• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III MASALAH KEKERASAN TERHADAP ANAK DI INDONESIA

B. Saran

Dengan mengacu pada undang-undang perlindungan anak, penyelesaian

kekerasan terhadap anak memerlukan kehadiran dan campur tangan negara,

pemerintah, masyarakat dan orang tua. Artinya, state dan non state perlu

bekerjasama sesuai tanggung jawab dan peran masing-masing.

Dalam perspektif hak asasi manusia sejatinya negaralah yang menjadi

aktor utama pemenuhan penyelenggaraan perlindungan anak. Namun ironisnya

negara belum memberikan perlindungan anak yang sistemik untuk mencegah dan

menghentikan kekerasan terhadap anak. Negara sebagai pemegang kewajiban

utama yang harus menyelesaikan berbagai permasalahan yang dihadapi anak

dengan solusi terbaik.

Selain institusi-institusi negara yang terkait langsung dalam melaksanakan

kewajibannya memberikan perlindungan terhadap anak dari segala bentuk

kekerasan, perhatian Presiden sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan

sangat penting untuk pencegahan dan penghentian kekerasan terhadap anak secara

nasional.

Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), sebagai lembaga negara

independen yang mandat utamanya adalah meningkatkan efektifitas

67

terhadap anak harus diselesaikan secara sistemik, holistik dan menyentuh akar

masalah, sehingga bisa memutus mata rantai kekerasan yang ada. Pendekatannya

mesti komprehensif, semua pihak pemangku kewajiban perlindungan anak mesti

terlibat. Karena masalah kekerasan terhadap anak adalah persoalan bangsa, maka

kebijakan nasional perlu dibuat secara partisipatoris, agar kebijakan ini

dilaksanakan secara nyata dan efektif oleh seluruh pemerintah daerah di

Indonesia.

Paradigma utama pencegahan kekerasan terhadap anak adalah

terintegrasinya prinsip-prinsip perlindungan anak ke dalam prinsip-prinsip

penyelenggaraan program kegiatan secara nasional yang menjunjung tinggi

penghargaan terhadap hak asasi manusia. Ada 5 prinsip perlindungan anak

sebagaimana dinyatakan dalam undang-undang dasar, undang-undang

perlindungan anak, dan Konvensi Hak Anak, yakni : tanpa kekerasan,

non-diskriminasi, kepentingan terbaik bagi anak, hak untuk hidup, kelangsungan hidup

dan perkembangan, dan penghargaan terhadap pendapat anak, menjadi spirit dan

jiwa penyelenggaraan program kegiatan perlindungan anak dalam berbagai

aspeknya. Agar program perlindungan anak berjalan efektif dan implementatif,

kebijakan ini perlu didukung struktur, aparatur, proses, dan program yang jelas,

yang berangkat dari paradigma integrasi prinsip-prinsip perlindungan anak.

Mekanisme kordinasi pusat dan daerah juga sangat penting menjadi perhatian.

Khusus untuk anak pelaku kekerasan yang memiliki tingkat agresivitas

tinggi, termasuk yang sudah berhadapan dengan hukum, mereka perlu dibina dan

68

sementara sesuai kebutuhan, sampai mereka dipandang layak untuk dikembalikan

ke sekolah regulernya. Upaya ini perlu ditempuh agar anak pelaku kekerasan

mendapatkan kesempatan untuk dibina dan direhabilitasi tanpa kehilangan hak

pendidikannya. Di sisi lain, anak-anak yang lain juga terlindungi dari

kemungkinan diajak dan dilibatkan dalam aksi kekerasan.

Disadari bahwa pergeseran pola pengasuhan orang tua yang menyebabkan

anak kurang perhatian di satu sisi dan beban kurikulum yang berat di sekolah di

sisi lain menjadikan anak berada dalam kondisi mudah terbujuk melakukan

kekerasan untuk mengekspresikan ketertekanannya. Demikian pula masifnya

tayangan kekerasan dan media online yang sarat kekerasan menjadikan anak terus

dibombardir konten kekerasan di semua lingkungan. Hal ini merupakan tantangan

yang mengharuskan negara turun tangan.

