• Tidak ada hasil yang ditemukan

DAFTAR PUSTAKA

F. Sistematika Penulisan

Untuk mendapatkan gambaran jelas mengenai materi yang menjadi pokok penulisan skripsi ini dan agar memudahkan para pembaca dalam mempelajari tata urutan penulisan ini, maka penulis menyusun sistematika penulisan ini sebagai berikut :

BAB I : Merupakan Pendahuluan, memuat ; latar belakang, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, metode penelitian, tinjauan pustaka dan sistematika penulisan.

BAB II : Tinjauan Umum tentang Hak Asasi Manusia di Indonesia, memuat : pengertian HAM, HAM dalam Islam, dan penegakan hak asasi manusia dalam 10 tahun reformasi,

BAB III : Profil PKS, memuat ; sejarah berdirinya PKS, asas, visi dan misi partai. BAB IV : Peran PKS terhadap penegakan HAM di Indonesia, memuat ; peran PKS

terhadap perlindungan anak, peranan PKS dalam melindungi hak perempuan, konsep PKS dalam mengatasi berbagai kendala yang menghambat upaya penegakan HAM di Indonesia.

BAB V : Merupakan akhir dari seluruh rangkaian pembahasan dalam penulisan skripsi yang berisi kesimpulan dan saran-saran.

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah dan Rozali, Perkembangan HAM dan Keberadaan Peradilan di Indonesia. Jakarta: Ghalia Indonesia, 2002.

Al Araf, Mabruri dan Ghufron. dkk, Catatan HAM 2004 Keamanan Mengalahkan Kebebasan. Jakarta: Imparsial, 2006.

Manan, Bagir. Perkembangan Pemikiran dan Pengaturan HAM di Indonesia. Bandung: YHDS, 2005.

Rosyada, Dede dan Ubaidillah, A. dkk. Pendidikan Kewarganegaraan (Civil Education) Demokrasi, Hak Asasi Manusia dan Masyarakat Madani. Jakarta: Prenada Media, 2005.

Effendi, Mashur. Hak Asasi Manusia dan Hukum Nasional dan Internasional. Jakarta: Ghalia Indonesia, 1994.

Mansour, Fakih, dkk. Menegakkan Keadilan dan Kemanusiaan; Pegangan Untuk Membangun Gerakan HAM. Yogyakarta: Insist Press, 2003.

Harjowirogo, Marbangun. Hak Asasi Manusia dalam mekanisme-mekanisme Perintis Nasional. Bandung: Regional dan Internasional, 1997.

Komnas HAM. Hak Asasi Manusia Dalam Perspektif Budaya Indonesia. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1997.

Kontras. Laporan HAM Tahun 2006 HAM Belum Menjadi Adab Politik. Jakarta: Rinam Antartika, 2007.

Mabruri, Gufron, Junaidi, Demokrasi Selektif terhadap Penegakan HAM Laporan Kondisi HAM Indonesia 2005. Jakarta: Imparsial, 2006.

Majda El-Muhtaj, Hak Asasi Manusia dalam Konstitusi Indonesia dari UUD 1945 sampai dengan Amandemen UUD 1945 Tahun 2002. Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2004.

Mashood A. Baderin, Hukum Hak Asasi Manusia dan Hukum Islam. Jakarta: Komisi Hak Asasi Manusia, 2007.

Muladi. Hak Asasi Manusia-Hakekat Konsep dan Implikasinya Dalam Perspektif Hukum dan Masyarakat. Bandung: PT. Refika Aditama, 2005.

Mulyosudarmo, Suwoto, “Pelaksanaan Hak Asasi Manusia” Makalah, Fakultas Hukum UNAIR, Surabaya, 2001.

Prasetyantoko dan Indriyo, Wahyu. Gerakan Mahasiswa dan Demokrasi di Indonesia. Bandung: PT. Alumni, 2001.

Prasetyohadi dan Wisnuwardhani, Savitri. Penegakan Hak Asasi Manusia dalam 10 Tahun Reformasi. Jakarta: Komnas HAM, 2008.

