• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN

2.1 Sejarah Agama Katolik di Indonesia

Agama Katolik adalah sebuah agama yang pengikutnya termasuk yang paling banyak di dunia ini. Agama Katolik yang awalnya dibawa oleh Yesus Kristus menyebar ke seluruh dunia, seperti Eropa, Amerika, Asia, dan Afrika. Agama ini juga menyebar ke Indonesia, yang dapat dikaji melalui aspek sejarah.

Menurut Garraghan (1957), yang dimaksud sejarah itu memiliki tiga makna yaitu: (1) peristiwa-peristiwa mengenai manusia pada masa lampau; aktualitas masa lalu; (2) rekaman mengenai manusia di masa lampau atau rekaman tentang aktualitas masa lampau; dan (3) proses atau teknik membuat rekaman sejarah. Kegiatan sejarah tersebut berkaitan erat dengan disiplin ilmu pengetahuan. Lengkapnya adalah sebagai berikut.

The term history stands for three related but sharply differentiated concepts: (a) past human events; past actuality; (b) the record of the same; (c) the process or technique of making the record.

The Greek ιστορια, which gives us the Latin historia, the French histoire, and English history, originally meant inquiry, investigation, research, and not a record of data accumulated thereby—the usual present-day meaning of the term. It was only at a later period that the Greeks attached to it the meaning of “a record or narration of the results of inquiry.” In current usage the term history may accordingly signify or imply any one of three things: (1) inquiry; (2) the objects of inquiry; (3) the record of the results of inquiry, corresponding respectively to (c), (a), and (b) above (Garraghan 1957:3).

Sesuai dengan kutipan di atas, maka sejarah sebagai sebuah ilmu itu tampaknya terfokus kepada rekaman dalam dimensi waktu dan ruang terhadap manusia. Jadi sejarah berkait erat dengan masalah-masalah dari satu waktu ke waktu berikutnya yang dikaji oleh para ahlinya.

2.1.1 Asal Mula

Sejarah Gereja Katolik di Indonesia berawal dari kedatangan bangsa Portugis ke kepulauan Maluku, yang dipimpin oleh Fransiscus Xaverius. Pada masa itu, orang pertama yang menjadi penganut agama Katolik adalah seorang Kolano atau Kepala kampung Mamuya (sekarang di Maluku Utara). Kolano ini kemudian dibaptis bersama seluruh warga kampungnya pada tahun 1534 setelah menerima pemberitaan Injil dari Gonzalo Veloso, seorang saudagar Portugis.

Setelah itu banyak pelaut dan pedagang dari Eropa yang datang ke wilayah Maluku. Karna di Maluku adalah pulau yang menghasilkan rempah rempah. Bersamaan dengan para pedagang dan serdadu-serdadu, para imam Katolik juga datang untuk menyebarkan Injil. Salah satu imam Katolik yang datang di Indonesia itu adalah Santo Fransiskus Xaverius. Kemudian pada tahun 1546 sampai 1547, Santo Fransiskus Xaverius datang mengunjungi pulau Ambon, Saparua, dan Ternate. Santo Fransiskus Xaverius juga membaptis beberapa ribu penduduk setempat. Inilah tempat-tempat awal di Indonesia yang menjadi tempat pengaruh utama agama Kristen Katolik. Dari kawasan ini, kemudian agama Katolik menyebar ke berbagai tempat di Indonesia, seperti ke Timor, Jawa, Nusa Tenggara, Kalimantan, dan lainnya.

2.1.2 Era VOC

Sejak kedatangan dan kekuasaan Vereenigde Oostindische Compagnie (VOC) di Indonesia tahun 1619-1799, VOC akhirnya mengambil alih kekuasaan politik di seluruh Indonesia. Seiring bergantinya penguasa di Nusantara, maka Gereja Katolik dilarang mengadakan kegiatan secara secara mutlak di seluruh wilayah VOC. Namun di beberapa wilayah kegiatan Katolik masih berjalan, dan hanya bertahan di beberapa wilayah yang tidak termasuk VOC yaitu Flores dan Timor.

