• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV PENUTUP

4.2 Saran

Seiring dengan perkembangan peradaban manusia, dalam tuntutan modernisasi dan globalisasi, pendidikan yang bermutu adalah suatu kebutuhan yang semakin penting agar tiap peserta didik dapat menghadapi persaingan yang semakin ketat. Kebutuhan akan pentingnya pendidikan yang bermutu telah disejajarkan dengan kebutuhan primer lainnya seperti sandang, pangan, dan papan. Tanpa pendidikan, yang bermutu mereka akan tetap tertinggal dan berada dalam strata sosial paling bawah. Timbulnya semangat para orang tua khususnya dari masyarakat strata bawah untuk menyekolahkan anaknya sampai ke tingkat pendidikan yang paling tinggi dan berkualitas adalah suatu sikap yang harus didukung oleh semua pihak. Namun semangat ini menjadi hilang akibat tidak terjangkaunya biaya pendidikan yang berkualitas.

Oleh karena itu, pendidikan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa harus menjadi tanggung jawab negara (pemerintah) karena visi utama negara adalah mewujudkan kehidupan bangsa yang maju dan bermartabat dalam keadilan,

kemakmuran serta kemartabatan bagi segenap warganya. Dalam Pembukaan UUD 1945 pada alinea keempat dikatakan, "Kemudian dari pada itu untuk membentuk suatu pemerintahan negara Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa". Dalam pasal 28 ayat 1 UUD 1945 yang diamendemen dinyatakan lebih tegas lagi, "Setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasar, berhak mendapat pendidikan, memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni serta budaya, demi meningkatkan kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan umat manusia".

Sementara, keterdidikan warga adalah modal utama untuk mewujudkan kemajuan dan kesejahteraan dimaksud. Tidak ada bangsa yang hidup maju dan sejahtera tanpa topangan kualitas manusia warga yang terdidik dengan baik. Semakin tinggi dan merata tingkat keterdidikan warga, semakin tinggi tingkat kesejahteraan dan kemajuan suatu bangsa. Sebaliknya, rendah kualitas pendidikan warganya, rendah pula kualitas kehidupan dan kemakmuran bangsa itu.

Selain itu, kemandirian sebuah negara, selain dipengaruhi sistem yang diterapkan, juga harus ditopang oleh sumber daya manusia yang berkualitas. Dengan tidak meratanya akses atas pendidikan yang layak (diantaranya karena persoalan biaya), maka akan sulit ditemukan sumber daya manusia yang berkualitas dan siap menjadi pemimpin bangsa.

Sektor pendidikan di Indonesia sudah sangat tertinggal, sehingga sudah waktunya pendidikan harus menjadi prioritas utama pembangunan. Mengingat akar masalahnya bukan sekedar pada alokasi anggaran pendidikan, maka seruan untuk melakukan perbaikan bukan hanya menyangkut soal terpenuhinya alokasi

dana 20 persen dari APBN/APBD, tetapi yang tidak kalah penting adalah membangun kesadaran, komitmen, dan kemauan bersama dalam memajukan pendidikan Indonesia. Sebab, apabila seruan hanya ditujukan untuk terpenuhinya dana 20 persen dari APBN/APBD, tetapi tidak disertai peningkatan kesadaran dan kemampuan pengelolaan alokasi anggaran pendidikan, justru hal tersebut hanya membuka peluang korupsi dan pemborosan besar-besaran. Akhirnya, baik anggaran pendidikan yang besar maupun kecil sama-sama tidak memperbaiki mutu pendidikan nasional, juga tidak mengurangi beban masyarakat.

Agenda berikut ini kiranya dapat dipertimbangkan dalam menghadapi dampak negatif privatisasi pendidikan.

1. Meningkatkan komitmen pemerintah untuk tetap ambil bagian penting dalam dunia pendidikan. Keterbatasan dana tidak dapat dijadikan alasan cuci tangan pemerintah. Dengan komitmen dan manajemen profesional, dana pendidikan dapat dimobilisasi dari berbagai sumber.

2. Meninjau ulang kebijakan penetapan sebagai BHMN (Badan Hukum Milik Negara) kepada sejumlah Perguruan Tinggi Negeri (PTN) yang telah terbukti makin membuat mahal biaya pendidikan di tempat itu sehingga sangat memberatkan rakyat dengan ekonomi lemah. Juga mengawasi agar otonomi penyelenggaraan pendidikan dasar dan menengah tidak membuat biaya makin melambung yang tidak terjangkau oleh rakyat banyak.

