• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.2 Saran

Berdasarkan hasil dalam penelitian ini, peneliti memberikan saran sebagi berikut:

1. Bagi PT. Bank Negara Indonesia Kantor Wilayah Medan

Berdasarkan hasil penelitian yang menyatakan pendapat karyawan yang tergolong positif mengenai gaya kepemimpinan, motivasi dan kompensasi yang diterapkan oleh perusahaan PT. Bank Negara Indonesia Kantor Wilayah Medan, disarankan kepada penanggungjawab di perusahaan ini untuk lebih memperhatikan dan meningkatkan lagi faktor-faktor yang membuat kinerja karyawan semakin meningkat dengan menimbulkan dorongan atau semangat kerja dari karyawan agar target bisnis perusahaan meningkat setiap tahunnya tidak ada yang menurun dari tahun ke tahun.

2. Bagi peneliti selanjutnya

Bagi peneliti selanjutnya yang akan meneliti tentang gaya kepemimpinan, motivasi dan kompensasi terhadap kinerja karyawan, disarankan untuk menambah variabel-variabel lain yang mempengaruhi kinerja karyawan selain dari variabel gaya kepemimpinan, motivasi dan kompensasi, sehingga dapat lebih memperkaya pengetahuan tentang faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja karyawan di suatu perusahaan.

2.1 Gaya Kepemimpinan

2.1.1 Pengertian Gaya Kepemimpinan

Hersey (2004:29) menyatakan bahwa gaya kepemimpinan adalah pola

tingkah laku (kata-kata dan tindakan-tindakan) dari seorang pemimpin yang dirasakan oleh orang lain. Menurut Rivai (Jono dkk, 2014:3) kepemimpinan adalah suatu perilaku dengan tujuan tertentu untuk mempengaruhi aktivitas para anggota kelompok untuk mencapai tujuan bersama yang dirancang untuk memberikan manfaat individu dan organisasi, sehingga dalam suatu organisasi kepemimpinan merupakan faktor yang sangat penting dalam menentukan pencapaian tujuan yang telah diterapkan oleh organisasi.

Stoner (Handoko, 2009:294) menyatakan bahwa kepemimpinan dapat didefinisikan sebagai suatu proses pengarahan dan pemberian pengaruh pada kegiatan-kegiatan dari sekelompok anggota yang saling berhubungan tugasnya. Menurut Ishak dan Tanjung (2003:235) kepemimpinan (Leadership) adalah kemampuan seseorang untuk menguasai atau mempengaruhi orang lain atau masyarakat yang saling berbeda-beda menuju kepada pencapaian tujuan tertentu. Jadi, kepemimpinan atau leadership ini merupakan “sifat-sifat” yang harus

dimiliki oleh seorang pemimpin (leader), yang dalam penerapannya mengandung konsekuensi terhadap diri si pemimpin antara lain sebagai berikut:

1. Harus berani mengambil keputusan sendiri secara tegas dan tepat (decision

making).

11

3. Harus berani menerima tanggung jawab sendiri (The Printciple of Absoluteness

of Responsibility).

2.1.2 Fungsi Utama Pemimpin

Menurut Kadarman dkk (2001:143) agar suatu kelompok dapat dipimpin dengan efektif, seorang pemimpin paling sedikit harus menjalankan dua fungsi utama, yaitu:

1. Fungsi pemecahan masalah (problem solving function)

Fungsi ini berhubungan dengan tugas atau pekerjaan yaitu memberikan jalan keluar, pendapat dan informasi terhadap masalah yang dihadapi kelompok. 2. Fungsi sosial

Fungsi ini berhubungan dengan kehidupan kelompok, yaitu memberikan dorongan kepada anggota kelompok untuk mencapai tujuan dan menciptakan suasana kerja bagi kelompoknya.