Tantangan penting yang bersifat struktural adalah Otonomi Daerah yang

pada titik tertentu menyebabkan kebijakan dan regulasi di tingkat nasional tidak

serta merta diimplementasikan di tingkat daerah, dan kebijakan di tingkat dinas

tidak serta merta diimplementasikan. Keadaan ini memang berpotensi menjadikan

solusi menghentikan kekerasan tidak bisa berjalan secepat kebijakan yang bersifat

sentralistik. Namun, dengan menjadikan persoalan kekerasan terhadap anak

inisebagai hal urgen, diyakini langkah-langkah terobosan bisa ditempuh,

khususnya oleh state actors, untuk mencegah dan menghentikan kekerasan

69

DAFTAR PUSTAKA

Buku:

Abdussalam. Hukum Perlindungan Anak. Jakarta: PTIK, 2012.

Ahmad Al barry, Zakariya. Hukum Anak-Anak dalam Islam. Jakarta: Bulan

Bintang, 1977.

Arikunto, Suharsini. Prosedur penelitian suatu pendekatan praktik. Jakarta: PT

Rineka Cipta, 2006.

Ash Shiddieqy, Teungku Muhammad Hasbi. Islam dan HAM. Semarang: PT

Pustaka Rizki Putra, 1999.

AB Kusuma, R.M. Lahirnya Undang-Undang Dasar 1945: Menurut Salinan

Dokumen Otentik Menyelidiki Oesaha-Oesaha Persiapan Kemerdekaan. Jakarta: Badan Penerbit FH UI, tanpa tahun.

Aviandari, Distia. dkk. Analisis Situasi Hak Anak untuk Isu-isu tertentu.

Yogyakarta: Yayasan Sekretariat Anak Merdeka Indonesia, 2010.

Budiardjo, Miriam. Dasar-Dasar Ilmu Politik. Jakarta: PT Gramedia Pustaka

Utama, 2009.

Dunn, William N.Pengantar Analisi Kebijakan Publik. Yogyakarta: GadjahMada

university Press, 2003.

El Muhtaj, Majda. Dimensi-Dimensi HAM Mengurai Hak Ekonomi, Sosial, dan

Budaya. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2009.

Erwin, Muhammad. Pendidikan Kewarganegaraan Republik Indonesia. Bandung,

PT Refika Aditama, 2013.

Farid, Mohammad. Panduan Penggunaan Instrumen Pemantauan. yogyakarta: Yayasan

Sekretariat Anak Merdeka Indonesia, 2010.

Gerungan, WA. Psikologi Sosial. Bandung: PT Refika Aditama, 1988.

Harrison, Lisa. Metodologi Penelitian Politik. Jakarta: Prenada Media Group,

2007.

Kamil, Sukron dkk. Syariah Islam dan HAM. Jakarta: CSRC UIN Syarif

Hidayatullah, 2007.

Moeliono, M Anton. Kamus Besar Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka, 1988.

Setiardja, Gunawan. Hak-Hak Asasi Manusia Berdasarkan Ideologi Pancasila.

Yogyakarta: Kanisius, 1993.

Soemanto, Wasty. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta, 1990.

Suseno, Franz Magnis. Etika Politik: Prinsip-Prinsip Moral Dasar Kenegaraan

70

Suseno, Franz Magnis. Etika Politik. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 1992.

Suyanto, Bagong. Masalah Sosial Anak. Jakarta: Kencana Prenada Media Group,

2010.

Syamsir, Rozali Abdullah. Perkembangan HAM dan Keberadaan Peradilan HAM

di Indonesia, 2004.

Ubaedillah, A. dkk.Demokrasi, Hak Asasi Manusia, dan Masyarakat Madani, Jakarta:

ICCE UIN Syarif Hidayatullah, 2003.

