• Tidak ada hasil yang ditemukan

SARANA PENGENDALIAN, JENIS PARTISIPASI, DAN BENTUK PARTISIPASI NASABAH

Sarana Pengendalian yang Diterapkan Ketua Bank Sampah

Sarana pengendalian yang diterapkan oleh pemimpin dibagi menjadi tiga macam diantaranya sarana pengendalian bersifat koersif (coercive power), sarana pengendalian bersifat utiliter (utilitarian power), dan sarana pengendalian normatif (normative power). Ketiga sarana pengendalian tersebut dapat diterapkan dengan tujuan untuk mempengaruhi nasabah di Bank Sampah Asri Mandiri dan masyarakat khususnya warga RW 06 Desa Benteng agar meningkatnya partisipasi di bank sampah.

Sarana pengendalian yang koersif berarti intinya memaksa atau menggunakan ancaman bahkan kekerasan. Menurut Etzioni (1982) penggunaan kekuatan koersif ini lebih bersifat menekankan subjeknya sehingga menjadi tunduk. Sarana pengendalian utiliter adalah sarana pengendalian yang memberikan keuntungan agar terpengaruh. Biasanya dengan menggunakan simbol seperti uang agar subjeknya dapat terpengaruh. Sarana pengendalian normatif adalah

Seorang pemimpin, dalam hal ini adalah seorang ketua bank sampah, dapat menerapkan lebih dari satu sarana pengendalian. Namun, pasti ada satu sarana pengendalian yang paling dominan dalam hal untuk meningkatkan partisipasi warga ataupun nasabah. Warga atau nasabah dapat merasakan dan menilai sarana pengendalian yang diterapkan ketua bank sampah. Berikut adalah penilaian dari responden terhadap pengendalian yang diterapkan ketua bank sampah.

Tabel 6. Jumlah dan persentase tingkat penilaian responden terhadap pengendalian yang diterapkan ketua bank sampah menurut jenis pengendalian

Jenis Pengendalian yang Diterapkan Ketua Bank Sampah Asri Mandiri

Tinggi Sedang Rendah Total

n % n % n % n %

Pengendalian Koersif 0 0.0 0 0.0 50 100.0 50 100.0 Pengendalian Normatif 16 32.0 12 24.0 22 44.0 50 100.0 Pengendalian Utiliter 37 74.0 6 12.0 7 14.0 50 100.0

Berdasarkan Tabel 6, proporsi penilaian responden relatif menunjukkan jenis pengendalian yang diterapkan ketua bank sampah adalah cenderung pengendalian utiliter. Persentase lebih tinggi pada kategori tinggi di pengendalian utiliter sebesar 74 persen, pengendalian normatif sebesar 32 persen, dan pengendalian koersif sebesar 0 persen. Artinya, hampir sebagian besar responden menilai bahwa ketua cenderung menerapkan pengendalian utiliter. Pengendalian

utiliter dilakukan dengan menawarkan keuntungan yang akan didapatkan apabila berpartisipasi di bank sampah. Pengendalian normatif juga dilakukan oleh ketua dengan memberikan contoh kepada yang lain. Penawaran keuntungan dilakukan dengan memberitahu rincian harga perkilo dari setiap barang yang bisa disetorkan ke bank sampah. Hal tersebut dilakukan pada saat sosialisasi dengan membagikan selembaran berisi harga sampah. Cara menawarkan keuntungan yang lainnya adalah dengan memberi kalimat persuasif yang dikaitkan dengan keuntungan. Misalnya dengan memberi tahu kepada warga bahwa akan ada tabungan yang bisa diambil setahun sekali. Hal tersebut dilakukan agar warga mendapat uang yang sudah terakumulasi selama satu tahun penyetoran sehingga akan merasa senang sesudah mendapat uang yang cukup banyak dari hasil menjual sampah.

Pengendalian utiliter ini juga dilakukan ketua dengan menghargai nasabah dan memberi penghargaan kepada nasabah yang memenuhi syarat tertentu. Ketua menghargai nasabah dengan cara mengadakan acara untuk nasabah. Acara tersebut biasanya dilakukan saat memperingati ulang tahun bank sampah. Acara diisi dengan bazar, senam pagi, dan membagikan uang tabungan para nasabah. Hal tersebut juga sama dengan pernyataan responden berikut.