R. Wiyono. Pengadilan Hak Asasi Manusia di Indonesia, Jakarta: Rencana Prenada Media Group, 2006.

Rozali, Abdullah dan Syamsir. Perkembangan HAM dan Keberadaan Peradilan HAM di Indonesia, Bogor: PT. Ghalia Indonesia, 2004.

Wahyudi, Imawan, “HAM antara Islam dan Barat”, Harian Republika, Jumat 14 Februari 1997.

Habibi, MN. Menata Jalan Menunaikan Amanah (Rekam Kiprah dan Pemikiran di Media Massa) Zuber Safawi. Jakarta: Global Media Profetika, 2009.

Bidang Kewanitaan DPP PKS 2005-2010, Buah Perjuangan Profil Pos Wanita Keadilan Di 33 Provinsi. Jakarta: Bidang Kewanitaan DPP PKS 2005-2010, 2010.

Budiardjo, Miriam. Dasar-Dasar Ilmu Politik. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2006.

Dhakidae, Daniel. Partai-Partai Politik Indonesia dan Program 2004-2009. Jakarta: PT. Kompas Media Nusantara, 2004.

Budiyanto. Dasar-Dasar Ilmu Negara. Jakarta: Erlangga, 2000.

Sadily, Hassan. Ensiklopedi Indonesia. Jakarta: PT. Ichtiar Baru Van Houve, 1982.

Tim Penyusun Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. 1998.

Sudjana, Eggi. HAM dalam Perspektif Islam (Mencari Universalitas HAM Bagi Tatanan Modsernitas yang Hakiki). Jakarta: Nuansa Madani, 2000.

Sutiyoso, Bambang. Aktualita Hukum Dalam Era Reformasi. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2004.

Shihab, Umar. Kontekstualitas Al-Qur’an: Kajian Tematik Atas Ayat-Ayat Hukum dalam Al-Qur’an. Jakarta: PT. Penamadani, 2005.

Kosasi, Ahmad. HAM Dalam Perspektif Islam: Menyingkap Persamaan dan Perbedaan antara Islam. Jakarta: Salemba Diniyah, 2003.

Rusdji, Ali Muhammad. Hak Asasi Manusia Sdalam Perspektif Syariat Islam. Aceh: Ar-Raniri Press, 2004.

Peraturan Perundang-undangan Republik Indonesia

Undang-Undang Dasar 1945 Hasil Amandemen Negara Republik Indonesia. Pasal 28 J. Jakarta: PT. Sinar Grafika, 2004.

Undang-Undang RI No. 2 Tahun 2008 Tentang Partai Politik. Bandung: Citra Umbara, 2008.

Undang-Undang RI No. 39 Tahun 1999. Bandung: Citra Umbara, 2008. Wawancara

Wawancara Pribadi dengan Sarah Handayani. Jakarta: 31 Mei dan16 Agustus 2010.

Artikel dari internet

http://www.pk_sejahtera.org. internet diakses pada tanggal 30 Mei 2010. http://www. wanitapk_dpp@yahoo.com

1

A. Prinsip Musyawarah

Setiap waliyyul amri tidak bisa terlepas dari menerapkan prinsip "musyawarah". Karena hal itu merupakan salah satu perintah Allah kepada Nabi-Nya. Dalam al-Qur'an ada dua ayat yang menggariskan prinsip musyawarah sebagai salah satu prinsip dasar dalam nomokrasi Islam. Ayat yang pertama dalam surah al-Syura/42:38:

Artinya :

Dan bagi orang-orang yang manerima seruan Tuhan dan melaksanakan shalat, sedang urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarah antara mereka; dan mereka menginfakkan sebagian dari rezeki yang Kami berikan kepada mereka, (Asy-Syura 42 : 38)