2.1.3 Tipe-Tipe Kepemimpinan

Menurut Sudarwan (2004:75) bertolak dari perilaku pemimpin dalam sekelompok manusia organisasional, kita dapat mengelompokkan kepemimpinan seseorang dalam tipe-tipe tertentu yang masing-masing memiliki ciri-ciri tersendiri. Adapun tipe-tipe kepemimpinan tersebut adalah seperti tersebut di bawah ini:

1. Pemimpin Otokratik

Pemimpin otokratik berasumsi bahwa maju mundurnya organisasi hanya tergantung kepada dirinya. Pemimpin otokratik memiliki ciri-ciri antara lain: a. Beban kerja organisasi pada umumnya ditanggung oleh pemimpin.

b. Bawahan, oleh pimpinan hanya dianggap sebagai pelaksana dan mereka tidak boleh memberikan ide-ide baru.

c. Bekerja dengan disiplin tinggi, belajar keras, dan tidak kenal lelah.

d. Menentukan kebijakan sendiri dan kalaupun bermusyawarah sifatnya hanya penawaran saja.

e. Memiliki kepercayaan rendah terhadap bawahan dan kalaupun kepercayaan diberikan, di dalam dirinya penuh ketidakpercayaan.

f. Komunikasi dilakukan secara tertutup dan satu arah.

g. Korektif dan minta penyelesaian tugas pada waktu sekarang. 2. Pemimpin demokratis

Kepemimpinan demokratis adalah kepemimpinan yang dilandasi oleh anggapan bahwa hanya karena interaksi kelompok yang dinamis, tujuan organisasi akan tercapai. Ciri-ciri kepemimpinan demokratis antara lain: a. Beban kerja organisasi menjadi tanggung jawab bersama personalia

organisasi itu.

b. Bawahan, oleh pimpinan dianggap sebagai komponen pelaksana, dan secara integral harus diberi tugas dan tanggung jawab.

c. Disiplin, akan tetapi tidak kaku dan memecahkan masalah secara bersama. d. Kepercayaan tinggi terhadap bawahan dengan tidak melepaskan tanggung

jawab pengawasan.

e. Komunikasi dengan bawahan bersifat terbuka dan dua arah. 3. Pemimpin permisif

Pemimpin permisif tidak mempunyai pendirian yang kuat, sikapnya serba boleh. Pimpinan yang termasuk ke dalam kategori ini biasanya terlalu banyak

13

mengambil muka dengan dalih untuk mengenakan individu yang dihadapinya. Ciri-ciri pimpinan yang permisif antara lain adalah:

a. Tidak ada pegangan yang kuat dan kepercayaan rendah pada diri sendiri. b. Mengiyakan semua saran.

c. Lambat dalam membuat keputusan.

d. Banyak “mengambil muka” kepada bawahan.

e. Ramah dan tidak menyakiti bawahan.

2.1.4 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Gaya Kepemimpinan

Menurut Robert dan Warren (Kadarman dkk, 2001:145) terdapat berbagai

faktor yang mempengaruhi seorang manajer memiliki suatu gaya kepemimpinan, yaitu:

1. Karakteristik Manajer

Cara seorang manajer memimpin banyak dipengaruhi oleh latar belakang pendidikannya, pengalaman masa lalunya, nilai-nilai yang dianutnya, dan sebagainya. Misalnya, jika seorang manajer mempunyai keyakinan bahwa kebutuhan organisasi harus lebih diutamakan daripada kebutuhan individu, kemungkinan besar ia akan sangat mengarahkan aktivitas para pegawainya. 2. Karakteristik Bawahan

Seorang manajer akan memberikan kebebasan dan mengikutsertakan bawahannya dalam pengambilan keputusan bila bawahan dianggap cukup berpengalaman dan mempunyai pengetahuan yang memadai untuk mengatasi masalah secara efektif. Apabila bawahan memahami dengan baik tujuan organisasi, mempunyai pengetahuan dan pengalaman untuk memecahkan masalah secara efektif dan efisien, manajer akan cenderung untuk bersikap

demokratik dan mengikutsertakan bawahan dalam kepemimpinan. Tetapi bila bawahan dipandang tidak mempunyai kemampuan tersebut, manajer akan cenderung bergaya otoriter.

3. Karakteristik Organisasi

Seorang manajer akan menentukan gaya kepemimpinan berdasarkan iklim organisasi, jenis pekerjaan organisasi dan sebagainya.

2.2 Motivasi Kerja 2.2.1 Pengertian Motivasi

Menurut Jono dkk (2014:221) motivasi merupakan psikis yang mendorong orang untuk melakukan sesuatu. Motivasi dapat berasal dari dalam diri maupun luar diri seseorang. Wexley & Yukl (Sutrisno, 2009:110) menyatakan bahwa motivasi adalah pemberian atau penimbulan motif atau dapat pula diartikan sebagai hal atau keadaan menjadi motif. Jadi, motivasi adalah sesuatu yang menimbulkan semangat atau dorongan kerja.

