• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB VI PENUTUP

6.2 Saran

Berdasarkan kesimpulan yang dikemukakan sebelumnya, maka penulis memberikan saran sebagai berikut:

1. Diharapkan keluarga pengganti di Yayasan SOS Children’s Village Medan untuk lebih berkompeten dan menambah pengetahuan dalam memberikan pengasuhan layaknya seperti keluarga sendiri dengan kasih sayang yang penuh kepada anak-anak asuh yang telah kehilangan pengasuhan orang tua.

2. Diharapkan pihak Yayasan SOS Children’s Village Medan untuk meningkatkan kualitas pelayanannya dengan melakukan suatu upaya pembangunan sarana dan prasarana yang belum ada, seperti menambah para pekerja sosial yang profesional dan terlaltih didalamnya sekaligus menambah program-program terbaru yang dapat membantu ibu asuh guna melakukan tugas perannya dalam membantu mengembalikan keberfungsian sosial anak- anak yang telah kehilangan pengasuhan orang tua.

3. Untuk anak-anak yang diasuh di Yayasan SOS Children’s Village Medan sebaiknya lebih patuh kepada ibu asuh dengan mendengarkan semua arahan dan nasehatnya, menganggap ibu dan saudara-saudara asuhnya adalah seperti keluarga kandungnya sendiri agar menjadi anak-anak yang mandiri dan sukses sehingga dapat membanggaan orang tua dan keluarga SOS Children’s Village Medan.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Keluarga

2.1.1. Pengertian Keluarga

Keluarga merupakan kelompok primer yang terpenting dalam masyarakat. Secara historis, keluarga terbentuk paling tidak dari satuan yang merupakan organisasi terbatas, dan mempunyai ukuran yang minimum, terutama pihak-pihak pada awalnya mengadakan suatu ikatan. Dengan kata lain, keluarga tetap merupakan bagian dari masyarakat total yang lahir dan berada didalamanya, yang secara berangsur-angsur akan melepaskan ciri-ciri tersebut karena tumbuhnya mereka kearah pendewasaan.

Keluarga juga dapat dikatakan sebuah group yang terbentuk dari perhubungan laki-laki dan wanita, perhubungan mana sedikit banyak berlangsung lama untuk menciptakan dan membesarkan anak-anak yang belum dewasa. Jadi keluarga dalam bentuk yang murni merupakan satu kesatuan sosial yang terdiri dari suami, istri dan anak-anak yang belum dewasa. Keluarga mempunyai tujuh sifat khusus, yaitu :

1. Universalitas, artinya merupakan bentuk yang universal dari seluruh organisasi sosial.

2. Dasar emosional, artinya rasa kasih sayanag, kecintaan sampai kebanggaan suatu ras.

3. Pengaruh yang normatif, artinya keluarga merupakan lingkungan sosial yang pertama-tama bagi seluruh bentuk hidup yang tertinggi, dan membentuk watak daripada individu.

4. Besarnya keluarga yang terbatas.

5. Kedudukan yang sentral dalam struktur sosial. 6. Pertanggungan jawab daripada anggota-anggota.

7. Adanya aturan-aturan sosial yang homogen (Ahmadi, 2009: 222)

Keluarga juga dikenal sebagai dasar umat masia, karena itu keluarga fundamental bagi kehidupan masyarakat. Tidak ada satupun lembaga masyarakat yang lebih afektif membentuk kepribadian anak selain keluarga. Keluarga tidak hanya membentuk kepribadian anak selain keluarga. Keluarga tidak hanya membentuk anak secara fisik tetapi juga sangat berpengaruh secara psikologis.

Keluarga sebagai organisasi, mempunyai perbedaaan dari organisasi- organisasi lainnya. Salah satu perbedaan yang cukup penting terlihat dari bentuk hubungan anggota-anggotanya yang lebih bersifat “gemeinschaft” dan merupakan ciri-ciri kelompok primer, yang antara lain :

a. Mempunyai hubungan yang lebih intim b. Kooperatif

c. Face to face

d. Masing-masing anggota memperlakukan anggota lainnya sebagai tujuan bukannya sebagai alat untuk mencapai tujuan.