“...iya bank sampah disini mah suka ngadain acara pas ulang tahun bank sampah sekalian ngebagiin uang tabungan Neng. Biasanya kaya acara bazar gitu ato senam pagi yang waktu itu didatengin sama Pak Camat...” (R, 43 Tahun, Nasabah)

Lalu ketua juga memberi penghargaan kepasa nasabah yang memenuhi kriteria. Kriteria tersebut diantaranya nasabah mengumpulkan sampah terbanyak selama setahun, menyetorkan sampah yang paling bersih dan rapih, dan menyetorkan sampah paling rutin selama setahun. Pernyataan responden berikut juga sejalan dengan pernyataan diatas bahwa bank sampah memberikan hadiah kepada nasabah yang memenuhi syarat tersebut.

“...oh iya Neng kalo pas ulang tahun bank sampah suka ada hadiah buat yang ngumpulin sampah terbanyak, paling sering, sama paling bersih dan rapih. Saya buktinya pernah dapet hadiah gara-gara ngumpulin sampah terbanyak. Saya mah apa aja yang bisa dikiloin disetorin Neng. Lumayan kan...” (H, 50 Tahun, Nasabah)

Pernyataan-pernyataan di atas menunjukkan bahwa pengendalian utiliter yang diterapkan oleh ketua Bank Sampah Asri Mandiri. Terlihat dari jumlah dan persentase yang ada pada Tabel 6. Pengendalian normatif juga diterapkan oleh ketua bank sampah tetapi tidak terlalu dominan. Pengendalian normatif ketua bank sampah yaitu dengan memberi contoh kepada yang lain bahwa ketua juga menyetorkan sampah. Sarana pengendalian normatif juga memiliki jumlah dan persentase tertinggi setelah utiliter dengan nilai indeks delapan dari total kategori sangat setuju dan setuju. Indikator yang memiliki nilai indeks paling tinggi di sarana pengendalian normatif yaitu ketua memberikan contoh kepada nasabah. Artinya, responden setuju bahwa ketua bank sampah memberikan contoh kepada nasabah seperti ketua menjadi nasabah, ketua juga menyetorkan sampah, ketua

31

hadir dan terlibat dalam sosialisasi dan pelatihan, dan rumah ketuatergolong bersih. Hal tersebut juga sejalan dengan pernyataan responden berikut.

“...Pak Koko juga jadi nasabah ko Neng, beliau kalo nyetorin ga rutin emang, itu karena kalo nyetor rekeningnya digabungin sama semua yang ada di RT 06. Terus kalo sosialisasi beliau pasti hadir kecuali yang di arisan gabungan karna semuanya ibu-ibu...” (A, 48 Tahun, Nasabah)

Pada kategori rendah yang memiliki penilaian terbanyak yaitu sarana pengendalian koersif dengan persentase 100 persen (Tabel 6). Hal tersebut menunjukkan bahwa responden setuju ketua tidak memaksa warga untuk berpartisipasi di bank sampah, tidak mengancam warga agar berpartisipasi, dan tidak memberlakukan hukuman kepada nasabah. Keikutsertaan warga di bank sampah tersebut secara sukarela tanpa adanya paksaan dari pihak lain. Hal ini diperkuat dengan pernyataan responden yang ditemui di lapangan.

“....Boro-boro ngancem Neng, dipaksa aja kan ga pernah. Disini mah bebas mau ikut bank sampah atau gak, kesadaran masing-masing aja buat ikut mah....”. (HSN, 51 Tahun, nasabah).