Winarno, Budi.Kebijakan Publik: Teori, Proses, dan Studi Kasus.

Yogyakarta:CAPS, 2011.

Windhu, I Warsana. Melawan Kekerasan Tanpa Kekerasan: Dimensi Kekerasan,

Tinjauan Teoritis atas Fenomena Kekerasan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2000.

Zuriah, Nurul. Metodologi penelitian sosial dan pendidikan: teori dan aplikasi.

Jakarta: PT Bumi Aksara, 2006.

Undang-undang:

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Pancasila.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia.

Internet:

“Definisi KLA,” artikel diakses pada 16 September 2014 dari

http://kla.or.id/index.php?option=com_content&view=article&id=377&It emid=95

Indosiar, “Ayah yang Tabrakan anak kekereta dibekuk,” Artikel diakses 25

November 2014 dari

http://www.indosiar.com/patroli/ayah-yang-tabrakan-anak-ke-kereta-dibekuk_81306.html.

“Peta Permasalahan Perlindungan Anak di Indonesia,” Artikel diakses pada 28 November 2014 dari http://www.kpai.go.id/artikel/peta-permasalahan-perlindungan-anak-di-indonesia/

“Kekerasan Dalam Dunia pendidikan,” artikel diakses pada 17 September 2014

dari

http://edukasi.kompasiana.com/2014/08/26/kekerasan-dalam-dunia-pendidikan-683168.html

“Konvensi Hak Anak”, artikel diakses pada 24 September 2014 dari

http://hukum.kompasiana.com/2014/04/22/konvensi-hak-anak-1989-650042.html

71

“Kota Layak Anak”, artikel diakses pada 1 September 2014 dari

www.kla.or.id/index.php?option=com_content&view=article&id=134:kot a-layak-anak&catid=56:artikel&Itemid=77

Kominfo. “Kekerasan Terhadap Anak,” artikel diakses pada 22 Agustus 2014

darihttp://bakohumas.kominfo.go.id/news.php?id=1177.

“Pemenuhan Hak Anak atas Akta Kelahiran dan Hak Sipil,” artikel diakses pada

17 September 2014 dari

http://www.kpai.go.id/artikel/pemenuhan-hak- anak-atas-akta-kelahiran-merupakan-bagian-dari-hak-sipil-yang-harus-dilindungi-konstitusi/

Republika. “Jumlah penduduk miskin bertambah,” arikel diakses pada 22 Agustus

2014 dari

http://www.republika.co.id/berita/nasional/umum/14/01/03/mysdf-jumlah-penduduk-miskin-indonesia-bertambah

Republika. “Angka Perceraian Pasangan Indonesia Naik Drastis 70%,” artikel

diakses pada 22 Agustus 2014 dari

http://www.republika.co.id/berita/nasional/umum/12/01/24/lya2yg-angka-perceraian-pasangan-indonesia-naik-drastis-70-persen.

Republika. “Dampak Buruk Kekerasan Seksual Terhadap Anak,” artikel diakses

pada 22 Agustus 2014 dari

http://www.republika.co.id/berita/gaya/hidup/parenting/13/01/16/mgpam4 -ini-dampak-buruk-kekerasan-seksual-terhadap-anak

Situs Resmi, “Komisi Perlindungan Anak Indonesia,” artikel diakses pada 15

September 2014 dari www.kpai.go.id

Tempo. “Kekerasan pada Anak 8 tahun di Depok,” artikel diakses pada

September 2014 dari http://www.tempo.coread/news/20130826

Kekerasan-Pada-Anak-8-Tahun-Di-Depok

Tempo, “Pembunuhan terhadap anak-anak terjadi di Bandung,” Artikel diakses

pada 25 November 2014 dari

http://www.tempo.co/read/news/2014/04/16/058571090/Pembunuhan-terhadap-Anak-anak-Terjadi-di-Bandung

Media Massa:

“Kekerasan pada Anak, Pipi Anak Memar di Tempat Penitipan.” Kompas, 5 September 2014.

