• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sejarah Ikan Depik dan Legenda di Danau Laut Tawar

BAB III IKAN DEPIK DAN SEJARAHNYA

3.2 Sejarah Ikan Depik dan Legenda di Danau Laut Tawar

Sejarah ikan Depik yang berkembang di kalangan Orang Gayo memiliki banyak versi. Versi pertama, bermula dari beberapa orang yang merantau dari Blangkejeren menuju ke kampung Bintang, sebelum sampai ke tempat tujuan mereka berteduh di kaki gunung Burni Kelieten. Disaat berteduh tersebut mereka memasak nasi untuk makan siang, dan saat nasi yang dimasak tadi mendidih seorang dari mereka mengambil kayu untuk mengaduk nasi. Kayu yang tidak sengaja diambil untuk mengaduk nasi yaitu ranting dari pohongeluni item. Setelah nasi matang, warna nasi tersebut menjadi hitam dan saat dimakan nasi tersebut terasa pahit. Karena rasa nasi yang pahit kemudian mereka memutuskan untuk membuangnya ke danau dan nasi tersebut dibawa arus danau ke dalam gua di dasar danau di bawah Gunung Burni Kelieten. Dengan kekuasaan Tuhan Yang Maha Esa nasi tersebut menjelma menjadi ikan Depik. Cerita ini merupakan

folkloreyang beredar di masyarakat Gayo khususnya di daerah Takengon secara turun

temurun. Seperti yang diutarakan oleh seorang informan yang bernama Aman Nani berumur 63 tahun, berikut penjelasannya:

“Cerita ini sudah turun temurun, dari orang tua-tua dahulu. Kenge… pada jaman dahulu, ada sodara kita merantau dari daerah Gayo yaitu dari daerah Blang Kejeren menuju kampung Bintang sesampainya di kaki gunung Kelieten mereka bertedoh sambil menikmati indahnya Danau Lut Tawar dengan airnya yang jernih. Waktu istirahat mereka memasak nasi untuk memakan siang, makan siang. Waktu nasi

mendedeh satu orang membikin kayu untuk pengganti sendok kayu tersebut bernama geluni item yang rasa kayunya pahet. Dan sesudah nasi matang warna nasi menjadi itam waktu dimakan nasi itu terasa pahet, karena pahetnya nasi lalu dibuang ke dalam danau atas kuasa Tuhan Yang Maha Esa nasi dibawa arus danau ke dalam gua di dasar danau di

bawah gunung Burni Kelieten”. (“cerita ini sudah turun

temurun, dari orang tua-tua dahulu. Kan sudah…. Pada jaman dahulu, ada saudara kita yang merantau dari daerah Gayo dari daerah Blangkejeren menuju kampung Bintang sesampainya di kaki gunung Kelieten mereka berteduh sambil menikmati indahnya Danau Laut Tawar dengan airnya yang jernih. Di waktu istirahat tersebut mereka memasak nasi untuk makan siang. Ketika nasi mendidih seorang dari mereka menjadikan kayu sebagai pengganti sendok, sendok kayu tersebut bernama Geluni item yang rasa kayu tersebut pahit. Dan setelah nasi matang warna nasi menjadi hitam ketika dimakan nasi tersebut terasa pahit, sehingga nasi tersebut dibuang ke dalam danau atas kuasa Tuhan Yang Maha Esa nasi dibawa arus danau ke dalam gua di dasar danau di bawah gunung Burni Kelieten”).

Versi kedua, ikan Depik berasal dari Gunung Kelieten “burni kelieten”. Di burni

kelieten ada tujuh telaga. Lalu datang tujuh pemuda ke telaga tersebut, tidak lama

kemudian mereka memasak nasi karena hanya ada pohon geluni di sekitar telaga tersebut. Maka mereka memanfaatkan kayu geluni sebagai alat untuk mengaduk nasi yang mereka masak. Kayu geluni memiliki sifat apabila terkena air maka air akan berubah warna menjadi hitam, nasi yang dimasak oleh pemuda tersebut juga berubah warna menjadi hitam. Karna warna nasi berubah menjadi hitam maka pemuda-pemuda tersebut membuang nasi ke Telaga Tujuh, dan nasi yang dibuang tersebut menjelma menjadi ikan Depik. Cerita ini disampaikan seorang informan bernama Aman Fijas berumur 54 tahun, berikut penyampaiannya:

“Awale ke ari bur kelieten, asalnya dari situ ke ara. Ke ara telege tujuh, gere ke bujang pitua … bujang pitua kene jerang jerang oros, masak dia. Masak nasi tadi penyungkele urum geluni. karena ada kayu itu, geluni nama kayunya entah kayak mana enggak tau, geluni itu sekarang dia kalo kenak aer

itam.”(“awalnya dari gunung Kelieten, asalnya dari sana.

nasi. Masak nasi tadi pengaduknya dengan kayu geluni, karena ada kayu itu, geluni nama kayunya seperti apa tidak tahu, geluni apabila kena air maka airnya menjadi hitam”).

Versi ketiga, ikan Depik muncul di Danau Laut Tawar bermula dari seorang pemuda Gayo dari Takengon yang merantau ke daerah pesisir Aceh. Pemuda tersebut merantau dalam waktu yang lama, sampai-sampai pemuda tersebut lupa akan kampung halaman dan bahasa asalnya yaitu bahasa Gayo. Lalu dia kembali ke kampung halaman dan meminang seorang gadis Gayo, dan pinangannya diterima pernikahan pun dilaksanakan dengan pesta besar. Setelah pesta selesai pengantin wanita melihat tanda- tanda di tubuh pengantin pria yang mirip dengan tanda-tanda yang diceritakan oleh ibunya. Dan ternyata yang menikahinya adalah abang kandungnya. Karena malu dan merasa kejadian tersebut adalah aib maka wanita tersebut berlari ke danau dan menaiki perahu dan sampai ke tengah. Seorang pengasuhnya bernama Bunga (bunge) melihat dan ikut menceburkan diri ke danau. Anggota kerabatnya merasa sedih dan sangat berduka lalu mereka membuang semua nasi dan sayur ke dalam danau. kemudian nasi tersebut menjadi ikan Depik dan pengantin wanita menjelma menjadi Peteri ijo (Putri Hijau).

Orang Gayo percaya bahwa sesekali peteri ijo mengganggu para pemancing dengan memutuskan tali pancing. Dan saat hari sangat panas dan disertai hujan gerimis orang Gayo menyebutnya serlah kemudian muncul pelangi (kelamun) di atas Danau Laut Tawar, disaat itulah peteri ijo muncul dari tengah permukaan danau dalam wujud manusia wajahnya mirip dengan pengantin lalu menghilang lagi.

Ikan Depik yang tidak muncul di Danau Laut Tawar dipercaya hidup di danau lain. Danau lain tersebut adalah danau yang berada di bawah Burni Kelieten. Gunung Kelieten terletak di selatan danau yang konon dikawal oleh Tengku Burni Kelieten yang keramat. Belum pernah ada orang yang melihat danau di bawah Burni Kelieten tersebut.

Orang yang bisa mendaki dan melihat danau di bawah adalah orang yang lupa ingatan dan terasa seperti ada yang menuntun lalu tersesat dan masuk ke sana. Danau di bawah

Burni Kelieten akan menyatu dengan Danau Laut Tawar saat musim angin barat yang

berhembus kencang, dan ikan Depik akan keluar dari danau di bawah Burni Kelietenlalu bergerak berbondong-bondong ke ke tepi Danau Laut Tawar. Orang-orang Gayo yang memiliki penyangkulenakan bergegas menunggu kawanan ikan Depik datang. Sedangkan

Peteri Ijo mengintip dari lorong di bawah Burni Kelieten. (Hugronje dalam Melalatoa:

1996)

