• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V. PENUTUP

D. Saran

Dari penelitian ini diharapkan akan lebih banyak lagi para peneliti yang tertarik untuk mempelajari ritual budaya di Indonesia dan manfaatnya bagi kehidupan umat manusia. Penelitian ini juga diharapkan dikembangkan dengan menambah jumlah subyek dengan pembatasan kriteria yang lebih khusus agar faktor-faktor lain diluar penelitian dapat terkontrol. Bagi peneliti selanjutnya diperlukan persiapan yang lebih matang sebelum melakukan penelitian kualitatif studi deskriptif, terutama mempelajari dan mempersiapkan keahlian dalam menjalankan proses penelitian sehingga dapat meminimalkan kekuranga n yang berkaitan dengan proses penelitian tersebut.

Perlunya membuat perbandingan dengan penelitian lain yang sejenis memungkinkan munculnya perspektif-perspektif baru yang dapat memperkaya hasil penelitian. Hasil yang akan didapat tentu akan menjadi jauh berbeda bila kita membandingkan hasil penelitian kita dengan penelitian lain yang sejenis. Oleh karena itu diharapkan peneliti-peneliti baru nantinya dapat mempertimbangkan hal ini untuk memajukan ilmu psikologi khususnya.

Daftar Pustaka

Arikunto, Suharsini (1996). Prosedur penelitian: Suatu Pendekatan Praktek. Yogyakarta: PT Rineka Cipta.

Crapps, W. Robert (1993). Dialog Psikologi dan Agama. Yogyakarta: Kanisius. Diaz, Sandra & Sawatzky (1995). Rediscovering Native Rituals: “Coming Home

To My Self”. The Journal of Transpersonal Psychology Vol. 27, No. 1. Dhavamony, Maria (1995). Fenomenologi Agama. Yogyakarta: Kanisius.

Endraswara, Suwardi (2003). Mistik kejawen : sinkretisme, simbolisme dan sufisme dalam budaya spiritual Jawa. Yogyakarta : Narasi.

Geertz, Clifford (1963). Agricultural Involution: The Processes of Ecological Change in Indonesia. Berkeley and Los Angeles: University of California Press.

Giri (2003). Makna Kebahagiaan Menurut Pengikut Aliran Kebatinan Sapta Darma. Yogyakarta: Universitas Sanata Dharma.

Habel, Norman, O'Donoghue, Michael and Maddox, Marion (1993). 'Religious experience'. In: Myth, ritual and the sacred. Underdale: University of South Australia dalam http://en.wikipedia.org/wiki/Religious_experience. (dikutip tanggal 2 Agustus 2007)

Hadiwijono, Harun (1999). Kebatinan dan Injil. Jakarta: Gunung Mulia.

Hadiwijono, Harun (1967). Manin the Present Javanese Mysticism. Baarn: Bosch en Keuning N. V.

James, W. (1958). The Varieties of Religious Experience. United States of America: The New American Library of World Literature, Inc.

Kartapradja, Kamil. Prof. (1985). Aliran Kebatinan dan Kepercayaan. Jakarta: Yayasan Masagung.

Maria (2006). Realisasi Diri Penganut Kerokhanian Sapta Darma Menurut Perspektif Carl Gustav Jung. Yogyakarta : Universitas Sanata Dharma. Mulder, Niels, Dr. (1983). Kebatinan dan Hidup Sehari-hari Orang Jawa.

Otto, Rudolf (1959). The Idea of the Holy. (tanslated by: John W. Harvey). Great Britain: Penguin Books.

Paloutzian, F. Raymond (1996). Invitation To The Psychology of Religion. USA: Ally & Bacon.

Pawenang, Sri. (1962). Wewarah Kerokhanian Sapta Darma. Yogyakarta: Sekretariat Tuntunan Agung Unit Penerbitan Surokarsan.

Pawenang, Sri. Dasa Warsa Kerokhanian Sapta Darma. Yogyakarta: Sekretariat Tuntunan Agung Unit Penerbitan Surokarsan.

Pawenang, Sri. Pedoman Penggalian Pribadi Manusia Secara Kerokhanian Sapta Darma. Yogyakarta: Sekretariat Tuntunan Agung Unit Penerbitan Surokarsan.