Ciri-ciri yang dikemukakan oleh Paul H. Landis, adalah :

a. Intimate b. Face to face

c. Warm hearted realitionship

Dengan demikian, keluarga mempunyai sistem jaringan interaksi yang lebih bersifat hubungan interpersonal, dimana masing-masing anggota dalam keluarga dimungkinkan mempunyai intensitas hubungan satu sama lain; antara ayah dan ibu,

ayah dan anak, ibu dan anak, maupun antara anak dengan anak. Sistem interaksi antar pribadi (interpersonal) tersebut dilukiskan sebagai berikut :

Gambar 2.1

Berdasarkan gambar 2.1. dapat kita lihat bahwa masing-masing anggota mempunyai jumlah hubungan yang sama terhadap anggota lainnya (Khairuddin, 1997: 4).

Menurut Prof. DR. J. Verkuyl ada tiga tugas dan panggilan dari orang tua yaitu:

1. Mengurus keperluan materil anak-anak.

Merupakan tugas pertama dimana orang tua harus memberi makan, tempat perlindungan dan pakaian kepada anak-anak. Anak-anak sepenuhnya masih tergantung kepada orang tuanya karena anak belum mampu mencukupi kebutuhannya sendiri.

2. Menciptakan suatu “home” bagi anak-anak.

“Home” disini berarti bahwa di dalam keluarga itu ank-anak dapat dengan subur, merasakan kemesraan, kasih sayang, keramah tamahan, merasa aman, terlindungi dan lain-lain. Di rumahlah anak merasa tenteram, tidak pernah

Ayah Ibu

3. Tugas pendidikan.

Tugas mendidik merupakan tugas terpenting dari orang tua terhadap anak. Tujuan pendidikan disini adalah mengajar dan melatih orang-orang muda sehingga mereka dapat memenuhi tugas mereka terhadap Tuhan, sesama manusia dan sekeliling mereka sebagai anak kerajaan (Ahmadi, 2009: 227).

Menurut Ogburn fungsi keluarga tidak saja dalam lingkungan keluarga sendiri tetapi juga di dalam masyarakat. Melihat pendapat tersebut nyata bahwa tugas atau fungsi keluarga bukan merupakan fungsi yang tunggal tapi jamak. Secara sederhana dapat dikemukakan bahwa tugas orang tua adalah :

a. Menstabilisasi situasi keluarga: dalam arti stabilitasi situasi ekonomi rumah tangga.

b. Mendidik anak.

c. Pemeliharaan fisik dan psikis keluarga, termasuk disini kehidupan religius (Ahmadi, 2009: 228).

Selain fungsi di atas keluarga juga berfungsi sebagai unit sosial terkecil yang memberikan fondasi primer bagi perkembangan anak. Sedangkan lingkungan sekitar dan sekolah ikut memberikan nuansa pada perkembangan anak. Karena itu baik buruknya pertumbuhan kepribadian anak. Dari penjelasan diatas dapat ditarik kesimpulan tentang arti pentingnya keluarga dalam perkembangan anak baik secara fisik maupun psikologis.

Keluarga pada dasarnya merupakan suatu kelompok yang terbentuk dari suatu hubungan yang tetap untuk menyelenggarakan hal-hal yang berkenaan dengan keorangtuaan dan pemeliharaan anak. Walaupun sulit untuk menentukan atau mencari persamaan-persamaan dan ciri-ciri keluarga secara umum, yang akan terdapat pada keluarga dalam bentuk dan tipe apapun. Untuk ini kita akan menggolongkan ciri-ciri keluarga. Ciri-ciri keluarga antara lain seperti yang dikemukakan oleh Page:

a. Keluarga merupakan hubungan perkawinan

b. Berbentuk perkawinan atau susunan kelembagaan yang berkenaan dengan hubungan perkawinan yang sengaja dibentuk dan dipelihara

c. Suatu sistem tata nama, termasuk bentuk perhitungan garis keturunan.