Usman (Jono dkk, 2014:221) menyatakan bahwa motivasi ialah keinginan untuk berbuat sesuatu, sedangkan motif adalah kebutuhan (need), keinginan (wish), dorongan (desire) atau impuls. Motivasi merupakan keinginan yang terdapat pada seorang individu yang merangsangnya untuk melakukan tindakan-tindakan atau sesuatu yang menjadi dasar atau alasan seseorang berperilaku. Motivasi kerja dapat diartikan sebagai keinginan atau kebutuhan yang melatarbelakangi seseorang sehingga ia terdorong untuk bekerja.

Menurut Stephen P. (Wibowo, 2013:378) motivasi sebagai proses yang menyebabkan intensitas (intensity), arah (direction), dan usaha terus-menerus (persistence) individu menuju pencapaian tujuan. Intensitas menunjukkan

15

seberapa keras seseorang berusaha. Tetapi intensitas tinggi tidak mungkin mengarah pada hasil kinerja yang baik kecuali usaha dilakukan dalam arah yang menguntungkan organisasi. Karenanya harus dipertimbangkan kualitas usaha maupun intensitasnya.

Menurut Sudarmo (Sutrisno, 2009:111) motivasi untuk bekerja ini sangat penting bagi tinggi rendahnya produktivitas perusahaan. Tanpa adanya motivasi dari para karyawan untuk bekerja sama bagi kepentingan perusahaan, maka tujuan yang telah ditetapkan tidak akan tercapai. Sebaliknya, apabila terdapat motivasi yang tinggi dari para karyawan, maka hal ini merupakan suatu jaminan atas keberhasilan perusahaan dalam mencapai tujuannya.

2.2.2 Teori-Teori Motivasi

Menurut Siswanto (2005:127) proses motivasi diarahkan untuk mencapai tujuan. Tujuan yang ingin direalisasikan dipandang sebagai kekuatan (power) yang menarik individu. Tercapainya tujuan sekaligus dapat mengurangi kebutuhan yang belum dipenuhi. Apabila seorang manajer harus meramalkan perilaku secara cukup teliti, ia perlu mengetahui sesuatu mengenai tujuan bawahannya dan tindakan yang akan diambil untuk mencapainya.

John P. et al (Siswanto, 2005:127) mengelompokkan teori motivasi menjadi kategori sebagai berikut:

1. Teori Kepuasan (Content Theories)

Teori kepuasan berorientasi pada faktor dalam diri individu yang menguatkan, mengarahkan, mendukung, dan menghentikan perilaku. Pendukung teori kepuasan adalah sebagai berikut:

a. Teori Hierarki Kebutuhan Menurut Abraham H. Maslow

Maslow (Siswanto, 2005:128) mengemukakan bahwa “Kebutuhan individu

dapat disusun dalam suatu hierarki. Hierarki kebutuhan yang paling tinggi adalah kebutuhan fisiologis karena kebutuhan ini merupakan kebutuhan

yang paling kuat sampai kebutuhan tersebut terpuaskan”. Hierarki kebutuhan tersebut secara lengkap meliputi lima hal berikut:

1) Kebutuhan fisiologis (physiological needs). Kepuasan fisiologis biasanya dikaitkan dengan uang. Hal ini berarti bahwa orang tidak tertarik pada uang semata, tetapi sebagai alat yang dapat dipakai untuk memuaskan kebutuhan lain. Seperti: makan, minum, pakaian, tempat tinggal dan kesehatan.

2) Kebutuhan keselamatan atau keamanan (safety or security needs). Kebutuhan keselamatan atau keamanan dapat timbul secara sadar atau tidak sadar. Orientasi ketidaksadaran yang kuat kepada keamanan sering dikembangkan sejak masa kanak-kanak. Seperti: kebebasan dari intimidasi baik kejadian atau lingkungan.

3) Kebutuhan sosial atau afiliasi (social or affiliation needs). Termasuk kebutuhan ini adalah kebutuhan akan teman, afiliasi, interaksi, dan cinta. 4) Kebutuhan penghargaan atau rekognisi (esteems or recognition needs).