Poerwandari, Kristi E. (1998). Pendekatan Kualitatif Dalam Penelitian Psikologi. Jakarta: LPSP3 Universitas Indonesia.

Religious Experience dalam http://www.britannica.com/eb/article-9109480/religious-experience. (dikutip tanggal 7 Agustus 2007)

Ritual and Religious Experience: William James and the Study of Alternative Spiritualities dalam Cross Currents, Fall 2003, Vol. 53, No 3.

Ritual dalam http://en.wikipedia.org/wiki/Ritual. (dikutip tanggal 2 Agustus 2007) Sofwan, Ridin Drs. H. (1999). Menguak Seluk Beluk Aliran Kebatinan. Semarang:

Aneka Ilmu.

Soesilo (2004). Kejawen : philosofi & perilaku. Jakarta: Yayasan "Yusula".

Syukur, Nico, Dr. (1988). Pengalaman dan Motivasi Beragama. Yogyakarta: Kanisius.

Swinburne, Richard (1991). The Existence of God. Oxford University Press, pp254-271 dalam

http://philosophyofreligion.info/religiousexperience.html. (dikutip tanggal 10 Agustus 2007)

Thomas, David, R. (2003). A General Inductive Approach for Qualitative Data Analysis. New Zealand: University of Auckland.

Wuff, M. David (1997). Psychology of Religion Classic & Contemporary. USA: John Wiley & Sons, Inc.

Umur : 75 tahun

Waktu wawancara : Kamis, 6 September 2007

Bapak mulai melakukan sujud sejak kapan pak? Mulai sepuluh November lima puluh enam sampai sekarang sudah berapa lama itu…mulai saya umur 25. Selama bapak melakukan sujud, ada pengalaman apa saja pak? Kalo dari pengalaman yang bersifat rohani, yang bersifat abstrak ga ada. Hanya dalam perasaan saya merasa cocok begitulah. Begitu saya diberi cerita, diceritani tentang Sapta Darma. Itu yang me nceritani itu juga baru berpengalaman satu hari satu malam. Baru belajar sujud satu hari satu malam, lalu bercerita pada saya. Saya kok otomatis minta dituntuni, minta disujudkan. Akhirnya disujudkan saja dan waktu itu yang diceritakan pada saya hanya caranya sujud. Setelah dituntuni belajar sujud, hanya diberi pesan supaya nanti dipraktekkan, dalam praktek ini yang maksudnya disambil praktek sujud setiap hari juga dipesan supaya dibuktikan dengan modal merasa mampu untuk memberikan pertolongan pada orang lain, terutama orang sakit. Dari sedikit, perasaan saya menjadi tambah percaya dan bertambah yakin itu karena hasil dari pengobatan itu. Yang pertama anak saya yang pada waktu itu berumur 3 bulan itu sakit perut kemudian saya hanya hening, mengheningkan cipta. Klo memusatkan kan hanya hening saja, hanya diam, dalam hati menyatu dengan Tuhan kemudian disabdakan, sabda waras. Hanya sabda waras itu sabdanya kemudian anak saya menjadi sembuh. Demikian pula murid saya, saya kan seorang guru. Yang pertama kali menjadi kejutan atau menambah keyakinan saya, murid saya bermain- main, jatuh kemudian tak bernapas. Kemudian saya meminta anak-anak lain untuk meletakkannya di