d. Ketentuan-ketentuan ekonomi yang berkaitan dengan kemampuan untuk mempunyai ketentuan khusus terhadap kebutuhan-kebutuhan ekonomi yang berkaitan dengan kemampuan untuk mempunyai keturunan dan membesarkan anak.

e. Merupakan tempat tinggal bersama, rumah atau rumah tangga yang walau bagaimanapun tidak mungkin menjadi terpisah kelompok keluarga (Khairuddin, 1997: 5).

2.1.3. Karakteristik Keluarga

Burgess dan Locke mengemukakan, bahwa empat karakteristik keluarga yang terdapat pada semua keluarga dari kelompok-kelompok sosial lainnya:

a. Keluarga adalah susunan orang-orang yang disatukan oleh ikatan-ikatan perkawinan, darah atau adopsi. Pertalian antara suami dan istri adalah

perkawinan; dan hubungan antara orang tua dan anak biasanya adalah darah, dan kadangkala adopsi.

b. Anggota-anggota keluarga ditandai dengan hidup bersama di bawah satu atap dan merupakan susunan satu rumah tangga. Jika mereka bertempat tinggal, rumah tangga tersebut menjadi rumah mereka. Kadang-kadang seperti masa lampau, rumah tangga adalah keluarga luas, meliputi di dalamnya tiga, empat, sampai lima generasi. Sekarang di Amerika Serikat rumah tangga tersebut semakin kecil ukurannya, umumnya dibatasi oleh suami-istri tanpa anak, atau dengan satu anak, dua, maupun tiga anak. Definisi mengenai rumah tangga adalah merupakan kelompok orang-orang yang bertempat tinggal bersama dan membentuk unit rumah tangga sendiri. Tempat kost dan rumah penginapan bisa saja menjadi rumah tangga, tetapi tidak akan dapat menjadi keluarga karena anggota-anggotanya tidak dihubungkan oleh darah, perkawinan atau adopsi. c. Keluarga merupakan kesatuan dari orang-orang yang berinteraksi dan

berkomunikasi, yang menciptakan peranan-peranan sosial bagi si suami dan istri, ayah dan ibu, putra dan putri, saudara laki-laki dan saudara perempuan. Peranan-peranan tersebut dibatasi oleh masyarakat, tetapi masing-masing keluarga diperkuat oleh kekuatan melalui sentimen-sentimen, yang merupakan tradisi dan sebahagiaan lagi emosional, yang menghasilkan pengalaman.

d. Keluarga adalah pemelihara suatu kebudayaan bersama, yang diperoleh dari kebudayaan umum, tetapi dalam suatu masyarakat yang kompleks masing- masing keluarga empunyai ciri-ciri yang berlainan dengan keluarga lainnya. Berbedanya kebudayaan dan setiap keluarga timbul melalui komunikasi anggota-anggota keluarga yang merupakan gabungan dari pola-pola tingkah laku individu (Khairuddin, 1997: 3).

2.1.4. Fungsi-Fungsi Pokok Keluarga

Pada dasarnya keluarga mempunyai fungsi-fungsi pokok, yakni fungsi yang sulit diubah dan digantikan oleh orang lain. Sedangkan fungsi-fungsi lain atau fungsi-fungsi sosial, relatif lebih mudah berubah atau mengalami perubahan, di antaranya:

a. Fungsi biologik

Keluarga merupakan tempat lahirnya anak-anak, fungsi biologik orang tua ialah melahirkan anak. Fungsi ini merupakan dasar kelangsungan hidup masyarakat.

b. Fungsi afeksi

Dalam keluarga terjadi hubungan sosial yang penuh dengan kemesraan dan afeksi. Hubungan afeksi ini tumbuh sebagai akibat hubungan cinta kasih yang menjadi dasar perkawinan dari hubungan cinta kasih ini lahirlah hubungan persaudaraan, persahabatan, kebiasaan, identifikasi, persamaan pandangan mengenai nilai-nilai.

c. Fungsi sosialisasi

Fungsi sosialisasi ini menunjuk peranan keluarga dalam membentuk kepribadian anak. Melalui interaksi sosial dalam keluarga itu anak mempelajari pola-pola tingkah laku, sikap, keyakinan, cita-cita, dan nilai- nilai dalam masyarakat dalam rangka perkembangan kepribadiannya (Khairuddin, 1997: 48).