3. Melaksanakan penyelenggaraan pendidikan di Indonesia secara murah, bermutu tinggi bagi seluruh rakyat sebagai bagian dari public services

sehingga melahirkan sumber daya manusia yang berkepribadian dan berkualitas unggul yang memiliki daya saing internasional yang tinggi yang akan mampu mengangkat negeri ini dari berbagai keterpurukan yang ada.

4. Menaikkan anggaran pendidikan menjadi proporsional, artinya mencukupi untuk kesejahteraan guru dan fasilitas standar belajar mengajar di sekolah serta memberikan kesempatan belajar bagi seluruh siswa usia sekolah. Dan ini harus merata di seluruh tanah air. Kesejahteraan guru dalam hal ekonomi dan pengetahuan, terutama untuk guru di sekolah negeri (mestinya juga dalam skala tertentu untuk sekolah swasta), memang adalah tanggung jawab negara, bukan tanggung jawab orang tua murid. Orang tua murid bisa diminta partisipasi, tetapi porsinya harus tetap kecil. Hal ini dikarenakan untuk menunjang terlaksananya pendidikan yang berkualitas, diperlukan guru dalam jumlah dan mutu yang memadai serta terwujudnya hak guru untuk mengajar dan hak murid untuk belajar.

5. Meningkatkan kualitas guru dengan memberikan pelatihan atau penataran yang sesuai dan praktis bagi seluruh guru/dosen. Mungkin diawal mengajar guru tidak berlatar belakang pendidikan keguruan, tetapi kalau terus dilatih dan dikembangkan, kualitas mengajarnya juga bisa meningkat. Peningkatan kualitas guru bisa juga dibuat dengan pertukaran guru dari sekolah di kota dengan di daerah (mungkin selama satu semestar atau lebih). Dengan demikian guru-guru mendapat pengalaman dan wawasan serta dapat saling belajar dan bertukar informasi.

6. Untuk pendidikan tinggi juga harus diterapkan prinsip pendidikan untuk

semua. Artinya bahwa biaya untuk pendidikan tinggi harus terjangkau oleh sebagian besar warga negara. Dan ini tanggung jawab Negara. pendidikan tinggi memang tidak bisa gratis karena pendidikan tinggi adalah investasi bagi mahasiswa. jadi, untuk sebagian kecil yang tidak mampu menjangkau bisa disubsidi oleh mahasiswa-mahasiswa yang mampu. Kasarnya, kalau 20 mahasiswa yang mampu dapat menutupi kekurangan satu mahasiswa kurang mampu saja sudah sangat bagus.

7. Mempertegas dan memperjelas arah regulasi pendidikan, termasuk mengembangkan jaminan sosial pendidikan untuk keluarga miskin secara melembaga dan berkelanjutan, seperti melalui tunjangan pendidikan, beasiswa, dan subsidi silang.50

8. Menempatkan pendidikan sebagai bagian dari pelayanan kepada masyarakat (public services) semata yang diberikan oleh negara kepada rakyatnya. Membiarkan pendidikan berkembang sebagai sebuah industri yang selalu menghitung cost and profit sehingga cenderung makin mahal sebagaimana tampak dewasa ini jelas bertentangan dengan prinsip

Pemerintah harus berkomitmen untuk tetap ambil bagian dalam dunia pendidikan. Keterbatasan dana tidak dapat dijadikan alasan lepas tangan pemerintah. Dengan komitmen dan manajemen profesional, dana pendidikan dapat dimobilisasi dari berbagai sumber.

50

pendidikan untuk seluruh rakyat sebagai public services tadi karena dipastikan tidak semua rakyat mampu menikmatinya secara semestinya. 9. Meninjau ulang kebijakan penetapan sebagai BHMN (Badan Hukum

Milik Negara) kepada sejumlah Perguruan Tinggi Negeri (PTN) yang telah terbukti makin membuat mahal biaya pendidikan di tempat itu sehingga sangat memberatkan rakyat. Juga mengawasi agar otonomi penyelenggaraan pendidikan dasar dan menengah tidak membuat biaya makin melambung yang tidak terjangkau oleh rakyat banyak.