Sejarah tentang ikan Depik ini, dapat dikatakan sebagai folklore (cerita rakyat). Definisi folklor menurut Danandjaya yaitu sebagian kebudayaan suatu kolektif yang tersebar dan diwariskan turun temurun, diantara kolektif macam apa saja, secara tradisional dalam versi yang berbeda, baik dalam bentuk lisan maupun contoh yang disertai dengan gerak isyarat atau alat pembantu pengingat (mnemonic device). Cerita mengenai sejarah ikan Depik dapat dikatakan sebagai folklor karena memiliki ciri yang sama dengan ciri-ciri dari folklor tersebut. Adapun ciri-ciri yang digunakan sebagai pengenal utama folklor tersebut yaitu:

a. Penyebaran dan pewarisannya biasanya dilakukan secara lisan, yakni disebarkan melalui tutur kata dari mulut ke mulut, dari satu generasi ke generasi berikutnya.

b. Folklor bersifat tradisional, yakni disebarkan dalam bentuk relatif tetap atau dalam bentuk standar. Disebabkan secara kolektif tertentu dalam waktu yang cukup lama (paling sedikit dua generasi).

c. Folklor ada dalam versi-versi yang berbeda. Hal ini diakibatkan oleh cara penyebarannya dari mulut ke mulut dan biasanya bukan melalui cetak atau

rekaman, sehingga oleh proses lupa diri manusia atau proses interpolasi16. Folklor dapat mengalami perubahan dengan mudah, walaupun begitu perbedaannya hanya berada pada bagian luarnya, sedangkan bentuk dasarnya tetap bertahan.

d. Folklor bersifat anonim atau nama penciptanya tidak diketahui lagi.

e. Folklor mempunyai function/kegunaan dalam kehidupan bersama suatu kolektif. Seperti misalnya mempunyai funsi sebagai alat protes sosial, pendidik, pelipur lara, dan proyeksi keinginan terpendam.

f. Biasanya folklor memiliki bentuk berpola, misalnya selalu menggunakan kata- kata klise.

g. Folklor bersifat pralogis, atau mempunyai logika sendiri yang tidak sesuai dengan logika umum. Ciri ini berlaku bagi folklor lisan dan sebagian lisan. h. Folklor menjadi milik collektive (milik bersama), ini karena penciptanya yang

pertama sudah tidak diketahui lagi. Sehingga setiap anggota kolektif bersangkutan merasa memilikinya.

i. Pada umumnya folklor bersifat polos/lugu, sehingga sering sekali kelihatannya kasar, terlalu spontan. Ini karena folklor merupakan proyeksi emosi manusia yang paling jujur.

Dan menurut R. Bascom cerita prosa rakyat dapat dibagi dalam 3 golongan yaitu:

a. Mite/myth, adalah cerita prosa rakyat yang dianggap benar-benar terjadi serta dianggap suci oleh yang empunya cerita. Mite ini biasanya ditokohi oleh paradewa atau makhluk setengah dewa. Peristiwanya terjadi di dunia yang bukan seperti yang kita kenal sekarang dan terjadi pada masa lampau.

      

16

b. Legenda adalah prosa rakyat yang dianggap pernah terjadi, tetapi tidak dianggap suci dan ditokohi oleh manusia, walaupun adakalanya mempunyai sifat-sifat luar biasa, dan sering juga dibantu makhluk-makhluk ajaib. Tempat terjadinya di dunia seperti yang kita kenal sekarang, karena waktu terjadinya tidak terlalu lampau.

c. Dongeng merupakan prosa rakyat yang tidak dianggap benar-benar terjadi oleh yang empunya cerita dan tidak terikat oleh waktu dan tempat.

Dari paparan di atas maka cerita tentang sejarah ikan Depik dapat digolongkan pada cerita prosa rakyat dalam bentuk legenda, karena dalam cerita mengenai sejarah ikan Depik mengandung sifat-sifat luar biasa dan ajaib. Seperti penggalan cerita berikut “nasi yang dimasak dan gosong dan dibuang ke danau, tiba-tiba menjadi ikan Depik” ini menunjukkan bahwa ada unsur mahkluk ajaib dalam cerita ini yang mengubah nasi tersebut menjadi ikan Depik.