Wawancara:

72

Transkip Wawancara

Narasumber : Retno Adji Prasetiadju, SH (Kepala Sekretariat KPAI) Hari/Tanggal : Rabu, 27 Agustus 2014

Pukul : 11.00 s/d Selesai

1. Mengapa tingkat kekerasan terhadap anak semakin meningkat setiap

tahunnya?

Jawab: Kasus kekerasan, diskriminasi dan perdagangan anak masih kompleks,

masih banyaknya rumah tangga yang hidup di bawah garis kemiskinan, masih

terdapatnya nilai-nilai budaya yang permisif terhadap kekerasan dan

eksploitasi anak, masih lemahnya penegakan hukum dan belum terbentuknya

mekanisme dan struktur perlindungan anak yang komprehensif sampai pada

tingkatan masyarakat.

2. Apa yang menjadi faktor pendukung terjadinya kekerasan terhadap anak?

Jawab: Faktor anak, faktor orangtua, situasi keluarga dan faktor budaya.

3. Masalah-masalah apa saja yang ditemui dalam upaya melakukan perlindungan

anak?

Jawab: Adapun permasalahan yang dihadapi dalam pelaksanaan perlindungan

anak secara umum menyangkut dua hal: Pertama, belum optimalnya

pemenuhan hak-hak anak di bidang kesehatan, pendidikan, pengasuhan,

sosial, agama dan budaya, dan hak-hak sipil. Kedua,belum optimalnya

perlindungan khusus untuk anak yang membutuhkan perlindungan khusus

73

perlakuan salah lainnya. Berbagai data hasil survey dan penelitian

sebagaimana dipaparkan di atas merupakan ilustrasi sekilas tentang

permasalahan yang ada.

4. Apakah Undang-Undang No 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak

efektif digunakan dalam mengatasi tindak kekerasan terhadap anak?

Jawab: UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, sudah efektif

digunakan untuk memberikan perlindungan kepada anak.Sangat diperlukan

perbaikan undang-undang perlindungan anak, karena setelah 12 tahun berjalan

undang-undang ini perlu disesuaikan dengan kemajuan teknologi dan

perkembangan kasus kekerasan yang dialami anak (seperti kasus kekerasan

seksual diharapkan hukuman dapat diperberat karena trauma yang ditimbulkan

akan mempengaruhi kehidupan seorang anak hingga dewasa).

5. Menurut pantauan KPAI, undang-undang apa saja yang telah dirumuskan oleh

pemerintah mengenai masalah perlindungan anak dari tahun 2002 sampai

2014?

Jawab: Peraturan perundang-undangan untuk memberikan perlindungan

terhadap anak sudah cukup banyak, diantaranya pemerintah telah menetapkan

:Undang No. 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak,

Undang-Undang No. 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah

Tangga, Undang- Undang Nomor 12 Tahun 2006 Tentang Kewarganegaraan

Republik Indonesia, Undang- Undang Nomor 13 Tahun 2006 Tentang

Perlindungan Saksi dan Korban, Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006

74

tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang, Undang-Undang

Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik: terkait

pemidanaan terhadap pornografi anak, Undang-Undang Nomor 44 Tahun

2008 Tentang Pornografi, Undang-undang No. 11 Tahun 2009 tentang

Kesejahteraan Sosial, Undang-undang No. 13 Tahun 2011 tentang

Penanganan Fakir Miskin, Amandemen Undang-Undang No.3 tahun 1997

tentang Peradilan Anak, UU No 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan

Pidana Anak (SPPA) yang berlaku sejak tanggal 1 Agustus 2014.

6. Hambatan-hambatan apa saja yang dihadapi KPAI dalam mengatasi tingkat

kekerasan terhadap anak?