10. Untuk mewujudkan pendidikan sebagai hak asasi manusia dari seluruh warga negara, pendidikan harus berupa pelayanan publik sebagai wujud akuntabilitas pemerintah terhadap seluruh rakyat yang telah memilihnya secara demokratis. Harus dihindarkan kecenderungan untuk menjadikan pendidikan sebagai komoditas dengan privatisasi lembaga publik yang menggunakan pendekatan pasar dalam pelayanannya. Pendidikan harus dapat dinikmati oleh seluruh warga Negara.

11. Pemerintah juga harus berusaha menerapkan kebijakan pendidikan gratis untuk semua rakyat Indonesia. Pemerintah dapat belajar dari keberhasilan pendidikan di Kuba yang dengan pendapatan per-kapita 2.800 dollar Amerika Serikat dapat menyaingi standar pendidikan negara-negara maju seperti Amerika Serikat (37.800 dollar Amerika Serikat), Kanada (29.700 dollar Amerika Serikat) atau Inggris Raya (27.700 dollar Amerika Serikat), terutama dalam hal akses pendidikan yang menyeluruh dan setara.

DAFTAR PUSTAKA

1. PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

Undang-Undang Dasar 1945

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional

Rancangan Undang-Undang Badan Hukum Pendidikan

2. SUMBER BUKU

Bahagijo, Sugeng (ed.), Globalisasi Menghempas Indonesia, Jakarta: Pustaka LP3ES Indonesia, 2006.

Bastian, Indra, Model Pengelolaan Privatisasi, Yogyakarta: BPFE, 2000.

Ha-Joon Chang, Globalisation Economic Development and the Role of the State,

London: Zed Books

Hamalik, Kurikulum Dan Pembelajaran, Jakarta: Bumi Aksara, 2001

J. A, Scholte, Globalization: A critical Introduction, London: Palgrave, 2000 Kantor Menteri Perekonomian, Laporan Matriks Implementasi White Paper,

Jakarta, Juni 2004

Kartono, Kartini, Tinjauan Politik Mengenai Sistem Pendidikan Nasional: Beberapa Kritik dan Sugesti, Jakarta: PT Pradnya Paramita, 1997

KS, Jomo dan Fine, Ben (ed.), The New Development Economics: Afters the Washington Consensus, London: Zed Books, 2006.

Keohane, O.Robert, dan Helen V. Milner (ed), Internationalization and Domestic Politics, Cambridge: cambridge University Press

Mallarangeng, Rizal, Mendobrak Sentralisme: Ekonomi Indonesia 1986-1992, Jakarta: KPG, 2002

Motoyama, Hisako dan Widagdo, Nurina, Power Sector Restructuring in Indonesia: A Premininary Study for Advocacy Purposes, Washingtong, DC: Friends of the Earth and Bank Information Center, 1999

Porter, Michel, The Competitive Advantage of Nation, London: Macmilan, 1990 SAPRIN, The Policy Roots of Economic Crisis and Poverty, the Report of

Structural Adjusment Participatory Review International Network, London: Zed Book, 2004.

Stiglits, Joseph E. Dekade Keserakahan: Era ’90-an dan Awal Petaka Ekonomi Dunia, Serpong: Marjin Kiri, 2006.

Wahono, Francis dan Wibowo (ed), Neoliberalisme, Yogyakarta: Cinderalas Pustaka Cerdas, 2003

3. SUMBER MAJALAH Harian Kompas, 9 April 2005 Harian Kompas, 18 April 2005 Harian Kompas, 10 Mei 2005 Harian Kompas, 22 Oktober 2005

Harian Media Indonesia, 18 Februari 2000 Harian Media Indonesia, 18 Februari 2004 Harian Republika, 10 Mei 2005

Harian Republika, 13 Juli 2005

Koran Pembebasan No.2/Tahun I/Juni-Juli, 2002 World Development Report 2000/2001 tahun 1998.

4. INTERNET

www.servicesforall.org www.kau.or.id

www.tempointeraktif.com, 8 Januari 2007

Susan George, A Short History of Neoliberalism: Twenty Years of Elites Economic and Emerging Opportunities For Struktural Change.

Dokumen terkait