Legenda munculnya Ikan Depik di Danau Laut Tawar juga dituangkan ke dalam sebuah sastra yaitu dalam bentuk puisi yang berjudul “Depik”, berisikan 47 bait dan dalam tiap bait terdiri dari empat baris, bait terakhir berisi dua baris. Dengan sajak yang tidak teratur, seperti sajak a-a-a-b, a-b-a-b, a-a-a-a. puisi ini berisikan tentang tujuh orang laki-laki di daerah bernama Waq pergi berburu dengan membawa bekal secukupnya. Dalam perjalannan masuk ke hutan sesekali mereka memperoleh rusa atau kijang. Setelah beberapa hari mereka berburu, pada suatu ketika tampak mereka rusa putih dan mereka segera memburunya, tetapi tidak kunjung dapat. Rusa putih tersebut lari ke gunung dengan kencangnya sehingga hilang dari penglihatan mereka. Karena kelelahan mereka sepakat tidur di Gunung Kelieten di tepi Danau Laut Tawar. Di atas gunung itu mereka menemukan sebuah telaga yang airnya sangat jernih, dan mereka minum air dari telaga

tersebut dengan sepuas hati. Keesokan harinya salah satu dari mereka memasak nasi, dan enam orang lainnya berburu rusa putih. Pemuda yang sedang memasak nasi tadi menggunakan sejenis kayu yang berwarna hitam untuk mengaduk nasinya, sehingga nasi yang dimasaknnya menjadi hitam. Dan si pemuda tersebut selalu mengulang untuk berkali-kali memasak nasi, tetapi hasilnya tetap sama dan dibuang ke telaga yang ada di tempat tersebut. Tidak lama kemudian enam orang yang berburu tadi kembali tanpa membawa hasil buruan, dan enam orang tadi memarahi temannya yang memasak nasi tadi dan karena lapar maka mereka memakan nasi yang hitam tadi. Keesokan harinya telaga tempat nasi yang dibuang banyak ikan yang di beri nama Depik dengan ciri-ciri di punggungnya berwarna hitam. Ternyata Tuhan telah mentakdirkan bahwa tumbuhan itu dapat memudahkan orang dan dapat juga menjadikan ikan Depik untuk kesejahteraan manusia. sesudah itu mereka pulang ke kampung halamn dengan perasaan bahagia serta membawa hasil yang belimpah yaitu Ikan Depik. Berikut potongan puisinya:

Keberni depik ari tetue jemen Kujalin mien kin kekeberen Kin jangin denang anakte puren

Kaya ni takingen wan cerite merungke rungke (Kabarnya ikan Depik dari orang tua zaman Kubuat untuk cerita

Untuk nyanyian dan dendang anak kita nanti

Orang Takengon kaya dengan cerita yang berangkai-rangkai) Asalni depik menurut cerite

Kupenge tutur di basani si tetue Berbatang asal surah berupe Ini cerite asal usule

(asal ika Depik menurut cerita

Kudengar kabar dari bahasa orang tua Pertama cerita dari awal kejadian Inilah cerita asal usulnya)

Urang wag beluh mukaro berami rami Beringi ingi ku wan uten rime berdele dele Batange resam ke meh munuling anak negeri Mumulihi diri mangan rami-rami mah galak nate

(Orang Waq pergi berburu beramai-ramai Bermalam-malam ke dalam beramai-ramai

Batangnya padi yang busuk setelah memotong padi

Membangkitkan tenaga makan beramai-ramai setelah bergembira)

( Ibrahim Kadir, Takengon 1981)

Cerita tentang Peteri Ijo (Putri Hijau) juga memiliki banyak versi seperti halnya cerita awal mula ikan Depik. Versi lain tentang Peteri Ijo (Putri Hijau), bermula dari kehidupan dua orang beradik yang terpisah. Perpisahan tersebut terjadi karena abang kandungnya yang pergi merantau ke daerah Aceh dalam jangka waktu yang lama, kemudian kembali ke Tanah Gayo dengan pengakuan identitasnya sebagai Orang Aceh. Mereka bertemu kembali ketika keduanya beranjak dewasa dan menikah, setelah menikah diketahuai ternyata suaminya adalah abang kandungnya sendiri yang memiliki cincin yang sama sebagai tanda bahwa mereka saudara kandung. Karena merasa sangat malu maka si pengantin wanita dimandikan di suatu daerah yang bernama Limungen lalu secara tiba-tiba muncul sebatang kayu didekatnya, si pengantin wanita kemudian menginjak kayu tersebut dan tenggelam. Cerita ini disampaikan oleh seorang informan yang bernama Aman Nani yang berumur 63 tahun, berikut penuturannya:

“jadi semasa kecil abangnya pigi meranto, hah balik ke sini dibilang Orang Aceh dikawinin sama adeknya ada cincin sama dia hah. Jadi malunya terus dimandikan ke Limungen dengan tiba-tiba muncul sebatang kayu itulah dia injak trus

menyelam.”(“jadi semasa kecil abangnya pergi merantau,

kembali ke Takengon dibilang sebagai Orang Aceh dan menikah dengan adiknya dan mereka memiliki cicin yang sama. Karena malu lalu dimandikan di daerah Limungen dengan tiba-tiba muncul sebatang kayu lalu dia injak dan tenggelam.”)

Orang Gayo percaya bahwa warna hitam di bagian belakang atau di bagian punggung ikan Depik berasal dari kayu geluni itemyang digunakan untuk mengaduk

nasi. Orang Gayo percaya bahwa apabila seseorang memakan kayu geluni item maka orang tersebut tidak akan menua atau tua. Hal ini diutarakan oleh seorang informan bernama Ibu Aminah berumur 65 tahun, berikut penuturannya:

“Kalo orang temakan geluni item itu, ndak mau tua

dia”.(“Kalau seseorang memakan geluni item, maka orang

tersebut tidak akan tua”)

Pohon Geluni memiliki ciri-ciridaunnya berwarna hijau keabu-abuan, daunnya rimbun, dan beranting lurus. Kayu dari pohon gelunimemiliki rasa yang pahit apabila kayu gelunidiaduk ke dalam air maka air akan berubah warna menjadi hitam, dan urat pohonnya dapat dijadikan sebagai obat sakit gigi dengan cara dikumurkan.

Legenda Peteri Ijo juga dikisahkan melalui karya sastra dalam bentuk puisi, yang berisi 47 bait. Baris setiap bait dan sajaknya tidak beraturan, ada yang bersajak a-b-a-b, a- a-a-b, a-a-a-a, dan a-b-b-c. Puisi ini berisi tentang cerita dua orang bersaudara antara abang dan adiknya, yang sudah yatim piatu saat mereka masih kecil. lalu mereka diasuh oleh kaken dan neneknya yang penuh dengan penderitaan. Sang kakek kemudian mengantarkan abangnya untuk menuntut ilmu ke suatu negeri yang jauh dengan harapan agar kembali membawa ilmu pengetahuan kelak dan dapat disumbangkan kepada masyarakat tempat ia dilahirkan. Tidak lama kemudian kakek dan neneknya meninggal dunia, maka sang adik tinggal sebatang kara.

Setelah bertahun-tahun abangnya menuntut ilmu dan ia segera kembali ke kampung asalnya daerah Gayo. Lalu orang sekampung itu bersepakat untuk menikahkan pemuda tersebut dengan seorang gadis dari kampung mereka. Dan usaha mereka berhasil maka segeralah dilaksanakan perkawinan menurut tata cara yang berlaku di tempat tersebut. Puisi ini di tulis oleh Ibrahim Kadir, berikut potongan dari puisinya:

“I denie gayo kaya di cerite Peteri ijo i tanoh takingen

Olok nge musempak nume ne resie Mugerakni atente ari masa jemen” (di dunia Gayo banyak cerita Putri hijau tanah Takengon Banyak bertabur bukan rahasia Tergerak hati kita dari masa jaman) “Asalni cerite kekanak roa

Abang engi sara keluarga Abange si kaul urum engi sara

Lelang itetona gere nguk musangka tetemas iemen Yatim piatu anak si roa

Gere berine gere berama Gerene mutempat mubeli basa Ibarat kata pubebedek mata bung” (Asal mula cerita dari dua orang anak Adik abang satu keluarga

Abangnya yang tua sama adiknya yang satu lagi

Baru bisa jalan tetapi belum lari lagi enak-enak digendong Mereka berdua yatim piatu

