• Tidak ada hasil yang ditemukan

A. Sejarah Berdirinya Partai Keadilan Sejahtera (PKS)

Partai Keadilan Sejahtera yang disingkat menjadi PK Sejahtera merupakan partai berasaskan Islam yang pendiriannya terkait dengan pertumbuhan dakwah Islam semenjak awal tahun delapan puluhan. Partai ini menjunjung tinggi perlindungan, pemenuhan dan penegakan hak asasi manusia.1

Partai Keadilan Sejahtera (PKS) didirikan di Jakarta pada hari sabtu tanggal 20 April 2002 atau bertepatan dengan 7 Shafar 1423 H. PKS didirikan oleh sekelompok anak bangsa yang memiliki cita-cita luhur, yaitu menegakkan keadilan dan mensejahterakan masyarakat.

PKS merupakan kelanjutan dari Partai Keadilan (PK) karena memiliki kesamaan tujuan dan cita-cita.2 Dalam menjalankan roda organisasi dan aktifitasnya, partai dibingkai dengan Piagam Deklarasi, visi dan misi, anggaran dasar (AD), Anggaran Ruamah Tangga (ART), kebijakan dasar partai sertai peraturan-peraturan lainnya yang mengikat seluruh anggota partai.

1

Daniel Dhakidae, Ph.D, Partai-partai Politik Indonesia Ideologi dan Program 2004-2009, (Jakarta: PT. Kompas Media Nusantara, 2004), h. 301.

2

Partai Keadilan sendiri lahir dari perjalanan panjang politik Islam di Indonesia sejak masa awal kemerdekaan di Indonesia sampai dengan mengganasnya kekuasaan Orde Baru yang kemmudian menjadi berantakan karena perlawanan rakyat. Bagi komunitas PKS, hubungan antara Islam dan negara dalam lembaran sejarah bangsa hampir selalu diwarnai saling mencurigai bahkan permusuhan.

Dalam catatan mereka, keterpurukan umat Islam karena dipermainkan oleh negara bermula di awal kemerdekaan RI. Pada waktu itu, Presiden Soekarno, dalam pidato-pidatonya telah membuka peluang demokratis bagi pejuang Islam di Indonesia. Kaum Muslimin menaggapinya dengan suka cita dan menampilkannya dalam berbagai bentuk Parpol Islam. Mereka membayangkan jika demokrasi yang dijanjikan oleh Soekarno benar-benar dilaksanakan, maka peran politik umat Islam. Secara signifikan dalam kehidupan bernegara akan menjadi kenyataan.

Namun perkiraan pemuka Islam kata itu meleset, parpol Islam mengalami kekalahan, sehingga Islam tidak dapat menggeser Pancasila sebagai dasar negara melalui perjuangan konstitusional di arena konstituante. Perdebatan-perdebatan di konstituante yang berkepanjangan, menjadi salah satu kunci politik Soekarno untuk menutup kembali peluang demokrasi yang pernah diajukannya. Pada tahun 1959, ia mengeluarkan Dekrit Prsiden yang menghentikan perdebatan sengit wakil-wakil rakyat lewat pembubaran parlemen, dan bangsa Indonesia harus kembali kepada UUD 1945. Lebih penting lagi tahun itu merupakan starting point bergulirnya Demokrasi Terpimpin yang pada hakikatnya sebuah perwujudan dari diktatorisme.

Pada periode inilah parpol-parpol Islam mengalami ketidakberdayaan vis-à-vis keperkasaan politik Soekarno, yang berambisi untuk mengubur parpol termasuk parpol Islam, seperti Masyumi yang merupakan partai Islam terbesar saat itu.

Pada tahun 1965, PKI yang menjadi salah satu mitra kekuasaan Soekarno selain tentara, melakukan pemberontakan dan makar yang menumpahkan darah banyak anak bangsa. Dalam situasi tersebut, umat Islam mengambil peran yang sangat signifikan. Namun ironisnya negara Orde Baru di bawah kepemimpinan Soeharto yang muncul setelah pemberontakan PKI tidak menghargai peran historis kaum Muslimin yang telah ikut andil dalam memutuskan rezim baru itu.

Proyek pengerdilan politik yang digalakkan oleh Orba, di satu sisi mengokokhkan kekuasaan Orba, di sisi lain rakyat pada umumnya dan kaum Muslimin pada khususnya semakin terkekang dalam mengeluarkan aspirasi politiknya. Hal yang sama juga dialami oleh kalangan mahasiswa di berbagai perguruan tinggi. Negara memantau kegiatan politik dan suara moral mahasiswa melalui pembekalan konsep Normalisasi Kehidupan Kampus/Badan Koordinasi Kemahasiswaan (NKK/BKK). Tentu saja konsep ini di tentang habis-habisan oleh seluruh segmen mahasiswa. Para intelektual muda Muslim meresponnya dengan merancang strategi perjuangan umat Islam yang sangat fenomenal, yaitu dengan menggalakkan dakwah menyebarkan kebenaran dan kebaikan di Indonesia. Gerakan ini merebak dengan cepat dan mewarnai suasana keislaman di kampus-kampus dan masyarakat umum.