Situasi keagamaan berubah. Para penguasa VOC sebahagian besar beragama Protestan, sehingga para pemimpin VOC mengambil tindakan. Pemimpin VOC yang ada segera mengusir imam-imam Katolik yang berkebangsaan Portugis dan menggantikan seluruh Imam imam Katolik dengan pendeta-pendeta Protestan dari Belanda. Akibatnya banyak umat Katolik yang kemudian diprotestankan saat itu, salah satu contohnya seperti yang terjadi dengan komunitas-komunitas Katolik di Amboina.

Imam-imam Katolik diancam hukuman mati, kalau ketahuan berkarya di wilayah kekuasaan VOC. Hal ini terjadi seperti pada 1924, di mana Pastor Egidius d’Abreu SJ dibunuh di Kastel Batavia pada zaman pemerintahan Gubernur Jenderal Jan Pieterszoon Coen, dengan dakwaan kesalahan karena mengajar agama Katolik dan merayakan Misa Kudus bersama para tahanan di penjara. Sedangkan Pastor A. de Rhodes, seorang Yesuit Perancis, pencipta huruf abjad Vietnam, dijatuhi hukuman berupa menyaksikan pembakaran salibnya dan alat-alat ibadat Katolik lainnya di bawah tiang gantungan, tempat dua orang

pencuri baru saja digantung,contoh lainnya adalah ketika Pastor A. de Rhodes diusir tahun 1646 karena terlibat dalam penyebaran agama Katolik.

Yoanes Kaspas Kratx, penganut Katolik yang berkebangsaan Austria, terpaksa meninggalkan Batavia karena usahanya dipersulit oleh pejabat-pejabat VOC, dengan alasan akibat bantuan yang ia berikan kepada beberapa imam Katolik yang singgah di pelabuhan Batavia. Kemudian Yoanes Kaspas Kratx pindah ke Makau, lalu bergabung dengan Serikat Jesuit dan meninggal sebagai seorang martir di Vietnam pada tahun 1737.

Pada akhir abad ke-18 Eropa Barat diliputi perang dahsyat antara Perancis dan Britania Raya bersama sekutunya masing-masing. Simpati masyarakat Belanda terbagi, ada yang memihak Perancis dan sebagian lagi memihak Britania, Hal ini mengakibatkan negeri Belanda kehilangan kedaulatannya karena ikut terlibat dalam perang. P3rancis memenangkan pertempuran tersebut yang terjadi di Eropa Barat. Pada tahun 1806, pemimpin Perancis Napoleon Bonaparte mengangkat adiknya, Lodewijk atau Louis Napoleon yang menganut, agama Katolik, menjadi raja Belanda. Sehingga pada Pada tahun 1799 VOC dinyatakan bangkrut dan dibubarkan.

2.1.3 Era Hindia Belanda

Perubahan politik di Belanda, khususnya setelah pemerintahan Raja Lodewijk yang seorang Katolik, membawa pengaruh yang cukup positif. Kebebasan umat beragama mulai diakui pemerintah. Pada tanggal 8 Mei 1807 pimpinan Gereja Katolik di Roma mendapat persetujuan dari Raja Louis Napoleon untuk mendirikan Prefektur Apostolik Hindia Belanda di Batavia.

Pada tanggal 4 April 1808, dua orang Imam dari Negeri Belanda tiba di Jakarta, yaitu Pastor Jacobus Nelissen, Pr dan Pastor Lambertus Prisen, Pr. Kemudian oleh gereja Katolik yang diangkat menjadi Prefek Apostolik pertama adalah Pastor J. Nelissen,Pr.