Motif utama yang berhubungan dengan kebutuhan penghargaan dan rekognisi, yaitu seperti: prestise dan kekuasaan.

5) Kebutuhan aktualisasi diri (self actualization needs). Kebutuhan untuk memenuhi diri sendiri dengan penggunaan kemampuan maksimum, keterampilan, dan potensi.

17

b. Teori Dua Faktor Menurut Frederick Herzberg.

Dua faktor mengenai motivasi yang dikembangkan oleh Frederick Herzberg (Siswanto, 2005:129) adalah faktor yang membuat individu merasa tidak puas (dissatisfied) dan faktor yang membuat individu merasa puas

(satisfied). Kesimpulan khusus yang dihasilkan Herzberg dari penelitiannya

adalah:

1) Terdapat serangkaian kondisi ekstrinsik, keadaan pekerjaan yang menyebabkan rasa tidak puas diantara para bawahan apabila kondisi tersebut tidak ada. Apabila kondisi tersebut ada, hal itu tidak perlu memotivasi bawahan. Kondisi tersebut adalah faktor-faktor yang membuat individu merasa tidak puas karena faktor-faktor tersebut diperlukan untuk mempertahankan hierarki yang paling rendah, yaitu tingkat tidak adanya ketidakpuasan.

2) Serangkaian kondisi intrinsik kepuasan pekerjaan yang apabila terdapat dalam pekerjaan akan menggerakkan tingkat motivasi yang kuat sehingga dapat menghasilkan kinerja pekerjaan yang baik. Apabila kondisi tersebut tidak ada, kondisi tersebut ternyata tidak menimbulkan rasa ketidakpuasan yang berlebihan. Serangkaian faktor tersebut disebut

satisfied.

c. Teori Kebutuhan Menurut David C. McClelland

Teori motivasi dari McClelland dihubungkan dengan konsep belajar Gibson (Siswanto, 2005:130). Oleh karena itu, banyak kebutuhan diperoleh dari kebudayaan. Tiga kebutuhan yang dikemukakan adalah:

1) Kebutuhan akan kerja (needs for achievement, disingkat, n-Ach)

2) Kebutuhan akan afiliasi (needs for affiliation, disingkat, n-Aff) 3) Kebutuhan akan kekuasaan (needs for power, disingkat, n-Pow)

Apabila kebutuhan individu terasa sangat mendesak, kebutuhan tersebut akan memotivasi individu yang bersangkutan untuk berusaha keras memenuhi kebutuhannya. Misalnya, apabila individu memiliki n-Ach yang tinggi maka kebutuhan tersebut mendorong individu yang bersangkutan untuk menetapkan tujuan yang penuh tantangan, bekerja keras untuk merealisasikan tujuan tersebut, serta mengaplikasikan keterampilan dan kemampuan yang diperlukan untuk mencapainya.

2. Teori Proses (Process Theory)

Teori proses mendeskripsikan dan menganalisis bagaimana perilaku dikuatkan, diarahkan, didukung, dan diberhentikan. Tiga teori proses yang merupakan karya dari Victor H. Vroom (Siswanto, 2005:130) dideskripsikan pada bagian berikut:

a. Teori Harapan (Expectancy Theory)

Dalam suatu organisasi, setiap individu memiliki harapan usaha kinerja. Harapan tersebut menunjukkan persepsi individu mengenai sulitnya mencapai perilaku tertentu dan mengenai kemungkinan tercapainya perilaku tersebut.

b. Teori Keadilan (Equity Theory)

Teori keadilan menekankan bahwa bawahan membandingkan usaha mereka dan imbalan mereka dengan usaha dan imbalan yang diterima orang lain dalam iklim kerja yang sama. Dasar dari teori motivasi ini dengan dimensi

19

bahwa individu dimotivasi oleh keinginan untuk diperlakukan secara adil. Dalam perkerjaan, individu bekerja untuk memperoleh imbalan.

c. Teori Penguatan (Reinforment Theory)