Tabel 7. Jumlah dan persentase responden menurut jenis kelamin berdasarkan kategori penilaian pengendalian yang diterapkan ketua bank sampah

Jenis Sarana Pengendalian

Laki-laki Perempuan Total

n % n % n %

Koersif 0 0.0 0 0.0 0 0.0

Normatif 4 8.0 12 24.0 16 32.0

Utiliter 3 6.0 34 68.0 37 74.0

Tabel 7 menunjukkan jumlah persentase responden berdasarkan jenis kelamin yang menilai tentang sarana pengendalian yang diterapkan oleh ketua bank sampah. Terlihat dari tabel bahwa jumlah perempuan lebih banyak dibandingkan laki-laki. Persentase ketua menerapkan sarana pengendalian utiliter mendapat persentase teringgi yaitu sebesar 74 persen yang terdiri dari 6 persen laki-laki dan 68 persen perempuan (Tabel 7). Persentase tertinggi kedua yaitu pada sarana pengendalian normatif sebesar 32 persen yang dipilih oleh 24 persen responden perempuan dan 8 persen responden laki-laki (Tabel 7). Total nasabah laki-laki yang menjadi responden sebanyak 6 orang atau 12 persen dari jumlah responden. Hal ini menunjukkan bahwa perempuan yang lebih banyak menjadi nasabah bank sampah dan menilai bahwa ketua menggunakan pendekatan keuntungan. Artinya, pendekatan utiliter yang dilakukan oleh ketua bank sampah efektif untuk menarik partisipasi dari warga khususnya perempuan atau ibu rumah tangga karena ibu rumah tangga cenderung berorientasi untuk mendapatkan keuntungan. Selain itu, perempuan (ibu rumah tangga) juga yang paling sering berada di rumah dan paling sering membuang sampah rumah tangga setiap hari.

Perempuan ini yang mempunyai banyak waktu di rumah, sehingga mereka yang bisa berpartisipasi di bank sampah.

Jenis Partisipasi Masyarakat

Partisipasi masyarakat adalah keterlibatan masyarakat dalam menentukan arah, strategi dalam kebijakan kegiatan, memikul beban dalam pelaksanaan kegiatan, dan memetik hasil dan manfaat kegiatan secara merata. Dalam hal ini adalah partisipasi masyarakat dalam bank sampah atau motivasi yang mendasari warga untuk ikut dalam bank sampah. Partisipasi tersebut dapat dilihat melalui tiga jenis diantaranya partisipasi karena ingin mendapat keuntungan (kalkulatif), partisipasi karena ingin terpaksa (alienatif), dan partisipasi karena komitmen (moral). Partisipasi yang bersifat kalkulatif adalah berpartisipasi yang didasari oleh keinginan untuk memperoleh keuntungan dengan ikut berpartisipasi. Partisipasi yang bersifat alienatif adalah partisipasi ini didasari oleh keterpaksaan dari pihak yang diajak untuk berpartisipasi. Partisipasi yang bersifat moral adalah berpartisipasi karena berorientasi pada komitmen-komitmen berdasarkan internalisasi norma-norma dan identifikasi kewibawaan atau karena tekanan kelompok-kelornpok sosial. Tabel-tabel berikut memaparkan persentase partisipasi warga RW 06 Desa Benteng berdasarkan indikator partisipasi masyarakat dalam bank sampah.

Tabel 8. Jumlah dan persentase responden berdasarkan kategori tingkat partisipasi menurut jenis partisipasi

Jenis Partisipasi Nasabah

Tinggi Sedang Rendah Total

n % n % n % n %

Partisipasi Alienatif 0 0.0 0 0.0 50 100.0 50 100.0 Partisipasi Kalkulatif 36 72.0 8 16.0 6 12.0 50 100.0 Partisipasi Moral 27 54.0 19 38.0 4 8.0 50 100.0

Berdasarkan tabel di atas, partisipasi warga di bank sampah cenderung kalkulatif yang berada di kategori tinggi dan mendapatkan persentase tertinggi yaitu sebesar 72 persen (Tabel 8). Artinya, hampir sebagian besar responden yang berpartisipasi di bank sampah cenderung untuk mendapatkan keuntungan. Keuntungan yang didapatkan berasal dari sampah yang disetorkan ke bank sampah. Banyaknya uang tabungan tergantung pada banyaknya dan juga jenis sampah yang disetorkan. Harga sampah termahal yaitu besi-besi bekas, tembaga, dan sejenisnya. Pernyataan tersebut sesuai dengan responden berikut.

“...lumayan Neng ikut bank sampah, bisa nambah-nambah uang buat di dapur. Dapet uangnya juga dari jual sampah yang biasanya kita buang, jadi lumayan Neng walaupun ngambil uangnya setahun sekali, ga kerasa tau-taunya dapet uang yang

33

lumayan banyak. Ibu pernah tuh nyetor besi bekas terus dapet uangnya lumayan...”. (E, 43 tahun, nasabah).