Gubernur Jendral Daendels (1808-1811) berkuasa setelah VOC diganti dengan kekuasaan oleh pemerintah Hindia Belanda. Pada saat ini Kebebasan beragama kemudian diberlakukan, walaupun agama Katolik saat itu agak dipersukar. Hal ini dapatt dilihat dengan Imam saat itu hanya 5 orang untuk memelihara umat sebanyak 9.000 orang, dengan luas wilayah dan tempat tinggal yang hidup berjauhan satu sama lainnya. Akan tetapi pada tahun 1889, kondisi ini membaik, di mana ada 50 orang imam di Indonesia. Di daerah Yogyakarta, misi penyebaran agama dan kegiatan Katolik dilarang oleh pemerintahan Hindia Belanda sampai tahun 1891.

Misi Katolik di daerah ini diawali oleh Pastor F. van Lith, S.J. yang datang ke Muntilan pada tahun 1896. Pada awalnya usahanya tidak membuahkan hasil yang memuaskan, akan tetapi pada tahun 1904 tiba-tiba 4 orang kepala desa dari daerah Kalibawang datang ke rumah Romo dan mereka minta untuk diberi pelajaran agama. Sehingga pada tanggal 15 Desember 1904, rombongan pertama orang Jawa berjumlah 178 orang dibaptis di sebuah mata air Semagung yang terletak di antara dua batang pohon Sono. Tempat bersejarah ini sekarang menjadi tempat ziarah Sendangsono.

Romo van Lith juga mendirikan sekolah guru di Muntilan yaitu Normaalschool di tahun 1900 dan Kweekschool (Sekolah Pendidikan Guru) di tahun 1904. Pada tahun 1918 sekolah-sekolah Katolik dikumpulkan dalam satu

yayasan, yaitu Yayasan Kanisius. Para imam dan Uskup pertama di Indonesia adalah bekas siswa Muntilan. Pada permulaan abad ke-20 gereja Katolik berkembang pesat.

Pada 1911 Van Lith mendirikan Seminari Menengah. Tiga dari enam calon generasi pertama dari tahun 1911-1914 ditahbiskan menjadi imam pada tahun 1926 dan 1928, yaitu Romo F.X.Satiman, S.J., A. Djajasepoetra, S.J., dan Alb. Soegijapranata, S.J.

2.1.4 Era Perjuangan Kemerdekaan

Albertus Soegijapranata menjadi Uskup berkebangsaan Indonesia yang pertama ditahbiskan pada tahun 1940. Tanggal 20 Desember 1948 Romo Sandjaja terbunuh bersama Frater Hermanus Bouwens, S.J. di dusun Kembaran dekat Muntilan, ketika penyerangan pasukan Belanda ke Semarang yang berlanjut ke Yogyakarta dalam Agresi Militer Belanda II. Romo Sandjaja dikenal sebagai martir pribumi dalam sejarah Gereja Katolik Indonesia.

Mgr. Soegijapranata bersama Uskup Willekens, S..J. menghadapi penguasa pendudukan pemerintah Jepang dan berhasil mengusahakan agar Rumah Sakit St. Carolus dapat berjalan terus. Banyak di antara pahlawan-pahlawan nasional yang beragama Katolik, seperti Adisucipto, Agustinus (1947), Ignatius Slamet Riyadi (1945), dan Yos Sudarso (1961).

2.1.5 Era Kemerdekaan

Kardinal pertama di Indonesia adalah Justinus Kardinal Darmojuwono diangkat pada tanggal 29 Juni 1967. Mulai pada saat ini, Gereja Katolik Indonesia

berperan aktif dan terlibat dalam kegiatan yang diadakan Gereja Katolik dunia. Contohnya ketika Uskup Indonesia mengambil bagian dalam Konsili Vatikan II (1962-1965).

Katolik di Indonesia semakin di kenal di dunia ketika pimpinan tertinggi umat Katolik sedunia yaitu Paus Paulus VI berkunjung ke Indonesia pada 1970. Kemudian tahun 1989 Paus Yohanes Paulus II mengunjungi Indonesia. Kota-kota yang dikunjunginya adalah Jakarta, Medan (Sumatra Utara), Yogyakarta (Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta), Maumere (Flores), dan Dili (Timor Timur).(Wikipedia : Sejarah Katolik di Indonesia )

2.2 Ibadah Katolik

Dokumen terkait