Menurut Martono dalam bukunya fungsi keluarga lima fungsi keluarga, yaitu: a. Fungsi Reproduksi

Fungsi ini berkaitan erat dengan fungsi pemenuhan kebutuhan biologis. Reproduksi digunakan untuk menjamin kelangsungan generasi dan

kelangsungan hidup masyarakat. Setiap individu menginginkan memiliki keturunan untuk meneruskan budaya, nilai, serta statusnya. Dalam masyarakat modern misalnya, keturunan juga digunakan untuk kebutuhan ekonomi, misalnya: meneruskan usaha orang tua, atau mengurus harta orang tuanya.

b. Fungsi Psikologis ini dimaknai sebagai tempat untuk menyalurkan kasih sayang antar anggota keluarga, menyalurkan perhatian. Keluarga juga sering menjadi tempat untuk menuangkan perasaan ketika seseorang sedang dilanda masalah, atau ketika seseorang sedang mengalami peristiwa yang sangat menyenangkan. Memberikan rasa aman juga menjadi fungsi keluarga.

c. Fungsi Sosial

Ada beberapa fungsi sosial keluarga, yaitu: sebagai tempat sosialisasi pertama bagi anak. Anak akan menerima nilai-nilai dan peran-peran sosial pertama kali dalam lingkungan keluarga sehingga keluarga juga difungsikan untuk meneruskan nilai, tradisi, atau budaya tertentu. Anak juga mengenal peran, tugas dan kewajibannya sebagai seorang anak.

d. Fungsi Ekonomi

Pada masyarakat tradisional, keluarga menjadi unit produksi. Artinya anggota keluarga dapat difungsikan sebagai alat untuk memenuhi kebutuhan keluarga ketika setiap anggota keluarga terlibat didalam kegiatan ekonomi. Keluarga difungsikan untuk menyalurkan berbagai ilmu pengetahuan, keterampilan yang nantinya akan digunakan ketika sang anak beranjak dewasa (Martono, 2013: 240).

2.2.Pengasuhan Berbasis Keluarga (Keluarga Pengganti)

Pengasuhan berbasis keluarga adalah sebuah bentuk pengasuhan alternatif untuk anak, yang kurang lebih bentuknya sama dengan keluarga pada umumnya. Dalam hal ini, termasuk juga bentuk lain pengasuhan, seperti keluarga asuh (foster

care). Bentuk pengasuhan berbasis keluarga bertujuan menciptakan lingkungan

keluarga pengganti yang mampu memberikan pengasuhan yang layak dan aman sehingga anak-anak bisa mendapatkan kembali kehangatan keluarga yang penuh perhatian dan masa kanak-kanakan yang membahagiakan.

Keluarga Pengganti adalah orang tua asuh, orang tua angkat, dan wali yang menjalankan peran dan tanggung jawab untuk memberikan pengasuhan alternatif pada anak. Pengasuhan berbasis keluarga atau keluarga pengganti ini biasanya di lakukan di yayasan dan panti sosial.