Maha Agung, Allah HyangRohkim, Allah Hyang Maha adil dan saya sabda waras, anak itu seketika bangun trus lari- lari lagi. Itu yang membuat saya tambah yakin dan banyak lagi. Beberapa hari kemudian ga sampai lama ada tetangga yang istilahnya apa itu ya, kesurupan, kemasukan roh jahat. Sudah dipanggilkan yang namanya mbah Joremi yang biasanya memberikan penyembuhan, itu ndak mampu. Akhirnya saya kok merasa kasihan saya melihat merasa kasian, anak-anak masih disekolah itu, akhirnya timbul rasa untuk memberi penyembuhan, pangusadan. Itu otomatis saya ini, ini ada seperti ada setrumnya ini di driji dua ini, ini saya tunjukkan pada ketiaknya dua-duanya nah itu roh yang ada di dalamnya itu lari, orangnya trus sadar. Nah setelah sadar, juga belum pernah saya diberitahu sebelumnya oleh orang yang menuntuni saya itu klo sudah begitu ini tuh diping (menunjukkan telapak tangan, perut, dahi)maksudnya menutup agar rohnya itu tidak bisa kembali lagi. Itu yang menambah saya menjadi tambah yakin, tambah tekunlah saya sujud. Jadi kemudian timbul pengertian bahwa sujud itu terutama disamping merupakan kewajiban didalam hidup kita ini berasal dari Yang Maha Kuasa maka kita harus sujud kapada Yang Maha Kuasa. Yang sujud itu hidup kita ini, jasmaninya hanya ikut saja membungkuk tiga kali. Itu yang menyebabkan saya bertambah yakin dan banyak lagi. Bukan hanya puluhan tp sudah ratusan. Tentang sujud itu setiap hari wajib menurut petunjuk di buku yang sudah tertulis, satu hari satu malam 24 jam minimal satu kali, itu yang benar tp lebih dari satu kali lebih baik. Tapi satu kali sudah dapat melakukan sujud benar-benar itu sudah baik. Ketika bapak melakukan sujud, bisa dijelasin apa yang bapak rasakan? Oh iya jadi pada waktu sujud, kita merasakan.

bertimpuh untuk ibu. Lalu sedakep, klo sudah sedakep, jasmani sudah diatur kemudian mulai rohani sekarang yang harus bekerja. Jasmaninya diusahakan pasif, tidak hanya wujudnya jasmani ini saja tapi juga pikirannya juga pasif. Klo sudah bisa pasif semua pikiran, angan dsb itu yang dinamakan ening. Dalam situasi ening itulah rasa istilah lainnya rohani itu akan aktif melaksanakan sujud itu terasa, rasanya giming- giming gitu. Pokoknya ada rasa yang berjalan mulai dari kaki. Dia akan naik ke atas, ini mata masih terbuka. Nanti klo sudah dikepala nanti akan terasa berat. Nah setelah berat nanti diperhatikan trus sampai menyatu di ubun-ubun ini. Setelah menyatu di ubun-ubun ini barulah nanti akan turun ke bawah menutup mata sampai di mulut, ujung lidah nanti di ujung lidah akan terasa yang istilah jawanya pating trecep, seperti ada setrum. Ini nanti klo sudah ada setrum listrik itu, ini otomatis perhatian rohani trus merasa menghadap kepada Yang Maha Kuasa kemudian meluhurkan asma Allah yang bunyinya Allah Hyang Maha Agung, Allah Hyang Rokhim, Allah Hyang Maha Adil. Kemudian setelah itu nanti ada rasa lagi turun ke bawah. Rasanya enak gitu, tenang, dalam perasaan tenang sekali, pokoknya ga da beban apa-apa sampai rasa itu menyentuh disini (menunjukkan titik di bawah pusar). Istilahnya dalam Sapta Darma sampai di bundelan tali roso do, klo menurut Sapta Darma kan ada dua belas saudara antara lain yang namanya Sukmo Kencono nanti klo sudah sampai disini maka kita tingkatkan ening kita, lebih pasif lagi, angan-angan tidak boleh bekerja. Nanti akan ada rasa yang datang dari tulang ekor, dari sana akan ada rasa yang naik lewat sumsum tulang belakang, naik ke atas sampai menyatu diubun- ubun. Klo sudah sampai di ubun-ubun pada waktu ini badannya sudah