Pernyataan responden tersebut menunjukkan bahwa banyak warga yang tertarik ikut berpartisipasi di bank sampah salah satunya karena ada uang yang akan didapatkan dari hasil penjualan sampah. Sampah yang biasanya langsung dibuang dan tidak ada nilainya, kini menjadi berharga dan dapat ditukar dengan uang.

Tabel 9. Jumlah dan persentase reponden menurut jenis pekerjaan

Jenis Pekerjaan Nasabah

n %

Ibu Rumah Tangga 40 80.0

Pensiunan 6 12.0

PNS 4 8.0

Total 50 100.0

Mayoritas responden yang berpartisipasi di bank sampah karena ingin mendapatkan keuntungan adalah ibu rumah tangga (Tabel 9). Persentase responden yang berstatus ibu rumah tangga sebesar 80 persen (Tabel 9). Terlihat bahwa jumlah ibu rumah tangga mendominasi di bank sampah ini. Hal ini menunjukkan bahwa ibu rumah tangga berpartisipasi dalam kegiatan bank sampah karena dapat menghasilkan uang. Kegiatan bank sampah yang dapat menghasilkan uang adalah menyetorkan sampah ke bank sampah dan mengikuti pembuatan kerajinan tas dari sampah.

Persentase tertinggi kedua pada kategori tinggi berdasarkan penilaian responden relatif menunjukkan partisipasi moral dengan persentase tertinggi kedua pada kategori tinggi yaitu sebesar 54 persen . Hal tersebut menunjukkan bahwa sebagian responden berpartisipasi dalam bank sampah karena sadar akan kebersihan lingkungan. Selain untuk mendapatkan keuntungan nasabah juga ingin menjaga kebersihan lingkungan. Kebersihan lingkungan ini sangat penting untuk dijaga agar tidak menimbulkan dampat negatif kedepannya. Hal ini sejalan dengan pernyataan responden yang setuju bahwa nasabah berpartisipasi karena ingin menjadikan lingkungannya selalu bersih.

“...kalau ibu ikut bank sampah karena memang peduli sama lingkungan, gak suka liat sampah numpuk, jadi mending ibu setorin ke bank sampah biar jadi bersih. Ibu juga suka bikin kompos sendiri dari daun-daun yang udah jatoh dan rencananya juga kalo kesampean ibu mau coba buat biogas dek...”. (SFR, 43 tahun, nasabah).

Partisipasi nasabah di bank sampah ini dimotivasi oleh keingingan untuk mendapatkan keuntungan. Keuntungan yang didapatkan berasal dari sampah yang disetorkan dan mengikuti pengolahan sampah yaitu pembuatan tas dompet dari plastik bekas makanan atau minuman. Selain untuk mendapatkan keuntungan,

sebagian dari responden juga ingin menjaga kebersihan lingkungan agar daya dukung lingkungan tidak melebihi batasnya. Kedua motivasi tersebut dapat berjalan dengan baik karena keduanya dapat hubungan timbal balik yang positif.

Partisipasi alienatif atau partisipasi karena keterpaksaan mendapatkan persentase tertinggi di kategori rendah yaitu sebesar 100 persen (Tabel 9). Hal ini menggambarkan bahwa semua warga yang berpartisipasi dalam bank sampah tidak ada yang secara terpaksa. Tidak ada rasa keterpaksaan dari nasabah untuk melakukan kegiatan yang ada di bank sampah seperti mengumpulkan sampah, menyetorkan ke bank sampah, mengikuti sosialisasi, dan mengikuti kegiatan pengolahan sampah. Keinginan untuk ikut bank sampah adalah niat dari nasabah pribadi yang ingin berpartisipasi atau secara sukarela. Pernyataan tersebut sejalan dengan penilaian warga bahwa tidak ada yang merasa terpaksa dalam berpartisipasi di bank sampah.

“....Disini tidak pernah ada ketuanya atau pengurus yang maksa warga buat ikut bank sampah. Warganya aja yang mau sendiri atau sadar sendiri ikut partisipasi di bank sampah biar sukses programnya sama lingkungannya bersih....”. (SHI, 46 Tahun, nasabah).