Keluarga Yayasan, lembaga atau panti sosial yang menggunakan program keluarga pengganti ini tinggal dalam satu rumah yang berisi 8 sampai 10 anak dengan seorang ibu asuh (foster mother). Saudara kandung tetap dipertahankan bersama dalam satu rumah keluarga atas dasar prinsip yang terbaik untuk anak. Keluarga Yayasan atau panti sosial yang terdiri dari anak-anak yang berbeda usia dan jenis kelamin yang secara alami berlaku sebagai adik-kakak seiring dengan tumbuhnya pertalian keluarga. Selain itu, pengasuhan anak di Yayasan, lembaga atau panti sosial dilaksanakan atas dasar persamaan agamanya, agar mereka sedini mungkin dapat memperoleh pendidikan agamanya di bawah pimpinan seorang pengasuh yang seagama, yang menjadi pengganti ibunya

Dalam usaha kesejahteraan anak, baik fisik, mental maupun sosial. Pelayanan kesejahteraan sosial anak termasuk asuhan bagi anak di dalam keluarganya sendiri,

di dalam keluarga pengganti (substitute family homes), atau di dalam lembaga. Ketika seorang individu berada dalam usia anak-anak, ia memerlukan kebutuhan akan kasih sayang. Kebutuhan ini dapat dipenuhi oleh anggota keluarga yang lain, terutama kedua orang tuanya. Hal ini tidak dapat berlanjut secara terus-menerus sampai ia menginjak usia dewasa. Peran orang tua telah berkurang jika kedua atau salah satu orang tua meninggal dunia, mengalami kemampuan fisik atau tidak mampu untuk memenuhi kebutuhan anaknya. Pada masa ini lah individu memerlukan “pengganti” orang tua atau keluarga seperti saat dia ditemani orang tua nya ketika masih kanak-kanak (Martono: 2013).

2.3. Standar Pengasuhan Anak

Untuk mengatur kualitas pelayanan panti asuhan, Kementrian Sosial bekerja sama dengan Save the Children, telah menyusun Standar Pengasuhan Nasional Pengasuhan untuk Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak/Panti Asuhan yang telah ditetapkan menjadi Peraturan Menteri Sosial No. 30/HUK/2011 tentang Standar ini merupakan instrumen paling dalam kebijakan pengaturan pengasuhan alternatif untuk anak dan ditujukan untuk memperbaiki kualitas pelayanan panti/lembaga asuhan. Standar mengatur tata cara dan prosedur pengasuhan yang diberikan panti sejalan dengan kebijakan pengasuhan berbasis keluarga. Hal tersebut merupakan dasar yang sangat strategis bagi upaya pelaksanaan pengasuhan dan perlindungan bagi anak-anak yang berada di luar pengasuhan keluarga.

Standar Nasional Pengasuhan anak mengandung komponen-komponen utama pengaturan aspek-aspek antara lain ;

a. Prinsip-prinsip pengasuhan anak termasuk tentang sistem pengasuhan alternatif;

b. Pemenuhan semua aspek-aspek hak-hak anak baik kebutuhan dasar, kebutuhan pengasuhan anak, perlindungan maupun partisipasi anak;

c. Transformasi peran Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak/lembaga untuk mendukung pengasuhan keluarga dan pengasuhan alternatif berbasis keluarga;

d. Tahapan untuk melakukan pelayanan terkait kebutuhan pengasuhan anak mulai dari proses rujukan, assesmen, perencanaan pengasuhan dan pelayanan lainnya, implementasi, terminasi dan evaluasi; dan

e. Peran pelaksana pengasuhan di Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak.

Selain mengatur pengasuhan berbasis keluarga termasuk oleh keluarga alternatif, standar mengatur dengan jelas pengasuhan berbasis Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak yaitu ;

1. Pengasuhan berbasis Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak merupakan alternatif terakhir dari pelayanan pengasuhan alternatif untuk anak-anak yang tidak bisa diasuh di dalam keluarga inti, keluarga besar, kerabat atau keluarga pengganti;

2. Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak berperan dalam memberikan pelayanan bagi anak yang membutuhkan pengasuhan alternatif melalui: a) Dukungan langsung ke keluarga atau keluarga pengganti (family

support).

b) Pengasuhan sementara berbasis Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak dengan tujuan menjamin keselamatan, kesejahteraan diri dan terpenuhinya kebutuhan permanensi anak.