Penguatan merupakan prinsip belajar yang sangat penting. Tanpa penguatan tidak akan terjadi modifikasi perilaku yang dapat diukur. Para manajer seringkali menggunakan pengukuh positif untuk memodifikasi perilaku. Dalam banyak hal, pengukuh bekerja sesuai dengan yang diperkirakan sebelumnya. Adapun dalam hal lain pengukur tidak memodifikasi perilaku dalam arah yang diinginkan karena terdapatnya kemungkinan penguatan yang berkompetisi. Apabila penguat tersebut tidak disatukan pada perilaku yang diinginkan oleh manajer, perilaku yang diinginkan tidak akan terjadi. Demikian pula apabila pengukuh baru diberikan jauh sesudah trjadinya perilaku yang diinginkan, kemungkinan terjadi perilaku yang diinginkan menjadi berkurang. Penguatan negatif berhubungan dengan bertambahnya frekuensi respons yang timbul sesudah disingkirkannya pengukuh negatif, segera setelah ada respons. Suatu kejadian merupakan pengukuh negatif hanya apabila kejadian tersebut disingkirkan sesudah suatu respons menaikkan penampilan dari suatu respons.

2.2.3 Hal-Hal Yang Perlu Diperhatikan Dalam Pemberian Motivasi

Sutrisno (2009:144) menyatakan bahwa pemberian motivasi kepada para karyawan merupakan kewajiban para pimpinan, agar para karyawan tersebut dapat lebih meningkatkan volume dan mutu pekerjaan yang menjadi tanggungjawab. Untuk itu, seorang pemimpin perlu memperhatikan hal-hal berikut agar pemberian motivasi dapat berhasil seperti yang diharapkan, yaitu:

1. Memahami perilaku bawahan

Pimpinan harus dapat memahami perilaku bawahan, artinya seorang pimpinan dalam tugas keseluruhan hendaknya dapat memerhatikan, mengamati perilaku para bawahan masing-masing. Dengan memahami perilaku mereka akan lebih memudahkan tugasnya memberi motivasi kerja. Disini seorang pimpinan dituntut mengenal seseorang, karena tidak ada orang yang mempunyai perilaku yang sama.

2. Harus berbuat dan berperilaku realistis

Seorang pimpinan mengetahui bahwa kemampuan para bawahan tidak sama, sehingga dapat memberikan tugas yang kira-kira sama dengan kemampuan mereka masing-masing. Dalam memberi motivasi harus menggunakan pertimbangan-pertimbangan yang logis dan dapat dilakukan oleh bawahan. 3. Tingkat kebutuhan setiap orang berbeda

Tingkat kebutuhan setiap orang tidak sama disebabkan karena adanya kecenderungan, keinginan, perasaan dan harapan yang berbeda antara satu orang dengan orang lain pada waktu yang sama.

4. Mampu menggunakan keahlian

Seorang pimpinan yang dikehendaki dapat menjadi pelopor dalam setiap hal. Diharapkan lebih menguasai seluk-beluk pekerjaan, mempunyai kiat sendiri dalam menyelesaikan masalah, apalagi masalah yang dihadapi bawahan dalam melaksanakan tugas. Untuk itu mereka dituntut dapat menggunakan keahliannya:

a. Menciptakan iklim kerja yang menyenangkan

21

c. Membagi tugas sesuai dengan kemampuan para bawahan d. Memberi umpan balik tentang hasil pekerjaan

e. Memberi kesempatan kepada bawahan untuk maju dan berkreativitas 5. Pemberian motivasi harus mengacu pada orang

Pemberian motivasi adalah untuk orang atau karyawan secara pribadi dan bukan untuk pimpinan sendiri. Seorang pimpinan harus memperlakukan seorang bawahan, bukan sebagai diri sendiri yang sedang mempunyai kesadaran tinggi untuk melakukan pekerjaan dengan baik. Oleh karena itu, motivasi harus dapat mendorong setiap karyawan untuk berperilaku dan berbuat sesuai dengan apa yang diinginkan pimpinan.

6. Harus dapat memberi keteladanan

Keteladanan merupakan guru yang terbaik, tidak guna seribu kata bila perbuatan seseorang tidak menggambarkan perbuatannya. Orang tidak menaruh hormat dan simpati pada pimpinannya yang hanya pandai berkata tetapi tidak berbuat seperti apa yang dikatakannya. Keteladanan adalah contoh nyata yang dapat dilihat, disaksikan oleh seorang bawahan. Dengan keteladanan seorang pimpinan, bawahan akan dapat termotivasi bagaimana cara bekerja dengan baik, berkata, dan berbuat yang baik.