Bentuk Partisipasi Nasabah Di Bank Sampah Asri Mandiri

Partisipasi nasabah dalam bank sampah adalah keikutsertaan masyarakat dalam kegiatan yang ada di bank sampah. Kegiatan tersebut berupa keikutsertaan dalam sosialisasi, mengumpulkan, memilah, menabung, dan mengolah sampah, dan keikutsertaan dalam kegiatan pelatihan pengolahan sampah. Keikutsertaan dalam sosialisasi dinilai dari intensitas kehadiran, pentingnya mengikuti sosialisasi, dan manfaat yang diterima setelah adanya sosialisasi. Frekuensi mengumpulkan, memilah, menabung, dan mengolah sampah dapat dinilai dari intensitas, jumlah, dan kerapihan. Lalu keikutsertaan dalam kegiatan pelatihan pengolahan sampah dapat dinilai dari intensitas, waktu, dan manfaat yang diterima.

Tabel 10. Jumlah dan persentase penilaian responden berdasarkan bentuk partisipasi dalam bank sampah

Bentuk Partisipasi Nasabah

Tinggi Sedang Rendah Total

n % n % n % n %

Keikutsertaan dalam

Sosialisasi 36 72.0 9 18.0 5 10.0 50 100.0

Mengumpulkan, memilah, menabung, dan mengolah sampah 35 70.0 9 18.0 6 12.0 50 100.0 Keikutsertaan dalam Pelatihan Pengolahan Sampah 24 50.0 11 22.0 14 28.0 50 100.0

35

Partisipasi warga dalam kegiatan pelatihan pengolahan sampah sangat diperlukan agar dapat berhasil dan membantu perekonomian warga. Tingkat keikutsertaan dalam kegiatan pelatihan pengolahan sampah adalah keterlibatan masyarakat pada kegiatan yang bertujuan untuk memberikan praktek dan keterampilan mengenai daur ulang sampah menjadi hal-hal yang bernilai. Berdasarkan Tabel 10, persentase penilaian responden yang tertinggi pada kategori tinggi sebesar 72 persen yaitu pada tingkat keikutsertaan dalam sosialisasi. Hal tersebut dikarenakan bahwa sosialisasi ditujukan agar warga mengetahui lebih dalam tentang suatu program. Sosialisasi sudah dilakukan sebanyak tiga kali secara resmi dan biasanya dilakukan pada waktu tertentu seperti sebelum diresmikan bank sampah, saat peresmian bank sampah, dan secara tidak resmi biasanya pada saat acara yang ada di RW seperti arisan gabungan. Sosialiasasi bank sampah ini mendapat respon yang positif walaupun tidak semua warga hadir. Warga yang hadir biasanya termotivasi karena ingin mengetahui tentang bank sampah sehingga warga dapat termotivasi untuk berpartisipasi bank sampah. Pernyataan responden yang memperkuat data diatas sebagai berikut.

“...Ibu dateng tuh ke sosialisasi yang di gedung serbaguna sana. Ibu dateng karna pengen tau bank sampah teh apa terus apa manfaatnya buat kita terus juga kenapa kita harus ikut bank sampah. Lumayan Neng nambah-nambah ilmu juga kan jadi itu penting dilakuin Neng...”. (MY, 48 tahun, nasabah).

Persentase tertinggi kedua berdasarkan penilaian responden yaitu pada frekuensi mengumpulkan, memilah, menabung, dan mengolah sampah yaitu sebesar 70 persen (Tabel 10). Artinya, sebagian besar nasabah melakukan kegiatan mengumpulkan sampah lalu dipilah dan ditabung di bank sampah. Nasabah juga mengikuti kegiatan mengolah sampah menjadi kerajinan. Tetapi penyetoran sampah tidak dilakukan secara rutin karena sampah yang bisa disetorkan tidak selalu banyak setiap harinya. Maka dari itu nasabah mengumpulkan sampai banyak terlebih dahulu lalu disetorkan. Hal tersebut diperkuat dengan pernyataan salah seorang responden.

