manusia dengan alam, manusia dengan sesama, manusia dengan dirinya sendiri (batin), dan manusia dengan penciptanya.

4. Rumitan atau komplikasi

Komplikasi merupakan tahapan ketika suasana semakin panas karena konflik semakin mendekati puncaknya. Gambaran nasib tokoh semakin jelas meskipun belum sepenuhnya terlukiskan.

5. Klimaks

Klimaks adalah titik puncak cerita. Bagian ini merupakan tahapan ketika pertentangan yang terjadi mencapai titik optimalnya. Peristiwa dalam tahap ini merupakan pengubah nasib tokoh. Ini merupakan puncak rumitan dan puncak ketegangan penonton.

6. Krisis atau titik balik

Bagian ini adalah bagian alur yang mengawali leraian. Tahap ini ditandai oleh perubahan alur cerita menuju kesudahannya.

7. Leraian

Leraian adalah bagian struktur alur sesudah tercapainya klimaks, merupakan peristiwa yang menunjukkan perkembangan lakuan ke arah selesaian. Dalam tahap ini kadar pertentangan mereda.

8. Penyelesaian

Ini merupakan bagian akhir alur drama. Dalam tahap ini biasanya rahasia atau kesalahpahaman yang bertalian dengan alur cerita terjelaskan. Kesimpulan terpecahkannya masalah dihadirkan dalamtahap ini.

c. Tokoh

Tokoh dalam karya fiksi tidak hanya berfungsi untuk memainkan cerita, tetapi juga berperan untuk menyampaikan ide, motif, plot, dan tema; dan menempati posisi strategis sebagai pembawa dan menyampaikan pesan, amanat, moral atau sesuatu yang sengaja ingin disampaikan kepada pembaca (Fananie,

2001: 86). Istilah “tokoh’ menunjukkan pada orangnya, pelaku cerita. Penokohan adalah pelukisan gambaran yang jelas tentang seseorang yang ditampilkan dalam sebuah cerita. Tokoh cerita (character), menurut Abrams dalam Nurgiyantoro (1995:165), adalah orang yang ditampilkan dalam suatu karya naratif atau drama, yang oleh pembaca ditafsirkan memiliki kualitas moral dan kecenderungan tertentu seperti yang diekspresikan dalam ucapan dan apa yang dilakukan dalam tindakan.

Boultoun dalam Aminuddin (2000:79) mengungkapkan bahwa cara pengarang menggambarkan atau memunculkan tokoh sebagai pelaku yang hidup di alam mimpi, pelaku yang memiliki semangat perjuangan dalam mempertahankan hidupnya. Pelaku yang memiliki cara sesuai dengan kehidupan manusia yang sebenarnya maupun pelaku egois, kacau, dan mementingkan diri sendiri. Dalam cerita fiksi pelaku itu dapat berupa manusia atau tokoh makhluk lain yang diberi sifat seperti manusia. Dalam menentukan tokoh utama dan tokoh pembantu, yang pada umunya merupakan tokoh yang sering dibicarakan oleh pengarang, sedangkan tokoh tambahan hanya dibicarakan alakadarnya.

Tokoh berkaitan dengan orang atau seseorang sehingga perlu penggambaran yang jelas tentang tokoh tersebut. Menurut Nurgiyantoro (1995:173-174), jenis-jenis tokoh dapat dibagi sebagai berikut;

1. Berdasarkan Segi Peranan atau Tingkat Pentingnya

a. Tokoh Utama, yaitu tokoh yang diutamakan penceritaannya dalam prosa dan sangat menentukan perkembangan alur secara keseluruhan.

b. Tokoh Tambahan, yaitu tokoh yang permunculannya lebih sedikit dan kehadirannya jika hanya ada keterkaitannya dengan tokoh utama secara langsung ataupun tidak langsung dan

2. Berdasarkan Segi Fungsi Penampilan Tokoh

a. Tokoh Protagonis, yaitu tokoh utama yang merupakan pengejawantahan nilai-nilai yang ideal bagi pembaca

Dalam novel “Strategi Hideyoshi : Another Story of the Swordless

Samurai”, tokoh utama ialah Toyotomi Hideyoshi yang banyak disoroti tentang perjalanan kehidupannya dalam mewujudkan mimpinya untuk menjadi seseorang yang lebih baik dalam kehidupannya hingga ia menjadi seorang Shogun Jepang dengan penuh kerja keras yang telah ia lakukan.