tulang belakang sudah sampai di ubun-ubun kemudian dirasakan lagi keujung lidah, sampai di ujung lidah nanti kita seakan-akan menyatu lagi atau kontak dengan Yang Maha Kuasa dengan mengucap sujud, ucapannya Hyang Maha Suci sujud Hyang Maha Kuasa 3 kali diucapkan lalu kembali tegak. Mengapa Hyang Maha Suci yang mengucap sujud? Karena yang sujud itu rasa kita, ya sinar atau nur kita yang berasal dari Hyang Maha Kuasa itu yang berhak sujud. Jadi manusia itu yang bisa sujud hanya nur kita, jadi klo sudah bisa rasa yang meliputi seluruh tubuh kita sudah tersaring klo sudah jadi nur, nur itulah yang bisa sujud kepada Hyang Maha Kuasa. Jadi tidak cukup hanya ucapan, jadi yang mengucap itu nur tadi istilahnya dalam batin jadi mengucap dalam batin. Sesudah mengambil sujud ini dirasakan dari ubun-ubun turun ke bawah sampai ke muka ini terasa. Dalam hati pembersihan untuk mengendalikan napsu, musuh kita yang tersisa, napsu dalam pribadi kita yang dikendalikan supaya kita bisa berbuat baik. Sampai ke bawah. Juga berfungsi untuk pembenahan pribadi klo ada alat yang kurang bagus bisa menjadi bagus, alat yang kurang sehat bisa menjadi sehat. Oleh karena itu kalo benar-benar sujudnya pada Yang Maha Kuasa dan selalu mengurangi kesalahan, ingat pada kesalahan nanti akan dapat berbuat baiklah. Itu bungkukan yang pertama, terus dirasakan terus sampai ke do lagi. Kemudian dirasakan lagi dari silit kodok, begitupun untuk bungkukan kedua caranya sama. Nah setelah sampai di mori lalu paling tidak ingat, syukur tahu. Jadi klo diketahui kesalahan apa saja yang pernah diperbuat sejak umur 5 tahun. Menurut Sapta Darma orang itu sudah memiliki kesalahan atau dapat dikatakan salah klo sudah berumur 5 tahun. Nah sejak umur 5 tahun itu nanti akan kelihatan paling

Maka Kuasa lalu dalam batin mengucap kesalahan Hyang Maha Suci nyuwun pangapura Hyang Maha Kuasa dalam bahasa Jawa. Di Indonesiakan juga boleh Kesalahan Hyang Maha Suci mohon ampun Hyang Maha Kuasa boleh 3 kali juga. Sesudah itu kembali tegak, sama dirasakan turunnya seperti tadi. Prinsipnya habis sujud kembali tegak ini harus dirasakan sebab itu ketika kita kontak dengan Hyang Maha Kuasa, itu kita mendapat sinar dari Hyang Maha Kuasa, sinar baru, nah inilah santapan rohani menurut Sapta Darma. Santapan rohani menurut Sapta Darma itu setipa habis sujud dirasakan. Disamping untuk memelihara kesehatan, untuk memperbaiki napsu- napsu yang kurang baik itu juga fungsinya. Kemudian dirasakan lagi ketiga kalinya dari silit kodok sampai naik lagi ke ubun- ubun kemudian dahi dan ujung hidung ini menyentuh mori putih kemudian ingat kepada kesalahan tadi. Lalu dengan mengucap Hyang Maha Suci mertobat Hyang Maha Kuasa. Jadi dengan ingat kesalahan tadi lalu mengucap Hyang Maha Suci mertobat Hyang Maha Kuasa 3 kali. Mengapa Hyang Maha Suci kok mertobat? Sebetulnya Hyang Maha Suci itu tugasnya mengendalikan saudara yang ada dalam pribadi, napsu yang ada dalam pribadi ini . klo Hyang Maha Suci tidak bisa menguasai, tidak bisa masesa kepada napsu-napsu itu berarti salah Hyang Maha Suci, sebab yang bisa sujud itu Hyang Maha Suci. Jadi saudara yang lain hanya berbuat salah karena ingin menguasai pribadi manusia sebetulnya napsu-napsu itu. Klo orang dikuasai napsu- napsunya yang berlebihan lalu menjadi orang yang angkara murka seperti Dasamuka. Demikian teorinya sujud setelah dirasakan sampai lerem, sampai tenteram, sampai tenang dan dirasakan betul-betul ada perbedaannya sebelum sujud dan setelah