2.3 Kompensasi

2.3.1 Pengertian Kompensasi

Cascio F (Jono dkk, 2014:181) menyatakan bahwa kompensasi meliputi bentuk pembayaran tunai langsung, pembayaran tidak langsung dalam bentuk manfaat karyawan, dan insentif untuk memotivasi karyawan agar bekerja keras untuk mencapai produktivitas yang semakin tinggi. Secara umum, Werther dan

Keith (Jono dkk, 2014:181) mendefinisikan kompensasi merupakan sesuatu yang diterima karyawan sebagai penukar dari kontribusi jasa mereka pada perusahaan.

Menurut Hasibuan (2011:118) kompensasi adalah semua pendapatan yang berbentuk uang, barang langsung atau tidak langsung yang diterima oleh karyawan sebagai imbalan atas apa yang diberikan kepada perusahaan. Menurut Panggabean (Sutrisno, 2009:181) kompensasi dapat didefinisikan sebagai setiap bentuk penghargaan yang diberikan kepada karyawan sebagai balas jasa atas kontribusi yang mereka berikan kepada organisasi.

2.3.2 Tujuan Kompensasi

Menurut Wibowo (2013:349) tujuan manajemen kompensasi adalah untuk membantu organisasi mencapai keberhasilan strategis sambil memastikan keadilan internal dan eksternal. Internal equity atau keadilan internal memastikan bahwa jabatan yang lebih menantang atau orang yang mempunyai kualifikasi lebih baik dalam organisasi dibayar lebih tinggi. Sementara itu, external equity atau keadilan eksternal menjamin bahwa pekerjaan mendapatkan kompensasi secara adil dalam perbandingan dengan pekerjaan yang sama di pasar tenaga kerja.

Menurut Werther dan Davis (Wibowo, 2013:350) tujuan manajemen kompensasi adalah sebagai berikut:

1. Memperoleh personel berkualitas

Kompensasi perlu ditetapkan cukup tinggi untuk mampu menarik pelamar. Tingkat pembayaran harus tanggap terhadap permintaan dan penawaran tenaga kerja di pasar kerja karena harus bersaing untuk mendapatkan tenaga kerja.

23

2. Mempertahankan karyawan yang ada

Pekerja dapat keluar apabila tingkat kompensasi tidak kompetitif terhadap organisasi lain, dengan akibat perputaran tenaga kerja tinggi. Dengan demikian, perlu dipertimbangkan mana yang lebih baik dan menguntungkan antara meningkatkan kompensasi dengan mencari pekerja baru dengan konsekuensi harus melatih kembali pekerja baru.

3. Memastikan keadilan

Manajemen kompensasi berusaha keras menjaga keadilan internal dan eksternal. Keadilan internal memerlukan bahwa pembayaran dihubungkan dengan nilai relatif pekerjaan sehingga pekerjaan yang sama mendapatkan pembayaran sama. Keadilan eksternal berarti membayar pekerja sebesar apa yang diterima pekerja yang setingkat oleh perusahaan lain.

4. Menghargai perilaku yang diinginkan

Pembayaran harus memperkuat perilaku yang diinginkan dan bertindak sebagai insentif untuk perilaku di masa depan. Rencana kompensasi yang efektif menghargai kinerja, loyalitas, keahlian, dan tanggungjawab.

5. Mengawasi biaya

Sistem kompensasi yang rasional membantu organisasi memelihara dan mempertahankan pekerja pada biaya yang wajar. Tanpa manajemen kompensasi yang efektif, pekerja dapat dibayar terlalu tinggi atau terlalu rendah.

6. Mematuhi peraturan

Sistem upah dan gaji yang baik mempertimbangkan tantangan legal yang dikeluarkan pemerintah dan memastikan pemenuhan pekerja.

7. Memfasilitasi saling pengertian

Sistem manajemen kompensasi harus mudah dipahami oleh spesialis sumber daya manusia, manajer operasi, dan pekerja. Dengan demikian, terbuka saling pengertian dan menghindari kesalahan persepsi.

8. Efisiensi administratif selanjutnya

Program upah dan gaji harus dirancang dapat dikelola secara efisien, meskipun tujuan ini merupakan pertimbangan sekunder.