c) Fasilitasi dan dukungan pengasuhan alternatif berbasis keluarga pengganti sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Penempatan anak dalam Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak

a. Penempatan anak dalam Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak harus di review secara teratur dengan tujuan utama untuk segera mengembalikan anak pada keluarganya, atau ke lingkungan terdekatnya (keluarga besar atau kerabat);

b. Jika untuk kepentingan terbaik anak, anak tidak dapat dikembalikan ke keluarga atau kerabatnya, maka penempatan anak di Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak tetap merupakan solusi sementara sambil mengupayakan solusi pengasuhan alternatif berbasis keluarga pengganti.

3. Bayi dan anak sampai umur lima tahun harus selalu ditempatkan dalam pengasuhan laternatif berbasis keluarga dan hanya ditempatkan di dalam Lembaga Kesejahteraan Sosial Anakuntuk periode orang tua asuh atau orang tua angkat yang tepat pada 31 Oktober 2015 pada pukul 06.00 WIB).

Rekomendasi ini diharapkan untuk menanggapi kebutuhan mencegah penempatan anak di panti asuhan yang tidak perlu dan meningkatkan kualitas pelayanan dan pengasuhan yang diberikan oleh panti asuhan-panti asuhan, yaitu;

a. Adanya kebijakan pemerintah yang jelas untuk memperkuat pengasuhan berbasis keluarga untuk anak-anak yang rentan. Untuk anak-anak yang memerlukan pengasuhan dan perlindungan prioritas pengasuhan alternatif di keluarga besar atau di keluarga pengganti.

b. Departemen Sosial, Departemen Pendidikan Nasional, Departemen Agama, dan instansi penting lainnya perlu bekerja bersama untuk memastikan bahwa keluarga-keluarga miskin dan rentan bisa mendapatkan bantuan langsung keuangan dan bentuk lain untuk menjamin pendidikan anak-anak mereka.

c. Pengaturan yang jelas bagi panti asuhan harus dibentuk. Pengaturan tersebut harus mencakup standar-standar tentang pendirian panti asuhan, kualitas pelayanan yang harus disediakan, serta persyaratan operasional termasuk sistem perizinan (licensing).

d. Adanya sistem pengumpulan data yang efektif tentang anak tinggal di panti asuhan untuk memberikab informasi yang akurat tentang keadaan anak-anak di panti asuhan.

e. Mereview skema bantuan pemerintah ke panti asuhan termasuk sistem subsidi BBM (bahan bakar minyak) untuk memastikan bahwa ini tersedia bersama dengan bantuan teknis agar panti asuhan mampu menerapkan standar pengasuhan anak 31 Oktober 2015 pukul 09.00 WIB).

2.4. Anak

2.4.1. Pengertian Anak

Di dalam Undang-Undang Republik Indonesia No. 23 Tahun 2002 pasal 1 Tentang Perlindungan Anak disebutkan bahwa anak adalah seseorang yang belum berusia 18 tahun termasuk anak yang ada di dalam kandungan. Sedangkan menurut Undang-Undang Kesejahteraan Anak di dalam pasal 1 ayat (2) menyatakan bahwa anak adalah seseorang yang berusia 21 tahun atau anak yang belum menikah.

Anak adalah amanah sekaligus karunia Tuhan yang Maha Esa, yang senantiasa harus kita jaga karena dalam dirinya melekat harkat, martabat, dan hak- hak sebagai manusia yang harus dijunjung tinggi. Hak asasi anak merupakan bagian dari hak asasi manusia yang termuat dalam Undang-Undang Dasar 1945 dan Konvensi Perserikatan Bangsa-bangsa tentang Hak-hak anak. Jika dilihat dari sisi kehidupan berbangsa dan benegara, anak adalah masa depan bangsa dan generasi penerus cita-cita bangsa, sehingga setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang, berpartisipasi serta berhak atas perlindungan dari tindakan kekerasan dan diskriminasi serta hak sipil dan kebebasan.