berat di badan tapi setelah sujud nanti tidak, enteng, lego. Itu perbedaannya. Nah manfaat sujud banyak sekali klo manfaat sujud. Yang pertama kali tadi memenuhi kewajiban, hidup wajib sujud kepada yang memberi hidup kemudian untuk kepentingan pribadi sujud bisa mendatangkan kesehatan. Dibuktikan sebelum sujud dan sesudah sujud rasanya lebih enak, lebih segar daripada sebelum sujud. Itu untuk pribadi. Yang lainnya tadi untuk mengendalikan napsu, untuk memperbaiki napsu. Nah klo merasakan disini tadi istilahnya dalam Sapta Darma, istilahnya membangun sanggar candi sapta rengga. Ini lambang daripada sanggar candi sapta rengga. Kenapa disebut sanggar candi sapta rengga? Karena bagian tubuh manusia yang paling atas ini lah yang disebut sebagai manusia. Ini mukanya yang dihiasi atau direngga dengan alat, lubang banyaknya tujuh, mata dua, telinga dua, lubang hidung dua, tutuk satu. Orang itu enak dan tidak enak, bejo dan ciloko itu tergantung pada ini, sapta rengga ini. Klo ini berkata yang tidak baik mungkin akan ditempeleng orang, lah klo ini mencium yang bukan haknya akan ditempeleng orang. Demikian pula klo ini mendengar suara orang lalu amarah kemudian timbul cekcok kan juga mendatangkan yang tidak enak. Matapun demik ian itu pula. Lebih- lebih kalau sudah berkeluarga itu harus bisa mengendalikan, harus bisa mengendalikan rumah tangganya supaya tetap utuh bersatu. Klo di jalan bertemu orang yang cantik jangan sampai lupa dengan istrinya, salah satu contoh itu. Ini yang penting, klo kita bisa mengendalikan mata, telinga, hidung dan tutuk dengan baik akan selamat. Syukur klo bisa melaksanakan ini sampai dengan titik darah penghabisan, artinya sudah waktunya dipanggil oleh Yang Maha Kuasa, itu menurut Sapta Darma. Kalau sudah

pengalaman-pengalaman bapak yang telah anda dapatkan ini, adakah pengaruhnya

ke kehidupan sehari-hari? Yang jelas saya merasa tenang dan saya sebelum ketemu

Sapta Darma saya juga merasa cukup, tidak pernah merasa kurang. Sebab itu saya terima, teman-teman keluar sebagai guru, saya tetap menjadi guru. Meskipun pada waktu itu gajinya mung sedikit saya rasa sudah cukup. Sampai dengan keluarga saya juga bahagia. Istri satu dan memang sudah menjadi cita-cita saya sebelum ketemu Sapta Darma, saya masih jejaka itu juga ingin kawin itu satu saja. Malah menjadi motivasi saya, Nabi Adam. Yang Maha Kuasa menurunkan Nabi Adam hanya satu jodoh, ya satu itu saja jodoh dan pada waktu itu saya minta kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, belum ketemu Sapta Darma lo..saya mohon anak dua saja cukup. Jadi pemerintah belum menganjurkan Keluarga Berencana, saya sudah mengeluarkan. Saya minta dua saja, satu laki satu perempuan. Ketemu Sapta Darma saya kawin. Artinya kawin trus anak saya umur 38 ketemu Sapta Darma. Nah ndilalah anak saya itu yang pertama sebelum ketemu Sapta Darma tapi saya sudah mengerti tidak tahu lo ya, tapi mengerti bahwa anak saya nanti laki- laki sebab itu masih umur 6 bulan dalam kandungan sudah saya beri nama. Tapi klo yang kedua saya sudah melakukan sujud. Sudah sujud juga kemudian, 6 bulan dalam kandungan sudah saya beri nama Sri, Sri Astuti dan namanya saya ketemukan dua, Sri Astuti dan Sri Ratna Astuti. Akhirnya pada waktu lahir saya namakan Sri Astuti tapi setelah masuk kelas satu, anaknya minta ditambahkan Ratna jadi Sri Ratna Astuti. Klo yang laki- laki Wijayakusuma saya berikan nama itu. Dan anak saya dua itu sudah dewasa semua. Yang satu sudah berumur 51 tahun, yang nomer dua 49 tahun. Pokoknya saya merasa

ingin membuat sejarah baru, tidak seperti mbah- mbah saya, seperti bapak ibu saya. Pokoknya saya ingin membuat sejarah baru. Akhirnya setelah saya hayati itu perkawinan saya ternyata saya ada saja godaan tapi saya dapat mengendalikan terut ama godaan itu, godaan mata itu. Tapi saya dapat mengendalikan sampe sekarang, anak saya yang satu bekerja di Bandung di telkom, yang satu di dinas kesehatan di Semarang. Jadi saya tinggal lagi berduaan dengan istri saya.