Jawab: Permasalahan anak di Indonesia pada dasarnya merupakan hilir dari

belum efektifnya sistem perlindungan anak yang ada. Dengan pendekatan

berbasis sistem, hulu dari persoalan anak di Indonesia bisa diidentifikasi

sebagai berikut :Pertama, pada level kebijakan. Pada level ini norma

perlindungan anak dalam UUD 1945, UU No 23 tahun 2003 tentang

Perlindungan Anak, Konvensi Hak Anak masih belum maksimal

implementasinya.Kedua, pada level struktur dan aparatur. Ketiga, pada level

kultur dan realitas di masyarakat.

7. Bagaimana sejarah terbentuknya Komisi Perlindungan Anak Indonesia

(KPAI)?

Jawab: Dalam upaya realisasi mandat Undang-Undang no. 23 tahun 2002

tentang Perlindungan Anak, maka dalam pasal 74 bahwa Komisi

75

hadir dengan tugas dan wewenang yang khas dalam rangka meningkatkan

efektifitas penyelenggaraan perlindungan anak. Tujuan dibentuknya KPAI

adalah untuk meningkatkan efektivitas penyelenggaraan perlindungan anak.

Kemudian untuk tercapainya tujuan tersebut, pasal 76 Undang–Undang

Perlindungan Anak, mengamanatkan tugas dan fungsi KPAI; (1) Melakukan

sosialisasi seluruh peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan

perlindungan anak, mengumpulkan data dan informasi, menerima pengaduan

masyarakat, melakukan penelaahan, pemantauan, evaluasi dan pengawasan

terhadap penyelenggaraan perlindungan anak; (2) Memberikan laporan, saran,

masukan dan pertimbangan kepada Presiden dalam rangka perlindungan anak.

Secara teknis penyelenggaraan Perlindungan Anak diatur dalam Keppres No 77

tahun 2003.

Visi dan Misi

Persoalan Perlindungan Anak adalah persoalan bersama seluruh

komponen bangsa, bahkan seluruh masyarakat dunia. Permasalahan anak

diyakini menjadi asset masa depan yang sangat diperlukan bagi kelangsungan

kehidupan suatu peradaban bangsa, tetapi pada sisi lain banyak anak-anak

diseluruh dunia yang belum memperoleh hak-haknya. Khusus untuk

Indonesia, persoalan anak, untuk pemenuhan hak-hak dasar relatif sudah

dipenuhi walaupun masih terdapat disparitas yang sangat tajam antara kota

desa, Jawa dan luar Jawa, kawasan Barat dan kawasan Timur.

Visi “Terwujudnya Indonesia Ramah Anak”

76

Untuk mengimplementasikan Visi tersebut, Komisi Perlindungan Anak

Indonesia telah menetapkan Misi, sebagai berikut:

1. Meningkatkankomitmen para pemangku kepentingan yang terkait dengan

kebijakan perlindungan anak;

2. Meningkatkan pemahaman dan peranserta masyarakat dalam perlindungan

anak;

3. Membangun sistem dan jejaring pengawasan perlindungan anak;

4. Meningkatkan jumlah dan kompetensi pengawas perlindungan anak;

5. Meningkatkan kuantitas, kualitas, dan utilitas laporan pengawasan

perlindungan anak;

6. Meningkatkan kapasitas, aksesibilitas, dan kualitas layanan pengaduan

masyarakat;

7. Meningkatkan kinerja organisasi KPAI.

8. Bagaimana Pemerintah mengatasi tindak kekerasan terhadap anak dan

melakukan perlindungan hak-hak anak ditingkat daerah?

Jawab: Indonesia telah berkomitmen untuk menciptakan dunia yang layak

bagi anak (World Fit For Children). Sebagai implementasi dari komitmen

tersebut pemerintah mencanangkan kebijakan Kabupaten atau Kota Layak

Anak. Kota Layak Anak adalah kabupaten/kota yang mempunyai sistem

pembangunan berbasis hak anak melalui pengintegrasian komitmen dan

sumber daya pemerintah, masyarakat dan dunia usaha yang terencana secara

menyeluruh dan berkelanjutan dalam kebijakan, program dan kegiatan untuk

77

9. Apa saja langkah-langkah yang dilakukan untuk mengatasi tindak kekerasan

terhadap anak?