Ayat ini menggambarkan bahwa dalam setiap persoalan yang menyangkut masyarakat atau kepentingan umum Nabi selalu mengambil keputusan setelah melakukan musyawarah dengan para sahabatnya.1 Dalam sebuah hadist nabi digambarkan sebagai orang yang paling banyak melakukan musyawarah. Beliau melakukan hal ini, karena prinsip musyawarah adalah merupakan suatu perintah dari Allah sebagaimana digariskan dalam ayat yang kedua yang dengan tegas menyebutkan perintah itu dalam al-Qur'an, surat Ali Imran/ 3:159;

……

ناﺮﻤﻋلا ׃

١٥٩

dan bermusyawarahlah engkau hai Muhammad dengan mereka dalam setiap urusan kemasyarakatan… (QS. Ali Imran : 159)

Musyawarah dapat diartikan sebagai suatu forum tukar-menukar pikiran, gagasan ataupun ide, termasuk saran-saran yang diajukan delam memecahkan sesuatau masalah

1

2

dilaksanakan dalam suatu pemerintahan dengan tujuan untuk mencegah lahirnya keputusan yang merugikan kepentingan umum atau rakyat. Sebagai suatu prinsip konstitusional, maka dalam nomokrasi Islam musyawarah berfungsi sebagai "rem" atau pencegah kekuasaan yang absolut dari seseorang penguasa atau kepala negara.

Islam dan diktator adalah dua yang berlawanan yang tidak mungkin bertemu. Ajaran-ajaran agama membawa manusia untuk menyembah hanya kepada Tuhan mereka saja, sedangkan protokoler diktator mengembalikan mereka pemberhalaan politik buta.3

Mayoritas ulama fikih dan para peneliti berpendapat dan para peneliti berpendapat bahwa musyawarah adalah prinsip hukum yang bagus. Ia merupakan jalan untuk menemukan. Kebenaran dan mengetahui pendapat yang paling tepat.

Al-Qur'an memerintahkan musyawarah dan menjadikannya sebagai satu unsure dari unsur-unsur pijakan negara Islam. Namun, bagi system hukum, musyawarah lebih dari sekedar unsur dalam pelaksanaannya. Ia diciptakan untuk disebut sebagai kaidah pertama, sebagaimana yang dikatakan oleh penulis Tafsir Al-Manar yang dibuat untuk pemerintahan Islam.4

Suatu musyawarah dapat diakhiri dengan kebulatan pendapat atau kesepakatan bersama (konsensus) yang lazin disebut dalam hukum Islam sebagai ijma dan dapat pula diambil suatu keputusan yang didasarkan pada suara terbanyak sebagaimana yang dicontohkan oleh Nabi Muhammad ketika menghadapi dan memecahkan masalah serangan orang-orang Quraisy Mekkah yang sedang mengepung Madinah (Perang Uhud). Ada dua pilihan, menghadapi musuh secara ofensif atau defensive. Secara pribadi Nabi memilih pilihan yang kedua, yaitu bertahan di kota Madinah, namun suara terbanyak dari pada sahabat

2

Ibid., h. 112 3

Farid Abdul Khalik, Fikih Politi Islam, (Jakarta: Sinar Grafika Offset, 2005), h.35. 4

3

Meskipun demikian, musyawarah berbeda dengan demokrasi liberal yang berpegang pada rumus "setengah plus satu" atau suara mayoritas yang lebih dari separo yang berakhir dengan kekalahan suara bagi suatu pihak dan kemenangan bagi pihak lain. Dalam musyawarah yang dipentingkan adalah jiwa persaudaraan yang dilandasi iman kepada Allah, sehingga yang menjadi tujuan musyawarah bukan mencapai kemenangan untuk sesuatu pihak atau golongan, tetapi untuk kepentingan atau kemalahatan umum dan rakyat. Karena itu, yang harus diperhatikan dalam musyawarah bukan soal siapa yang menang dan siapa yang kalah, tetapi sejauh mana keputusan yang akan diambil itu dapat memenuhi kepentingan atau kemaslahatan umum dan rakyat. Inilah yang dijadikan suatu kriterium dalam pengambilan musyawarah dalam pengambilan keputusan melalui musyawarah menurut nomokrasi Islam.