3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45

Kalo dari pengalaman yang bersifat rohani, yang bersifat abstrak ga ada. Hanya dalam perasaan saya merasa cocok begitulah. Begitu saya diberi cerita diceritani tentang Sapta Darma. Itu yang menceritani itu juga baru berpengalaman satu hari satu malam, lalu bercerita pada saya. Saya kok otomatis minta dituntuni, minta disujudkan. Akhirnya disujudkan saja dan waktu itu yang diceritakan pada saya hanya caranya sujud. Setelah dituntuni belajar sujud, hanya diberi pesan supaya nanti dipraktekkan, dalam praktek ini yang maksudnya disambil praktek sujud setiap hari juga dipesan supaya dibuktikan dengan modal merasa mampu untuk memberikan pertolongan pada orang lain, terutama orang sakit. Dari sedikit, perasaan saya menjadi tambah percaya dan bertambah yakin itu karena hasil dari pengobatan itu. Yang pertama anak saya yang pada waktu itu berumur 3 bulan itu sakit perut kemudian saya hanya hening, mengheningkan cipta. Klo memusatkan kan hanya hening saja, hanya diam, dalam hati menyatu dengan Tuhan kemudian disabdakan, sabda waras. Hanya sabda waras itu sabdanya kemudian anak saya menjadi sembuh. Demikian pula murid saya, saya kan seorang guru. Yang pertama kali menjadi kejutan atau menambah keyakinan saya, murid saya bermain-main, jatuh kemudian tak bernapas. Kemudian saya meminta anak-anak lain untuk meletakkannya di meja. Saya belum diberitahu tapi kok saya ada perasaan jari- jari saya diisi, jari-jari tengah saya ini saya pegangkan pada pusat kemudian saya luhurkan asma Allah, Allah Hyang Maha Agung, Allah HyangRohkim, Allah Hyang Maha adil dan saya sabda waras, anak itu seketika bangun trus lari- lari lagi. Itu yang membuat saya tambah yakin dan banyak lagi. Beberapa hari kemudian ga sampai lama ada tetangga yang istilahnya apa itu ya, kesurupan, kemasukan roh jahat. Sudah dipanggilkan yang namanya mbah Joremi yang biasanya memberikan penyembuhan, itu ndak mampu. Akhirnya saya kok merasa kasihan saya melihat merasa kasian, anak-anak masih disekolah itu, akhirnya timbul rasa untuk memberi penyembuhan, pangusadan. Itu otomatis saya ini, ini ada seperti ada setrumnya ini di driji dua

49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70 71 72 73 74 75 76 77 78 79 80 81 82 83 84 85 86 87 88 89 90 91

diberitahu sebelumnya oleh orang yang menuntuni saya itu klo sudah begitu ini tuh diping maksudnya menutup agar rohnya itu tidak bisa kembali lagi. Itu yang menambah saya menjadi tambah yakin, tambah tekunlah saya sujud. Jadi kemudian timbul pengertian bahwa sujud itu terutama disamping merupakan kewajiban didalam hidup kita ini berasal dari Yang Maha Kuasa maka kita harus sujud kepada Yang Maha Kuasa. Yang sujud itu hidup kita ini, jasmaninya hanya ikut saja membungkuk tiga kali. Itu yang menyebabkan saya bertambah yakin dan banyak lagi. Bukan hanya puluhan tapi sudah ratusan. Tentang sujud itu setiap hari wajib menurut petunjuk di buku yang sudah tertulis, satu hari satu malam 24 jam minimal satu kali, itu yang benar tp lebih dari satu kali lebih baik. Tapi satu kali sudah dapat melakukan sujud benar-benar itu sudah baik.

Oh iya jadi pada waktu sujud, kita merasakan. Pertama-tama teori sujud kan duduk bersila. Setelah duduk di mori putih itu terus duduk bersila untuk bapak-bapak, duduk bertimpuh untuk ibu. Lalu sedakep, klo sudah sedakep, jasmani sudah diatur kemudian mulai rohani sekarang yang harus bekerja. Jasmaninya diusahakan pasif, tidak hanya wujudnya jasmani ini saja tapi juga pikirannya juga pasif. Klo sudah bisa pasif semua pikiran, angan dsb itu yang dinamakan ening. Dalam situasi ening itulah rasa istilah lainnya rohani itu akan aktif melaksanakan sujud itu terasa, rasanya giming- giming gitu.

Dokumen terkait