“...Kan saya kalo nyetor sampah ga tiap minggu jadi dikumpulin dulu sampe banyak baru disetorin. Terus kalo lagi sempet bersihin sampah, pasti dibersihin tapi kalo ga keburu atau males yauda setorin aja langsung, gapapa dapet uangnya dikit juga Neng...”. (RS, 43 tahun, nasabah).

Partisipasi warga dalam kegiatan pelatihan pengolahan sampah diperlukan agar dapat berhasil dan membantu perekonomian warga. Tingkat keikutsertaan dalam kegiatan pelatihan pengolahan sampahadalah keterlibatan masyarakat pada kegiatan yang bertujuan untuk memberikan praktek dan keterampilan mengenai daur ulang sampah menjadi hal-hal yang bernilai. Bank Sampah Asri Mandiri baru mulai mendaur ulang sampah anorganik saja seperti bungkus kopi, deterjen, mi instan, dan lain-lain. Plastik tersebut diolah sedemikian rupa dengan tahap-

tahap yang terstruktur menjadi sebuah kerajinan seperti tas dan dompet. Namun untuk pemasaran tas dan dompet tersebut masih mengalami kendala yaitu minimnya pemasaran tentang produk dan belum ada kerja sama dengan pihak lain untuk memperluas pemasaran ke tempat lain. Selain itu, minimnya kreasi dari kerajinan tersebut menyebabkan tidak banyak orang yang tertarik membeli dikarenakan tas atau dompet terlihat seperti barang daur ulang.

Berdasarkan Tabel 10, tingkat keikutsertaan dalam pelatihan pengolahan sampah paling tinggi berada di kategori tinggi yaitu sebanyak 50 persen. Artinya, sebagian dari nasabah bank sampah yang mengikuti pelatihan pengolahan sampah. Pelatihan pengolahan sampah Pelatihan ini dilakukan setiap minggunya yaitu pada hari rabu jam 13.00-15.00. Nasabah yang mengikuti pelatihan ini semuanya adalah ibu-ibu rumah tangga. Nasabah mengikuti kegiatan ini karena ingin mengisi waktu luang sekaligus mendapatkan keahlian baru yang menguntungkan. Hal tersebut diperkuat oleh pernyataan seorang responden sebagai berikut.

“...abisnya neng daripada Ibu di rumah aja ga ngapa-ngapain mending ibu ikutan. Nanti kan jadi bisa buat kerajinan terus lumayan dapet uang juga kan Neng dari upah jait ato masang resleting...”. (E, 43 tahun, nasabah).

Ikhtisar

Sarana pengendalian yang diterapkan oleh ketua Bank Sampah Asri Mandiri adalah pengendalian utiliter. Pengendalian utiliter adalah pengendalian yang menggunakan pendekatan keuntungan. Pengendalian ini diterapkan karena mayoritas dari nasabah adalah ibu-ibu rumah tangga yang berorientasi untuk mendapatkan keuntungan. Selain pengendalian utiliter, ketua juga menerapkan pengendalian normatif. Pengendalian normatif yang dilakukan ketua seperti dengan memberi contoh diantaranya dengan ketua menjadi nasabah bank sampah dan menyetorkan sampah juga.Lalu sebagian besar responden relatif berpartisipasi di bank sampah karena ingin mendapatkan keuntungan (kalkulatif) dengan cara menyetorkan sampah dan ikut membuat kerajinan tangan dari sampah plastik. Tetapi hampir sebagian dari responden juga berpartisipasi di bank sampah karena sadar akan pentingnya kebersihan lingkungan untuk kelangsungan hidup masa depan. Lalu adapun bentuk-bentuk dari kegiatan yang ada di bank sampah diantaranya kegiatan mengumpulkan, memilah, menabung, dan mengolah sampah, kegiatan sosialisasi bank sampah, dan kegiatan pelatihan pengolahan sampah. Bentuk partisipasi nasabah yang paling dominan berdasarkan jawaban responden adalah kegiatan mengumpulkan, memilah, menabung, dan mengolah sampah karena hanya dengan menyetorkan sampah yang tidak ada nilainya dan sekarang menjadi bernilai ekonomi.

37

HUBUNGAN SARANA PENGENDALIAN KETUA BANK

Dokumen terkait