Tidak punya ibu tidak punya bapak

Tidak ada tempat untuk bercerita ibarat kata merem-merem melek)

Ada satu makhluk lain yang dipercaya hidup di Danau Laut Tawar, makhluk ini disebut Lembide. Orang setempat percaya bahwa makhluk ini merupakan setan dan sudah ada semenjak adanya Danau Laut Tawa. Lembide bisanya berbentuk tikar Orang Gayo menyebutnya gulung tikar, Lembide mencari manusia sebagai mangsanya. Ketika memangsa manusia maka tikar tersebut akan menggulung si korban dan menghisap darah sampai habis dan yang dimangsa biasanya adalah orang pendatang, setiap tahunnya memakan dua korban. Seperti yang dikatakan oleh informan Aman Nani berumur 63 tahun:

“semenjak ada danau tawar dah ada dia….gulung tikar namanya, dimangsanya orang pendatang….biasanya tiap tahun dua…termasuk setanlah, macam tikar bentuknya tu kan

ada begulung.”(semenjak ada Danau Laut Tawar sudah ada

orang pendatang biasanya setiap tahun ada dua korban…termasuk setanlah, bentuknya seperti tikar itu kan ada bergulung)

Makhluk astral ini memangsa korbannya saat korban berenang lalu lembide menarik korban dan menggulungnya. Kemudian korban menghilang padahal korban masih berada di daerah tersebut, setelah itu korban ditemukan dalam keadaan sudah tidak bernyawa. Lembide diduga memiliki bentuk menyerupai tikar dan memiliki gigi tajam seperti duri-duri pada buah nangka atau duri-duri buah durian yang penuh dimulutnya. Ciri-ciri diketahuinya seseorang menjadi korban lembide dilihat dari hidung korban keluar darah segar dan tidak ada air yang masuk ke dalam perut korban. Berikut pernyataan dari dua informan bernama Aman Nani berumur 63 tahun:

“Dia mulutnya macam buah nangka dibilang orang, ntah benar ntah enggak, nggak tau. Glututnya nangka itu macam durian tu penuh itu di mulut makanya itu terus cepat darah orang dia hisap. Itulah sebabnya di gulung, nggak ada air yang masuk ke dalam perut orang sebab dia gulung. Kalo

dimakan lembide dari hidungnya keluar darah jernih.”(Dia

mulutnya seperti buah nangka dikatakan orang, benar atau tidaknya tidak tahu. Duri nangka itu macam durian itu penuh di mulutnya makany darah orang cepat dia hisap. Itulah sebabnya digulung, tidak ada air yang masuk ke dalam perut korban karena korban digulung. Apabila dimakan lembide dari hidung keluar darah jernih/darah segar)

Penuturan seorang informan bernama Ibu Aminah berusia 65 tahun:

“Hilang, padahal hilangnya di situ cuman. Nge meh rayoh

jema ii isepi.”(hilang, padahal hilangnya di situ saja. Sudah

habis darah orang dihisapnya)

Asal mula cerita tentang lembide berawal dari kisah seorang guru ngaji yang dalam istilah Gayo disebut dengan tengku yang jatuh cinta kepada ibu (bahasa Gayo; ine) dari salah satu muridnya yang sudah berstatus janda. Karena rasa yang tak terperikan maka tengku tersebut berinisiatif untuk mengguna-gunai si ibu dari muridnya tersebut. Kemudian gurunya menyuruh muridnya untuk membawa sehelai rambut ibunya untuk

keesokan harinya. Dengan polosnya sang anak memberitahukan kepada ibunya, bahwa ia disuruh oleh guru ngajinya untuk membawa sehelai rambut ibunya. Si ibu kemudian memiliki firasat buruk terhadap guru tersebut, dengan bijak si ibu mengatakan iya. Tanpa sengaja tetangga disebelah rumahnya baru mengadakan hajatan dengan menyembelih seekor kerbau, lalu kulit kerbau berserta ekornya tersebut dijemur di perkarangan rumahnya. Lalu si ibu mengambil sehelai rambut dari ekor kerbau dengan tujuan si ibu ingin memberikan pelajaran kepada si guru ngaji yang menurutnya memiliki sifat

Dokumen terkait