2.3.3 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kompensasi

Manullang (2001:286) menyatakan bahwa dalam pemberian kompensasi harus diperhatikan bahwa kompensasi dapat mempunyai nilai yang berbeda bagi masing individu yang menerimanya. Hal ini disebabkan karena masing-masing individu memiliki kebutuhan, keinginan, dan pandangan yang berbeda satu sama lainnya. Oleh karena itu dalam menetapkan suatu kebijakan pemberian imbalan terdapat faktor-faktor yang harus dipertimbangkan selain faktor jumlahnya.

Menurut Hasibuan (2011:127) faktor-faktor yang mempengaruhi besarnya kompensasi adalah sebagai berikut:

1. Penawaran dan Permintaan Tenaga Kerja

Jika pencari kerja lebih banyak dari pada lowongan pekerjaan maka kompensasi relatif kecil sebaliknya jika pencari kerja lebih sedikit dari pada lowongan pekerjaan maka kompensasi relatif semakin besar.

2. Kemampuan dan Kesediaan Perusahaan

Bila kemampuan dan kesediaan perusahaan untuk membayar semakin baik, maka tingkat kompensasi akan semakin besar, tetapi sebaliknya jika

25

kemampuan dan kesediaan perusahaan untuk membayar kurang maka tingkat kompensasi relatif kecil.

3. Serikat Buruh atau Organisasi Karyawan

Apabila serikat buruhnya kuat dan berpengaruh maka tingkat kompensasi semakin besar dan begitu pula dengan sebaliknya.

4. Produktivitas Kerja Karyawan

Jika produktivitas karyawan baik dan tinggi maka kompensasi akan semakin besar sebaliknya jika produktivitas kerjanya buruk serta rendah maka kompensasinya kecil.

5. Posisi Jabatan Karyawan

Karyawan yang memiliki jabatan yang tinggi maka akan menerima kompensasi yang lebih besar jika dibandingkan dengan karyawan yang memiliki jabatan lebih rendah.

6. Pendidikan dan Pengalaman Kerja

Jika pendidikan lebih tinggi dan pengalaman kerja lebih lama maka gaji atau balas jasanya akan semakin besar, karena kecakapan serta keterampilannya lebih baik. Sebaliknya, karyawan yang berpendidikan rendah dan pengalaman kerja yang kurang maka tingkat gaji atau kompensasinya kecil.

2.3.4 Jenis-Jenis Kompensasi

Menurut Hasibuan (2011:117) kompensasi dibagi dalam dua kelompok yaitu kompensasi langsung dan tidak langsung, sebagai berikut:

1. Kompensasi langsung diantaranya:

a. Gaji adalah balas jasa yang dibayar secara periodik kepada karyawan tetap serta mempunyai jaminan yang pasti. Maksudnya, gaji akan tetap dibayarkan walaupun pekerja tersebut tidak masuk kerja.

b. Upah adalah balas jasa yang dibayarkan kepada pekerja harian dengan berpedoman atas perjanjian yang disepakati membayarnya.

c. Insentif adalah tambahan balas jasa yang diberikan kepada karyawan tertentu yang prestasinya di atas prestasi standar. Insentif ini merupakan alat yang dipergunakan sebagai pendukung prinsip adil dalam pemberian kompensasi.

2. Kompensasi tidak langsung, diantaranya: a. Tunjangan karyawan

Tambahan hak istimewa selain pembayaran kompensasi seperti pembayaran tidak masuk kantor (pelatihan, cuti kerja, sakit, liburan tanggal merah, acara pribadi, masa istirahat, asuransi kesehatan dan program pensiunan).

b. Tunjangan jabatan

Tambahan hak istimewa selain pembayaran kompensasi dan tunjangan karyawan.

27

2.4 Kinerja Karyawan 2.4.1 Pengertian Kinerja

Kinerja adalah terjemahan dari performance yang berarti penampilan atau untuk kerja atau prestasi. Istilah kinerja dalam kamus Illustrated Oxford

Dictionary (Keban, 2004:180) menunjukkan The execution or fulfillment of a duty

(pelaksanaan atau pencapaian dari suatu tugas) atau persons achievement under

test conditions (pencapaian hasil dari seseorang ketika diuji). Menurut Luthans

(2005:165) kinerja adalah kuantitas atau kualitas sesuatu yang dihasilkan atau jasa yang diberikan oleh seseorang yang melakukan pekerjaan.

Benardin dan Russel (Keban, 2004:180) menyatakan bahwa menekankan

Dokumen terkait