Anak merupakan makhluk sosial, yang membutuhkan pemeliharaan. Kasih sayang, dan tempat bagi perkembangannya, anak juga mempunyai perasaan, pikiran, kehendak tersendiri yang kesemuanya itu merupakan totalitas psikis dan sifat-sifat serta struktur yang berlainan pada tiap-tiap fase perkembangan pada masa kanak- kanak (anak). Perkembangan pada suatu fase merupakan dasar fase selanjutnya (http: 11.00 WIB).

2.3.2. Hak Anak

Di dalam Undang-Undang Republik Indonesia No. 6 tahun 1974 Tentang Kesejahteraan Anak disebutkan bahwa anak adalah suatu tata kehidupan dan penghidupan anak yang dapat menjamin pertumbuhan dan perkembangan dengan wajar, baik secara jasmani, rohani, maupun sosial. Sementara usaha kesejahteraan anak adalah kesejahteraan sosial yang ditujukan untuk menjamin terwujudnya kesejahteraan anak terutama terpenuhinya kebutuhan anak-anak.

Dalam hal ini anak yang perlu mendapatkan perhatian adalah anak yang tidak mempunyai orang tua dan ibu kandung dan anak yang tidak mampu karena suatu sebab tidak dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhannya baik secara rohani, jasmani, sosial dengan wajar. Meskipun Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia telah mencantumkan tentang Hak Anak, pelaksanaan kewajiban dan tanggung jawab orang tua, keluarga, masyarakat, pemerintah dan negara untuk memberikan perlindungan pada anak masih memerlukan suatu Undang-undang mengenai perlindungan anak sebagai landasan yuridis bagi pelaksanaan kewajiban dan tanggung jawab tersebut. Orang tua, keluarga dan masyarakat bertanggung jawab menyediakan fasilitas dan aksesibilitas bagi anak terutama dalam menjamin pertumbuhan dan perkembangannya secara optimal dan terarah. Hak-hak anak menurut Undang-undang perlindungan anak antara lain:

a. Anak berhak atas kesejahteraan, perawatan, asuhan dan bimbingan berdasarkan kasih sayang yang baik dalam keluarganya maupun didalam asuhan khusus untuk tumbuh dan berkembang dengan wajar.

b. Anak berhak atas pelayanan untuk mengembangkan kemampuan dan kehidupan sosialnya, sesuai dengan negara yang baik dan berguna.

c. Anak berhak atas pemeliharaan dan perlindungan, baik semasa dalam kandungan maupun sesudah dilahirkan.

d. Anak berhak atas perlindungan terhadap lingkungan hidup yang dapat membahayakan atau menghambat pertumbuhan dan perkembangannya dengan wajar.

Berdasarkan Undang-undang nomor 6 Tahun 1974 tentang ketentuan pokok kesejahteraan sosial bahwa, setiap warga Negara berhak atas taraf sosial yang sebaik- baiknya, maka kesejahteraan anak merupakan hal yang perlu mendapat perhatian,

karena masih banyak anak-anak yang tidak dapat menikmati masa kanak-kanaknya yang menyenangkan karena kondisi yang dihadapinya dan keadaan orang tuanya (http://www. fatayat. or. Id diakses tanggal 15 Janurai 2016 pukul 16: 30 WIB).

2.5 Fungsi Sosial

Fungsi sosial berarti proses sosialisasi telah memungkinkan seseorang tumbuh dan berkembang menjadi orang dewasa dan dapat menjalankan:

a. Berbagai peranan sosialnya sesuai dengan kedudukan sosial yang dicapainya dalam bermacam lingkungan sosial di mana dia menjadi warganya.

b. Kemamapuan menjalankan multi status dan multi peranan tersebut dibentuk melalui proses pembelajaran di lingkungan budaya di mana nilai-nilai dan norma-norma sosial berlaku di lingkungan tersebut.

Dokumen terkait