Sedangkan tokoh-tokoh tambahan dalam novel ini yaitu : Jiro dan Gonsuke (dua pemuda yang pada awalnya ingin belajar dan meminta nasihat dari Toyotomi Hideyoshi); Daizen (seorang ronin yang ikut bersama dengan Jiro dan Gonsuke); seorang nenek, Benjiro dan Shin (tokoh yang dujumpai oleh Jiro dan gonsuke menuju kota Nagahama); Gempa Bumi (seorang Koroku pengawal Toyotomi Hideyoshi), Naganori dan Lord Oda Nobunaga (samurai yang menjadi majikan Hideyoshi); Fernao, Manzo, Hanshiro, Handa dan Goro (beberapa murid di kuil Songaji yang belajar pada Hideyoshi dan juga berbagi kisah yang memuat pesan moral yang mereka ketahui).

Selain itu, di dalam beberapa kisah yang diceritakan terdapat beberapa tokoh yaitu : Kichibei, Takeo, Paman Kokichi, Taro, Masahide, Lord Sasaki, Jun (Kembo/Mumon/Soshin-daizenji), Lord Tokitaka, Kuronosuke, Fumio, Ryu, Fransisco, Antonio dan Wufeng,

Selanjutnya tokoh, peristiwa dan tempat yang disebut-sebut dalam fiksi adalah tokoh, peristiwa, dan tempat yang bersifat imajiner. Walau bersifat imajiner namun ada juga karya fiksi atau novel yang berdasarkan diri pada fakta. Karya fiksi yang demikian oleh Abrams dalam Nurgiyantoro (1995:4) digolongkan sebagai fiksi nonfiksi (nonfiction fiction), yang terbagi atas (1) fiksi historial (historical fiction) atau novel historis, jika yang menjadi dasar penulisan

fakta sejarah; (2) fiksi biografis (biographical fiction) atau novel biografis; jika yang menjadi dasar penulisan fakta biografis dan; (3) fiksi sains (science fiction) atau novel sains; jika yang menjadi dasar penulisannya fakta ilmu pengetahuan.

Dilihat dari penggolongannya, maka penulis memasukkan novel “Strategi Hideyoshi : Another Story of the Swordless Samurai” Karya Tim Clark dan Mark

Cunningham yang merupakan objek penelitian ini, ke dalam novel historis karena terikat oleh beberapa fakta yang dikumpulkan melalui penelitian dari berbagai sumber oleh penulis novel tersebut.

d. Sudut pandang

Menurut Aminuddin (2000:90) sudut pandang adalah cara pengarang menampilkan para pelaku dalam cerita yang dipaparkanya. Cara atau pandangan yang dipergunakan pengarang sebagai sarana untuk menyajikan tokoh, tindakan, latar, dan berbagai peristiwa yang membentuk sebuah cerita dalam sebuah karya fiksi kepada pembaca.

Dengan demikian sudut pandang pada hakikatnya merupakan strategi, teknik, siasat yang secara sengaja dipilih pengarang untuk mengemukakan gagasan ceritanya. Ada empat macam sudut pandang yaitu :

1. Omniscient point of view ( sudut pandang yang berkuasa).

Disini pengarang bertindak sebagai pencipta segalanya, pengarang juga berkuasa untuk menghapus dan menciptakan tokohnya, mengatur jalan pikiran tokoh hingga mengomentari kelakuan para pelaku.

2. Objective point of view

Hampir sama dengan dengan omniscient hanya saja pengarang tidak memberikan komentar apa pun mengenai kelakuan tokohnya.

3. Sudut pandang orang pertama

Tehnik ini ditandai dengan menggunakan kata “aku” dalam

penceritaannya, persis seperti menceritakan pengalaman sendiri. 4. Sudut pandang peninjau

Dalam tehnik ini pengarang memilih salah satu tokohnya untuk bercerita. Sudut pandang peninjau ini lebih dikenal dengan sudut pandang orang ketiga.

Dalam hal ini, sudut pandang pengarang dalam novel “Strategi Hideyoshi : Another Story of the Swordless Samurai adalah sudut pandang Objective point of view dimana pengarang bertindak sebagai pencipta segalanya, pengarang juga berkuasa untuk menghapus dan menciptakan tokohnya, serta mengatur jalan pikiran tokoh dan tidak memberikan komentar apapun terhadap para tokoh.

e. Gaya bahasa

Gaya bahasa merupakan tingkah laku pengarang dalam menggunakan bahasa dalam membuat karyanya. Gaya bahasa yang digunakan pengarang berbeda satu sama lain. Hal ini dapat menjadi sebuah ciri khas seorang pengarang.

f. Amanat

Amanat merupakan pesan moral atau hikmah yang ingin disampaikan pengarang pada pembacanya. Moral dalam karya sastra biasanya mencerminkan

pandangan hidup pengarang yang bersangkutan, pandangannya tentang nilai-nilai kebenaran dan hal itulah yang ingin disampaikan pada pembacanya.