Lebih lanjut prinsip musyawarah bertujuan melibatkan atau mengajak semua pihak untuk berperan serta dalam kehidupan bernegara. Dibandingkan dengan demokkrasi liberal (Barat) yang mengenal oposisi (ada pihak-pihak yang tidak mendukung pemerintah), dalam nomokrasi Islam oposisi tidak dikenal, dalam makna tidak ada suatu pihak pun yang boleh bersikap tidak loyal kepada pemerintah (ulil amri) atau melepaskan tanggung jawab bernegara.

Di atas telah disebutkan bahwa musyawarah adalah suatu prinsip konstitusional dalam nomokrasi Islam. Karena, ia merupakan suatu prinsip, maka bagaimana aplikasinya al-Qur'an dan Sunnah tidak mengaturnya. Hal ini sepenuhnya diserahkan kepada manusia untuk mengatur dan menentukannya. Pada masa Rasulullah sebagai Kepala Negara Madinah, beliau selalu mengumpulkan para sahabat di Masjid Madinah untuk bermusyawarah setiap kali beliau menghadapi masalah kenegaraan. Nabi tidak pernah memecahkan masalah yang menyangkut kepentingan umum itu seorang diri. Beliau, sebagaimana yang telah disebutkan di atas adalah orang yang paling banyak melakukan musyawarah apabila menghadapi suatu masalah umat Islam ketika itu. Pada waktu itu, musyawarah cukup dilakukan di Masjid, karena Masjid pada hakikatnya merupakan pusat

5

Muhammad Husein Haekal, Sejarah Hidup Muhammad, (Jakarta: Pustaka Jaya dan Tintamas, 1982)., h. 313- 318.

4

Tradisi itu dilanjutkan oleh keempat Kalifah yang menggantikan Rasulullah. Yaitu Abu Bakar, Umar, Usman dan Ali. Misalnya, masalah suksesi jabatan khalifah dipecahkan melalui musyawarah di antara tokoh-tokoh Madinah ketika itu yang pada umumnya adalah para sahabat Rasul.

Kemudian, dalam sejarah Islam di zaman pemerintahan Abbasiah ada suatu lembaga musyawarah yang disebut Dewan Syura sebagaimana dicatat oleh Abdul Malik al-Sayed. Anggota-anggota Dewan Syura ini adalah pilihan rakyat dan dewan ini pula yang memilih kepala pemerintahan propinsi.7

Pada masa kini musyawarah dapat dilaksanakan melalui suatu lembaga pemerintahan yang disebut dewan perwakilan atau apa pun namanya yang sesuai dengan kebutuhan pada suatu waktu dan tempat. Aplikasi musyawarah termasuk dalam bidang atau lingkup wilayah ijtihad manusia. Bagaimana bentuk dan cara musyawarah yang terbaik menurut suatu ukuran masa dan temapat, maka bentuk dan cara itulah yang digunakan. Baik al-Qur'an maupun tradisi Nabi sama sekali tidak menetukan hal ini. Ini mengandung suatau hikmah yang besar bagi manusia. Artinya, muyawarah sebagai suatu prinsip konstitusional yang digariskan dalam al-Qur'an dan diteladankan melalui tradisi nabi tidak perlu berubah. Namun aplikasi dan pelaksanaannya selalu dapat mengalami perubahan sesuai dengan perkembangan dan kemajuan masyarakat. Institusi-institusi politik dan negara dalam sejarah manusia selalu mengalami perkembangan dan perubahan. Maka aplikasi musyawarah dalam nomokrasi Islam boleh mengikuti bentuk dan cara lembaga-lembaga politik dan negara yang selalu berubah dan berkembang itu sejauh tidak bertentangan atau menyimpang dari jiwa al-Qur'an dan tradisi Nabi.

Dokumen terkait