Awal tahun delapan puluhan gerakan-gerakan keislaman yang mengambil masjid-masjid sebagai basis operasional dan strukturalnya, terutama masjid kampus, mulai bersemi. Gerakan dakwah ini merebak dari tahun ke tahun mewarnai suasana keislaman di kampus-kampus dan masyarakat umum. Bahkan, menjalar pula ke kalangan pelajar dan mahasiswa di luar negeri, baik Eropa, Amerika maupun Timur Tengah. Gejolaknya muncul dalam bentuk pemikiran keislaman dalam berbagai bidang dan juga praktik-praktik pengalaman sehari-hari. Persaudaraan (ukhuwah) yang dibangun diantara mereka menjadi sebuah alternatif cara hidup di tengah-tengah masyarakat yang cenderung semakin individualistik.3

Gerakan dakwah ini semakin membesar dan berkembang, dan jaringan mereka pun semakin meluas. Mereka juga berupaya membangun ruh keislaman melalui media tabligh, seminar, aktivitas sosial, ekonomi dan juga pendidikan, meskipun saat itu berada dalam bayang-bayang kekuasaan Orde Baru yang semakin ketat mengawasi aktivitas keagamaan.

Lengsernya Soeharto pada 21 Mei 1998 dirasakan membuka iklim kebebasan yang semakin luas. Musyawarah kemudian dilakukan oleh para aktivis dakwah Islam, yang melahirkan kesimpulan perlunya iklim yang berkembang untuk dimanfaatkan semaksimal mungkin bagi upaya peralihan cita-cita mereka, yaitu apa yang mereka maksudkan sebagai upaya mewujudkan bangsa dan negara Indonesia yang di ridlai

3

Daniel Dhakidae, Partai-Partai Politik Indonesia Ideologi dan Program 2004-2009, (Jakarta: PT Kompas Media Nusantara, 2004), h. 301-302.

Allah Swt. Pendirian partai politik yang berorientasi pada ajaran Islam perlu dilakukan guna mencapai tujuan dakwah Islam dengan cara-cara demokratis yang bisa diterima banyak orang. Maka mereka pun sepakat membentuk sebuah partai politik.

Sebelumnya, dilakukan sebuah survei yang meliputi cakupan luas dari para aktivis dakwah, terutama yang tersebar di masjid-masjid kampus di Indonesia, untuk melihat respon umum dari kondisi politik yang berkembang di Indoensia. Hasil survei menunjukkan bahwa sebagian besar dari mereka menyatakan bahwa saat inilah waktu yang tepat untuk meneguhkan aktivitas dakwah dalam bentuk kepartaian. Survei ini dinilai mencerminkan tumbuhnya kesamaan sikap di kalangan sebagian besar aktivis dakwah.

Atas dasar beberapa hal yang melatarbelakangi sejarah berdirinya Partai Keadilan itu, maka dipandang wajar jika para fungsionaris partai ini adalah mereka yang tergolong muda dan kalangan intelektual Islam kampus.

Partai Keadilan secara resmi didirikan pada 20 Juli 1998. Islam menjadi asas dari partai baru ini. Tercatat lebih dari 50 pendiri partai ini, di antaranya adalah Hidayat Nur Wahid, Luthfi Hasan Ishaq, Salim Segaf Aljufri dan Nur Mahmudi Ismail. Nur Mahmudi Ismail kemudian menjadi Presiden Partai Keadilan, sedangkan Hidayat Nur Wahid duduk sebagai Ketua Majelis Pertimbangan Partai. Kemudian Partai ini deklarasikan pada tanggal 9 Agustus 1998 di Masjid Al Azhar, Kebayoran Baru Jakarta, dengan dihadiri oleh sekitar 50.000 massa.

Dalam perkembangan selanjutnya, PK mulai melibatkan diri dalam ajang pemilihan umum untuk kali pertama pada tahun 1999. Namun capaian pada pemilu tahun 1999, tidak memungkinkan bagi sustainibilitas partai ini. Ketentuan electoral threshold mengharuskan sebuah partai melewati perolehan 2% jika ingin mengikuti pemilu berikutnya. Berdasarkan UU Pemilu 1999, Bab VII, Pasal 39 mengenai syarat keikutsertaan dalam pemilu, Partai Keadilan tidak diperbolehkan megikuti pemilihan umumtahun 2004, kecuali PK mau bergabung dengan partai lainnya, atau mendirikan partai politik baru.

Pada tahun 2001 diadakanlan rapat pleno untuk mencari cara lain agar dakwah melalui jalur politik bisa terus berjalan. Rapat menghasilkan kesepakatan untuk membuat partai politik baru yang simbolnya tak jauh berbeda dengan Partai Keadilan. Perumusan mengenai pembentukan partai baru ini diserahkan pada sebuah tim yang dipimpin oleh Muzammil Yusuf.

Akhirnya pada tanggal 20 April 2002, PKS resmi berdiri sebagai langkah strategis dalam menjawab hambatan menyangkut electoral threshold. Dengan demikian maka visi dan misi partai tidak bergeser dari khittah PK dan kalaupun ada perbedaan hanya dalam bentuk redaksional dan teknisi semata. Atas dasar kesamaan visi dan misi tersebut, musyawarah Majelis Syura Partai Keadilan ke-XIII yang berlangsung di Wisma Haji, Bekasi, pada 17 April 2003, memutuskan Partai Keadilan menggabungkan diri dengan Partai Keadilan Sejahtera.

Sejatinya, perubahan PK ke PKS hanyalah semata-mata perubahan nama untuk menyiasati agar bisa mengikuti pemilu 2004. Oleh karena itu, suprastruktur (ideologi, pemikiran dan konsep-konsep partai), maupun infrastruktur PKS (baik berupa jaringan kader, kepengurusan hingga aset-aset partai) adalah pelimpahan dari Partai Keadilan.4

Dokumen terkait