Jawab: Begitu mengetahui ada seorang anak mengalami kekerasan dari orang

tuanya baik itu melalui pengaduan langsung atau laporan masyarakat maupun

pemberitaan media, KPAI akan bergerak mengecek kebenaran permasalahan

ini dan mengambil tindakan:Mengamankan anak agar kekerasan tidak

berlanjut, Memberikan perlindungan untuk kepentingan terbaik bagi anak,

Anak akan diamankan dengan dititipkan ke rumah aman atau LPSK atau

RSPA.Memberikan penanganan kasus anak sesuai dengan kebutuhan

anak.Langkah-langkah rehabilitasi terhadap anak sebagai korban

penganiayaan.

10. Apa harapan KPAI pada masa pemerintahan berikutnya dalam mengatasi

tindak kekerasan terhadap anak?

Jawab: Dengan mengacu pada UU Perlindungan Anak, penyelesaian

kekerasan terhadap anak memerlukan kehadiran dan campur tangan negara,

pemerintah, masyarakat dan orang tua. Artinya, state dan non state perlu

bekerjasama sesuai tanggung jawab dan peran masing-masing.

Dalam perspektif hak asasi manusia sejatinya negaralah yang menjadi aktor

utama pemenuhan penyelenggaraan perlindungan anak. Namun ironisnya

negara belum memberikan perlindungan anak yang sistemik untuk mencegah

dan menghentikan kekerasan terhadap anak. Negara sebagai pemegang

kewajiban utama yang harus menyesaikan berbagai permasalahan yang

78

Pada titik ini, selain institusi-institusi negara yang terkait langsung dalam

melaksanakan kewajibannya memberikan perlindungan terhadap anak dari

segala bentuk kekerasan, perhatian Presiden sebagai kepala negara dan kepala

pemerintahan sangat penting untuk pencegahan dan penghentian kekerasan

terhadap anak secara nasional. Pada level berikutnya, Kemenkokesra dan Polri

diperlukan keterlibatannya secara lebih intensif dalam upaya ini. Sinergi dan

kordinasi antar institusi di tingkat pusat dan antara pusat dan daerah adalah hal

yang niscaya karena perlindungan anak merupakan program pembangunan

yang bersifat lintas bidang sebagaimana dinyatakan dalam Rencana Kerja

Pemerintah tahun 2012 ini.

Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) sendiri, sebagai lembaga negara

independen yang mandat utamanya adalah meningkatkan efektifitas

penyelenggaraan perlindungan anak berkesimpulan bahwa masalah kekerasan

terhadap anak harus diselesaikan secara sistemik, holistik dan menyentuh akar

masalah, sehingga bisa memutus mata rantai kekerasan yang ada.

Pendekatannya mesti komprehensif, semua pihak pemangku kewajiban

perlindungan anak mesti terlibat. Karena masalah kekerasan terhadap anak

adalah persoalan bangsa, maka kebijakan nasional perlu dibuat secara

partisipatoris, agar kebijakan ini dilaksanakan secara nyata dan efektif oleh

seluruh pemerintah daerah di Indonesia.

Pada akhirnya diharapkan bahwa keseluruhan program yang dilaksanakan

oleh Komisi Perlindungan Anak Indonesia dapat memberikan kontribusi yang

79

budaya kerja yang tinggi serta keseriusan seluruh penyelenggara perlindungan

anak baik Negara, Pemerintah, Masyarakat, Keluarga, dan orang tua, maka

80

Foto bersama setelah wawancara dengan Ibu Retno Adji Prasetiadju, SH

Kepala Sekretariat Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) pada 27 Agustus

Dokumen terkait